TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem reproduksi poliestrus (Draper 2003). Nenek moyang kuda pertama kali dikenal dengn nama Hyracoterium dan diperkirakan telah ada sekitar 70-60 juta tahun yang lalu (Kidd 1995). Kuda pada awalnya memiliki konformasi tubuh ramping dan panjang dengan ukuran tubuh sebesar serigala sehingga dapat bergerak lincah. Pada bagian ekstremitas terdapat 3 jari pada bagian kaki depan dan 4 jari pada kaki belakang. Seiring dengan perubahan geografis dunia, maka kuda mengalami proses evolusi menjadi sebesar domba yang dikenal dengan nama Mesohippus dan diperkirakan hidup sekitar 35 juta-25 juta tahun yang lalu. Perubahan morfologis yang terjadi yakni hanya terdapat 3 jari pada kaki depan. Merychippus merupakan perkembangan lebih lanjut dari proses evolusi kuda. Spesies ini memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan kuda Shetland poni. Mulai saat itu tidak terjadi perubahan berarti dalam evolusi kuda karena proses adaptasi sudah berlangsung dengan lebih baik. Perkembangan selanjutnya dikenal dengan nama Pliohippus yang diperkirakan hidup sekitar 7-2 juta tahun yang lalu.
Pliohippus menjadi kuda berteracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi Equus caballus yang dikenal saat ini. Kuda Prezwalski yang terdapat di Rusia dan Mongolia dianggap sebagai salah satu nenek moyangnya kuda yang ada saat ini, karena morfologi tubuhnya yang masih mirip dengan ancestor kuda sebelumnya (Kidd 1995). Kuda merupakan salah satu hewan yang memiliki kemampuan istimewa seperti jinak, dapat berenang, mudah dilatih dan dapat merasakan lingkungan sekitarnya. Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan Hindu Budha pada abad ke -7 Masehi. Kuda di Indonesia digunakan untuk bahan makanan (terutama masyarakat Indonesia Bagian Timur), sarana perang (saat Kerajaan Hindu-Budha abad VII Masehi, Kerajaan Islam abad XIII-XV dan penjajahan Belanda abad XVIII) dan juga sebagai sarana transportasi untuk mengangkut semua hasil bumi (Soehardjono 1990). Salah satu jenis kuda yang menjadi cikal bakal perkembangan kuda di Indonesia adalah kuda (Equus caballus) yang berasal dari Pulau Jawa, seperti kuda Tengger, kuda Priangan dan kuda Dieng. Menurut para ahli, ketiga jenis kuda tersebut merupakan nenek moyang kuda di Pulau Jawa yang populasinya terancam punah. Kuda ini tergolong ke dalam kuda poni dengan ukuran tubuh lebih besar jika dibandingkan dengan spesies kuda poni dari wilayah lain di Indonesia, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan tropis sepanjang hari, sehingga biasa digunakan oleh para penduduk di Jawa sebagai sarana transportasi (Mackay 1995). Darah Darah adalah jaringan yang berbentuk cair dan mengalir melalui saluran vaskuler (Jain 1993). Menurut Kay (1998) beberapa substansi yang ditransportasikan oleh darah di antaranya adalah gas O 2 dan CO 2, nutrisi, sisa produk metabolisme, sel darah khusus, hormon, dan panas. Kuda memiliki volume darah sekitar 7-8% bobot badannya. Volume darah di dalam tubuh kuda bervariasi jumlahnya bergantung pada umur, jenis kelamin, status reproduksi, status emosional, dan aktivitas fisik (Douglas et al. 2010).
Leukosit Leukosit berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan agen-agen patogen, zat beracun, dan menyingkirkan sel-sel rusak serta abnormal (Kelly 1984). Pembentukan leukosit dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 leukositopoiesis (Guyton dan Hall 2006) Pembentukan sel darah putih diawali dari differensiasi stem sel menjadi myeloblast dan prolimfosit, kemudian myeloblast menjadi 2 bagian, yaitu premyelosit dan monosit myelosit. Premyelosit berdifferensiasi menjadi 3 bagian yang kemudian membentuk sel-sel granulosit yang terdiri atas eosinofil, neutrofil, dan basofil. Monosit myelosit membentuk monosit. Sedangkan prolimfosit akan berdiferensiasi membentuk limfosit (Bacha dan Bacha 1990). NILAI LEUKOSIT Neutrofil Neutrofil berdiameter 10-12 µm, bergranul dan memiliki inti bergelambir. Neutrofil merupakan garis pertahanan pertama yang berfungsi memfagositosis infestasi kuman patogen dengan masa hidup kira-kira 5 hari (Tizard 1982).
Gambar 3 Neutrofil (Douglas et al. 2010) Eosinofil Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, butir-butir asidofil cukup besar, berdiameter 10-15 µm dan hidup selama 3-5 hari (Dellman dan Brown 1987). Eosinofil berperan sebagai sel fagosit terhadap komponen asing yang telah bereaksi dengan antibodi (Martini et al. 1992). Gambar 4 Eosinofil (Douglas et al. 2010) Basofil Basofil memiliki diameter 10-15 µm, dengan inti dua bergelambir atau bentuk inti tidak teratur, granulanya berukuran 0.5-1.5 µm, berwarna biru tua/ungu (Dellman dan Brown 1987). Sel basofil sangat sulit ditemukan (Jain 1993). Basofil berperan dalam respon alergi (Guyton dan Hall 2006). Gambar 5 Basofil (Douglas et al. 2010)
Limfosit Limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar berdiameter 12-15 µm dan limfosit kecil berdiameter 6-9 µm (Dellman and Brown 1987). Limfosit berperan dalam proses kekebalan dalam pembentukan antibodi khusus (Wresdiyati 2002). Ada dua jenis sel limfosit, yaitu sel limfosit-t dan sel limfosit- B. Sel limfosit-t (Sel-T) erat hubungannya dengan pertahanan seluler, sedangkan sel limfosit-b (Sel-B) berperan dalam pertahanan humoral (Martini et al. 1992). Gambar 6 Limfosit (Douglas et al. 2010) Monosit Monosit merupakan leukosit terbesar dengan diameter 15-20 µm dan berbentuk tapal kuda (Dellman and Brown 1987). Monosit memiliki kemampuan fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil karena dapat memfagosit 100 sel bakteri (Guyton dan Hall 2006). Gambar 7 Monosit (Douglas et al. 2010)
Parasit Darah 1. Anaplasma sp. Anaplasma sp. merupakan parasit darah yang memiliki mortalitas pada hewan agak tinggi (Merchant dan Barner 1971), terdiri atas massa globular padat berukuran 0.3 sampai 1.0 µm (Jensen1974). Gambar 8 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. (Noaman et al. 2009) 2. Theileria sp. Theileria sp., menurut Soulsby (1982) berbentuk batang berukuran kirakira 1.5-2.0 µm x 0.5-1.0 µm memiliki siklus hidup yang terjadi dalam tubuh caplak dan di tubuh induk semang. Gambar 9 Gambaran mikroskopis Theileria sp. (Mahmood et al. 2011) 3. Babesia sp. Menurut Levine (1995), Babesia sp. termasuk dalam subfilum Apicomplexa, kelas Piroplasma, dan family Babesiidae. Babesia sp. dapat
menyebabkan babesiosis. Babesia sp. memiliki diameter 2.5-5.0 µm. Perkembangan parasit ini di dalam tubuh caplak dimulai dari larva caplak yang menetas dari telur dan memasuki kelenjar ludah dan melanjutkan perkembangannya. Proses perkembangbiakkan ini memakan waktu 2-3 hari (Levine 1995). Gambar 10 Gambaran mikroskopis Babesia sp. (Cleveland et al. 2002)