Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN MELALUI KELOMPOK USAHA BERSAMA DI KABUPATEN BOGOR ANDRI APRIYADI

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VI UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB VII EVALUASI PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN MELALUI KUBE DI KABUPATEN BOGOR

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANAA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SALATIGAA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Dalam program

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

KINERJA INFRASTRUKTUR KAWASAN STRATEGIS PADA PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SOSIAL EKONOMI WILAYAH KECAMATAN MAIWA KABUPATEN ENREKANG

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

LAPORAN PENELITIAN PEMANFAATAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN DESA POSDAYA OLEH

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PERAN KEPALA DAERAH DALAM MENGURANGI TINGKAT KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DAN KEBUTUHAN PENDANAAN

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

Perluasan Lapangan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

DAFTAR ISI PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN

UPAYA PEMERINTAH DALAM MENANGGULANGI KEMISKINAN. Nurmasyitah 1), Mislinawati 2)

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PARTISIPASI SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING DI KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1 1

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELATIHAN PENDAMPING SOSIAL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN FASILITASIPROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA DI BBPPKS REGIONAL II BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

lintas program dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan

KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

SUMMARY RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA BARAT (PROVINCIAL GOVERNMENT ACTION PLAN) TAHUN 2011

Agus Nurkatamso Umi Listyaningsih

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PENDAHULUAN. Menurut Peter Hagul dalam Daud Bahransyah (2011:10) penyebab kemiskinan

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PETUNJUK PELAKSANAAN MUSRENBANG KECAMATAN, DISKUSI FORUM SKPD DAN MUSRENBANG KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2017

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PAMBUDIARTO

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya mengetahui peran PHBM, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas PHBM,

TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM SAPU LIDI SEBAGAI PROGRAM PENATAAN PERUMAHAN PERMUKIMAN MASYARAKAT MISKIN KOTA PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan. Pertumbuhan industri pangan di Indonesia mengalami

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. Bab I Pendahuluan I-1

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman Akhir Masa Jabatan Tahun DAFTAR TABEL

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

f f f i I. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

IKHTISAR EKSEKUTIF NO URUSAN SASARAN %

STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR HASTUTI

DAFTAR ISI PENGANTAR... I DAFTAR ISI... II DAFTAR TABEL... V DAFTAR GAMBAR... VI BAB I PENDAHULUAN... I-1

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN

BAB V RENCANA KERJA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

Visi Misi Gubernur DIY: Rancangan Cascade RPJMD DIY

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

KATA PENGANTAR. Salam Sejahtera,

EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

K U E S I O N E R. Intensitas Pentingnya

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Transkripsi:

33 ABSTRACT ANDRI APRIYADI. The Strategic and Programs of Empowerment Poor People through Kelompok Usaha Bersama in Bogor District. Under guidance of YUSMAN SYAUKAT and FREDIAN TONNY NASDIAN. The objective of the research is to formulate strategic development of empowering the poor people through Kelompok Usaha Bersama (KUBE) relevant by needs, characteristic of poor people, and reducing of poverty policy in Bogor District. The first to do is investigate the characteristic of poor people, second, to analyze the policy of government in reducing poverty and the implementation itself, and third, to evaluate the process of empowering poor people with Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) for strengthening the capital of KUBE. The data were collected through observation and interview to the respondents that know about the policy under study. The data were analyzed by using descriptive analysis, content analysis, and Analytic Hierarchy Process (AHP). This study has identified three alternatives of policy through AHP, namely: improving the rule and management program, empowering the poor people based community, increasing performance of KUBE, with 9 aspects that consider and 19 strategic steps. The weight and importance of each by expert`s judgment, with the goal of identifying and determining the superior criteria for developing policy of empowering poor people through in KUBE at Bogor District. The results showed that alternatives such as: increasing intensity of companion, non-formal education, and selection of targets having the highest degrees of importance 0.106, 0.091, and 0.076, respectively, and cooperative with the lowest degree of importance of 0.010. Keyword: empowering the poor people, KUBE, BLPS, content analysis, AHP.

34 RINGKASAN ANDRI APRIYADI. Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Kelompok Usaha Bersama di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan FREDIAN TONNY NASDIAN. Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Provinsi Jawa Barat ternyata juga memiliki permasalahan akan tingginya angka kemiskinan. Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk mengeluarkan warganya dari belenggu kemiskinan. Akan tetapi output yang dihasilkan ternyata tidak semuanya sesuai dengan target yang diharapkan, hal ini ditandai dengan terus meningkatnya angka kemiskinan dari 476.371 jiwa pada tahun 2003 hingga menjadi 1.157.391 jiwa pada tahun 2006. Kondisi ini mendorong Pemerintah Kabupaten Bogor memprioritaskan penanggulangan kemiskinan dalam Arah Kebijakan Umum APBD Tahun 2007. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Pusat memiliki rancangan sendiri dengan mengelompokkan program-program penanggulangan kemiskinan menjadi: 1) Kelompok Program Bantuan dan Perlindungan Sosial, 2) Kelompok Program Pemberdayaan Masyarakat, dan 3) Kelompok Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Pada Kluster Pemberdayaan Masyarakat, pendekatan yang digunakan adalah pemberdayaan yang menggunakan falsafah bahwa yang harus menjadi aktor utama untuk mengeluarkan masyarakat miskin dari lingkaran kemiskinan adalah masyarakat miskin itu sendiri, bukan pemerintah ataupun pihak lain. Wujud dari programprogram penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat salah satunya adalah dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Di Kabupaten Bogor, kebijakan ini diwujudkan melalui pelatihan keterampilan dengan output pembentukan KUBE. Namun kegiatan pembentukan KUBE melalui dana APBD ini tidak didukung anggaran pendampingan pasca-pelatihan dan penguatan modal yang sangat penting bagi kelanjutan usaha KUBE. Akibatnya banyak KUBE yang tidak berkembang atau gagal melanjutkan usaha yang dijalankannya. Dalam rangka mendukung potensi KUBE dan program pemberdayaan masyarakat di daerah, Pemerintah Pusat melalui Depsos RI meluncurkan Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) melalui mekanisme Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) bagi penguatan modal KUBE. Tujuan utama dari kajian ini adalah merumuskan strategi pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE yang tepat sasaran sesuai dengan karakteristik fakir miskin dan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu kondisi kemiskinan masyarakat di Kabupaten Bogor, implementasi dan keterpaduan kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam penanggulangan kemiskinan, dan evaluasi pelaksanaan BLPS-KUBE di Kabupaten Bogor agar dapat dirumuskan langkah strategis/program dalam upaya mengembangkan kebijakan.

35 Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya kondisi masyarakat miskin di Kabupaten Bogor sudah cukup terpenuhi kebutuhan dasarnya, hanya saja dengan karakteristik yang berbeda-beda. Untuk indikator pendidikan, penduduk miskin Kabupaten Bogor umumnya sudah memiliki pendidikan setidaknya tamat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yaitu mencapai 63,3%. Adapun sisanya 36,62% tidak sekolah dan tidak tamat SD/MI. Pada umumnya keluarga miskin di Kabupaten Bogor tidak memiliki mata pencaharian yang tetap. Namun jika dilihat dari proporsinya, masyarakat miskin yang tidak bekerja atau menganggur mencapai 56,89%, selebihnya adalah bekerja di sektor jasa, sektor perdagangan, sektor transportasi dan lainnya. Adanya pengaruh budaya dan ketidakmampuan sistem/kebijakan dalam memberikan kesempatan bagi warga miskin juga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat pendidikan dan kondisi mata pencaharian penduduk miskin. Terdapat 6 kebijakan strategis yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam menanggulangi kemiskinan yaitu: 1) Peningkatan Kualitas Pendidikan Masyarakat; 2) Peningkatan Kesehatan dan Pemenuhan Gizi Masyarakat; 3) Peningkatan Infrastuktur dan Pengembangan Wilayah; 4) Pemberdayaan Ekonomi Rakyat; 5) Peningkatan Perlindungan Sosial; dan 6) Pengarusutamaan Gender. Hasil dari analisis isi terhadap RPJMD Kabupaten Bogor tahun 2008-2013, diketahui bahwa indikator-indikator penanggulangan kemiskinan yang terpilih meliputi 15 kebijakan pembangunan yang terdiri dari urusan: 1) Pendidikan; 2) Kesehatan; 3) Pekerjaan Umum; 4) Perumahan; 5) Penataan Ruang; 6) Kependudukan; 7) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; 8) Sosial; 9) Koperasi dan UKM; 10) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; 11) Pertanian dan Kehutanan; 12) Energi dan Sumberdaya Mineral; 13) Pariwisata; 14) Perikanan; serta 15) Industri dan Perdagangan. Analisi isi terhadap program/kegiatan yang mendukung penanggulangan kemiskinan selama periode tahun 2007 hingga 2008 memperlihatkan bahwa dari volume kegiatan terjadi peningkatan jumlah kegiatan namun dari volume anggaran terdapat penurunan jumlah anggaran. Meningkatnya kemiskinan pada periode ini ternyata tidak dipengaruhi oleh banyaknya volume kegiatan dan jumlah anggaran penanggulangan kemiskinan. Pada periode ini sasaran kegiatannya masih bersifat umum atau masih belum berfokus kepada sasaran masyarakat miskin secara langsung. Sekalipun ada program/kegiatan yang sasarannya langsung kepada masyarakat miskin, ternyata lebih berbentuk pemberian bantuan langsung tunai (cash programme) daripada bantuan pemberdayaan. Jika dilihat dari Kelompok Program Penanggulangan Nasional maka kegiatan yang termasuk dalam kategori memberdayakan fakir miskin hanya terdapat pada kegiatan pelatihan keterampilan bagi PMKS (sumber dana APBD) dan P2FM-BLPS (sumber dana APBN). P2FM-BLPS merupakan program yang mendukung kegiatan pelatihan keterampilan bagi PMKS melalui KUBE. Program ini dinilai dapat berpotensi mengurangi kemiskinan, karena hanya dengan anggaran sebanyak 0,47 persen dari total anggaran penanggulangan kemiskinan (tahun 2008) akan ada peluang bagi penduduk miskin sebanyak 268 KK atau mewakili 1.317 jiwa yang dapat secara mandiri keluar dari kemiskinannya. Atas dasar informasi tersebut, sudah

36 saatnya Pemerintah Kabupaten Bogor perlu mendukung program-program pemberdayaan fakir miskin untuk mengentaskan kemiskinan seperti halnya P2FM-BLPS. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan P2FM-BLPS, program ini mengalami kegagalan pada tahap awal peluncurannya karena berbagai macam kendala dan permasalahan dalam hal perguliran dana, pendampingan, dan pengelolaan program. Belajar dari kegagalan tersebut, Pengelola menjalankan BLPS-KUBE Fase II sebagai kelanjutan program. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap para responden Penerima BLPS Fase II, umumnya para responden menyambut baik P2FM-BLPS karena dengan adanya UEP yang diperkuat permodalannya berdampak pada peningkatan status ekonomi dan sosial mereka. Para responden selain dapat untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga dapat menyisihkan sisa keuntungan untuk menabung atau mencicil pinjaman. Keberadaan KUBE juga telah menjadi wadah untuk berinteraksi dan menyalurkan aspirasi mereka. Dengan demikian mereka memiliki kepercayaan diri dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan dapat berupaya keluar dari kemiskinannya. Adanya keberhasilan BLPS-KUBE Fase II menunjukkan optimisme program ini relevan dengan kondisi masyarakat hanya saja perlu penanganan lebih lanjut agar dapat diterapkan di wilayah lain di Kabupaten Bogor dan kinerjanya dapat optimal memberdayakan fakir miskin. Berdasarkan hasil AHP, terlihat bahwa untuk mencapai tujuan mengembangkan kebijakan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor, prioritas kebijakan strategis yang dapat ditempuh adalah: 1) Perbaikan Tata Kelola Program (bobot 0,391); 2) Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin (bobot 0,335); dan 3) Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Masyarakat (bobot 0,274). Hasil analisis secara global terhadap kesembilan-belas langkah strategis yang bisa dikembangkan diperoleh bahwa meningkatkan intensitas pendampingan adalah langkah strategis yang paling diprioritaskan yaitu dengan bobot 0,106, diikuti dengan memfasilitasi pendidikan non formal/pelatihan keterampilan (bobot 0,091), pembenahan dalam seleksi penerima program (bobot 0,076), meningkatkan kepercayaan masyarakat (bobot 0,075) dan seterusnya, hingga koperasi di urutan terakhir dengan bobot 0.010. Kesimpulan dari hasil kajian ini adalah masyarakat miskin di Kabupaten Bogor cukup berpotensi untuk diberdayakan namun perlu kehati-hatian dalam merancang program pemberdayaan melalui penyertaan modal. Sebab bila faktor keterisoliran dan hambatan struktural lainnya tidak ditangani, maka program penyertaan modal tidak akan mengangkat masyarakat dari kemiskinan. Upaya mengurangi jumlah kemiskinan di Kabupaten Bogor umumnya masih dalam bentuk memberikan bantuan langsung tunai (cash programme) dan bukan memprioritaskan pemberdayaan masyarakat miskin. P2FM-BLPS sebagai program yang mendukung kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE, sekalipun kegiatan ini mengalami berbagai macam kendala dan permasalahan, tetap perlu dikembangkan karena keberhasilannya akan berdampak langsung dalam mengurangi kemiskinan. Sekalipun BLPS-KUBE Fase II terbilang berhasil, namun terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi karena jika dibiarkan akan berpotensi terjadinya

kegagalan kembali, yaitu dalam hal sasaran program, keberadaan koperasi, dan dana pendampingan. Adapun saran atau implikasi kajian bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin adalah Pemerintah Kabupaten Bogor hendaknya lebih memprioritaskan program/kegiatan yang sasarannya langsung kepada masyarakat miskin dan bersifat pemberdayaan ekonomi dan sosial agar angka kemiskinan dapat berkurang secara nyata. 37