BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data yang kuat serta buku buku acuan yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk dapat mempertahankan hasil dari suatu karya ilmiah, seorang penulis akan lebih mudah mempertanggungjawabkannya dengan menyertakan data-data yang kuat serta buku-buku acuan yang relevan atau yang ada hubungannya dengan apa yang diteliti. Penelitian ini didukung referensi yang sesuai seperti buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, karangan Hasan Alwi, ditambah beberapa buku pendukung lainnya seperti Sintaksis, dan Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, karangan Ramlan. Sesuai dengan judul yang penulis bicarakan yakni hubungan semantis antar klausa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat, tentunya tidak terlepas dengan apa yang disebut dengan kata dan kalimat. Namun terlebih dahulu penulis uraikan mengenai pengertian klausa, sebagai berikut :
Bloomfield (1999:22) mengatakan, Klausa adalah satuan sintaksis berupa tuntunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, didalam konstruksi itu ada komponen berupa kata, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Tarigan (1986:10) mengatakan, Klausa adalah satuan gramatikal yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Keraf (1994:181) mengatakan, Klausa adalah suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung hubungan fungsional subjek,predikat, dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan keteranganketerangan lain. Kridalaksana (1986:24) mengatakan, klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Ramlan (1987:89) mengatakan, klausa adalah subjek,prediket (O) (PEL)(KET). tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh tidak ada.
Chaer (2003:36) mengatakan, klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Samsuri (1982:58) mengatakan, klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:513) tertulis, klausa adalah kalimat tunggal mandiri, menjadi bagian klausa lain atau bagian dr kalimat majemuk bertingkat; transitif klausa yg verbanya selalu disertai objek. Cahyono (1995:227) mengatakan, klausa adalah ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu biasa juga tidak muncul misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Contoh : Kau nak memanggil siape? Kamu memanggil siapa? Teman satu kampus Teman satu kampus S dan P-nya dihilangkan.
Contoh pada bahasa tidak resmi : SayE telat la! Saya telat! P-nya dihilangkan. Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.(www.google.com) 2.2 Teori yang Digunakan Setiap penelitian selalu menggunakan teori yang sesuai dengan penulisan tersebut. Penelitian akan lebih praktis metode kerjanya apabila teori yang digunakan mempunyai hubungan langsung dengan penelitian yang diadakan. Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis. Penelitian ini menggunakan teori deskriptif analisis. Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
memberikan, menjelaskan, dan memprediksikan fenomena bahasa yang akan diteliti.(www.google.com) Dalam buku sintaksis dan hubungan makna antara klausa yang satu dengan klausa lainnya dalam kalimat luas bertingkat karangan Ramlan ( 1987: 59 ) mengatakan, bahwa hubungan makna antara klausa terdiri dari kalimat setara dan kalimat luas bertingkat. dalam kalimat luas bertingkat terdapat juga hubungan makna yang timbul sebagai akibat pertemuan antara klausa yang satu dengan yang lainnya, baik antara klausa inti dengan klausa bawahan. Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna, dari penelitian yang dilakukan diperoleh 13 hubungan makna yang antara lain, yaitu : 1. Makna Sebab menyatakan makna sebab dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung karena, sebab dan maka (Cahyono, 1995:186). 2. Makna Akibat menyatakan makna akibat dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung sampai, hingga, atau sehingga (Cahyono,1995:187).
3. Makna Syarat menyatakan makna syarat dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kalau, jika, dan asal (Ramlan, 1987:77). 4. Makna Tujuan menyatakan makna tujuan dibentuk dari dua buah klausa yang digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung agar, supaya, dan untuk (Cahyono,1995:189). 5. Makna Waktu menyatakan makna waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah, sebelum dan sejak (Cahyono,1995:190). 6. Makna Kosesif menyatakan makna kesungguhan dibentuk dari dua buah yang digabungkan menjadi menjadi sebuah kalimat, biasanya dengan
bantuan kata penghubung meskipun, biarpun, atau sungguhpun. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan peristiwa atau kondisi yang bertentangan untuk terjadinya peristiwa pada klausa pertama (Ramlan,1987:88). 7. Makna Perkecualian menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata kecuali dan selain. (Cahyono,1995:133). 8. Makna Perbandingan Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-kluasanya menyatakan perbandingan dibentuk dari dua buah klausa, biasanya dengan bantuan kata penghubung seperti dan bagai (Cahyono,1995:192). 9. Makna Kegunaan menyatakan kegunaan kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata untuk, guna, dan buat (Cahyono,1995:193).
10. Makna Komplementasi (Isi) menyatakan apa yang dikatakan, dipikirkan, didengar, di sadari, di yakini, diketahui, di nyatakan, dengan kata singkat dapat dikatakan bahwa klausa bawahan merupakan isi klausa inti. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung bahwa (Ramlan,1987:89) 11. Makna Atribut (Penerang) menyatakan sesuatu yang diharapkan, ialah dengan terlaksananya atau dikerjakannya apa yang tersebut pada klausa inti diharapkan akan terlaksana atau dikerjakan pula apa yang tersebut pada klausa bawahan. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata-kata penghubung agar, supaya, agar supaya, dan biar (Ramlan,1987:72). 12. Makna Pengandaian menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa inti juga tidak mungkin terlaksana, secara jelas ditandai dengan kata-
kata penghubung andaikan, andaikata, seandainya, sekiranya, dan seumpama (Ramlan,1987:74). 13. Makna Cara menyatakan bagaimana perbuatan yang disebutkan dalam klausa inti itu dilakukan atau bagaimana peristiwa yang disebutkan dalam klausa inti itu terjadi. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata dengan, tanpa, seraya dan sembari (Ramlan,1987:87).