BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Pendidikan yang bermutu akan diperoleh pada sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pemerintah menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di maksud adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kepmendiknas tersebut telah. operasional Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah..

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah. Dapat dikatakan pada saat ini tanggung jawab masing masing

PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SD NEGERI SE-KECAMATAN MUNTILAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

TESIS. Disusun Oleh : Much. Nur Daim. NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Manajemen Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

5.2. Implikasi penelitian Implikasi teori Implikasi terapan

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang belum sepenuhnya dengan harapan dan ketentuan yang. adalah bukan soal mendirikan atau membentuknya, tetapi bagaimana

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian

PENGELOLAAN SUMBER DANA PENDIDIKAN DASAR. (Studi Situs SDN Todanan 1) TESIS

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peluang berpartisipasi tersebut

PENGARUH KEMAMPUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN, SUPERVISI, DAN LINGKUNGAN KERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MBS PADA SMP DI SURAKARTA

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizqi Syaroh Amaliyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

PERSPEKTIF DESENTRALISASI PENDIDIKAN DALAM KONTEKS DESENTRALISASI PEMERINTAHAN DAERAH. (Mada Sutapa) Abstrak

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH. ( Studi Situs SD Negeri Bekonang 02 Kecamatan Mojolaban Sukoharjo) TESIS

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut: 1. Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan pendidikan membuat keberadaan komite sekolah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN

SEJARAH MBS DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI SD NEGERI BENDUNGAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG TESIS

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. satu kewenangan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Kewenangan

KESIMPULAN HASIL PERBANDINGAN

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dan Negara yang otentik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

PERAN PENGURUS OSIS SEBAGAI MOTIVATOR DAN FUNGSI PREVENTIF DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS SEKOLAH PADA SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN

RINGKASAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI SULAWESI SELATAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1 UNIVERSITAS INDONESIA

!"#!$%!&'&()!(*!!(!(''&!!*!)+,!-!'./

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

Kinerja Dewan Pendidikan di Kota Salatiga

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya kebijakan pemerintah dengan kehadiran UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah membawa dampak yang cukup besar dalam berbagai aspek pemerintahan dan iklim demokratisasi di Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah adalah desentralisasi beberapa kewenangan pengelolaan pemerintahan dari pusat kepada daerah. Hal itu telah tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1; ''Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.'' Hakikat desentralisasi dan otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang yang disertai keleluasaan daerah dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan sedemikian rupa sehingga pelayanan kepada masyarakat akan menjadi lebih baik, dan pembangunan daerah dapat lebih terarah secara optimal (Hasbullah, 2006: 33). Menurut Mulyasa (2004: 23) dikatakan bahwa implikasi desentralisasi dalam bidang pendidikan adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya, adanya perubahan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan efisiensi serta 1

2 efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan pada unit-unit kerja di daerah, kepegawaian yang menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang menekankan pada profesionalisme, serta perubahan-perubahan anggaran pembangunan pendidikan. Kabupaten dan kota sebagai basis pengelolaan pendidikan dalam otonomi daerah, menurut Ekosiswoyo (2003: 29) menerima beberapa konsekuensi, yaitu (1) pelimpahan kewenangan administrasi pendidikan yang lebih besar yang diberikan kepada kabupaten dan kota untuk melaksanakan kegiatan pembangunan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya; (2) pelimpahan perubahan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja di daerah; (3) pelimpahan menyangkut perubahan dan pemberdayaan SDM yang menekankan pada profesionalisme; dan (4) pelimpahan perubahan penanganan anggaran pembangunan yang akan dikelola langsung dari pusat ke kabupaten dan kota dalam bentuk "block grant", sehingga menghilangkan kekakuan dan pengkotakan dalam penanganan anggaran. Untuk anggaran pendidikan di sekolah selanjutnya akan diberikan langsung ke sekolah-sekolah. Pada era otonomi pendidikan, kualitas pendidikan akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Ketika pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, maka akan ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerah bersangkutan akan maju. Sebaliknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dalam

3 pembangunan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated, tidak akan pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang (Suyanto; 2002). Dalam era otonomi sekarang ini peran masyarakat yang sebelumnya termarjinalkan, kini sudah saatnya dikikis habis dan diberikan kepercayaan dalam mengatur untuk bisa berperan dalam pemberdayaan dan pengelolaan pendidikan. Tidak hanya sekedar sebagai penyumbang atau dana penambah bagi sekolah yang terlembagakan dalam komite sekolah. Dengan kata lain ketidakseimbangan dan ketimpangan antara hak dan kewajiban pengurus komite sekolah (yang terdiri dari masyarakat yang merupakan kumpulan para wali/ orang tua siswa (peserta didik) dalam manejemen sekolah harus ditiadakan. Karena hal itu telah menjadikan lembaga yang seharusnya mewadahi partisipasi masyarakat-dalam hal ini para orang tua/ wali peserta didik-menjadi lembaga yang tidak ada fungsinya (disfunction). Maka ketika otonomisasi digalakkan adalah sudah saatnya masyarakat (orang tua) diikutsertakan dalam pengambilan keputusan di sekolah dalam berbagai hal. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 8 dan 9. Pada Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2003 menyebutkan hak dan kewajiban masyarakat dalam pendidikan, yaitu bahwa Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan pada Pasal 9 disebutkan mengenai kewajiban masyarakat, yaitu bahwa Masyarakat

4 berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 8 dan 9 UU No. 20 tahun 2003 diatur lebih lanjut melalui Pasal 54 dan peraturan pemerintah (Pasal 54 Ayat 3). Dengan demikian upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditingkatkan. Penyelenggaraan pendidikan dalam otonomi daerah mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini tercermin dalam pola pengelolaan sekolah yang dikenal dengan nama Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah, karena mereka adalah pembayar pendidikan, baik melalui uang sekolah maupun pajak, sehingga sekolahsekolah seharusnya bertanggungjawab terhadap masyarakat. Oleh karena itu masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam ikut serta mengelola pendidikan.

5 Penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan melalui perwakilan fungsi stakeholder, dengan jalan membentuk Komite Sekolah (KS) pada setiap sekolah dan Dewan Pendidikan (DP) di setiap kabupaten/kota. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sedapat mungkin bisa merepresentasikan keragaman yang ada agar benar-benar dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, interaksi antara sekolah dan masyarakat dapat diwujudkan melalui mekanisme pengambilan keputusan antara sekolahsekolah dengan Komite Sekolah, dan interaksi antara para pejabat pendidikan di pemerintah kabupaten/kota dengan Dewan Pendidikan. Bukti tanggungjawab masyarakat terhadap pendidikan diwujudkan dalam fungsi yang melekat pada Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yaitu fungsi pemberi pertimbangan dalam pengambilan keputusan, fungsi kontrol dan akuntabilitas publik, fungsi pendukungan (supports), serta fungsi mediator antara sekolah dengan masyarakat yang diwakilinya. Salah satu upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pendidikan dilakukan melalui pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Tujuan utama pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah untuk meningkatkan tanggungjawab dan peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 pada tanggal 2 April 2002 (Hasbullah, 2006: 47). Dewan Pendidikan dan Komite sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri. Hal ini diartikan bahwa kedua badan ini tidak memiliki

6 hubungan secara hierarkhis dangan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Kedudukan Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat perlu dibentuk Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan. Amanat rakyat ini sejalan dengan konsepsi desentralisasi pendidikan, baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat sekolah. Amanat rakyat dalam undang-undang tersebut telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam Kepmendiknas tersebut disebutkan bahwa peran yang harus diemban Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah (1) sebagai advisory agency (pemberi pertimbangan), (2) supporting agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan), (3) controlling agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan), dan (4) mediator atau penghubung atau pengait tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Di Amerika Serikat, kebanyakan sekolah memiliki apa yang disebut dewan manajemen sekolah (school management council). Dewan ini beranggotakan kepala sekolah, wakil orang tua, wakil guru, dan di beberapa tempat juga anggota masyarakat lainnya, staf administrasi, dan wakil murid di

7 tingkat sekolah menengah. Dewan ini melakukan analisis kebutuhan dan menyusun rencana tindakan yang memuat tujuan dan sasaran terukur yang sejalan dengan kebijakan dewan sekolah di tingkat distrik (Ballantine, 2005: 160). Di beberapa distrik, dewan manajemen sekolah mengambil semua keputusan pada tingkat sekolah. Di sebagian distrik yang lain, dewan ini memberi pendapat kepada kepala sekolah, yang kemudian memutuskannya. Kepala sekolah memainkan peran yang besar dalam proses pengambilan keputusan, apakah sebagai bagian dari sebuah tim atau sebagai pengambil keputusan akhir. Theoretically, local school boards have a tremendous amount of power awarded to them by the state. This power stems from a tradition in our country of democratic lay control over schools. This group of individuals may be known as a board of regents, a board of education, a board of trustees, a board of directors, or a school board. Whatever the label, nearly every school at every level, public or private, has its board (Ballantine, 2005: 160). Di Indonesia, peranan Komite Sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan sudah mulai nampak pada sekolah-sekolah yang maju. Bahkan pada sebagian sekolah unggulan, peranan Komite Sekolah sangat menonjol melalui pembentukan Ikatan Orang Tua Murid (IOM) pada setiap kelas yang dapat mendukung program pembelajaran. Peranan komite sekolah yang sangat baik perlu dijadikan panutan bagi komite-komite sekolah di sekolah-sekolah lain. Dengan peranan yang baik dari pihak komite, maka penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah niscaya akan menjadi semakin berkualitas.

8 Akan tetapi kenyataan berkata lain, karakteristik komite yang berbeda pada masing-masing sekolah juga mempunyai andil dalam menentukan besar kecilnya peranan yang mereka berikan kepada sekolah. Pada komite sekolah yang tersusun atas individu-individu yang benar-benar peduli pada penyelenggaraan pendidikan maka peranan yang diberikan cukup menonjol dalam peningkatan kualitas penyelenggaran pendidikan. Di sisi lain pada komite sekolah yang tersusun atas individu yang menganggap bahwa komite sekolah merupakan lahan kehidupan maka peranan komite sekolah justru akan menjadi penghambat bagi kemajuan sekolah. Kondisi seperti ini banyak terjadi pada sekolah-sekolah di daerah dengan karakteristik sosial ekonomi menengah bawah. Pada kondisi ini, di mana sebagian pengurus komite menganggap bahwa menjadi komite adalah suatu mata pencaharian, maka peranan komite seolah-olah menjadi lahan untuk memperoleh pendapatan. Untuk itu diperlukan suatu sosialisasi yang intensif dengan memberikan pemahaman bahwa menjadi pengurus komite merupakan suatu pengabdian bukannya sebagai mata pencaharian. Minimnya pemahaman tentang peranan komite sekolah yang akhirnya menjadi hambatan dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dikemukakan oleh Dharma sebagai berikut: tidak berminat untuk terlibat, tidak efisien, pikiran kelompok, kurangnya pelatihan dan kesulitan dalam hal koordinasi (Dharma, 2003: 4-5). Dalam hal keengganan untuk ikut terlibat, menurut Dharma dikatakan bahwa sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak

9 berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu. Hal yang sama terjadi pula di sekolah-sekolah di kota kecil seperti di Kabupaten Wonogiri, khususnya di Kecamatan Baturetno. Komite sekolah tidak terlihat perananannya dalam mendukung proses pendidikan di sekolahsekolah tersebut, terutama di sekolah-sekolah swasta yang kehadirannya lebih banyak merupakan inisiatif masyarakat yang sangat membutuhkan pelayanan pendidikan di wilayah sekitar mereka. Kehadiran komite sekolah dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah di daerah pedesaan melebihi dari sekedar sarana formalitas untuk memenuhi syarat administrasi sekolah. Kehadiran Komite Sekolah di sekolah-sekolah di pedesaan, terutama di sekolah-sekolah swasta cukup signifikan dalam mendukung proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Hal ini dikarenakan bahwa Komite Sekolah selalu mendukung proses pendidikan di sekolah dari sejak perencanaan hingga evaluasinya. Contoh nyata dari peranan Komite Sekolah dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan di daerah pedesaan ditunjukkan dengan keterlibatan komite tersebut dalam pembangunan gedung sekolah. Hal ini

10 dimanifestasikan dalam keterlibatan mereka dari perencanaan hingga pengawasan proses pembangunan. Salah satu contoh dari peranan masyarakat dalam mendukung sekolah adalah peranan masyarakat dalam pembangunan gedung sekolah di SD Kanisius Watuagung Kecamatan Baturetno. Masyarakat sangat mendukung pembangunan sekolah ini mengingat pada saat itu belum ada satu SD pun yang ada di Desa Watuagung, sehingga putra-putri mereka harus menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk memperoleh pendidikan tingkat Sekolah Dasar. Dalam kaitannya dengan pikiran kelompok, dikatakan oleh Dharma (2003: 4) bahwa setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit "pikiran kelompok." Hal ini sangat berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak bersifat realistis. Mengenai kurangnya pelatihan, Dharma (2003: 6) menjelaskan bahwa pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya. Hal ini pada gilirannya

11 mengakibatkan kondisi bahwa harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka fokus dalam penelitian ini adalah peranan komite sekolah dalam proses pendidikan di Sekolah Dasar swasta di Kecamatan Baturetno, Wonogiri. Fokus tersebut dapat dijabarkan ke dalam tiga sub fokus sebagai berikut. 1. Karakteristik peranan Komite Sekolah dalam perencanaan proses pendidikan di Sekolah Dasar swasta di Kecamatan Baturetno Wonogiri. 2. Karakteristik struktur anggota Komite Sekolah di Sekolah Dasar swasta di Kecamatan Baturetno Wonogiri. 3. Karakteristik faktor pendukung dan penghambat Komite Sekolah dalam menjalankan peranannya dalam mendukung proses pendidikan di Sekolah Dasar swasta di Kecamatan Baturetno Wonogiri. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.

12 1. Untuk mendeskripsikan karakteristik peranan Komite Sekolah dalam perencanaan proses pendidikan di Sekolah Dasar swasta di Kecamatan Baturetno Wonogiri. 2. Untuk mendeskripsikan karakteristik struktur anggota Komite Sekolah di Sekolah Dasar swasta di Kecamatan Baturetno Wonogiri. 3. Untuk mendeskripsikan karakteristik faktor pendukung dan penghambat Komite Sekolah dalam menjalankan peranannya dalam mendukung proses pendidikan di Sekolah Dasar swasta di Kecamatan Baturetno Wonogiri. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian mengenai peranan Komite Sekolah yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baik yang bersifat praktis maupun yang bersifat teoritis. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Praktis a. Sebagai sumbangan informasi bagi para Komite Sekolah pada Sekolah Dasar di Kecamatan Baturetno Wonogiri pada khususnya, dan lembaga pendidikan pada umumnya tentang peranan komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. b. Dengan mengetahui tentang tentang peranan komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, maka diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi dan peranan yang diberikan oleh Komite Sekolah dalam meningkatkan kualitas penyelenggaran pendidikan.

13 2. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain adalah sebagai berikut. a. Memberikan sumbangan wawasan bagi penelitian tentang manajemen pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat dalam menerapkan teori dan mendapatkan gambaran dan pengalaman praktis dalam penelitian mengenai manajemen pendidikan. E. Daftar Istilah 1. Komite Sekolah Komite Sekolah merupakan institusi yang dibentuk untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam pengelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. 2. Proses Pendidikan Proses penyelenggaraan pendidikan merupakan kegiatan dalam pengelolaan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.