BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia yaitu di atas 20.000 Hz (Sujono, 1985). Dalam bidang kedokteran gigi, gelombang ultrasonik digunakan sebagai dasar ultrasonic scaler (Newman dkk., 2006). Ultrasonic scaler terdiri dari generator elektrik, handpiece, dan instrument tips. Alat ini bekerja dengan mengubah energi elektrik menjadi mekanik sehingga membentuk getaran frekuensi tinggi pada ujungnya (Heasman dkk., 2004). Tergantung pabrik pembuatnya, getaran ujung alat ultrasonik berkisar dari 20.000 Hz sampai 45.000 Hz (Eley dan Manson, 2004). Efek gelombang ultrasonik dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu efek termal dan nontermal. Efek termal berupa peningkatan suhu sehingga menimbulkan panas. Efek pemanasan ini karena terjadi absorbsi energi akustik pada benda yang terpapar dan bertransformasi menjadi panas (Prawirohardjo, 2005). Proses absorbsi pada gelombang sering terjadi pada medium padat yang ditandai dengan adanya penurunan amplitudo gelombang. Perambatan gelombang ultrasonik merupakan penjalaran dari gelombang tekanan. Tekanan panas yang ditimbulkan menyebabkan perbedaan koefisiensi termal ekspansi yang terdapat pada materi suatu benda (Alfansuri, 2012). 1
Efek nontermal biasanya berhubungan dengan cavitation, acoustic microstreaming dan getar. Aksi dari gelombang ultrasonik melalui pergerakan pizoelektrik ultrasonik akan menghasilkan spektrum yang berulang dari aktivitas buble diantara cairan sehingga menyebabkan gelombang shock yang dapat merusak materi (Aurea dkk., 2007). Efek getar yang dihasilkan ultrasonic scaler juga dapat menyebabkan suatu materi menjadi terdegradasi. Semakin lama waktu pemaparan maka semakin besar efek getarnya terhadap suatu materi (Bagis dkk., 2008). Ultrasonik scaler adalah alat untuk menghilangkan kalkulus. Kalkulus merupakan plak yang mengalami kalsifikasi. Plak dan kalkulus merupakan indikator status kebersihan mulut (Eley dan Manson, 2004). Pada anak dengan status kebersihan buruk maka status karies juga meningkat (Syukra, 2011). Perawatan karies dilakukan dengan melakukan restorasi pada gigi tersebut (Sasmita dan Pertiwi, 2011). Amalgam, glass ionomer, resin modified glass ionomer (RM-GIC), dan compomer merupakan pilihan bahan yang digunakan untuk merestorasi gigi anak. RM-GIC merupakan bahan hybrid yang terdiri dari 80% semen ionomer kaca konvensional (SIK) dan 20% resin komposit (Sidhu dan Watson, 1995). Adhesi antara RM-GIC dengan gigi melalui reaksi kimiawi seperti SIK konvensional dan dengan ikatan mikro mekanis sama seperti resin composite (Van Noort, 2007). Compomer pada dasarnya terdiri dari resin dan ionomer kaca dengan perbandingan yang terkandung pada masing-masing sediaan compomer bervariasi pada tiap produk, 2
contoh: compoglass (Dyract XP-Denstply ) mengandung 73% resin komposit dan 27% semen ionomer kaca (Anusavice., 2003). Perlekatan compomer terhadap jaringan keras gigi melalui bantuan bonding dan sifat adhesi dari bahan tersebut (Wei, 2000). RM-GIC dan compomer adalah bahan tambal yang baik, namun dapat mengalami celah mikro karena mengandung resin komposit dan memiliki sifat shrinkage yang serupa dengan komposit. Faktor yang paling berpengaruh pada shrinkage adalah terjadinya polimerisasi dari kelompok methacrylate yang terdapat pada komponen resin, sedangkan reaksi setting asam-basa sangat sedikit sekali berpengaruh pada shrinkage (Cabe dan Walls, 2008). Menurut Gupta dkk (2011), RM-GIC memiliki celah mikro yang lebih besar daripada compomer, namun menurut Yadav dkk (2012) tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara celah mikro compomer maupun RM-GIC. Berdasarkan penelitian Gerdolle dkk (2008), compomer memiliki celah mikro yang lebih besar daripada RM-GIC. Penggunaan ultrasonic scaler dapat menyebabkan celah mikro pada restorasi karena efek termal, non termal dan sifat getar yang dihasilkan. Efek termal gelombang ultrasonik terhadap komposit akan mempengaruhi tekanan suhu terhadap koefisien ekspansi termal dan penguapan air sehingga shrinkage terjadi terus menerus selama terpapar oleh panas (Kwak dkk., 2012). Shrinkage polimerisasi pada komposit mengakibatkan terjadinya tekanan sehingga adaptasi marginal menjadi buruk karena rusaknya ikatan bonding resin dengan dinding kavitas. Celah 3
pada daerah marginal akan terjadi sehingga menimbulkan kebocoran di sekitar restorasi. Efek non termal (cavitation dan acoustic microstreaming) akan menimbulkan shock yang memberikan tekanan pada molekul materi sehingga menyebabkan materi terdegradasi. Efek getar akan memberikan gaya terhadap bahan restorasi sehingga akan berpengaruh terhadap jarak antar atom, dan energi ikatnya (Arconia dkk., 1992). Peningkatan temperatur akan meningkatkan amplitudo getaran atom. Kejadian ini diikuti pula dengan peningkatan rata-rata jarak antar atom serta energi internal sehingga terjadi ekspansi termal pada materi. Bila temperatur terus meningkat, maka jarak antar atom akan meningkat (Anusavice, 2003). Pengaruh dari ultrasonic scaler dapat menyebabkan celah mikro maupun kekasaran permukaan pada suatu restorasi bergantung pada desain, sudut tip, power setting, tekanan, dan ketajaman alat (Lai dkk., 2007). Pada prinsipnya, ujung ultrasonic scaler diletakkan parallel dengan permukaan akar (Preus dan Laurell, 2003). Posisi ujung ultrasonic scaler pada epitel junctional pada sudut 0º dan 15 dari permukaan gigi (Heasman dkk., 2004). Menurut teori fisika dasar, semakin lama waktu pemaparan, maka semakin banyak getaran yang dihasilkan untuk membentuk suatu gelombang (Prasetio dkk., 1992). Informasi tentang efek ultrasonic scaler terhadap bahan restorasi masih sangat kurang (Lai dkk., 2007), maka dari itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek ultrasonic scaler terhadap celah mikro restorasi RM-GIC. 4
Gigi permanen muda merupakan gigi permanen yang proses mineralisasinya belum sempurna. Proses mineralisasi sempurna akan terjadi setelah gigi erupsi sekitar 2-3 tahun. Kandungan mineral gigi permanen muda masih rendah (Wilson dan Beynon, 1992). Gigi permanen muda masih porus sehingga sifatnya lebih permeabel (Jacques dkk., 1997). B. Permasalahan Penelitian Bagaimanakah pengaruh lama paparan ultrasonic scaler terhadap celah mikro restorasi RM-GIC dan Compomer? C. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh lama paparan ultrasonic scaler terhadap celah mikro restorasi RM-GIC dan Compomer. D. Manfaat 1. Bagi Kedokteran Gigi Anak a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah di bidang kedokteran gigi anak tentang pengaruh lama paparan ultrasonic scaler terhadap celah mikro restorasi RM-GIC dan Compomer. b. Sebagai tambahan pengetahuan tentang efek ultrasonic scaler dan sifat bahan restorasi. 2. Bagi Klinisi Sebagai sumber informasi ilmiah dan pertimbangan bagi klinisi dalam menggunakan ultrasonic scaler di sekitar restorasi dan memilih bahan restorasi yang ideal pada gigi permanen muda. 5
E. Keaslian Penelitian Arcoria dkk (1992 )meneliti tentang efek ultrasonik pada celah mikro dari restorasi komposit (Silux dan P30 ) dengan liner glass ionomer (Shofu ). Pemaparan Ultrasonic scaler selama 10 detik dengan power 50% dapat menyebabkan terjadinya celah mikro dan pemberian liner ternyata tidak dapat mengatasi masalah tersebut. Sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian berkenaan tentang perbedaan pengaruh lama paparan ultrasonic scaler terhadap celah mikro restorasi RM-GIC dan Compomer. 6