HUBUNGAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PESAWARAN RELATIONSHIP BETWEEN MOSQUITO BREEDING PLACES WITH MALARIA IN PESAWARAN

dokumen-dokumen yang mirip
REHABILITASI MANGROVE SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK DI DAERAH ENDEMIS MALARIA

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium.

TAMBAK TERLANTAR SEBAGAI TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK DI DAERAH ENDEMIS MALARIA (Penyebab dan Penanganannya)

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN MALARIA DI PUNDUH PEDADA KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG INDONESIA 2010

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMODELAN KONTROL MALARIA MELALUI PENGELOLAAN TERINTEGRASI DI KEMUKIMAN LAMTEUBA, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

PEMETAAN DAERAH RAWAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU BATAM

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN TEMBALANG PADA TAHUN MELALUI PENDEKATAN ANALISIS SPASIAL

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

Distribusi Prevalensi Malaria di Puskesmas Kokap I dan Girimulyo I Kabuapten Kulonprogo Tahun dan Hubungannya dengan Faktor-faktor Risiko

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

ABSTRAK MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Yurike Gitanurani¹, Dina Dwi Nuryani² Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan

APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO TAHUN Daniel A. Mangole*, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T.

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempercepat persebaran penyakit perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti

PEMETAAN DAN ANALISIS KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANTAENG PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT VOLUME 5 Nomor 03 November 2014 Artikel Penelitian HUBUNGAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PESAWARAN RELATIONSHIP BETWEEN MOSQUITO BREEDING PLACES WITH MALARIA IN PESAWARAN Kholis Ernawati 1, Umar F. Achmadi 2, Herika Hayurani 2 1 Faculty of Medicine Lecturer, University of YARSI, Jakarta 10510 2 Faculty of Public Health Lecturer, University of Indonesia, Kampus Depok email: kholisernawati@yahoo.co.id ABSTRACT Background : This research aimed to analyze a connection between malaria outbreaks with Anopheles mosquito breeding habitats found in abandoned aquaculture ponds. Starting in December 2011, it took place in coastal villages of Sukarame, Sukamaju and Kampung Baru in the District of Punduh Pedada, Pesawaran Regency, Lampung, Indonesia. Methods : This study relied on the data of positive cases of plasmodium malariae reported by Pedada Community Health Center (Puskesmas) in 2010 and the results of the National Strategic Research carried out in Punduh Pedada in 2010. For mapping out locations, the team used a Global Positioning System (GPS) device, with resulting data processed with ArcView 3.1. application software. Google Earth 2007 produced the required satellite image maps. Analysis of the link between malaria cases and breeding places was made as per buffer zone. Result : The following results were recorded during the study: a) there was a total of 472.412 hectares of ponds in Punduh Pedada; b) linkage was identified between the breeding habitats and the malaria cases; c) the number of ponds which could potentially turn into breeding grounds was possibly growing to include 7 sites in Sukarame, 14 in Sukamaju and 6 in Kampung Baru; and d) a large number of residents were prone to malaria since they live in locations close to the aquaculture sites. Keyword : Remote sensing Technology, Global of Positioning System, Malaria, Mosquito Breeding Places, abandoned aquaculture ponds. ABSTRAK Latar Belakang : Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan malaria dengan tempat perindukan nyamuk Anopheles berupa lahan tambak terlantar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011. Lokasi penelitian adalah desa pantai di desa Sukarame, Sukamaju, dan Kampung Baru kecamatan Punduh Pedada, Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung, Indonesia. Metode : Data yang digunakan adalah data kasus malaria positif plasmodium dari laporan Puskesmas Pedada tahun 2010 dan hasil riset Strategi Nasional yang dilaksanakan di Punduh Pedada tahun 2010. Pemetaan lokasi menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Data diolah dengan software ArcView 3.1. Digunakan peta citra satelit google earth 2007. Analisis hubungan malaria dengan tempat perindukan didasarkan pada buffer zone. Hasil penelitian : Hasil penelitian yaitu a) luas lokasi tambak di Punduh Pedada 472,412 Ha, b) ada hubungan antara habitat perindukan dengan kasus malaria, c) ada kemungkinan adanya penambahan tambak yang berpotensi menjadi tempat perindukan yaitu 7 lokasi di Sukarame, 14 lokasi di Sukamaju, dan 6 lokasi di Kampung Baru, dan d) sebagian besar masyarakat berisiko kena malaria karena lokasi pemukiman berada dekat lahan tambak. Kata Kunci : Teknologi Penginderaan Jauh, Global of Positioning System (GPS), Malaria, Tempat Perindukan Nyamuk, Tambak Terlantar PENDAHULUAN Kehidupan manusia bergantung pada dinamika sistem iklim yang terjadi di bumi. Diperkirakan bahwa rata-rata suhu global akan meningkat 1 3,5 o C pada tahun 2100. Perubahan iklim akan memiliki dampak jangka panjang dan jangka pendek pada transmisi penyakit malaria. Peningkatan suhu 202

akan meningkatkan jumlah vektor borne disease. Pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan, di antaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup diantaranya lahan budidaya. Konsep yang hanya menekankan pada aspek ekonomi semata menyebabkan pemanfaatan lahan budidaya berdampak negative tidak hanya terhadap lingkungan tetapi juga terhadap manusianya. Kegiatan budidaya udang windu yang gagal tidak hanya kerugian aspek ekonomi tetapi juga sosial dan lingkungan. Ekosistem pantai juga terancam keberlanjutannya jika lahan tambak tidak segera dihidupkan kembali..lahan Tambak yang terbengkelai berpotensi menjadi habitat perindukan vector malaria yaitu nyamuk Anopheles sp. Malaria adalah salah satu vector borne desease. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium. Penyakit ini disebarkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina dan perkembang-biakannya sangat tergantung pada faktor lingkungan setempat, kedekatan antara lokasi perkembang-biakan nyamuk dengan manusia dan jenis nyamuk di wilayah tersebut. 1 Penyakit malaria bisa dikatakan sebagai penyakit yang bersifat spesifik local, yang artinya sangat tergantung pada kondisi local daerah. Karena perilaku nyamuk Anopheles sebagai vector malaria juga berbeda-beda pada tiap wilayah. 2 Meskipun demikian, malaria juga bisa dikatakan penyakit yang bersifat global. Tempat perindukan nyamuk Anopheles tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala daerah pada unit terkecil. Karena kadang perindukan nyamuk bisa melewati batas wilayah desa, kecamatan, bahkan propinsi. Sifat global dalam transmisi malaria maka penyelesainnya membutuhkan keterpaduan seluruh stakeholder. 1,4 Pada siklus perkembanganbiakannya, nyamuk Anopheles membutuhkan tempat perindukan untuk bertelur. 5 Tempat perindukan ini menjadi hal yang penting dalam proses kehidupan nyamuk dari jentik kemudian berkembang menjadi pupa. Kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa terjadi di udara. Hanya tempat perindukan nyamuk yang mempunyai kriteria tertentu yang bisa menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles. Oleh karenanya, tempat perindukan nyamuk menjadi salah satu kunci analisa adanya kejadian malaria. Kabupaten Pesawaran, Indonesia, memiliki daerah endemis Malaria. Sekitar 68,0% dari total penderita Malaria berada di Puskesmas Hanura, 16,9% berada di Puskesmas Pedada dan selebihnya, 15,1% berada di Puskesmas Padang Cermin. Tingginya kasus Malaria dikedua wilayah tersebut, karena diduga banyaknya tempat perindukan nyamuk berupa tambak terlantar. Selama tiga tahun terakhir terjadi peningkatan insidens malaria dari 2,97 per 1000 penduduk pada tahun 2009 menjadi 4,76 per 1000 penduduk pada tahun 2011. Hal ini menggambarkan masih besarnya masalah penyakit tersebut di Kabupaten Pesawaran. 6 Menurut Lo dan Yeung, 7 informasi geografis merupakan representasi fakta-fakta dari kondisi fisik maupun sosial ekonomi yang ada di permukaan bumi. Geograpichal Information System (GIS) dapat menganalisis berbagai fenomena (layer) secara bersama-sama untuk menghasilkan informasi baru sebagai input pengambilan keputusan. 8 Data GIS dapat dimanfaatkan untuk membuat peta yang penting bagi program kesehatan masyarakat, seperti informasi fasilitas kesehatan, sekolah, tempat perindukan nyamuk serta data epidemiologi dapat pula ditambahkan. Informasi tersebut ketika dipetakan sekaligus akan menjadi alat yang amat berguna untuk memetakan risiko penyakit. 9 Berdasarkan penjelasan diatas, belum pernah dilakukan penelitian tentang penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk memprediksi hubungan habitat 203 Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 03 November 2014

perindukan nyamuk dengan kasus malaria di daerah endemis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan habitat perindukan tambak terlantar dengan kasus malaria pada ekosistem pantai di daerah endemis Punduh Pedada kabupaten Pesawaran, Indonesia. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2011. Lokasi pengambilan sampel adalah desa Sukarame, Sukamaju, dan Kampung Baru, kecamatan Punduh Pedada. Data kasus malaria yang digunakan pada analisis ini adalah kasus malaria positif Plasmodium pada tiga desa di lokasi pengambilan sampel tahun 2010 dan data Puskesmas Pedada tahun 2010. Pemetaan lokasi kasus malaria dan habitat perindukan tambak terlantar menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Global Positioning System (GPS) adalah sistem untuk menentukan posisi dipermukaan bumi dengan bantuan sinkronisasi sinyal satelit. Pengumpulan data spasial secara digital tentang lokasi penelitian yang didalamnya memuat a) jalan, b) lokasi rumah tinggal penduduk dan rumah tinggal kasus malaria plasmodium positif, c) lokasi habitat perindukan tambak terlantar, d) batas pemetaan adalah 3 km dari habitat perindukan tambak terlantar, e) tempat perindukan habitat perindukan tambak terlantar. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk kemudian dipetakan dengan menggunakan ArcView SIG 3.3. Selanjutnya, peta koordinat dianalisis untuk menentukan area yang rawan kontak terhadap vektor malaria. Visualisasi dalam bentuk pemetaan dapat digunakan sebagai referensi untuk para pengambil keputusan terutama dalam pencarian lokasi malaria di Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran. Analisis hubungan malaria dengan tempat perindukan didasarkan pada buffer zone. Zona penyangga (buffer) di setiap titik yang mewakili sumber habitat perindukan vector. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis peta citra satelit menunjukkan bahwa luas lokasi tambak di Punduh Pedada 472,412 Ha. Total luas tambak tiga desa lokasi penelitian yaitu 106.275 Ha yang terdiri dari desa Sukarame sebanyak 22 Ha, desa Sukamaju sebanyak 16 Ha, dan desa Kampung Baru sebanyak 107 Ha. Luas lahan tambak terlantar di desa Sukarame adalah 9,16 Ha, desa Sukamaju sebanyak 2,77 Ha dan desa Kampung Baru sebanyak 38 Ha. Jadi total luas lahan tambak terlantar di tiga desa adalah 57,71 Ha. Ernawati, Umar, Achmadi, Hayurani, Hubungan Malaria dengan Tempat Perindukan Nyamuk 204

Keterangan: Tempat Perindukan Vektor (TPV) adalah Habitat Perindukan Sumber: Hasil Olah Data Dengan Software GIS ArcView 3.1 Gambar 1. Buffer Zone Kasus Malaria Terhadap Tampat Perindukan Vektor Sumber: Hasil Olah Data Dengan Software GIS ArcView 3.1 Gambar 2. Buffer Zone Kasus Malaria Terhadap Habitat Perindukan Di Desa Sukaram 205 Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 03 November 2014

Sumber: Hasil Olah Data Dengan Software GIS ArcView 3.1 Gambar 3. Buffer Zone Kasus Malaria Terhadap Tempat Perindukan Vektor Di Desa Sukamaju Sumber: Hasil Olah Data Dengan Software GIS ArcView 3.1 Gambar 4. Buffer Zone Kasus Malaria Terhadap Tempat Perindukan Vektor Di Desa Kampung Baru Ernawati, Umar, Achmadi, Hayurani, Hubungan Malaria dengan Tempat Perindukan Nyamuk 206

Gambar 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan buffer zone kasus malaria terhadap habitat perindukan di desa Sukarame, Sukamaju dan Kampung Baru. Jumlah kasus malaria tiap zona buffer dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hubungan Antara Kasus Malaria Dengan Habitat Perindukan Tambak Terlantar Berdasarkan Jarak Buffer Zona Kampung Baru Desa Jarak (m) Jumlah Kasus 0 500 15 500 1000 0 1000 1500 1 1500 2000 2 Sukamaju 0 500 9 500 1000 4 1000 1500 0 1500 2000 0 Sukarame 0 500 8 500 1000 0 1000 1500 1500 2000 Pada Tabel 1. terlihat bahwa semakin dekat jarak tambak terlantar pada masingmasing desa, semakin banyak jumlah kasus malaria. Pada jarak 0 500 m, di desa Kampung Baru terdapat 15 kasus, Sukamaju terdapat 9 kasus, dan Sukarame terdapat 8 kasus. Pada rentang jarak berikutnya 500 1000 m, 1000 1500 m, dan 1500 2000 m sangat jauh berkurang bahkan pada beberapa rentang jarak tidak ada penduduk yang kena malaria. Sebagian besar nyamuk Anopheles yang diidentifikasi pada penelitian ini adalah An. sundaicus. Semua penduduk yang bermukim pada zona 2000 m dari tambak terlantar berisiko terkena gigitan nyamuk Anopheles terutama An. sundaicus karena jarak terbang nyamuk An. sundaicus adalah 3 km. 10 Semakin dekat pemukiman penduduk dengan tempat perindukan nyamuk seperti tambak terlantar, semakin besar penduduk yang berisiko terkena malaria. Hasil penelitian ini sejalan dengan Hustache et al, 11 yaitu lingkungan perindukan vektor (rawa, genangan air, sumur) yang dekat dengan rumah sangat berpengaruh terhadap kejadian 0 0 malaria pada anak-anak di Guinea. Penelitian Susanna, 12 juga mengatakan hal yang sama bahwa kasus malaria di daerah Teluk Mata Ikan kota Batam kebanyakan bertempat tinggal pada jarak 0 400 m dari habitat perindukan yang berupa rawa-rawa atau kolam bekas galian pasir yang tidak dikelola dengan baik. Demikian juga di daerah Kampek Kabupaten Jepara, tempat tinggal kasus malaria kebanyakan terletak pada jarak 0 400 m dari habitat perindukan yang berupa sawah, sungai dan saluran air yang alirannya kecil atau terbendung, dan mata air. Hasil Riset Honrado dan Funglada 13 menyatakan bahwa rumah yang dekat dengan tempat perkembangbiakan nyamuk menyebabkan meningkatnya risiko penularan 2,37 kali, sedangkan di daerah hutan dimana terjadi penularan aktif meningkat 7,19 kali. Ernawati et al, 3 mengatakan bahwa rumah tangga yang disekitarnya ada tempat perindukan nyamuk, memiliki proporsi kejadian infeksi malaria lebih besar (54,5%), dibandingkan rumah tangga yang disekitarnya tidak ada tempat perindukan nyamuk (49,4%), dengan prevalence ratio 1,10. Hasil analisis peta citra satelit ternyata penduduk lebih banyak yang tinggal dekat dengan tambak. Pada Tabel 2. terlihat bahwa luas pemukiman penduduk pada zona 0-500 m sebesar 3,327 ha. Zona 500-1000 m sebesar 3,096 ha, zona 1000-1500 m sebesar 2,949, dan pada zona 1500-2000 sebesar 1,631 ha. Tabel 2. Data Kerentanan Luas Pemukiman Penduduk No Jarak Permukiman dari Tambak (m) Luas Pemukiman (Hektar) 1 0-500 3.327 2 500-1000 3.096 3 1000-1500 2.949 4 1500-2000 1.631 Dari analisis peta citra satelit ada kemungkinan potensi penambahan lokasi 207 Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 03 November 2014

tambak baru yaitu tujuh (7) lokasi di Sukarame, 14 lokasi di Sukamaju, dan enam (6) lokasi di Kampung Baru. Hal ini perlu diwaspadai jika pembukaan tambak baru tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir mengakibatkan tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove baik secara langsung (misalnya penebangan atau konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan. Lahan tambak merupakan konversi hutan mangrove secara langsung. Sebagaimana kita ketahui, Mangrove menjadi salah satu tempat asuhan dan tempat pemijahan ikan yang menjadi predator bagi larva Anopheles. Mangrove yang berkembang dengan baik akan memberikan fungsi dan keuntungan yang besar, baik untuk mendukung sumberdaya perikanan laut dan budidaya, maupun untuk melindungi pantai dari ancaman erosi. Konversi hutan mangrove menjadi tambak banyak menimbulkan kerugian secara ekologis, dan jika tambak tidak dikelola dengan baik maka kerugian semakin besar baik kerugian ekologi, ekonomi, dan sosial. Beberapa akar masalah munculnya tambak terlantar dan menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles yaitu adanya konflik lahan, permasalahan ijin pembukaan lahan tambak, rendahnya pendidikan di masyarakat, rendahnya pendapatan masyarakat, peran serta masyarakat yang rendah. 14 Pengendalian vektor malaria melalui pengelolaan lingkungan perindukan tercantum secara eksplisit dalam Kepmenkes RI No. 239/MENKES/SK/IV/2009, 15 yaitu pada tahap pra eliminasi dan tahap eliminasi dengan perbedaan pada focus sasaran kegiatan manajemen lingkungan yaitu pada tahap eliminasi, kegiatan manajemen lingkungan dilakukan pada lokasi dengan focus reseptivitas (kepadatan vector) yang tinggi. Ernawati, 4 mengemukakan bahwa pengelolaan tambak terlantar merupakan program lintas sektor yang melibatkan berbagai instansi. Selain itu juga membutuhkan dana yang besar. Karena banyak pihak yang terlibat dan memerlukan dana besar maka political will pemerintah sangat menentukan. Tanpa dukungan dan keterlibatan semua pihak maka kegiatan pengelolaan tambak terlantar tidak akan berkelanjutan atau bisa dibilang hanya kegiatan yang bersifat sementara Program pengendalian malaria di daerah Sub-Saharan Afrika dengan program manajemen lingkungan sebagai program utama yang digabungkan dengan program lainnya terbukti efektif dan efisien. Program manajemen lingkungan yang dilakukan antara lain membersihkan sungai dan pengeringan rawa. Selain itu, juga ada program pengobatan dengan kina dan pembagian kelambu. Dalam waktu 3-5 tahun, angka kematian dan kesakitan malaria berkurang 70 95%. Setelah 20 tahun intervensi program, telah berhasil mencegah 4.173 kematian karena malaria dan 161.205 orang terkena malaria. Estimasi biaya yang bisa dihemat adalah 858 US$/kematian dan 22,2 US$/sakit malaria. 16 KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian yaitu a) luas lokasi tambak di Punduh Pedada 472,412 Ha, b) ada hubungan antara habitat perindukan dengan kasus malaria, c) ada kemungkinan adanya penambahan tambak yang berpotensi menjadi tempat perindukan di lokasi penelitian dan d) sebagian besar masyarakat berisiko kena malaria karena lokasi pemukiman berada dekat lahan tambak. Rekomendasi penelitian adalah perlu dilakukan penelitian dengan daerah penelitian yang lebih luas pada daerah pesisir kabupaten pesawaran untuk mendapatkan gambaran Ernawati, Umar, Achmadi, Hayurani, Hubungan Malaria dengan Tempat Perindukan Nyamuk 208

potensi kerusakan lahan tambak yang berpotensi menjadi habitat perindukan vector. Teknologi penginderaan jauh juga dapat digunakan untuk memprediksi hubungan habitat perindukan nyamuk dengan vector borne desease lainnya seperti penyakit Demam Berdarah Dengue dan Filariasis. Hasil penelitiannya penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan sebagai dasar merumuskan kebijakan pengendalian vector borne desease dengan memutuskan rantai penularan penyakit yaitu mengelola habitat perindukan vector. DAFTAR PUSTAKA 1. Clive, S. Integrated approach to malaria control. Clinical Microbiology Rev. 2002. 15(2): 278-293. Downloaded from http://cmr.asm.org/ on September 2, 2012 by guest. 2. Achmadi UF. Spatial Management of the Disease Occurrences. Rajawali Grafindo; Jakarta; 2012. 3. Ernawati K, Soesilo B, Duarsa A, Rifqatussa adah, 2011, Hubungan Faktor risiko Individu dan Lingkungan Rumah Dengan Malaria Di Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung, Jurnal Makara Seri Kesehatan, Edisi Desember 2011. Jakarta. 4. Ernawati, K. Malaria Control Through Sustainable Management Of Vector Breeding Habitats (Study Of Coastal Ecosystem Regional Endemic Punduh Pedada Pesawaran Regency, Lampung Province). Dissertation. Not yet published. Graduate Program, University of Indonesia. 2012. 5. Mosquito. Available from: http://www.enchantedlearning.com/subje cts/insects/mosquito. 2010. 6. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab. Pesawaran. Laporan program pengendalian malaria 2011. Gedong Tataan Pesawaran, Lampung. 2012. 7. Lo, CP dan Yeung, AKW. Concepts and Techniques of Geographic Information Systems. USA: Pearson Prentice Hall. 2007. 8. Decker, D. GIS Data Sources. Canada: JohnWiley and Sons. 2001. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bagas dan Azhari (mahasiswa FTI Univerisitas YARSI) yang telah banyak membantu pengumpulan data di lapangan. Kepada Staf Puskesmas Pedada (khususnya Bpk. Wayan) yang mendukung dengan sepenuhnya dan mendampingi mahasiswa serta membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan selama pengambilan data. Juga atas dukungan data malaria di Punduh Pedada (terutama tiga desa yang menjadi lokasi penelitian) tahun 2010. 9. Departemen Kesehatan (Depkes) RI. Pedoman SKD KLB malaria. Jakarta: Dit. Jen. PPM-PL. 2007. 10. Departemen Kesehatan (Depkes) RI. Pedoman pemberantasan vektor. Jakarta: Dirjen Dit. Jen. PPM-PL. 2007. 11. Hustache, S., Nacher, M., Djossou, F., and Carme, B. Malaria risk factors in Amerindian Children in French Guinea. Am. J. Trop. Med. Hyg, 76 (4), 2007, pp.619-625. 12. Susanna, D. Malaria Transmission Patterns In Ecosystem Rice fields, hills, and Coast (Studies in Jepara district, Purworejo and Batam City. Dissertation. Not yet published. Graduate Program in Public Health Sciences. School of Public Health. University of Indonesia. 2005. 13. Honrado ER and Fungladda W. Social and Behavioral Risk Faktors Related to Malaria in Southeast Asia Countries. Bangkok: Department of Tropical Medicine, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, 2003. 14. Ernawati, K., Achmadi, U.F., Soemardi, T.P., Thayyib, H., & Mutia, S. Tambak terlantar sebagai tempat perindukan nyamuk di daerah endemis malaria (Penyebab dan Penanganannya). Jurnal Ilmu Lingkungan. 2012. Volume 10, Issue 2:151-160. 15. Departemen Kesehatan (Depkes) RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 293/MENKES/SK/IV/2009. 28 April 2009 Tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia. Jakarta: Dit. Jen. PPM-PL. 16. Utzinger J., Tozan Y., Singer BH. Efficacy And Cost-Effectiveness Of 209 Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 03 November 2014

Environmental Management For Malaria Control. Tropical Medicine and International Health, volume 6 no 9 pp 677-687 September 2001. Ernawati, Umar, Achmadi, Hayurani, Hubungan Malaria dengan Tempat Perindukan Nyamuk 210