BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

III. MATERI DAN METODE

BAHAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN. Medan Area jalan Kolam No1 Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian 20 m

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dileksanakan dari bulan Juni sampai September 2013, lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAB III MATERI DAN METODE. sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Perternaka UIN Suska Riau. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari tanggal

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

III. BAHAN DAN METODE. Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan,

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. Agustus Bertempat di green house Universitas Muhammadiyah Malang.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

BAB IV METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di perumahan Jalan Tombak No.49A Medan,

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. MATERI DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan (rumah kassa) Fakultas

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, terletak di jalan

III. MATERI DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, selama 3 bulan dimulai dari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur, Jurusan

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa)

III. MATERI DAN METODE

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

BAHAN DAN METODE. ketinggian tempat 41 m di atas permukaan laut pada titik koordinat LU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada April sampai dengan Juni 2012 di Perum Polda 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.

SKRIPSI OLEH : ANI MEGAWATI SIMBOLON** BDP-AGRONOMI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

Dari kedua faktor tersebut diperoleh 9 kombinasi, adapun kombinasi perlakuannya sebagai berikut:

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

I. BAHAN DAN METODE. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

Transkripsi:

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2008 (empat bulan). Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek batang tanaman kamboja jepang, zat pengatur tumbuh akar (Rootone F), top soil, kascing, pasir, sekam bakar, air, alkohol 70%, kertas label, polibag dengan ukuran diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gembor, meteran, pisau tajam, handsprayer, kalkulator, timbangan analitik, dan alat-alat lain yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu : Faktor I : Zat pengatur tumbuh akar (Rootone-F), dengan 3 taraf, yaitu : R 0 = kontrol R 1 = konsentrasi 100 ppm

R 2 = konsentrasi 200 ppm R 3 = konsentrasi 300 ppm Faktor II : Media tanam dengan 3 taraf, yaitu : M 1 = Pasir + top soil (2:1) M 2 = Pasir + kascing (2:1) M 3 = Pasir + arang sekam (2:1) Sehingga diperoleh 12 kombinasi : R 0 M 1 R 1 M 1 R 2 M 1 R 3 M 1 R 0 M 2 R 1 M 2 R 2 M 2 R 3 M 2 R 0 M 3 R 1 M 3 R 2 M 3 R 3 M 3 Jumlah Ulangan : 3 Jumlah Kombinasi : 12 Jumlah Plot : 36 Jumlah Tanaman/ Plot : 4 Jumlah Sampel/ Plot : 2 Jumlah Tanaman Seluruhnya : 144 Jumlah Sampel Seluruhnya : 72 Jarak antar Blok Jarak antar Plot : 30 cm : 30 cm Dari data penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana : Yijk = Hasil pengamatan perlakuan Rootone F pada taraf ke-i dan media tanam pada taraf ke-j μ αi βj (αβ)ij = Nilai tengah = Pengaruh Rootone F pada taraf ke-i = Pengaruh media tanam pada taraf ke-j = Pengaruh interaksi Rootone F pada taraf ke-i dan media tanam pada taraf ke-j εijk = Pengaruh galat yang disebabkan perlakuan Rootone F pada taraf ke-i dan media tanam pada taraf ke-j pada ulangan ke-k Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji DMRT dengan taraf 5% (Bangun, 1991).

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Media Tanam Media tanam terdiri dari top soil, kascing, pasir, dan sekam bakar. Pasir terlebih dahulu disterilisasi dengan cara digongseng. Sedangkan sekam bakar, top soil dan kascing tidak disterilisasi, karena top soil, sekam bakar dan kascing yang digunakan sudah siap pakai. Kemudian media tanam tersebut dicampur hingga merata sesuai dengan perbandingan pada komposisi perlakuan dan dimasukkan ke dalam polibag berdiameter 12 cm dengan panjang 28 cm. Media tanam diisikan ke polibag hingga setinggi 24 cm. Persiapan Bahan Tanaman Bahan tanaman diambil dari utama tanaman yang sudah berkayu (minimal berumur 1 tahun), dengan pertumbuhan sehat dan normal. Bahan tanaman diambil dengan cara memotong batang menggunakan pisau tajam dengan kriteria batang berwarna hijau ke-abu-abuan, sudah berkayu, tetapi tidak terlalu tua, batang lurus dan sehat, panjang batang 20-22 cm, diameter batang 1 1,5 cm. Semua bahan tanaman yang digunakan memiliki kriteria yang sama. Lalu potongan batang diletakan pada posisi horizontal agar getah mengalir ke bawah. Potongan batang dikeringanginkan selama 1 minggu di tempat teduh. Pengambilan bahan tanaman dilakukan pada pagi hari.

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Akar (Rootone F) Rootone F diaplikasikan dengan cara menambahkan sedikit alkohol untuk melarutkan kemudian ditambahkan air sehingga menjadi larutan. Kemudian bahan tanaman direndam pada larutan setinggi 5 cm selama + 2 jam. Penanaman Setek Kamboja Jepang Jumlah setek per polibag sebanyak 1 batang, penanaman setek dilakukan dengan memasukkan setek secara tegak tepat di bagian tengah polibag. Setek yang terbenam media adalah sedalam 5 cm. Setelah setek ditanam, kemudian media tanam di siram dengan air hingga kapasitas lapang. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman Penyiraman dilakukan tiga hari sekali yaitu pagi atau sore hari secara merata pada seluruh tanaman dengan menggunakan gembor dan air bersih. Penyisipan Penyisipan dilakukan guna mengganti tanaman yang rusak akibat hama, penyakit ataupun kerusakan mekanis lainnya. Batas waktu penyisipan adalah 12 minggu setelah tanam. Penyiangan polibag. Penyiangan di lakukan secara manual, untuk gulma yang terdapat dalam

Pengamatan Parameter Persentase Setek Bertunas (%) Dihitung pada 4 minggu setelah tanam yaitu dengan menghitung setek yang bertunas dibagi jumlah tanaman pada masing-masing plot dikali 100%. Persentase setek bertunas dihitung pada akhir penelitian Rumus % setek bertunas = jumlah setek yang bertunas x 100% jumlah setek tiap plot Jumlah Tunas Jumlah tunas dihitung satu kali pada setiap tanaman sampel yang dilakukan pada akhir penelitian. Panjang Tunas (cm) Panjang tunas diukur dari pangkal tumbuhnya tunas sampai titik tumbuh tertinggi. Tunas yang diukur adalah tunas yang terpanjang dan dilakukan sejak 12 minggu setelah tanam dengan interval 2 minggu sekali. Jumlah Daun (helai) Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang sudah membuka sempurna. Jumlah daun dihitung pada akhir penelitian. Jumlah Akar Primer Jumlah akar primer dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah akar terdekat yang keluar pada pangkal setek.

Panjang Akar Primer (cm) Panjang akar diukur pada akhir penelitian dimulai dari pangkal stek sampai ujung akar dengan menggunakan dengan menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan pada akar terpanjang. Bobot Basah Akar (g) Bobot basah akar diukur dengan cara menimbang akar yang telah dipotong dan dibersihkan. Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot Basah Tunas (g) Bobot basah tunas yang ditimbang adalah dengan memotong tunas yang keluar selama penelitian dan dibersihkan. Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot Kering Akar (g) Akar yang telah ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi akar tadi diovenkan dengan suhu 70 0 C selama 2 x 24 jam. Setelah itu akar dikeluarkan dari amplop dan dihitung bobot kering akar dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot Kering Tunas (g) Bagian atas tanaman yang telah ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi bagian atas tanaman tadi diovenkan dengan suhu 70 0 C selama 2 x 24 jam. Setelah itu dikeluarkan dari amplop dan dihitung bobot kering akar dengan menggunakan timbangan analitik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis data secara statistik menunjukkan pemberian berbagai konsentrasi Rootone F berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, panjang tunas 12 dan 14 MST, jumlah daun, panjang akar bobot basah akar, bobot basah tunas, bobot kering akar dan bobot kering tunas, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek bertunas dan panjang tunas 16 MST. Komposisi berbagai media tanam berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Interaksi antara Rootone F dan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer., tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek bertunas, jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang akar, bobot basah akar,bobot basah tunas, bobot kering akar dan bobot kering tunas. Persentase Setek Bertunas (%) Hasil pengamatan persentase setek bertunas dan daftar sidik ragam persentase setek bertunas dapat dilihat pada Lampiran 3-4 yang menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Rootone F dan media serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Tabel 2. Rataan Persentase Setek Bertunas Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 67.07 74.13 57.07 60.00 64.56a M 2 (Pasir + Kascing) 67.07 74.13 74.13 62.07 69.35a M 3 (Pasir + Arang sekam) 55.00 70.40 74.13 69.13 67.16a Rataan 63.04a 72.88a 68.44a 63.73a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase setek bertunas tertinggi pada perlakuan konsentrasi Rootone F yaitu pada konsentrasi 100 ppm (72,88 %) dan yang terendah pada konsentrasi 0 ppm (63,04 %). Persentase setek bertunas tertinggi pada perlakuan media yaitu pada perlakuan Pasir + kascing (69,35 %) dan yang terendah Pasir + top soil (64,56 %). Sedangkan interaksi kedua perlakuan, persentase setek bertunas tertinggi pada perlakuan R 1 M 1, R 1 M 2, R 2 M 2 dan R 2 M 3 (74,13 %) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 3 (55 %). Jumlah Tunas Hasil pengamatan jumlah tunas dan daftar sidik ragam jumlah tunas dapat dilihat pada Lampiran 5-6 yang menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Rootone F berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, sedangkan perlakuan media serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata. Tabel 3. Rataan Jumlah Tunas Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 1.00 1.33 1.00 1.67 1.25a M 2 (Pasir + Kascing) 1.67 1.33 1.00 1.50 1.37a M 3 (Pasir + Arang sekam) 1.50 1.17 1.00 2.00 1.41a Rataan 1.39ab 1.27bc 1bc 1.72a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah tunas tertinggi pada perlakuan konsentrasi Rootone F yaitu pada konsentrasi 300 ppm (1,72) dan yang terendah pada konsentrasi 200 ppm (1). Jumlah tunas tertinggi pada perlakuan media yaitu pada perlakuan pasir + arang sekam (1,41) dan yang terendah Pasir + top soil (1,25). Sedangkan interaksi kedua perlakuan, jumlah tunas tertinggi pada perlakuan R 3 M 3 (2) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 1, R 2 M 1, R 2 M 2 dan R 2 M 3 (1). Pengaruh konsentrasi Rootone F pada berbagai media terhadap jumlah tunas, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 1 Jumlah Tunas 2 1.5 1 0.5 ŷ = 1.4472-0.0055x + 2E-05x 2 R 2 = 0.7458 ymin = 1.45 0 0 50 100 150 200 250 300 350 Gambar 1. Hubungan konsentrasi Rootone F dengan jumlah tunas bibit tanaman kamboja jepang Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F dengan jumlah tunas bibit tanaman kamboja jepang adalah kuadratik dimana jumlah tunas menurun pada konsentrasi Rootone F 100 ppm (R 1 ) dan meningkat pada konsentrasi Rootone F 300 ppm (R 3 ) bibit tanaman kamboja jepang yang digunakan.

Panjang Tunas Hasil pengamatan panjang tunas dan daftar sidik ragam panjang tunas dapat dilihat pada Lampiran 7-10 yang menunjukkan bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap panjang tunas 12 dan 14 MST, sedangkan perlakuan Rootone F terhadap panjang tunas 16 MST, media serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata. Tabel 4. Rataan Panjang Tunas 12 sampai 16 MST Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Perlakuan Panjang Tunas (MST) 12 14 16 R 0 (0) 0.21b 0.26b 0.33a R 1 (100) 0.20b 0.24b 0.33a R 2 (200) 0.25ab 0.28b 0.37a R 3 (300) 0.32a 0.38a 0.52a Media Tanam (M) M 1 (Pasir + Top soil) 0.24a 0.28a 0.39a M 2 (Pasir + Kascing) 0.26a 0.32a 0.44a M 3 (Pasir + Arang sekam) 0.23a 0.27a 0.34a Interaksi (RxM) R 0 M 1 0.16 0.19 0.26 R 0 M 2 0.28 0.38 0.47 R 0 M 3 0.19 0.21 0.26 R 1 M 1 0.23 0.28 0.38 R 1 M 2 0.22 0.25 0.33 R 1 M 3 0.16 0.21 0.28 R 2 M 1 0.23 0.27 0.33 R 2 M 2 0.28 0.32 0.49 R 2 M 3 0.23 0.24 0.29 R 3 M 1 0.33 0.40 0.57 R 3 M 2 0.28 0.32 0.48 R 3 M 3 0.34 0.41 0.52 Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Tabel 5. Rataan Panjang Tunas 16 MST Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam Konsentrasi Rootone F R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 0.26 0.38 0.33 0.57 0.39a M 2 (Pasir + Kascing) 0.47 0.33 0.49 0.48 0.44a M 3 (Pasir + Arang sekam) 0.26 0.28 0.29 0.52 0.34a Rataan 0.33a 0.33a 0.37a 0.52a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 5 menunjukkan bahwa konsentrasi Rootone F berpengaruh tidak nyata, dimana panjang tunas tertinggi yaitu pada konsentrasi 300 ppm (0,52) dan yang terendah pada konsentrasi 0 ppm dan 100 ppm (0,33). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata, dimana panjang tunas tertinggi pada perlakuan pasir + top soil (0,39) dan yang terendah pasir + arang sekam (0,34). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata, dimana panjang tunas tertinggi pada perlakuan R 3 M 1 (0,57) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 1 dan R 0 M 3 (0,26). Jumlah Daun Hasil pengamatan jumlah daun dan daftar sidik ragam jumlah daun dapat dilihat pada Lampiran 15-16 yang menunjukkan bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan perlakuan media serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Tabel 6. Rataan Jumlah Daun Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 1.76 2.35 2.41 3.59 2.52a M 2 (Pasir + Kascing) 3.20 2.61 2.49 3.07 2.84a M 3 (Pasir + Arang sekam) 2.26 2.64 2.41 3.19 2.62a Rataan 2.40cd 2.53b 2.43bc 3.28a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, dimana tertinggi pada konsentrasi 300 ppm (3,28) dan yang terendah pada konsentrasi 0 ppm (2,40). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, dimana tertinggi pada perlakuan media yaitu pada perlakuan Pasir + kascing (2,84) dan yang terendah pasir + arang sekam (2,52). Kombinasi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, dimana tertinggi pada perlakuan R 3 M 1 (3,59) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 1 (1,76). Pengaruh Rootone F pada berbagai media terhadap jumlah daun, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 2 Jumlah Daun (helai) 4 3 2 1 ŷ =2.2846 + 0.0025x r = 0.7852 0 0 50 100 150 200 250 300 350 Gambar 2. Hubungan konsentrasi Rootone F dengan tanaman kamboja jepang jumlah daun bibit

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F dengan jumlah daun bibit tanaman kamboja jepang adalah linier yang artinya jumlah daun akan meningkat sejalan dengan semakin tinggi konsentrasi Rootone F yang akan digunakan dengan konsentrasi Rootone F 300 ppm (R 3 ). Jumlah Akar Primer Hasil pengamatan jumlah akar primer dan daftar sidik ragam jumlah akar primer dapat dilihat pada Lampiran 19-20 yang menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Rootone F berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer dan interaksi kedua perlakuan, sedangkan perlakuan media berpengaruh tidak nyata. Tabel 7. Rataan Jumlah Akar Primer Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) M 1 (Pasir + Top soil) 1.29gh 2.11abcd 1.53defgh 2.16abc M 2 (Pasir + Kascing) 2.31a 1.72abcdefg 1.65bcdefgh 2.00abcdef M 3 (Pasir + Arang sekam) 1.69bcdefgh 2.16abc 2.03abcde 2.18ab Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian Rootone F berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer, dimana tertinggi pada konsentrasi 300 ppm (2,10) dan yang terendah pada konsentrasi 200 ppm (1,73). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar primer, dimana tertinggi pada perlakuan media yaitu pada perlakuan pasir + arang sekam (2,01) dan yang terendah pada media pasir + top soil (1,77). Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer, dimana tertinggi pada perlakuan R 0 M 2 (2,31) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 1 (1,29).

Pengaruh Rootone F pada berbagai media terhadap jumlah akar primer, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 3 Jumlah Akar Primer 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 ŷ = 1.2898 + 0.024x - 0.0002x 2 + 4E-07x 3 R 2 = 1 ymax = 2.16 dan ymin = 1.53 0 50 100 150 200 250 300 350 Pasir + Top soil Pasir + Kascing Pasir + Arang sekam Gambar 3. Hubungan konsentrasi Rootone F pada berbagai media tanam terhadap jumlah akar primer bibit tanaman kamboja jepang Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F pada berbagai media tanam terhadap jumlah akar primer bibit tanaman kamboja jepang adalah kubik, jumlah akar primer akan meningkat pada konsentrasi Rootone F 100 ppm (R 1 ) dan menurun pada konsentrasi Rootone F 200 ppm (R 3 ) yang digunakan. Panjang Akar Hasil pengamatan panjang akar dan daftar sidik ragam panjang akar dapat dilihat pada Lampiran 23-24 yang menunjukkan bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap panjang akar primer, sedangkan perlakuan media dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Tabel 8. Rataan Panjang Akar Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 1.94 2.83 3.03 3.58 2.84a M 2 (Pasir + Kascing) 2.78 2.18 2.42 2.53 2.47a M 3 (Pasir + Arang sekam) 1.53 2.33 2.56 2.98 2.34a Rataan 2.08cd 2.44bc 2.67ab 3.03a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian Rootone F berpengaruh nyata terhadap panjang akar, dimana tertinggi pada konsentrasi 300 ppm (3,03) dan yang terendah pada konsentrasi 0 ppm (2,08). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar, dimana tertinggi pada perlakuan media yaitu pada media pasir + top soil (2,84) dan yang terendah pada media pasir + arang sekam (2,34). Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar, dimana tertinggi pada perlakuan R 3 M 1 (3,58) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 3 (1,53). Pengaruh konsentrasi Rootone F pada berbagai media terhadap panjang akar, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 4 Panjang Akar (cm) 4 3 2 1 ŷ = 2.0975 + 0.0031x r = 0.9958 0 0 50 100 150 200 250 300 350 Gambar 4. Hubungan konsentrasi Rootone F dengan panjang akar bibit tanaman kamboja jepang

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F dengan panjang akar bibit tanaman kamboja jepang adalah linier yang artinya panjang akar akan meningkat sejalan dengan semakin tinggi konsentrasi Rootone F yang akan digunakan dengan konsentrasi Rootone F 300 ppm (R 3 ). Bobot Basah Akar Hasil pengamatan bobot basah akar dan daftar sidik ragam bobot basah akar dapat dilihat pada Lampiran 27-28 yang menunjukkan bahwa konsentrasi Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar, sedangkan perlakuan media dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata. Tabel 9. Rataan Bobot Basah Akar Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 0.79 1.33 1.24 1.57 1.23a M 2 (Pasir + Kascing) 1.14 0.89 1.28 1.23 1.13a M 3 (Pasir + Arang sekam) 0.77 1.17 1.00 1.45 1.09a Rataan 0.90bc 1.13ab 1.17ab 1.41a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 9 menunjukkan bahwa pemberian Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar, dimana tertinggi pada konsnetrasi 300 ppm (1,41) dan yang terendah pada konsentrasi 0 ppm (0,9). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar, dimana tertinggi pada perlakuan media yaitu pada media pasir + top soil (1,23) dan yang terendah pada media pasir + arang sekam (1,09). Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar, dimana tertinggi pada perlakuan R 3 M 1 (1,57) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 3 (0,77).

Pengaruh Rootone F pada berbagai media terhadap bobot basah akar, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 5 Bobot Basah Akar (g) 1.5 1 0.5 ŷ = 0.9171 + 0.0016x r = 0.9971 0 0 50 100 150 200 250 300 350 Gambar 5. Hubungan konsentrasi Rootone F dengan bobot basah akar bibit tanaman kamboja jepang Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F dengan bobot basah akar bibit tanaman kamboja jepang adalah linier yang artinya bobot basah akar akan meningkat sejalan dengan semakin tinggi konsentrasi Rootone F yang akan digunakan dengan konsentrasi Rootone F 300 ppm (R 3 ). Bobot Basah Tunas Hasil pengamatan bobot basah tunas dan daftar sidik ragam bobot basah tunas dapat dilihat pada Lampiran 29-30 yang menunjukkan bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot basah tunas, sedangkan perlakuan media dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata. Tabel 10. Rataan Bobot Basah Tunas Pada Berbagai Konsnetrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 0.37 1.68 1.80 3.05 1.72a M 2 (Pasir + Kascing) 2.50 1.62 2.77 2.85 2.43a M 3 (Pasir + Arang sekam) 0.45 1.42 1.25 2.73 1.46a Rataan 1.10b 1.57b 1.94b 2.87a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Tabel 10 menunjukkan bahwa pemberian Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot basah tunas, dimana tertinggi pada perlakuan R 3 (2,87) dan yang terendah pada perlakuan R 0 (1,10). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tunas, dimana tertinggi pada perlakuan media yaitu pada perlakuan M 2 (2,43) dan yang terendah M 3 (1,46). Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar, dimana tertinggi pada perlakuan R 3 M 1 (3,05) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 1 (0,37). Pengaruh konsentrasi Rootone F pada berbagai media terhadap bobot basah tunas, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 6 Bobot Basah Tunas (g) 4 3 2 1 ŷ = 1.0211 + 0.0057x r = 0.9765 0 0 50 100 150 200 250 300 350 Gambar 6. Hubungan konsentrasi Rootone F bobot basah tunas bibit tanaman kamboja jepang Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F dengan bobot basah tunas bibit tanaman kamboja jepang adalah linier yang artinya bobot basah tunas akan meningkat sejalan dengan semakin tinggi konsentrasi Rootone F yang akan digunakan dengan konsentrasi Rootone F 300 ppm (R 3 ).

Bobot Kering Akar Hasil pengamatan bobot kering akar dan daftar sidik ragam bobot kering akar dapat dilihat pada Lampiran 33-34 yang menunjukkan bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, sedangkan perlakuan media dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata. Tabel 11. Rataan Bobot Kering Akar Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 0.71 0.93 0.91 0.93 0.86a M 2 (Pasir + Kascing) 0.82 0.75 0.87 0.81 0.81a M 3 (Pasir + Arang sekam) 0.73 0.86 0.79 0.92 0.82a Rataan 0.75c 0.84ab 0.85ab 0.88a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 11 menunjukkan bahwa pemberian Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, dimana tertinggi pada konsentrasi 300 ppm (0,88) dan yang terendah pada konsentrasi 0 ppm (0,75). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar, dimana tertinggi pada perlakuan media yaitu pada perlakuan pasir + top soil (0,86) dan yang terendah pasir + kascing (0,81). Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar, dimana tertinggi pada perlakuan R 3 M 1 (0,93) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 1 (0,71).

Pengaruh Rootone F pada berbagai media terhadap bobot kering akar, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 7 Bobot Kering Akar (g) 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 ŷ = 0.7747 + 0.0004x r = 0.9165 0.7 0 50 100 150 200 250 300 350 Gambar 7. Hubungan konsentrasi Rootone F dengan bobot kering akar bibit tanaman kamboja jepang Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F dengan bobot kering akar bibit tanaman kamboja jepang adalah linier yang artinya bobot kering akar akan meningkat sejalan dengan semakin tinggi konsentrasi Rootone F yang akan digunakan dengan konsentrasi Rootone F 300 ppm (R 3 ). Bobot Kering Tunas Hasil pengamatan bobot kering tunas dan daftar sidik ragam bobot kering tunas dapat dilihat pada Lampiran 37-38 yang menunjukkan bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot kering tunas, sedangkan perlakuan media dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Tabel 12. Rataan Bobot Kering Tunas Pada Berbagai Konsentrasi Rootone F dan Komposisi Media Tanam Media Tanam R 0 (0) R 1 (100) R 2 (200) R 3 (300) Rataan M 1 (Pasir + Top soil) 0.72 0.84 0.84 0.96 0.83a M 2 (Pasir + Kascing) 0.89 0.84 0.92 0.95 0.90a M 3 (Pasir + Arang sekam) 0.76 0.81 0.83 0.97 0.84a Rataan 0.79cd 0.83bc 0.86b 0.95a Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tabel 12 menunjukkan bahwa pemberian Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot kering tunas, dimana tertinggi pada konsentrasi 300 ppm (0,95) dan yang terendah pada konsentrasi 0 ppm (0,79). Perlakuan berbagai komposisi media berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tunas, dimana tertinggi pada perlakuan media yaitu pada media pasir + kascing (0,90) dan yang terendah pada media pasir + top soil (0,83). Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tunas, dimana tertinggi pada perlakuan R 3 M 3 (0,97) sedangkan paling rendah pada perlakuan R 0 M 1 (0,72). Pengaruh konsentrasi Rootone F pada berbagai media terhadap bobot kering tunas, kurva responnya dapat dilihat pada Gambar 8 Bobot Kering Tunas (g) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 ŷ = 0.7816 + 0.0005x r = 0.9684 0 50 100 150 200 250 300 350 Gambar 8. Hubungan konsentrasi Rootone F dengan bobot kering tunas bibit tanaman kamboja jepang

Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi Rootone F dengan bobot kering tunas bibit tanaman kamboja jepang adalah linier yang artinya bobot kering tunas akan meningkat sejalan dengan semakin tinggi konsentrasi Rootone F yang akan digunakan dengan konsentrasi Rootone F 300 ppm (R 3 ). Pembahasan Pengaruh ZPT Akar Terhadap Keberhasilan dan Pertumbuhan Setek Kamboja Jepang Dari data pengamatan dan hasil analisis secara statistika maka diperoleh bahwa perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, panjang tunas 12 dan 14 MST (cm), jumlah daun (helai), panjang akar (cm), bobot basah akar (g), bobot basah tunas (g), bobot kering akar (g) dan bobot kering tunas (g). Serta berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek bertunas (%), panjang tunas 16 MST (cm) dan jumlah akar primer. Adanya pengaruh nyata terhadap jumlah tunas disebabkan oleh perbedaan konsentrasi Rootone F yang diberikan. Semakin besar konsentrasi Rootone F yang diberikan semakin banyak jumlah tunas yang muncul. Hal ini dipengaruhi oleh Rootone F yang dapat meningkatkan pertumbuhan akar untuk menyerap hara dan air dalam tanah sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung. Hasil fotosintesis sebagian dipergunakan untuk membentuk organ tanaman termasuk tunas. Hal ini sesuai dengan literatur Elisabeth (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan Rootone F sebagai hasil kombinasi dari ketiga jenis hormon yaitu IBA, IAA dan NAA lebih efektif merangsang perakaran dari pada penggunaan hanya satu jenis hormon secara tunggal. Hal ini juga diduga adanya pengaruh suhu dalam rumah

kaca yang tinggi yang dapat meningkatkan perkembangan tunas termasuk jumlah tunas. Hal ini didukung oleh pernyataan Hartman, 1983 dalam Elisabeth (2004) yang menyatakan Suhu perakaran optimal untuk perakaran stek berkisar antara 21 o C sampai 27 o C pada pagi dan siang hari dan 15 o C pada malam hari. Suhu yang terlampau tinggi dapat mendorong perkembangan tunas melampaui perkembangan perakaran dan meningkatkan laju transpirasi. Perlakuan Rootone F berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering akar pada berbagai konsentrasi Rootone F. Hal ini dikarenakan Rootone F mengandung kombinasi hormon tumbuh IBA, IAA dan NAA yang lebih efektif merangsang perakaran yang berpengaruh pada bobot basah dan bobot kering akar. Hal ini sesuai dengan literatur Elisabeth (2004) yang menyatakan bahwa Rootone F sebagai hasil kombinasi dari ketiga hormon tumbuh yaitu IBA, IAA dan NAA yang lebih efektif merangsang perakaran dari pada penggunaan hanya satu jenis hormon secara tunggal. Bobot basah tunas dan bobot kering tunas berpengaruh nyata pada berbagai konsentrasi Rootone F. Hal ini dikarenakan Rootone F dapat mempercepat keluarnya akar. Hal ini disebabkan karena adanya perbandingan antara auksin dan sitokinin dalam tubuh tanaman. Apabila kandungan auksin lebih tinggi dari sitokinin akan terjadi induksi akar dan pemanjangan tunas. Sebaliknya kandungan auksin lebih rendah dari sitokinin akan terjadi induksi tunas dan pemanjangan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Skoog, 1957 dan Haryadi, 1979 dalam Wuryaningsih, dkk.(2000) yang menyatakan bahwa pembentukan tunas dan akar tergantung pada perbandingan antara auksin dan sitokinin dalam tubuh tanaman. Apabila kandungan auksin lebih tinggi dari

sitokinin akan terjadi induksi akar dan pemanjangan tunas. Sebaliknya kandungan auksin lebih rendah dari sitokinin akan terjadi induksi tunas dan pemanjangan akar. Perlakuan Rootone F berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas 16 MST. Hal ini diduga dipengaruhi oleh suhu di dalam rumah kaca yang mendorong tunas bertambah panjang melampaui perkembangan perakaran. Hal ini sesuai dengan literatur Hartman, 1983 dalam Elisabeth (2004) yang menyatakan bahwa suhu perakaran optimal untuk perakaran stek berkisar antara 21 0 C sampai 27 0 C pada pagi dan siang hari dan 15 0 C pada malam hari. Suhu yang terlampau tinggi dapat mendorong perkembangan tunas melampaui perkembangan perakaran dan meningkatkan laju transpirasi. Rootone F berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar primer. Hal ini disebabkan karena kandungan auksin yang terdapat pada Rootone F. Auksin adalah salah satu ZPT yang dapat merangsang pembentukan akar pada stek. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh http/www.rootonef.com (2008) yang menyatakan bahwa auksin adalah hormon tanaman seperti indolasetat yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta pertumbuhan aksis longitudinal tanaman, gunanya untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Pengaruh Berbagai Komposisi Media Tanam Terhadap Keberhasilan dan Pertumbuhan Setek Kamboja Jepang Dari data pengamatan dan hasil analisis secara statistika maka diperoleh bahwa perlakuan berbagai komposis media tanam berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati.

Perlakuan berbagai komposisi media tanam berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Hal ini diduga ketiga komposisi media tanam yang digunakan memiliki fungsi yang sama, yaitu memegang setek agar tidak mudah goyah dan memberikan kelembaban yang cukup. Hal ini sesuai dengan literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa fungsi media perakaran yang digunakan menanam setek adalah memegang setek agar tidak mudah goyah, memberikan kelembaban yang cukup dan mengatur peredaran udara (aerasi). Oleh karenanya, media yang ideal haruslah mampu memberikan aerasi yang cukup, mempunyai daya pegang air dan drainase yang baik serta bebas dari jamur dan bakteri patogen. Pengaruh Interaksi ZPT Akar dan Media Tanam terhadap Kerberhasilan dan Pertumbuhan Setek Kamboja Jepang Dari hasil analisis secara statistik interaksi perlakuan Rootone F dan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek bertunas, jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang akar bobot basah akar, bobot basah tunas, bobot kering akar dan bobot kering tunas. Interaksi Rootone F dan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer. Hal ini disebabkan pembentukan akar pada setek dipengaruhi oleh Rootone F untuk mempercepat munculnya akar. Hal ini sesuai dengan literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pertumbuhan akar adventif. Pada era yang sama juga ditemukan asam indol butirat (IBA) dan asam naptalen asetat (NAA) yang mempunyai efek sama dengan IAA. Pada saat sekarang masyarakat sudah mengetahui peran auksin

sebagai zat tumbuh perangsang perakaran yang dijual dengan nama dagang Bioroton atau Rootone F (Ashari,1995). Pembentukan akar juga dipengaruhi oleh media tanam yang mengandung unsur hara yang memiliki aerasi dan drainase yang baik, dimana komposisi media yang digunakan dominan pasir. Hal ini sesuai dengan literatur Anonimous (2007) yang menyatakan pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran stek batang tanaman. Selain itu, keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan aerasi serta drainase media tanam. Interaksi ZPT akar (Rootone F) dan media tanam berpengaruh nyata tidak terhadap persentase setek bertunas, jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang akar bobot basah akar, bobot basah tunas, bobot kering akar dan bobot kering tunas. Hal ini diduga campuran media tanam yang digunakan sesuai dan mampu mengikat air dan udara. Hal ini sesuai dengan literatur Anonimous (2007) yang menyatakan bahwa pada dasarnya, semua campuran media tanam bagus bila cocok dengan lingkungan dan cara pembudidayaannya. Hanya saja, media tanam yang baik bagi tanaman kamboja jepang yaitu mampu mengikat air dan udara sekaligus (porous tapi dapat menyerap air), mensuplai unsur hara, dan derajat keasaman (ph) berkisar 5,6-6,5.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perlakuan zpt akar (Rootone F) berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, panjang tunas 12 dan 14 MST, jumlah daun, panjang akar, bobot basah akar, bobot basah tunas, bobot kering akar dan bobot kering tunas. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek bertunas, panjang tunas 16 MST dan jumlah akar primer 2. Perlakuan media tanam berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter amatan yaitu persentase setek bertunas, jumlah tunas, panjang tunas 12, 14 dan 16 MST, jumlah daun, panjang akar, jumlah akar primer, bobot basah akar, bobot basah tunas, bobot kering akar dan bobot kering tunas. 3. Interaksi zpt akar (Rootone F) dan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap persentase stek bertunas, jumlah tunas, panjang tunas 12, 14 dan 16 MST, jumlah daun, panjang akar, bobot basah akar, bobot basah tunas, bobot kering akar dan bobot kering tunas.

Saran 1. Sebaiknya pada perbnyakan setek kamboja jepang menggunakan ZPT akar (Rootone F) pada konsentrasi 300 ppm dan mdia tanam pasir + top soil 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi ZPT akar yang lebih tinggi dan campuran media tanam yang bervariasi hingga dapat diperoleh interaksi kedua perlakuan lebih nyata.