1 BAB I PENDAHULUAN Riset ini dilaksanakan untuk menstudi implikasi perpindahan penduduk yang terjadi dari desa ke kota, terhadap kebutuhan akan tempat bermukim di Kota Bangli. Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada studi berkenaan kebutuhan akan tempat tinggal dalam mengakomodasi penduduk pendatang di kota bersangkutan, untuk periode waktu sepuluh tahun ke depan. Kajian ini didasari atas pra-eksisting kondisi terkait faktor-faktor determinan di lapangan yang menentukan kebutuhan akan pemukiman pada kurun waktu lima tahun terakhir, dan memprediksi kebutuhan potensial yang akan terjadi di tahun 2022 mendatang. Selain berperan strategis dalam menentukan kuantitas rumah yang dibutuhkan yang akan mengakomodasi kaum pendatang di kota Bangli, studi ini secara inklusif mengkaji kebutuhan akan rumah dari tiga aspek kritis, yaitu: (i) Seberapa jauh urbanisasi berdampak terhadap kuantitas perumahan yang dibutuhkan di Kota Bangli 10 tahun ke depan (tahun 2022) (ii) tipologi rumah yang dibutuhkan; (iii) pengaruh kebutuhan rumah terhadap pengadaan serta kelengkapan infrastruktur fisik dan sosial yang dibutuhkan sebagai penyangga keberlangsungan pemukiman. 1.1. Latar Belakang Urbanisasi secara umum diartikan sebagai perpindahan penduduk dari pedesaan dan perkotaan. Namun secara teori, perpindahan penduduk semacam ini hanya merupakan salah satu dari sekian wujud urbanisasi. Urbanisasi dan
2 pertumbuhan kota seringkali dipandang sebagai suatu indikator dari modernisasi dan kemajuan. Pada tahun 1958 sosiolog Daniel Lerner masih berpendapat bahwa urbanisasi di dunia ketiga merupakan prakondisi untuk modernisasi dan pembangunan. Sementara Rostow (dalam Yunus 2006) memandang perpindahan penduduk dari daerah pedalaman ke pusat-pusat kota yang menstimulasikan kebutuhan dan partisipasi, sebagai prasyarat sebelum tahapan tinggal landas dalam pembangunan tercapai. Dalam perkembangannya, urbanisasi menimbulkan sikap pesimistis karena beragam permasalahan yang ditimbulkan. Kesenjangan antara kaya dan miskin semakin lebar, peningkatan kejahatan, kemacetan lalu-lintas, masalah persampahan dan lain-lain merupakan wujud permasalahan yang dihadapi daerah perkotaan yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol. Akhirnya kota tidak lagi dipandang sebagai pusat kemajuan tetapi justru sebagai pusat berbagai masalah sosial. Namun di sisi lain, banyak daerah perkotaan yang membutuhkan tenaga kerja dari luar, untuk menopang pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan penduduk di kota dapat merupakan karunia dan sekaligus beban. Secara tradisional kota dianggap sebagai motor penggerak perkembangan sosial dan ekonomi, sehingga memerlukan tenaga kerja yang banyak untuk menggerakkanya. Tetapi jika daerah perkotaan belum menyiapkan diri bagaimana menampung kaum pendatang ini, kota akan dipenuhi dengan perkampungan kaum papa. Ini memungkinkan jika Kota tidak mampu
3 menanggung segala konsekuensi yang dihadapi sebagai akibat dari proses industrialisasinya. (Daldjoeni, 1987). Kita semua akui satu bidang dimana selalu ada kekurangan dalam kota baik di negara maju maupun berkembang akibat tekanan penduduk ialah bidang perumahan. Penduduk yang datang dari desa maupun luar daerah untuk mengadu nasib ke kota membutuhkan tempat untuk bernaung, sehingga mereka mencari lahan-lahan kosong untuk mendirikan rumah (Hauser, 1985). Rumah merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi penduduk pendatang. Di negara-negara berkembang sebagian besar permintaan akan perumahan berasal dari beratus-ratus migran dari luar kota yang datang berbondong-bondong ke kota. Karena usaha-usaha memperoleh perumahan di luar jangkauan mereka, sebagian para pendatang mengambil tindakan sendiri-sendiri dan menduduki tanah milik pemerintah atau milik swasta. Migrasi desa-kota yang sifatnya massal, ditambah dengan pertumbuhan penduduk alami yang dimiliki kota itu, serta kesulitan pendatang untuk menemukan penghasilan yang menjamin hidup berkecukupan, telah melahirkan situasi miskinnya kebanyakan penghuni ke kota. Mereka tidak mempunyai uang untuk mendirikan rumah tinggal sehingga mereka terpaksa hidup di-sembarang tempat. Muncullah perkampungan yang berisi gubug-gubug dari bahan kertas karton, triplek, kardus dan lain sebagainya. Urbanisasi di Indonesia bukanlah suatu proses yang baru. Sebelum zaman penjajahan Belanda di Indonesia sudah terdapat kota-kota besar menurut ukuran zamannya. Sebagian besar penduduk Indonesia (kurang lebih 60 %)
4 penduduknya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, pulau Jawa menampilkan diri sebagai pulau yang mempunyai peradaban tertua (Yunus, 2006). Hal ini juga mengisyaratkan adanya bukti bahwa pulau ini telah menjadi habitat manusia yang telah berkembang dalam kurun waktu yang panjang. Hal ini sangat wajar karena Pulau Jawa merupakan pulau yang subur dengan tanah vulkaniknya yang diberikan oleh gunung berapi yang letaknya berderet-deret disepanjang Pulau Jawa (Yunus, 2006 ). Indonesia adalah negara yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduknya, pada periode tahun 1980-1990 sebesar 1,97 % sedangkan pada tahun 1990-2000 menjadi 1,49 %. Meskipun demikian, jumlahnya masih tergolong besar. Pada tahun 1980, Penduduk Indonesia berjumlah 147 juta jiwa, tahun 1990 menjadi 179 juta jiwa dan pada tahun 2000 menjadi 206 juta jiwa. ( hasil Sensus Penduduk Indonesia, Tahun 1990-2000 ). Laju pertumbuhan di Pulau Jawa umumnya dibawah 1 % kecuali Jawa Barat yang pertumbuhannya lebih dari 2 %. Ini disebabkan Jawa Baratlah yang paling besar menerima pertambahan penduduk perkotaan, terutama limpahan dari Jakarta (Kuswartojo, 2005). Pemerintah Indonesia berusaha keras memecahkan masalah perumahan. Pada tahun 1950-an dan 1960-an program pembangunan nasional jarang mencurahkan perhatian pada masalah perumahan, sekarang seringkali dimasukkan program perumahan untuk penduduk kota berpendapatan rendah (Hauser, 1985:218). Tetapi pada pelaksanaannya, program pemerintah ini belum
5 memberi prioritas kepada pihak keluarga berpendapatan rendah. Program perumahan murah pemerintah seringkali kurang menunjukkan pemahaman akan apa kebutuhan, sumberdaya dan prioritas lapisan masyarakat yang disasar. Mereka yang akan memanfaatkan program ini tidak secara aktif dipartisipasikan dalam membuat rancangannya dan menentukan syarat-syaratnya agar sesuai dengan pendapatan mereka dan nilai-nilai budaya mereka (Hauser, 1985). Bali merupakan salah satu propinsi yang ada di Indonesia memiliki delapan kabupaten dan 1 kotamadya. Masing-masing kabupaten/kotamadya ini terjadi proses urbanisasi secara alami di dalam kotanya, termasuk Kota Denpasar, Tabanan, Gianyar, Bangli dan lain-lain. Penduduk pendatang dari desa yang ada di Bali maupun penduduk yang berasal dari luar Bali berbondong-bondong menuju kota baik untuk tujuan menetap atau sekadar datang untuk sementara waktu (temporal) untuk tujuan perjalanan (Setyarini, 2003). Pada masa lalu, kehadiran pendatang-pendatang ke Bali barangkali belum menjadi suatu masalah. Tetapi, belakangan ini serbuan penduduk pendatang dengan beragam latar belakang, etnis, profesi, dan tujuan, telah menjadi permasalahan tersendiri yang cukup kompleks bagi Bali, terutama di daerah perkotaan. Berbagai permasalahan kependudukan dengan dampak ikutannya seperti kepadatan penduduk yang terus meningkat, pengangguran, kriminalitas, prostitusi, pemukiman liar dan sebagainya telah mengganggu kenyamanan Orang Bali sendiri. Pemerintah sendiri tampaknya tidak bisa berbuat banyak untuk menghadapi penduduk pendatang ini. (Sudantra, 2000).
6 Kota Bangli terletak di wilayah Kabupaten Bangli, Propinsi Bali. Luas wilayah administratif Kota Bangli adalah 28 km2 yang sebelah utara, timur, selatan dan barat berbatasan dengan Kabupaten Bangli sendiri. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 30.838 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1 % pertahun. Jumlah penduduk pendatang yang menetap di Kota Bangli pada tahun 2010 per-kecamatan adalah 546 jiwa. Menurut sumber yang sama penduduk pendatang terbanyak berasal dari Kecamatan Kintamani. Kota Bangli merupakan kota yang berada di jantung Kabupaten Bangli. Sebagai ibukota kabupaten, Kota Bangli merupakan pusat aktivitas masyarakat, pusat pemerintahan, pendidikan dan kesehatan serta merupakan pusat penyaluran barang dan jasa di Kabupaten Bangli (Rencana Strategis Kabupaten Bangli Tahun 2001-2005). Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli dan Kantor Camat Bangli, urbanisasi yang terjadi di Kota Bangli sudah terjadi dari tahun 90-an. Pada tahun 2009 jumlah penduduk pendatang di Kota Bangli adalah 467 jiwa dengan perpindahan penduduk terbanyak menuju Kota Bangli berasal dari desa-desa di Kecamatan Kintamani disusul Kecamatan Susut, Tembuku dan Bangli. Sedangkan perpindahan penduduk yang berasal dari luar Kabupaten Bangli terbanyak berasal dari Kabupaten Karangasem disusul Buleleng, Tabanan, Gianyar dan Klungkung. Adapun fokus utama dalam perencanaan pembangunan di Bangli, untuk proyeksi sepuluh tahun kedepan (tahun 2022) adalah mewujudkan pembangunan fisik, infrastruktur dan sarana dan prasarana yang memadai baik
7 itu dalam bidang perumahan dan permukiman, kesehatan dan pendidikan yang memadai. Semua tujuan ini bermuara pada penciptaan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Bangli pada umumnya (Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangli). Melihat beberapa tahun ke belakang, tren perpindahan penduduk menuju Kota Bangli dari tahun-ketahun semakin meningkat. Peningkatan terjadi pada prosentase 17 % per tahun. Sehingga bila diproyesikan jumlah penduduk pendatang di Kota Bangli pada tahun 2022 adalah 3.595 jiwa. Ini berdasarkan dari hasil data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Bangli dan Kantor Camat Bangli dimana penduduk pendatang yang menetap di Kota Bangli dari tahunketahun berasal dari semua desa di kecamatan yang ada di Kabupaten Bangli dan dari luar Kabupaten Bangli seperti Gianyar,Tabanan, Klungkung, Karangasem dan dari luar Propinsi Bali seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah. (Data BPS Kab. Bangli 2010). Penduduk dari desa maupun dari daerah di luar Kabupaten Bangli pindah dan menetap di kota, selain karena potensi kota yang menawarkan beragam lapangan pekerjaan dari pemerintahan maupun swasta, juga disebabkan oleh alasan-alasan pribadi, seperti penempatan kerja yang mengharuskan untuk menetap di Kota Bangli dan konflik keluarga ataupun konflik adat yang terjadi di daerah asal. Kedatangan mereka ini menyebabkan Kota Bangli sedikit demi sedikit menjadi berkembang dan tumbuh dari segi perekonomian. Disatu sisi kedatangan penduduk pendatang menuju Kota Bangli dan menetap membawa dampak yang baik bila dilihat dari segi pertumbuhan kota, akan tetapi dampak
8 lain yang timbul adalah permintaan akan lahan untuk rumah bagi kaum pendatang ini (Program Perencanaan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 03 Tahun 2002). Karena tingginya arus urbanisasi menuju Kota Bangli disertai dengan permintaan lahan untuk rumah, mendesak pemerintah daerah Kabupaten Bangli menyediakan lahan-lahan produktif yang ada di dalam kota untuk didirikan rumah tinggal. Ini termasuk penyediaan lahan pada Subak Uma Aya dan Subak Uma Bukal, yang direncanakan untuk lokasi perumahan dan permukiman bagi penduduk pendatang. Kondisi ini telah mengeskalasi kebutuhan akan rumah yang dalam kenyataannya telah menjadi alasan utama terjadinya konversi lahanlahan pertanian produktif pada skala yang cenderung meningkat dari waktu-ke waktu. Menurut data dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bangli, luas lahan produktif di LC Uma Aya adalah 450.000 M² (45 Ha) dengan daerah terbangun pada tahun 2005 adalah 40.754 M² dan pada tahun 2009 daerah terbangun adalah 56.136 M² dan Luas lahan produktif di LC Uma Bukal adalah 230.306 (23 Ha) dengan daerah terbangun pada tahun 2005 adalah 12.045 M² dan pada tahun 2009 adalah 27.967 M² dan jika dipredisikan pada tahun 2022, jumlah lahan terbangun pada LC Uma Aya adalah 93.186 M² dan jumlah lahan terbangun pada LC Uma Bukal adalah 59.779 M².
9 Namun pada pelaksanaannya, penduduk pendatang ini membeli rumah jadi yang sudah disediakan oleh para pengembang dengan pembayaran secara kredit. Dari observasi awal diperoleh informasi jika kebanyakan rumah jadi tersebut tidak mewakili keinginan pemilik rumah. Pada umumnya rumah siap pakai yang ada ini memiliki tata ruang dan kualitas pekerjaan yang tidak sesuai standar konstruksi rumah yang baku juga tata letak perumahan ini yang semrawut dan tidak teratur. Selain itu beberapa penduduk pendatang ini juga menyewa rumah-rumah kontrakan yang dibangun sendiri oleh sipemilik lahan (Gandhi 2010). Terjadinya perletakan perumahan baru yang cenderung semrawut, yang jika dibiarkan akan berpengaruh negatif terhadap wajah fisik kota. Sirkumstansi ini tidak hanya akan mendeteriorisasi image serta identitas Kota Bangli ke depan, kondisi ini juga akan melemahkan posisi strategis Kota Bangli sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang utama di Pulau Dewata. Beberapa contoh kasus semrawutnya pembangunan perumahan di Kota Bangli terjadi di LC Uma Aya, dimana perumahan dari pengembang berdampingan dengan bengkel kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan kayu selain itu fungsi rumah yang sekaligus digunakan untuk rumah makan berdampingan dengan toko bahan bangunan dan bengkel las besi sehingga parkir bagi para konsumen masing-masing produsen terlihat tidak teratur. Begitu pula kondisi yang terlihat di LC Uma Bukal, penempatan masa bangunan memperlihatkan ketidakteraturan tata letak dan banyaknya bangunan rumah yang mengabaikan garis sempadan jalan serta rumah tanpa telajakan. Ini sangat mengganggu keindahan kota Bangli kedepan (Gandhi 2010).
10 Dengan dilatarbelakangi oleh kondisi di atas, maka penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji kebutuhan perumahan yang diperlukan penduduk pendatang di Kota Bangli di tahun 2022 dan untuk menstudi implikasi perpindahan penduduk yang terjadi dari desa ke kota Bangli, terhadap kebutuhan akan tempat bermukim di Kabupaten Bangli. Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada studi berkenaan kebutuhan akan tempat tinggal dalam mengakomodasi penduduk pendatang di kota bersangkutan, untuk periode waktu sepuluh tahun ke depan. Kajian akan kebutuhan ini didasari atas pra-eksisting kondisi terkait faktor-faktor determinan di lapangan yang menentukan kebutuhan akan pemukiman pada kurun waktu lima tahun terakhir, dan memprediksi kebutuhan potensial yang akan terjadi di tahun 2022 mendatang. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diungkapkan di atas. Berikut adalah rumusan permasalahan yang akan diinvestigasi melalui pelaksanaan studi yang diajukan : 1. Seberapa jauh urbanisasi berdampak terhadap kuantitas perumahan yang dibutuhkan di Kota Bangli 10 tahun ke depan (tahun 2022)? 2. Bagaimanakah tipologi rumah yang dibutuhkan, dalam rangka mengakomodasi peningkatan jumlah penduduk sebagai akibat arus urbanisasi ke Kota Bangli di tahun 2022?
11 3. Bagaimanakah kebutuhan akan rumah ini berpengaruh terhadap pengadaan infrastruktur sosial dan fisik pemukiman di Kota Bangli di tahun 2022? I.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui hubungan urbanisasi dengan kebutuhan perumahan di Kota Bangli di tahun 2022, 2) Tipologi rumah yang diharapkan dan 3) Infrastruktur pendukungnya. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui seberapa jauh urbanisasi berdampak terhadap kuantitas perumahan yang dibutuhkan di Kota Bangli 10 tahun ke depan (tahun 2022)? b. Untuk mengetahui tipologi rumah yang dibutuhkan, dalam rangka mengakomodasi peningkatan jumlah penduduk sebagai akibat arus urbanisasi ke Kota Bangli di tahun 2022. c. Untuk merumuskan strategi pengadaan infrastruktur sosial dan fisik pemukiman di Kota Bangli di tahun 2022 sebagai pengaruh dari kebutuhan perumahan di Kota Bangli.
12 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik: hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan tentang urbanisasi di Kota Bangli dan kebutuhan rumah penduduk pendatang dengan menganalisis tipologi kebutuhan rumah yang diperlukan penduduk pendatang yang menetap di Kota Bangli beserta pengadaan infrastruktur fisik dan sosial. 2. Manfaat Praktis : hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau informasi bagi masyarakat dan pemerintah daerah tentang kebutuhan perumahan yang diinginkan bagi penduduk pendatang di Kota Bangli sehingga dapat menjadi acuan oleh pemerintah dan perencana bagaimana memformulasi/memprediksi kebutuhan rumah sampai 10 tahun mendatang (Tahun 2022).
13