BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehingga aliran darah balik vena paru akan menuju ke atrium kanan serta

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i

Tetapi berdasarkan data, 80-90% data menyatakan PPOK menjadi penyebab utama kor pulmonal.

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et

DAFTAR ISI II.4.2. Mekanisme perbaikan HRQoL pasien HAP dengan terapi sildenafil... II.4.3. Interaksi obat dan efek samping sildenafil...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari. setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini preeklamsia masih menjadi masalah utama dalam kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB 1 PENDAHULUAN. memperhitungkan lama kehamilan per kelahiran hidup (Kemenkes RI,

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan,

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Hidup sehat merupakan hal yang penting bagi kebanyakan orang agar dapat mencapai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. 1

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al.,

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan struktural jantung atau pembuluh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

Nurcholid Umam Kurniawan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB 1 PENDAHULUAN. menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar orang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam rematik, kemudian dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. banyak ditemukan dengan insiden antara 8-10 kejadian setiap 1000 kelahiran

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein yang sangat penting, disintesa dihati dan dikumpulkan didalam alfa granul trombosit.

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

Nurcholid Umam Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30%

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi yang meningkat. Secara umum sekitar 5 10% dari pasien tersebut berkembang menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal (HAP) dengan berbagai derajat keparahan yang akan mempengaruhi kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas. Manifestasi paling berat dari HAP yaitu sindroma eisenmenger. Perkembangan kardiologi pediatrik dan bedah jantung membantu pencegahan HAP pada kebanyakan pasien pediatrik pada negara maju. Pasien dengan HAP berat, memiliki keterbatasan pilihan terapi yaitu paliatif atau transplantasi paru untuk kasus tertentu. Akhirakhir ini, kemajuan pemahaman mengenai patofisiologi dan adanya terapi spesifik HAP memberikan harapan bagi pasien-pasien penyakit jantung bawaan dengan HAP (Diller dan Gatzoulis, 2007). Salah satu penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan pada dewasa adalah Defek Septum Atrium (DSA), yakni adanya komunikasi persisten antara atrium kanan dan atrium kiri. DSA sekundum yang terletak pada daerah fossa ovalis merupakan tipe DSA terbanyak (75%) (Baumgartner et al., 2010; Warnes et al., 2008). Insidensi HAP pada pasien DSA dewasa adalah 15-19%, dan secara perjalanan alamiah penyakit terjadi pada usia dekade 5 apabila tidak dilakukan penutupan defek. Tipe defek DSA primum dan sinus venosus diketahui menyebabkan kenaikan tekanan arteri pulmonal yang lebih cepat daripada DSA 1

2 sekundum (Duffels et al., 2007; Engelfriet et al., 2007; Gabriels et al., 2014; Geva et al., 2014). Di RSUP Dr. Sardjito, insiden penyakit jantung bawaan pada dewasa yaitu 3/1000 pasien pertahun dan DSA merupakan penyakit jantung bawaan terbanyak pada dewasa yaitu sebanyak 60% dengan DSA sekundum merupakan tipe DSA terbanyak (99%) (Ismail et al., 2015). Mekanisme HAP yang terjadi pada DSA disebabkan adanya kenaikan Pulmonary Vascular Resistance (PVR) akibat peningkatan aliran darah melalui sirkulasi arteri pulmonal yang terjadi secara kronis sehingga menimbulkan disfungsi endotel arteri pulmonal. Terjadi vasokonstriksi, proliferasi dan obstruksi dari dinding pembuluh pulmonal, inflamasi dan trombosis. Vasokonstriksi luas berkaitan dengan disfungsi endotel yang secara kronik mengganggu produksi vasodilator dan agen antiproliferatif seperti oksida nitrit dan prostasiklin, disamping ekspresi yang berlebih dari substrat vasokonstriktor dan proliferatif seperti tromboksan A2 dan endotelin-1. Perubahan ini melibatkan sel endotel dan sel otot polos. Pada tunika adventisia terdapat peningkatan produksi matriks ekstraselular termasuk kolagen, elastin dan fibronektin. Sel inflamasi dan platelet (melalui jalur serotonin) juga berperan dalam HAP. Abnormalitas protrombotik terdapat pada pasien HAP, trombi terdapat pada segmen distal dan proksimal arteri pulmonal kecil. Selain itu terjadi perubahan struktur matriks ekstraseluler dan pelepasan faktor pertumbuhan. Hal ini menginduksi proliferasi dan hipertrofi sel otot polos, yang berlanjut sehingga terjadi Pulmonary Vascular Disease (PVD) (Diller dan Gatzoulis, 2007; Galie et al., 2009).

3 Pada beberapa tahun terakhir, pemahaman tentang mekanisme remodeling vaskular pulmonal meningkat secara substansial. Konsep mekanik (seperti tekanan, aliran dan shear stress), konsep pertumbuhan dan apoptosis, telah diteliti untuk menjelaskan apa yang mengatur proses remodeling vaskular pulmonal. Beberapa gen dan protein terlibat dalam patobiologi HAP, yang menjadi fokus pada manusia dan secara eksperimental yaitu Bone Morphogenetic Protein Receptor (BMPR) 2 dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Konsep molekular tentang mutasi BMPR2 telah diterima pada pasien HAP herediter dan non herediter, sedangkan kekuatan faktor angiogenesis, yakni VEGF belum diterima sepenuhnya dalam patobiologi HAP (Voelkel dan Arroyo, 2014). Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) adalah suatu glikoprotein dimer dengan berat molekul 34-46 kda, yang berperan sebagai faktor mitogenik untuk stimulasi proliferasi sel endotel. Proses angiogenesis berbagai organ dipengaruhi oleh VEGF, termasuk vaskularisasi paru. VEGF akan berikatan dengan reseptornya, kemudian menjadi sinyal primer pemicu aktivitas proangiogenik (Ferrara 2001; Le Cras et al., 2002). VEGF merupakan faktor pertumbuhan pluripotent dan memiliki dampak yang luas pada fungsi sel endotel. Jaringan paru sangat kaya akan protein VEGF. VEGF sangat penting untuk perkembangan paru dan berfungsi sebagai faktor pemeliharaan selama kehidupan dewasa. Selain fungsi fisiologis dari protein ini, ada bukti bahwa VEGF juga berperan dalam beberapa penyakit paru akut dan kronis, seperti acute lung injury, HAP dan emfisema (Voelkel et al., 2006).

4 Peran VEGF pada HAP belum sepenuhnya dijelaskan karena memiliki peran yang berbeda ketika dibandingkan antara awal dengan akhir penyakit atau antara HAP eksperimental dengan HAP pada manusia (Voelkel et al., 2006). Level plasma VEGF meningkat pada pasien dengan HAP berat (Papaioannou et al.,2009). VEGF dan reseptornya diekspresikan pada lesi pleksiformis pasien dengan HAP (Hirose et al., 2000; Tuder et al., 2001). Namun terdapat fakta bahwa secara paradoks, terapi antiangiogenik penghambat reseptor VEGF menyebabkan HAP angiobliteratif (Voelkel dan Arroyo, 2014). Peran VEGF dalam HAP yang muncul pada pasien DSA dewasa masih belum diketahui secara menyeluruh. Penelitian untuk melihat hubungan kadar VEGF dengan HAP yang muncul pada pasien DSA sekundum belum pernah dilakukan di Indonesia, dimana penderita DSA masih banyak hingga usia dewasa, dan sebagian dari mereka mengalami HAP. B. Perumusan Masalah Penelitian Pasien DSA yang tidak terkoreksi dapat mengalami konsekuensi munculnya HAP seiring dengan perjalanan penyakitnya. Di RSUP Dr. Sardjito, DSA sekundum merupakan penyakit jantung bawaan terbanyak yang terjadi pada dewasa, dimana deteksi dini saat anak-anak masih kurang berjalan dengan baik sehingga pasien datang saat usia dewasa dengan komplikasi yang cukup serius, bahkan sebagian telah mengalami sindroma eisenmenger. HAP terjadi ditandai dengan adanya lesi pleksiformis dan proses angiogenesis yang dipicu oleh VEGF. Level plasma VEGF meningkat pada pasien dengan HAP. Namun terdapat fakta

5 bahwa terapi dengan penghambat reseptor VEGF menyebabkan HAP angiobliteratif. Patogenesis VEGF dalam HAP yang muncul pada pasien DSA sekundum dewasa masih belum diketahui secara menyeluruh. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka timbul pertanyaan penelitian yaitu bagaimana hubungan antara kadar VEGF dengan HAP pada pasien DSA sekundum dewasa yang belum dilakukan penutupan defek? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar VEGF dengan HAP yang terjadi pada pasien DSA sekundum dewasa yang belum dilakukan penutupan defek. E. Manfaat Penelitian E. 1. Manfaat terhadap Ilmu Pengetahuan Peran faktor angiogenik VEGF dan reseptornya dalam patologi HAP masih belum dipahami secara lengkap. Pemahaman keseimbangan antara faktor angiogenik dan antiangiogenik serta peranannya dalam patogenesis HAP akan sangat penting sebelum obat-obat antiangiogenik dipertimbangkan untuk tatalaksana HAP.

6 E. 2. Manfaat terhadap Aplikasi Klinik Insidensi HAP sering ditemukan pada pasien DSA sekundum dewasa yang belum dilakukan penutupan defek. Tidak semua pasien akan memberikan respon yang sama terhadap obat-obatan HAP yang diberikan. Penelitian ini akan mendeskripsikan lebih detail mengenai mekanisme penyakit yaitu tentang kadar VEGF pada HAP terkait DSA sekundum dewasa. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengenai populasi khusus pasien DSA yang mengalami HAP yang akan memberikan respon terhadap terapi antiangiogenik. F. Keaslian Penelitian Dari studi literatur yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang mengevaluasi kadar VEGF pada pasien dengan HAP, yaitu : 1. Tunaoglu et.al. (2013) pada publikasinya dengan judul Vasoactive mediators in congenital heart disease with shunt lesions and pulmonary hypertension, mengukur kadar plasma VEGF pada 53 pasien dengan usia 5 bulan sampai 16 tahun, pasien dibagi menjadi kelompok sianosis dan asianosis, mpap <30 mmhg sebagai non HAP dan >30 mmhg sebagai HAP, PVR rendah <2 U/m 2 dan PVR tinggi >2 U/m 2. Kelompok pasien asianosis dibagi kedalam sub kelompok berdasarkan mpap. Tim peneliti dalam publikasi tersebut menemukan bahwa level VEGF meningkat pada kelompok dengan PVR tinggi. Terdapat korelasi positif antara VEGF

7 dengan tekanan sistolik arteri pulmonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa VEGF memiliki peranan penting pada perkembangan HAP, sehingga evaluasi level VEGF dapat menjadi pedoman untuk manajemen terapi dan penghambat reseptor VEGF mungkin bisa digunakan pada pasien dengan HAP pada penyakit jantung asianosis dengan lesi pirau kiri ke kanan. Pada penelitian ini, populasi yang diambil hanya usia anak-anak dan memasukkan semua penyakit jantung bawaan. 2. Papaioannou et.al. (2009) pada publikasinya dengan judul Serum VEGF levels are related to the presence of pulmonary arterial hypertension in systemic sclerosis, mengukur kadar plasma VEGF pada 40 pasien dengan sklerosis sistemik dan 13 orang kontrol. Tim peneliti dalam publikasi tersebut menemukan bahwa kadar VEGF meningkat pada pasien sklerosis sistemik dengan Systolic Pulmonary Artery Pressure (SPAP) 35 mmhg. Serum VEGF berkorelasi positif dengan SPAP, sehingga menunjukkan peranan VEGF pada patogenesis HAP. Menurut data diatas, sepengetahuan penulis belum ada publikasi, terutama di Indonesia, yang melaporkan hasil penelitian mengenai hubungan yang jelas antara kadar VEGF dengan HAP pada pasien DSA dewasa yang belum dikoreksi. Keaslian rencana penelitian yang diajukan penulis adalah populasi pasien dewasa yang mengalami DSA yang belum dilakukan koreksi penutupan defek dan hubungan antara VEGF dengan HAP, untuk memberikan gambaran mengenai peran VEGF terhadap HAP pada penelitian manusia.