BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar X terhadap jaringan biologis dapat memberikan efek deterministik dan stokastik. Efek deterministik merupakan efek yang keparahannya berbanding lurus dengan dosis dan memiliki ambang batas. Jika dosis berada di bawah ambang batas maka respon pada efek deterministik tidak akan terlihat. Efek stokastik adalah efek yang menjelaskan tentang kemungkinan terjadinya perubahan dan tidak memiliki ambang batas (Karjodkar, 2006). Kerusakan akibat sinar X diklasifikasikan menjadi kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung terjadi pada target spesifik dalam sel yaitu makromolekul biologis vital seperti DNA, RNA, protein, atau enzim. Kerusakan tidak langsung terjadi pada sel karena radikal bebas yang dihasilkan oleh proses ionisasi air atau molekul lain dalam sel (Whaites dan Drage, 2013). Sel yang berbeda pada berbagai organ dari individu yang sama memiliki respon terhadap radiasi yang berbeda-beda. Sel endotel pembuluh darah merupakan salah satu sel dengan radiosensitifitas relatif sedang (White dan Pharoah, 2014). Menurut Alberti dkk. (2001), sel endotel vaskular terbukti lebih sensitif dibandingkan tipe sel mesenkimal lain. Peningkatan permeabilitas pada sel endotel terjadi setelah paparan radiasi (Alberti dkk., 2001). Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah di bawah epitel sulkular dan junctional berhubungan dengan produksi cairan krevikular gingiva (Reddy, 2008). 1
2 Cairan krevikular gingiva atau cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi, dan berasal dari darah sehingga komposisinya hampir sama dengan darah (Ekaputri dan Masulili, 2010). Radiasi ionisasi dapat mengaktivasi jalur sinyal proliferatif dan antiproliferatif yang mengakibatkan ketidakseimbangan regulasi sel oleh beberapa gen dan faktor yang terlibat dalam progresi siklus sel, kehidupan dan kematian sel, perbaikan DNA, dan inflamasi (Minafra dan Bravata, 2014). Saat terjadi inflamasi dalam rongga mulut, lebar dan panjang dari kapiler serta venula akan bertambah, hal ini menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah di bawah epitel sulkular dan junctional (Reddy, 2008). Inflamasi memiliki dampak langsung terhadap produksi CSG yaitu menyebabkan peningkatan aliran CSG sehingga volumenya di dalam sulkus gingiva meningkat (Berkovitz dkk., 2011). Dalam penelitian Zuelkevin (2015), ditemukan terjadinya peningkatan volume cairan sulkus gingiva setelah paparan radiografi panoramik. Penggunaan sinar X merupakan bagian penting dari kedokteran gigi klinis karena mayoritas dari pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi. Radiografi periapikal merupakan teknik intraoral yang umum digunakan dalam bidang kedokteran gigi dan berfungsi untuk menampilkan gambaran gigi individual dan jaringan sekitar apikal (Whaites dan Drage, 2013). Berdasarkan penelitian Ardakani dan Dadsefat (2010), diketahui bahwa penyebab utama kesalahan dan pengulangan radiografi periapikal adalah kesalahan teknis oleh operator baik saat pengambilan gambar maupun saat prosesing.
3 Dalam bidang kedokteran gigi, dosis paparan radiasi yang digunakan relatif kecil (Whaites dan Drage, 2013). Dosis efektif radiografi panoramik adalah 0,01 msv dan radiografi intraoral periapikal sebesar 0,005 msv (Ngan dkk., 2003). Menurut Jabbari dkk. (2012), pengulangan radiografi menyebabkan peningkatan dosis radiasi yang diterima pasien. Pada dosis yang rendah, resiko radiasi yang lebih sering terjadi adalah efek stokastik khususnya efek somatik, dibandingkan dengan efek deterministik (Little dkk., 2009). Semakin tinggi dosis radiasi, efek radiasi pun akan semakin meningkat dalam hal keparahan dan frekuensinya (Hall dan Giaccia, 2012). Efek berbahaya dari paparan radiasi bagi pasien dan operator dapat diminimalisir dengan proteksi radiasi (Iannucci dan Howerton, 2012). Terdapat tiga pinsip dalam proteksi radiasi yaitu justification, optimization, dan dose limitation. Prinsip justification berarti bahwa dokter gigi harus dapat memastikan bahwa manfaat paparan radiasi bagi pasien melebihi resiko merugikan yang mungkin terjadi. Prinsip optimization yaitu dokter gigi harus dapat mengurangi paparan yang tidak diperlukan bagi pasien, staf, dan diri sendiri. Prinsip ini sering juga disebut sebagai ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Prinsip dose limitation yaitu membatasi dosis bagi operator dan masyarakat umum agar tidak terpapar dosis radiasi yang terlalu tinggi (White dan Pharoah, 2014). Antioksidan suplemental seperti β-karoten, vitamin E, vitamin C, dan selenium memiliki potensi untuk mengurangi efek oksidasi dari terapi radiasi. Beberapa penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa antioksidan
4 meningkatkan daya tahan terhadap radioterapi. Studi klinis menunjukkan bahwa antioksidan suplemental dapat mengurangi efek samping radiasi seperti mukositis dan fibrosis, yang berarti bahwa antioksidan dapat memberikan efek proteksi radiasi bagi jaringan tubuh (Margalit dkk., 2012). β-karoten berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah radikal bebas yang merusak DNA sel. Sel akan menjadi lebih resisten terhadap kerusakan oleh sinar X pada subjek yang diberi suplemen β-karoten (Challem dan Moneysmith, 2005). Shantiningsih (2014) membuktikan bahwa β-karoten yang dibuat dalam sediaan patch gingiva mukoadhesif β-karoten dapat menembus membran mukosa. Berdasarkan penelitian Fajrian (2015) menunjukkan hasil bahwa aplikasi patch gingiva mukoadhesif β-karoten dapat mencegah peningkatan jumlah mikronukleus sel epitel gingiva akibat paparan radiografi periapikal berulang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah patch gingiva mukoadhesif β- karoten dapat digunakan untuk mencegah peningkatan volume CSG akibat paparan radiografi periapikal berulang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan permasalahan yaitu apakah aplikasi patch gingiva mukoadhesif β-karoten dapat mencegah efek radiasi berupa peningkatan volume CSG akibat paparan radiografi periapikal berulang?
5 C. Keaslian Penelitian Penelitian pengaruh pemberian patch gingiva mukoadhesif β-karoten terhadap jumlah mikronukleus akibat paparan radiografi periapikal berulang (kajian pasien di RSGM Prof. Soedomo) telah dilakukan oleh Fajrian (2015), hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh aplikasi patch gingiva mukoadhesif β-karoten terhadap jumlah mikronukleus sel epitel gingiva akibat paparan radiografi periapikal berulang. Zuelkevin (2015) meneliti tentang efek paparan radiografi panoramik terhadap volume CSG dan menunjukkan bahwa terdapat efek paparan radiografi panoramik terhadap volume CSG berupa peningkatan volume CSG. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang pengaruh aplikasi patch gingiva mukoadhesif β-karoten terhadap volume CSG akibat paparan radiografi periapikal berulang belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penulis hendak meneliti tentang hal tersebut. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aplikasi patch gingiva mukoadhesif β-karoten dapat mencegah efek radiasi berupa peningkatan volume CSG akibat paparan radiografi periapikal berulang. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh aplikasi patch gingiva
6 mukoadhesif β-karoten terhadap volume CSG akibat paparan radiografi periapikal berulang. 2. Mengetahui apakah aplikasi patch gingiva mukoadhesif β-karoten dapat mempengaruhi volume CSG pada paparan radiografi periapikal berulang. 3. Memberikan informasi mengenai usaha proteksi radiasi bagi pasien dari efek biologis yang merugikan akibat paparan radiografi periapikal berulang.