BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar 1.49% dari tahun 2000 ke 2010, yaitu dari jumlah penduduk sekitar 206 juta pada tahun 2000 menjadi 237 juta pada tahun 2010 [1]. Kenaikan penduduk ini menyebabkan bertambahnya penyediaan sarana dan prasarana, salah satunya adalah perumahan dan permukiman. Menurut data Energy Information Administration tahun 2006, bangunan komersial dan bangunan hunian mengonsumsi energi sebesar 48%, konsumsi energi listrik sebesar 76%, dan konsumsi total energi untuk air bersih sebesar 15%. Bangunan juga menggunakan material baku sebesar 50%, yang sebagian tidak dapat diperbaharui dan menghasilkan 36% dari sampah dunia. Fakta tersebut menunjukkan bahwa sektor bangunan mempunyai andil besar dalam kerusakan lingkungan [5]. Konsumsi energi yang besar membutuhkan upaya pembangkitan energi yang lebih besar pula. Dalam upaya pembangkitan energi, dihasilkan sejumlah emisi yang merusak lingkungan. Emisi yang berbahaya terhadap lingkungan salah satunya adalah emisi karbondioksida (CO 2 ). Emisi CO 2 di Indonesia masih begitu besar. Menurut Asian Development Bank, emisi karbondioksida di Indonesia antara tahun 1990 sampai 2004 meningkat sebesar 164 juta metrik ton, dengan sumbangan emisi karbon ke dunia sebesar 1.3% pada tahun 2004. Sedangkan untuk emisi karbon per kapita di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 1.7 metrik ton [2]. 1
2 Tabel 1.1. Emisi Karbondioksida di Berbagai Negara (1990 dan 2004) [2] Negara Total (juta metrik ton) Per kapita (metrik ton) Sumbangan ke Dunia (%) 1990 2004 1990 2004 1990 2004 Jepang 1071 1257 8.7 9.9 4.7 4.3 Amerika Serikat 4818 6046 19.3 20.6 21.1 20.9 Inggris 579 587 10.0 9.8 2.6 2.0 Jerman 980 808 12.3 9.8 4.3 2.8 Korea Selatan 241 465 5.6 9.7 1.1 1.6 Malaysia 55 178 3.0 7.5 0.2 0.6 Rusia 1984 1524 13.4 10.6 8.8 5.3 Thailand 96 268 1.7 4.2 0.4 0.9 Tiongkok 2399 5007 2.1 3.8 10.6 17.3 Filipina 44 81 0.7 1.0 0.2 0.3 Sri Lanka 4 12 0.2 0.6 - - Vietnam 21 99 0.3 1.2 0.1 0.3 Indonesia 214 378 1.2 1.7 0.9 1.3 India 682 1342 0.8 1.2 3.0 4.6 Pakistan 68 126 0.6 0.8 0.3 0.4 Bangladesh 15 37 0.1 0.3 0.1 0.1 Penambahan fasilitas perumahan dan permukiman berdampak pada perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya pembangunan pada sektor bangunan, tingkat emisi karbon juga akan meningkat. Pada tahun 2005, bangunan di Indonesia menyumbang emisi karbon sebesar 23 juta ton dari sekitar 2.05 milyar ton total keseluruhan emisi [3].
3 Gambar 1.1. Emisi CO 2 di Indonesia tahun 2005(dalam juta ton) [3] Peningkatan angka pembangunan pada sektor harus diikuti langkahlangkah penyelamatan lingkungan. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan prinsip green building pada bangunan yang akan dibangun maupun yang sudah dibangun. Green building adalah upaya sistematis untuk menciptakan, mempertahankan, dan mempercepat dalam praktik, teknologi, dan perilaku untuk mengurangi dampak lingkungan terkait pembangunan sekaligus menciptakan tempat-tempat yang lebih sehat dan lebih memuaskan bagi orang-orang [4]. Beberapa negara telah mengeluarkan sistem rating untuk mengetahui apakah sebuah bangunan layak mendapat sertifikat green building atau tidak. Di Amerika Serikat terdapat sistem rating LEED (Leadership in Energy and Environmental Design), di Inggris ada BREEM (Building Research Establishment s Environment Assessment Method), di Jepang ada CASBEE (Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency). Sejak tahun 2009, Indonesia memiliki GBCI (Green Building Council Indonesia) yang mengeluarkan metode greenship. Gedung Grha Wiksa Praniti merupakan salah satu gedung yang dimiliki oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang dibangun pada tahun 2012 dan diklaim merupakan salah satu bangunan yang telah menerapkan konsep green building. Gedung ini terletak di jalan Turangga nomor 5-7 Bandung. Untuk mengetahui
4 seberapa hijau gedung Grha Wiksa Praniti tersebut, tentu harus dilakukan pengujian menggunakan sistem rating yang ada saat ini. Pada penelitian ini, akan dilakukan pengujian gedung Grha Wiksa Praniti untuk mengetahui tingkat kehijauan bangunan tersebut menggunakan sistem rating Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency (CASBEE) yang berasal dari Jepang. Sistem rating dalam penelitian ini menggunakan CASBEE for New Construction karena gedung Grha Wiksa Praniti termasuk gedung baru yang dibangun pada tahun 2012. Dalam sistem rating ini terbagi menjadi dua klasifikasi yaitu non-residential dan residential. Pada klasifikasi non-residential terdapat jenis bangunan seperti perkantoran, sekolah, rumah makan, gedung pertemuan dan pabrik. Sementara pada klasifikasi residential terdapat jenis bangunan rumah sakit, perhotelan dan apartemen. Gedung Grha Wiksa Praniti termasuk pada klasifikasi non-residential dengan jenis bangunan gedung pertemuan. Dalam memberikan rating dengan menggunakan CASBEE for New Construction, terdapat tiga kondisi bangunan yaitu bangunan dalam tahap perencanaan desain, tahap pelaksanaan pembangunan dan tahap bangunan telah selesai dibangun. Nilai rating dalam CASBEE disebut Built Environment Efficiency (BEE). Nilai BEE merupakan perbandingan dari environmental quality of the building (Q) dengan environmental load reduction of the building (LR). Dari nilai BEE yang didapat maka akan diketahui golongan bangunan tersebut. Dalam CASBEE terdapat lima golongan yaitu golongan S (excellent), A (very good), B + (good), B - (fairy poor) dan C (poor). Setiap golongan memiliki rentang nilai BEE masing-masing. I.2. Perumusan Masalah Penelitian ini menitikberatkan pada penggunaan sistem rating CASBEE untuk mengevaluasi gedung Grha Wiksa Praniti yang diklaim sebagai green building. Selanjutnya diperlukan implementasi bangunan berkelanjutan melalui sertifikasi green building menggunakan sistem rating yang ada. Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
5 1. Penelitian dilakukan di Gedung Grha Wiksa Praniti, Puslitbang Permukiman, Badan Litbang Pekerjaan Umum jalan Turangga nomor 5-7 Bandung pada bulan Februari - Maret 2014 2. Penelitian ini menggunakan sistem rating Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency (CASBEE) for New Construction tahun 2010. 3. Keberhasilan penilaian gedung Grha Wiksa Praniti dibatasi oleh kondisi lapangan, ketersediaan data sekunder, dan ketersediaan alat yang dibutuhkan untuk pengukuran 4. Hasil penelitian berupa tingkat rangking dari bangunan sesuai yang ada di sistem rating CASBEE. 5. Standar yang digunakan dalam penilaian menggunakan standar yang ada di Indonesia. 6. Data yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan data yang diperoleh di lapangan. I.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengimplementasikan metode CASBEE sebagai instrument pengukuran kinerja bangunan. 2. Mengevaluasi kinerja gedung Grha Wiksa Praniti dan memberikan penilaian kinerja dengan sistem rating CASBEE. 3. Mengevaluasi implementasi sistem rating CASBEE pada bangunan gedung, terutama di Indonesia. I.4. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan evaluasi penggunaan sistem rating CASBEE dan atau sistem pemeringkatan bangunan hijau dari luar negeri jika digunakan untuk menilai bangunan di Indonesia. Selanjutnya hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi jika nantinya hasil penelitian tidak sesuai perkiraan.