BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Idealnya, setiap manajemen perusahaan memerlukan suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa baik performa perusahaan. Objek yang selalu diukur adalah bagian keuangan, akan tetapi mengapa hanya bagian keuangan? Jawabannya sederhana, karena keuangan berbicara mengenai angka, sesuatu yang mudah dihitung dan dianalisa. Dengan perkembangan ilmu manajemen dan kemajuan teknologi informasi, sistem pengukuran kinerja perusahaan yang hanya mengandalkan perspektif keuangan dirasakan banyak memiliki kelemahan dan keterbatasan. Sesungguhnya ada perspektif non keuangan yang lebih penting yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan. Kenyataan inilah yang menjadi awal terciptanya konsep balanced scorecard. Sejarah balanced scorecard dimulai dan diperkenalkan pada awal tahun 1990 di USA oleh David P Norton dan Robert Kaplan melalui suatu riset tentang pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan. Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat diartikan sebagai kinerja yang diukur secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan, mencakup jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan bagian internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu skor (scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan di masa yang akan datang. Pengertian balanced scorecard sendiri jika diterjemahkan bisa bermakna sebagai rapot kinerja yang seimbang (balanced).
Kenapa disebut seimbang karena pendekatan ini hendak mengukur kinerja organisasi secara komprehensif melalui empat dimensi utama, yakni : dimensi keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan dimensi pembelajaran dan pertumbuhan. Dimensi keuangan merupakan hasil akhir yang ingin digapai oleh sebuah organisasi bisnis. Sebab tanpa menghasilkan profit berkelanjutan dan arus kas yang sehat, sebuah perusahaan mungkin akan lebih layak disebut sebagai organisasi sosial saja. Dalam dimensi ini, beberapa indikator kinerja (atau lazim disebut sebagai key performance indicators atau KPI) yang kerap digunakan sebagai acuan antara lain adalah : tingkat profitabilitas perusahaan, jumlah penjualan dalam setahun, tingkat efisiensi biaya operasi (biaya operasi dibanding penjualan ), ataupun juga sejumlah indikator keuangan seperti ROI (return on investment), ROA (return on asset) ataupun EVA (economic value added). Dimensi selanjutnya adalah yang notabene merupakan tonggak penting untuk mencapai kejayaan dalam aspek keuangan. Sebab tanpa pelanggan, sebuah organisasi bisnis tak lagi punya alasan untuk meneruskan nafasnya. Demikianlah untuk menggapai kesuksesan, perusahaan juga mesti memetakan sejumlah ukuran keberhasilan dalam dimensi pelanggan. Sejumlah key performance indicator (KPI) yang lazim digunakan dalam dimensi pelanggan ini antara lain adalah : tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction index), citra dan reputasi (brand image index), brand loyalty index, persentase market share, ataupun market penetration level.
Dimensi berikutnya adalah dimensi proses bisnis internal. Pertanyaan kunci yang layak diajukan disini adalah : untuk meraih keberhasilan keuangan dan memuaskan pelanggan kita, proses bisnis internal apa yang harus terus menerus disempurnakan?. Beberapa elemen kunci dalam proses bisnis internal yang layak dikendalikan dengan optimal mencakup segenap mata rantai (supply chain) proses produksi/operasi, manajemen mutu, dan juga proses inovasi. Beberapa contoh KPI yang lazim digunakan dalam dimensi ini antara lain adalah : persentase produk yang cacat (defect rate), tingkat kecepatan dalam proses produksi, jumlah inovasi proses dan produk yang dikembangkan dalam setahun, jumlah produk/jasa yang dikirim dengan tepat waktu, ataupun jumlah pelanggaran SOP (standard operating procedures). Dimensi yang terakhir adalah dimensi pembelajaran dan pertumbuhan. Dimensi ini sejatinya hendak berfokus pada pengembangan kapabilitas SDM, potensi kepemimpinan dan kekuatan kultur organisasi untuk terus dimekarkan ke titik yang optimal. Dengan kata lain, dimensi ini hendak meletakkan sebuah pondasi yang kokoh agar sebuah organisasi bisnis terus bisa mengibarkan keunggulannya. Contoh KPI (key performance indicators) yang lazim digunakan untuk mengukur kinerja pada dimensi ini antara lain adalah : tingkat kepuasan karyawan (employee satisfaction index), level kompetensi rata-rata karyawan, indeks kultur organisasi (organizational culture index), ataupun jumlah jam pelatihan dan pengembangan per karyawan. Demikianlah empat dimensi utama yang mesti dikelola dan diukur kinerjanya secara konstan dari waktu ke waktu. Pada dasarnya keempat dimensi diatas bersifat sinergis dan saling behubungan erat secara hirarkis. Sebuah organisasi bisnis hampir
tidak mungkin mencapai keunggulan finansial tanpa ditopang oleh barisan pelanggan yang puas dan loyal. Dan barisan pelanggan yang loyal ini tak akan pernah terus tumbuh jika sebuah organisasi tidak memiliki proses bisnis yang sempurna dan inovatif. Dan pada akhirnya, proses kerja yang sempurna ini hanya akan mungkin menjadi kenyataan jika organisasi tersebut ditopang oleh barisan SDM yang unggul, kepemimimpinan yang tangguh dan budaya organisasi yang positif. Kekuatan sebenarnya balanced scorecard terjadi saat mentransform sistem pengukuran menjadi sistem manajemen. Dengan kata lain balanced scorecard dapat digunakan untuk: 1. Mengklasifikasi dan mendapatkan konsensus (persetujuan) mengenai strategi. 2. Mengkomunikasikan strategi pada anggota perusahaan. 3. Menjelaskan tujuan tiap departemen dan individu terhadap strategi. 4. Menghubungkan tujuan strategis dengan target jangka panjang dan anggaran tahunan. 5. Mengidentifikasi dan menjelaskan inisiatif strategis. 6. Melakukan peninjauan strategis secara berkala dan sistematis. 7. Memperoleh umpan balik untuk mempelajari dan mengembangkan strategi. Seperti yang telah disebutkan diatas, balanced scorecard mengklasifikasikan pengukuran kinerja ke dalam 4 perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, yaitu hasil yang diinginkan, pemicu kinerja, dan tolak ukur kinerja.
Berdasarkan kelebihan yang dimiliki balanced scorecard, maka penulis tertarik untuk mengukur kinerja suatu perusahaan dengan menggunakan instrumeninstrumen yang terdapat di dalam balanced scorecard ke dalam skripsi yang berjudul PERSPEKTIF PENERAPAN METODE BALANCED SCORECARD DALAM PENGUKURAN KINERJA PADA PT LEVI STRAUSS INDONESIA. B. Perumusan Masalah Saat ini masih banyak perusahaan yang mengukur kinerjanya secara tradisional, yaitu hanya dengan menitikberatkan pada aspek keuangannya saja. Perusahaan cenderung berorientasi pada keuntungan jangka pendek dan mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu penulis mencoba menerapkan beberapa pengukuran sederhana dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard untuk menganalisis kinerja perusahaan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengukuran kinerja yang selama ini diterapkan di PT Levi Strauss Indonesia? 2. Bagaimana perspektif penilaian kinerja perusahaan jika diukur menggunakan balanced scorecard pada PT. Levi Strauss Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan adalah : 1. Untuk mengetahui pengukuran kinerja yang telah diterapkan oleh PT Levi Strauss Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif penerapan balanced scorecard sebagai suatu sistem pengukuran kinerja pada PT Levi Strauss Indonesia. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi perusahaan, untuk mendapatkan masukan tentang pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard serta memberikan manfaat dalam menetapkan pengukuran kinerja yang lebih komprehensif. 2. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan beberapa teori yang diperoleh dalam perkuliahan. 3. Bagi pihak lain yang berkepentingan, untuk memberikan informasi yang berkenaan dengan pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan balanced scorecard.