A. Ancaman yang Dihadapi China Dalam Perspektif Securitization Theory Barry Buzan

dokumen-dokumen yang mirip
A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB II ARAH KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM MENENTUKAN KEIKUTSERTAAN DI SEBUAH KERJASAMA MULTILATERAL

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

RCEP: Regional Comprehensive Economic Partnership

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

PEMASARAN INTERNASIONAL

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang)

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun

LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB 1 PENDAHULUAN. peran penting dalam perkembangan dan kemakmuran Amerika Serikat. 1 Amerika

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

PENDAHULUAN Latar Belakang

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

POLITIK KETIMPANGAN DAN PERANAN MASYARAKAT SIPIL. Oleh : Hempri Suyatna - UGM

Transkripsi:

BAB IV ALASAN DIBALIK KEIKUTSERTAAN CHINA DALAM REGIONAL COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP Pada bab empat ini penulis akan menguraikan hasil analisis peulis mengenai Regional Comprehensive Partnership yang dianggap oleh banyak kalangan sebagai respon China terhadap Trans Pacific Partnership. Bab keempat ini akan dibagi kedalam dua sub-bab utama. Subbab pertama bab ini penulis akan menjabarkan mengenai pandangan China terhadap kerjasama TPP. Penulis akan menyajikan data terkait ancaman yang dirasakan China dengan adanya TPP dari beberapa sektor keamanan dengan menggunankan pendekatan securitization theory Bary Buzan. Pada subbab kedua penulis akan menjelaskan mengenai signifikansi RCEP bagi China. Dalam subbab ini penulis memaparkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa RCEP memiliki dampak yang sangat besar bagi kepentingan yang diupayakan oleh China. Fakta-fakta yang penulis paparkan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa China menganggap RCEP sebagai sebuah alternatif dari TPP. A. Ancaman yang Dihadapi China Dalam Perspektif Securitization Theory Barry Buzan Kerangka kerja sama TPP telah menyebabkan banyak perdebatan di kalangan praktisi ilmu Hubungan Internasional. Selain proses perundingan yang tertutup serta keuntungan yang disebut-sebut hanya akan menguntungkan perusahaan besar saja, TPP juga menyebabkan banyak pihak bertanya-tanya mengapa kerangka kerja sama di kawasan Asia Pasifik yang meliputi sekitar 40% GDP dunia ini, tidak 51

melibatkan negara besar dengan jumlah pendapatan tertinggi di Asia Pasifik, yaitu China. Hal ini tentu saja membuat banyak praktisi ilmu Hubungan Internasional berpikir bahwa TPP dibentuk untuk memuluskan kepentingan Amerika Serikat, yaitu membendung dominasi ekonomi China di kawasan Asia Pasifik. Perkembangan TPP yang semakin cepat membuat China berasumsi bahwa TPP dapat membahayakan kepentingan nasionalnya di kawasan Asia Pasifik. Pada bab ketiga ini, penulis akan mencoba untuk menguraikan ancaman yang terdapat dalam TPP terhadap kepentingan nasional China. Selanjutnya bab ini akan dibagi kedalam dua bagian, pada bagian pertama penulis akan menguraikan kepentingan nasional China di kawasan Asia Pasifik. Baik di bidang militer, politik, ekonomi, social serta lingkungan. Kemudian pada bagian kedua, akan membahas mengenai ancaman yang dimiliki oleh TPP terhadap 5 dimensi keamanan yang diutarakan oleh Barry Buzan dalam teori Securitization. 1. Military Threats Dalam perspektif Securitization Theory yang dikemukakan oleh Barry Buzan, ancaman terhadap kepentingan nasional sebuah negara yang pertama muncul dari dimensi militer. Ancaman yang muncul dari dimensi militer ini merupakan ancaman yang paling jelas dan nyata serta paling mudah untuk diukur ketimbang ancaman dari dimensi-dimensi lainnya. Ancaman tersebut dapat mempertanyakan tugas paling dasar dari sebuah negara untuk mampu melindungi warga negaranya sekaligus memberikan efek yang merugikan pada lapisan sosial dan kepentingan individu (Buzan, People, States & Fear, 1983). Tingkatan serta 52

tujuan dari ancaman militer dapat diletakkan pada sebuah skala kepentingan yang berbeda, ditambah dengan fakta ancaman tersebut melibatkan penggunaan kekuatan menempatkan ancaman militer pada kategori khusus dalam security. Saat ini China tengah menikmati modernisasi kekuatan militer yang cukup masif. Pencapaian China ini tidak lepas dari adanya kemajuan dibidang ekonomi yang dalam satu dekade ini mengalami peningkatan pesat. Kekuatan ekonomi China saat ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia bahkan dalam beberapa tahun terakhir mampu mengalahkan Amerika Serikat. Kemajuan ini yang membuat China mampu untuk terus melakukan peningkatan kekuatan militernya. Pasca Perang Dingin China semakin gencar melakukan modernisasi militer. Sejak tahun 1990, china telah berinvestasi pada semua kelas persenjataan balistik. China juga tidak hanya memodernisasi persenjtaan konvensional nya saja, akan tetapi China juga melakukan peningkatan persenjtaan nuklir nya, termasuk roadmobile, solid-fuel intercontinental rudal balistik yang mampu untuk menyerang Amerika Serikat dari mana saja (Blumenthal, 2017). Dengan modernisasi militer yang semakin meningkat, China perlahan berubah menjadi kekuatan geopolitik baru di kawasan Asia. Pergeseran kekuatan ini tentu saja sangat mengkhawatirkan bagi Amerika Serikat. Hal ini yang ingin dicegah oleh Amerika Serikat. Lewat TPP, Amerika Serikat ingin negara-ngera di Asia Pasifik semakin mendekat ke Amerika Serikat. Dengan adanya kedekatan antara Amerika Serikat dan negara-negara signatories maka pengaruh China di Asia Pasifik juga dapat dihambat. Dengan demikian ambisi China untuk menjadi kekuatan sentral baru di Asia Pasifik maupun di dunia terancam sirna. 53

2. Political Threats Ancaman politik juga merupakan sebuah perhatian khusus bagi sebuah negara, akan tetapi ancaman politik dan ancaman militer memiliki sebuah persamaan yang tidak jelas dan sulit untuk diidentifikasi. Sebagaimana negara itu sendiri yang merupakan sebuah entitas politik, maka ancaman politik yang bertujuan untuk melemahkan entitas tersebut juga dapat disamakan sebagai sebuah ancaman militer. Ancaman tersebut dapat berbentuk kompetisi diantara berbagai macam ideologi, atau dapat pula berbentuk sebagai sebuah serangan terhadap negara itu sendiri. Bagaimanapun, sangat penting untuk dapat membedakan antara ancaman politik yang disengaja dengan those that arise structurally from the impact of foreign alternatives on the legitimacy of states (Buzan, People, States & Fear, 1983). TPP akan menunjukkan kepemimpinan AS semakin meningkat, hal ini merupaka sebuah langkah maju yang akan memudahkan AS untuk merundingkan dan merumuskan seperangkat peraturan baru pada panggug politik global. Dinamisme ini menghadirkan tantangan bagi China. Hal ini menciptakan kemungkinan bahwa kedepannya peraturan ekonomi global akan dirancang berdasarkan pengaruh kepentingan Amerika Serikat, sama seperti yang terjadi saat ini. Ini akan membuat China sangat tidak nyaman, dan juga akan memberikan tekanan pada China untuk menciptakan alternative yang menarik bagi negara tetangga sekaligus pada saat yang bersamaan tetap menjaga kepentigan nasional nya sendiri (Naughton, What Will the TPP Mean for China, 2015). 3. Economic Threats 54

Sifat alami dari sektor ekonomi itu sendiri membuat ancaman terhadap sektor ekonomi lebih sulit untuk ditentukan. Sebagaimana yang telah dikemukakan Buzan, the normal condition of actors in a market economy is one of risk, aggressive competition and uncertainty (Buzan, People, States & Fear, 1983). Sifat alami yang tidak menentu ini membuat security di sektor ekonomi sulit untuk diuraikan. Batasan antara ketidakstabilan yang masih dapat diterima dengan sebuah ancaman yang sesungguhnya menjadi lebih sulit untuk diidentifikasi. Hal ini terlihat pada saat terjadinya krisis ekonomi di AS, terjadi perdebatan yang cukup besar mengenai bagian mana saja dari ekonomi AS yang harus diselamatkan dan mana saja yang diabaikan. Kehadiran TPP akan membentuk keseimbangan dan aliansi ekonomi di Asia. TPP akan semakin meningkatkan kemungkinan adanya reformasi ekonomi di Jepang yang akan dilakukan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe, yang kemudian hal ini akan berdampak pada kebangkitan ekonomi Jepang. TPP juga akan menarik negara-negara signatories, khususnya Vietnam, untuk semakin mendekat kepada Amerika Serikat dan tentunya hal ini akan mengurangi kekuatan ekonomi China. Ditambah dengan bergabungnya Korea Selatan dalam kerangka kerja sama TPP ini maka TPP akan memberikan dampak jangka panjang bagi ekonomi China (Naughton, What Will the TPP Mean for China, 2015). TPP akan meningkatkan tekanan kepada China untuk diadakannya reformasi ekonomi yang lebih gencar. Meskipun dua tahun yang lalu China telah meluncurkan Shanghai Free Trade Zone, dimana hal ini bertujuan untuk mengarahkan liberalisasi eksternal yang akan berguna untuk reformasi berikutnya. FTZ ini juga menjadikan kehadiran TPP sebagai bahan pertimbangan serta menjadi dorongan untuk Shanghai, 55

akan tetapi performa FTZ yang telah diluncurkan China ini masih sangat jauh dari yang diahrapkan. Saat ini kehadiran TPP akan menghadirkan zona ekonomi resmi dengan tolak ukur yang jelas sebagai world best practice. Hal ini akan memberikan argumentasi baru bagi para advokat reformasi ekonomi China untuk lebih mendukung upaya-upaya yang lebih substansial setelag China mengalami tahun yang buruk (Naughton, What Will the TPP Mean for China, 2015). TPP memberikan tantangan terhadap keterbukaan ekonomi, regulasi dan diplomasi ekonomi China. Jika China memilih, TPP dapat menjadi sebuah katalisator bagi sebuah upaya persatuan global baru yang akan sangat dibutuhkan oleh China. B. Signifikansi RCEP Bagi China Bagi China, RCEP bukan sekedar perjanjian perdagangan bebas multilateral biasa. Perjanjian ini merupakan kerjasama terbesar yang pernah diikuti oleh China. Jika kita melihat upaya-upaya yang telah dilakukan oleh China dalam proses negosiasi kerjasama ini terlihat jelas banyak sekali kepentingan nasional China yang akan tercapai lewat kesepakatan kerjasama ini. Kepentingan-kepentingan nasional tersebut telah dibahas sebelumnya oleh penulis pada bab ketiga. Pada subbab ini penulis akan menguraikan beberapa alasan yang menjadikan RCEP sangat signifikan bagi China. Alasan-alasan tersebut akan sangat berkaitan dengan ancaman terhadap kepentingan nasional China seperti yang telah dijelaskna pada bab ketiga. Sehingga akan diketahui apa yang menyebabkan China begitu gencar dalam mendorong negara-negara anggota RCEP yang lain untuk segera menyelesaikan proses negosiasi kerjasama ini. 56

1. RCEP Sebagai Alat Untuk Mencapai Kepentingan China Kerjasama RCEP akan memberikan keuntungan ekonomi bagi negaranegara Asia dan kawasan Pasifik. Sebagai sebuah perjanjian perdagangan dengan sebagian besar anggotanya berasal dari kawasan Asia Timur, RCEP meliputi 16 negara-negara di Asia dan Pasifik, yang apabila dijumlahkan mewakili hampir setengah dari populasi dunia. Apabila telah diselesaikan, RCEP akan menjadi satusatunya perjanjian perdagangan internasional di kawasan Asia Pasifik yang setara dengan TPP, dan akan menjadi lebih tinggi dari TPP dalam hal dampak ekonomi yang ditimbulkan. Berdasarkan perhitungan dari berbagai ahli, ketika RCEP diselesaikan, penghapusan hambatan tarif dan non-tarif sendiri akan mampu meningkatkan GDP kawasan Asia-Pasifik sebesar 2,1% dan 1,4% bagi dunia. Penyelesaian TPP hanya akan meningkatkan GDP kawasan Asia-Pasifik dan dunia sebesar 1,2% dan 0,6% bagi masing-masing negara. RCEP akan menguntungkan bagi promosi liberalisasi perdagangan dan investasi regional. RCEP akan menempatkan liberalisasi perdagangan barang di level yang lebih tinggi dari yang kini dirasakan oleh negara-negara anggota. Perdagangan jasa kan lebih terbuka dibandingkan dengan yang telah disepakati oleh negara-negara partisipan dalam GATS dan ASEAN +1 Free Trade Agreement. Negosiasi dalam investasi akan meliputi empat area yaitu, promosi proteksi, fasilitasi dan liberalisasi dalam investasi, hal ini bertujuan untuk membentuk sebuah lingkungan investasi yang lebih terliberalisasi, terfasilitasi dan kompetitif. Diprediksi penyelesaian negosiasi RCEP akan meningkatkan liberalisasi perdagangan dan investasi di Asia timur dan memperbaiki iklim perdagangan dan investasi regional. 57

RCEP akan berkontribusi terhadap pembentukan sistem peraturan yang sejalan dengan kepentingan Asia Timur. Selain klausul akses pasar, RCEP meliputi banyak negosiasi berkaitan dengan ketentuan asal barang, sanitary dan phtyosanitary, hambatan teknis terhadap perdagangan, hak kekayaan intelektual, kebijakan kompetisi dan kerjasama ekonomi dan teknologi. Anggota negosiasi RCEP sebagian besar merupakan negara-negara berkembang di Asia. Merumuskan penyatuan aturan-aturan kawasan melalui negosiasi dan konsultasi tidak hanya akan meringankan efek noodle bowl yang disebabkan oleh adanya kerjasama perdagangan bebas yang tumpang tindih, namun juga dapat sistem peraturan yang kondusif dan sejalan dengan arah pembangunan Asia di banyak sektor. RCEP memiliki peran untuk mempercepat terciptanya Asian-Pacific Free Trade Area. Hal ini merupakan tujuan dan visi bersama dari negara-negara dikawasan untuk mendirikan Asian-Pacific Free Trade Area dan mempromosikan integrasi ekonomi kawasan. RCEP merupakan kerjasama perdagangan regional yang terbuka dan inklusif, dimana kerjasama ini meliputi 16 negara-negara Asia- Pasifik. Negosiasi kerjasama ini akan mengintegrasikan lima free trade agreements yang telah disepakati di ASEAN, dan memiliki kemungkinan untuk diperluas ke negara-negara dan kawasan lain. RCEP juga akan memberikan dampak terhadap penguatan kohesi negaranegara Asia-Pasifik. Dalam beberapa tahun belakangan, dengan adanya kebangkitan China yang damai dan meningkatnya status perekonomian Asia dalam kancah ekonmoi global, secara perlahan telah menjadikan Asia-Pasifik sebagai sebuah hot area di dunia. Bukan hanya Ameriak Serikat saja yang menaruh ketertarikannya terhadap kawasan ini lewat gagasan Asia-Pacific Rebalance, 58

akan tetapi UE dan Rusia juga mempercepat penerapan rencana mereka terhadap kawasan ini. Semua negara yang berpartisipasi dalam RCEP merupakan anggota inti dari kawasan Asia-Pasifik, maka dari itu, dengan menjadikan RCEP sebagai mata rantai penghubung negara-negara Asia-Pasifik untuk mempromosikan integrasi kawasan, penguatan dan perluasan dampak ekonomis yang lebih besar, menghidupkan hubungan ekonomi dan perdagangan diantara semua negara untuk menjadi lebih dekat dan mempromosikan pembangunan ekonomi kawasan yang lebih cepat akan menguntungkan bagi penguatan kohesi di kawasan Asia-Pasifik dan sangat penting bagi perdamaian dan stabilitas kawasan (MOFCOM, 2014) Dari penjelasan yang telah diuraikan oleh penulis diatas, dapat dilihat bahwa RCEP memiliki signifikansi yang sangat besar bagi China. Terdapat banyak alasan yang menunujukkan RCEP akan sangat bermanfaat bagi tercapainya beberapa kepentingan China, baik di dunia maupun regional. Selain dari penjelasan yang telah disebutkan diatas RCEP sejatinya juga memiliki dua arti penting bagi China. Pertama, kemunculan kerjasama TPP yang dipimpin oleh Amerika Serikat dapat memberikan keuntungan bagi Amerika Serikat unutk menjalankan strartegi Asia-Pacific Rebalance hal ini akan semakin menjadikan posisi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik semakin kuat. Melalui RCEP, China berupaya untuk menjegal upaya Amerika Serikat tersebut. Keikutsertaannya dalam RCEP diharapkan mampu memberikan keuntungan China untuk mempertahankan posisi kepemimpinannya secara geopolitik di kawasan Asia-Pasifik. Kedua, dengan melihat fakta bahwa sebagian besar anggota RCEP juga merupakan anggota dari kerjasama TPP, maka China berambisi untuk menjadikan kerjasama RCEP sebagai sebuah kerangka kerjasama alternatif di 59

kawasan Asia-Pasifik. Diharapkan negara-negara yang juga terlibat di dalam TPP dapat lebih memilih RCEP yang juga merupakan sebuah mega free trade agreement. 2. RCEP Sebagai Kerjasama Alternatif di Asia-Pasifik Kehadiran TPP yang diyakini sebagai sebuah inisiatif Amerika Serikat untuk membendung dominasi China yang semakin kuat di Asia-Pasifik membuat China kini semakin menggencarkan usahanya untuk segera merampungkan kerjasama RCEP, yang mana kerjasama ini sendiri tidak melibatkan Amerika Serikat dan melibatkan negara-negara seperti Australia, India dan lebih dari selusin negara lainnya. RCEP saat ini dipandang sebagai mungkin satu-satunya jalan untuk memperluas area perdagangan bebas seperti yang diharapkan oleh APEC (Halim, 2016). Apabila telah diimplementasikan, RCEP dapat merubah kawasan ini menjadi sebuah pasar yang lebih terintegrasi dengan mewakili sepertiga dari GDP dunia sebesar US$ 22 Triliun dalam aktivitas ekonomi dan mewakili setengah dari populasi dunia. Menurut Doug Ferguson, RCEP merupakan sebuah alternatif yang tepat dari TPP. RCEP meliputi blok yang sangat penting, menghubungkan pusat manufktur di kawasan dan merupakan sebuah konsep yang kokoh (Ho, 2017) Baik TPP maupun RCEP menawarkan pandangan yang berbeda terhadap bagaimana seharusnya sistem perdagangan regional berkembang. Kedua kesepakatan ini memiliki tingkat ambisi reformasi, pendekatan terhadap keanggotaan regional dan dinamika kepemimpinan yang berbeda. Perbedaan yang pertama terlihat dari tingkat ambisi reformasi yang diwujudkan dalam bentuk upaya dan keinginan untuk meliberalisasi kesepakatan 60

perdagangan bebas. Ambisi reformasi yang ditawarkan TPP sangat tinggi, dimana kerjasama ini berkeinginan untuk mengembangkan hukum perdagangan baru di kawasan ini (Wilson, 2017). Ambisi yang dibawa oleh RCEP jauh lebih sederhana. Negosiasi kesepakatan ini lebih berfokus pada masalah-masalah tradisional yang berupa, pengurangan hambatan tarif, dan anggotanya mendeskripsikan tujuannya hanya sebagai kesepakatan WTO-consistent. Dalam kerjasama RCEP ini tidak terdapat peraturan yang dianggap kontorversial di dalam TPP khususnya seperti, hak kekayaan intelektual dan penyelesaian masalah antara investor dan negara. Sebagai gantinya, RCEP memiliki seperangkat mekanisme kerjasama teknis dan ekonomi untuk mendukung pembangunan ekonomi (Wilson, 2017). Kedua kesepakatan ini juga memiliki perbedaan dalam memandang siapa saja yang termasuk didalam sistem perdagangan Asia. TPP menganut tradisi keterbukaan dan regionalisme Asia-Pasifik, yang mana telah diadvokasikan oleh APEC selama lebih dari tiga dekade. Semua anggota APEC diundang kedalam kerjasama ini, dan dalam finalisasi kesepakatan ini negara baru juga diijinkan untuk bergabung (Wilson, 2017). Sedangkan RCEP mendobrak tradisi tersebut dengan mengusung kerjasama yang lebih tertutup dan menganut model keanggotaan Indo-Pasifik. Kerjasama ini merupakan ASEAN-sentris, dengan hanya enam negara yang memiliki hubungan kerjasama perdagangan bebas dengan ASEAN yang ikut dalam negosiasi. Selain itu, apakah kerjasama ini akan menerima anggota baru setelah di finalisasi masih belum dapat dipastikan. Dengan cara ini RCEP meliputi China, India dan seluruh blok ASEAN, akan tetapi dengan resiko kehilangan Amerika Serikat dan negara- 61

negara dari benua Amerika lainnya. Hal ini menandai perubahan yang bersejarah dari model Asia-Pasifik menuju Indo-Pasifik dalam integrasi ekonomi kawasan (Wilson, 2017). Rasio jumlah RCEP dan TPP dalam perdagangan dunia merefleksikan kepentingan relatif. Data yang akan penulis sajikan pada grafik dibawah ini berdasarkan pada statistic perdagangan yang disediakan oleh IMF diantara tahun 1990 dan 2011. Data ini menunjukkan volume perdagangan luar negari dan jumlahnya dalam perdagangan dunia yang dilakukan oleh masing-masing negara anggota RCEP dan TPP. Grafik 4. 1 Rasio Jumlah Perdagangan RCEP dan TPP Sumber: (Li & Hu, 2014) Maka dari itu, berdasarkan volume perdagangannya, negara yang tergabung dalam RCEP dan TPP, rata-rata berada diatas ¼ perdagangan dunia. Siapapun yang berhasil memfinalisasi kesepakatan FTA tersebut, akan memperoleh potensi keuntungan yang besar. Sejalan dengan fakta bahwa kini pergerakan ekonomi dunia sedang mengarah ke Asia Timur, perdagangan luar negeri RCEP diperkirakan akan terus berkembang, yang mana akan memperlebar jarak dengan TPP. 62

Grafik selanjutnya yang disajikan oleh penulis merupakan data dari tahun 1990 sampai 2012 yang menunjukkan tren indeks intensitas perdagangan intraregional dari negara-negara RCEP dan TPP. Jika dibandingkan, dapat dilihat bahwa indeks intensitas perdagangan RCEP seringkali lebih besar ketimbang TPP, yang mana mengindikasikan adanya tingkat interdepedensi yang lebih tinggi diantara negara-negara RCEP. Akan tetapi, sejak tahun 2000, dapat dilihat bahwa jarak tersebut semakin mengecil tiap tahunnya. Grafik 4. 2 Indeks Intensitas Perdagangan RCEP dan TPP Sumber: (Li & Hu, 2014) Maka dari itu, disimpulkan bahwa volume perdagangan regional RCEP meningkat dalam periode statistic, sementara TPP cenderung terhambat. Jumlah perdagangan regional RCEP meningkat lebih cepat yang menyebabkan indeks nya menurun. Seandainya kita hanya mempertimbangkan volume perdagangan intraregional dan jumlahnya dlam perdagangan regional, maka ketergantungan diantara negara-negara anggota RCEP lebih besar ketimbang TPP. 63

Selanjutnya penulis akan menyajikan grafik ketiga dimana grafik ini menunjukkan indeks investasi intraregional negara-negara anggota RCEP dan TPP diantara tahun 2009 dan 2012. Meskipun interval waktu pada data teserbut singkat, namun masih dapat dilihat dengan jelas bahwa indkes intensitas investasi RCEP lebih tinggi dibandingkan TPP. Hal ini mengindikasikan tingkat interdepedensi yang lebih besar diantara negara-negara RCEP dalam bidang investasi. Terdapat banyak penelitian yang menunjukkan hasil yang serupa. Grafik 4. 3 Indeks Investasi Intraregional Negara Anggota RCEP dan TPP Sumber: (Li & Hu, 2014) Faktanya, seiring meningkatnya pembangunan ekonomi Asia, volume investasi diantara negara-negara anggota telah menunjukkan angka yang impresif. Dengan menggunakan data dari Asian Development Bank Ronglin Li, Yang Hu dan Yingtao Zhang pada tahun 2013 melakukan investigasi terhadap foreign direct investment di Asia Timur dan Asia Tenggara, didapatkan kesimpulan bahwa sedang terjadi sebuah East Asian FDI Network yang rumit, dimana ini melibatkan Jepang, China Hong Kong, China Taipei dan Singapura sebagai kekuatan ekonomi inti, bersama dengan China daratan dan ASEAN serta negara 64

industry lainnya. Hasil ekonometrik tersebut membuktikan adanya peningkatan integrasi kawasan melalui peningkatan investasi. Apabila dirangkum, dari perspektif investasi, RCEP dengan negara-negara Asia sebagai anggotanya menunjukkan ketergantungan yang lebih besar disbanding TPP. Oleh sebab itu, kemungkinan RCEP untuk dirampungkan lebih besar. Sebagai sebuah kerangka kerjasama berskala besar, RCEP tentu memiliki banyak hambatan yang dapat menghalangi proses perampungannya. Kesuksesan kerangka kerjasama ini akan sangat bergantung kepada kemampuan para negara anggota yang terlibat dalam proses negosiasi untuk menyelesaikan hambatan tersebut. Tantangan pertama yang harus dihadapi oleh RCEP muncul dari sektor politik. Dengan adanya negara-negara dengan kekuatan ekonomi terbsesar di kawasan Asia Pasifik sebagai anggota (China, Jepang, India, dan Korea Selatan) peran Sentral ASEAN harus tetap dikedepankan agar RCEP tidak dimanfaatkan sebagai alat untuk memenuhi kepentingan nasional negara-negara tersebut. Tantangan kedua muncul dari mitra negosiasi yang memiliki perbedaan tingkat pembangunan dan kepentingan. RCEP ahrus mampu mengatasi pemberian pengecualian untuk melindungi sektor-sektor sensitive sehingga dapat membatasi liberalisasi perdagangan dan investasi. Tantangan ketiga dalah RCEP harus mampu meningkatkan wilayah cakupannya terhadap masalah-masalah perdagangan terbaru (seperti kebijakan persaingan, lingkungan, dan standar buruh) yang semakin menjadi perhatian khusus baik di Asia maupun di dunia. 65

Tantangan yang keempat adalah adanya resiko perusahaan tidak menggunakan pengurangan tariff yang telah diberlakukan oleh RCEP, khususnya perusahaan kecil dan menengah, dikarenakan keterbatasan daya saing global serta pemahaman yang minim mengenai ketentuan hukum yang berlaku. Tantangan yang kelima, penerapan akan membawa keuntungan dan kerugian bagi beberapa sektor perekonomian dalam negeri. Dengan upah dan lapangan pekerjaan yang berada dalam resiko, maka penyesuaian biaya akan berdampak pada penurunan pendapatan ekonomi negara. Tantangan yang keeman adala adanya kemungkinan RCEP dan megaregional FTA lainnya akan memperburuk divergensi antar kawasan dan penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh WTO, hal ini merupakan dampak dari menurunnya peran sentral WTO dalam kancah perdagangan global. 66