BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

RETENSI ZAT MAKANAN RANSUM YANG MENGANDUNG. Saccharomyces cerevisiae PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI SHINTA ADREANI E

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PAKAN TERHADAP PENGGUNAAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG PERSILANGAN SKRIPSI. Oleh SARIFA NUR MELITA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Nelwida 1. Intisari. Kata Kunci : Broiler, Retensi, Biji Alpukat, Jagung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mairizal 1. Intisari. Kata Kunci : Fermentasi, Kulit Ari Biji Kedelai, Aspergillus Niger, Ayam Pedaging.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG TEPUNG BULU AYAM HASIL FERMENTASI DENGAN Bacillus spp. DAN Lactobacillus spp.

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

,Vol. 32, No. 1 Maret 2014

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN MURBEI (Morus alba) SEGAR SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN RANSUM TERHADAP PERFORMANS BROILER

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil perhitungan skor warna kuning telur puyuh disajikan pada Tabel 7.

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

Peubah yang diamati meliputi berat badan awal, berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi pakan, feed convertion ratio (FCR), kecernaan

Level Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi dalam Ransum terhadap Performa Produksi Puyuh Umur 1-8 minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Bahan Kering Ayam Kampung Umur 3-8 Minggu yang diberi berbagai Level AMF Perlakuan Konsumsi Bahan Kering Ekskresi Bahan Kering Retensi Bahan Kering ----------------(gram/ekor/hari)------------------ (%) P0 44,71±4,86 10,15 b ±0,93 77,23 a ±1,36 P1 40,87±1,81 9,79 bc ±0,23 76,01 a ±0,76 P2 41,03±0,78 10,47 b ±0,40 74,47 b ±0,98 P3 42,51±4,29 11,16 a ±0,92 73,69 bc ±0,72 Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) P0: 0% AMF; P1: 5% AMF; P2: 10% AMF; P3: 15% AMF level AMF tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering ransum pada ayam kampung. Jumlah konsumsi bahan kering ransum berkisar antara 40,87-44,71 gram/ekor/hari. Angka konsumsi ransum yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian (Mahardika, et.al., 2013) bahwa jumlah konsumsi ayam kampung yang berumur 10 20 minggu sekitar 50,34-61,43 gram/ekor/hari. Rendahnya konsumsi pada penelitian ini bisa dipahami mengingat ayam yang digunakan relatif lebih muda yaitu umur 8 minggu, sehingga secara langsung akan berdampak pada konsumsi ransum. Hal ini sejalan dengan pendapat Wulandari (2000) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur ternak, kandungan zat makanan dalam ransum, genetik, kepadatan dalam kandang dan penyakit. Lebih lanjut peneliti Cresswell dan Gunawan (1982) melaporkan bahwa konsumsi ransum ayam kampung yang dipelihara secara intensif sekitar 88 gram/ekor/hari. 17

Analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa pemberian berbagai level AMF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ekskresi bahan kering pada ayam kampung. Hasil uji Duncan terlihat bahwa penggunaan tepung AMF pada level 5% (P1) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penggunaan 0% AMF (P0), akan tetapi menurunkan konsumsi dari 44,71 menjadi 40,87 gram/ekor/hari dan ekskresi bahan kering dari 10,15 menjadi 9,79 gram/ekor/hari, hal ini diduga karna dengan konsumsi rendah akan menghasilkan ekskresi yang rendah. Hal ini didukung oleh Sapitri (2015) bahwa penurunan ekskresi bahan kering sejalan dengan penurunan konsumsi bahan kering. Pada saat ternak mengkonsumsi ransum lebih sedikit maka peluang mengeluarkan ekskreta menjadi lebih sedikit pula. level AMF berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap retensi bahan kering pada ayam kampung. Uji Duncan menunjukkan bahwa retensi bahan kering perlakuan P0 tidak berbeda nyata dengan P1 tetapi berbeda nyata dengan P2 dan P3, pada perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan P3, dan P3 berbeda nyata dengan P1. Retensi bahan kering yang diperoleh pada penelitian ini relatif menurun. Hal ini diduga karna retensi bahan kering dipengaruhi oleh kandungan zat makanan seperti serat kasar, dan jumlah ransum yang dikonsumsi. Menurut Tillman et.al (1998) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi retensi bahan kering antara lain kemampuan ternak mencerna bahan pakan, kandungan serat kasar dan palatabilitas. Nilai retensi bahan kering pada ayam kampung yang tidak menggunakan AMF (P0) sebesar 77,23 %, sedangkan ayam yang menggunakan AMF 5% (P1), 10% (P2) dan 15% (P3) masing-masing sebesar 76,01 %, 74,47 % dan 73,69 %. Jumlah retensi bahan kering pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Devianti (2017) yang menggunakan Azolla microphylla tanpa fermentasi pada ayam kampung masing-masing perlakuan (P1) 73,11 %, (P2) 70,62%, (P3) 66,74%. Sedangkan penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan Nelwida (2009) melaporkan bahwa retensi bahan kering pada ayam pedaging yaitu antara 76,59% - 80,05%. Menurut Adawiyah (2014) bahwa retensi bahan kering ayam broiler yaitu 73,92 % 75,31% ini relatif sama dengan penelitian ini. 18

4.2. Retensi Bahan Organik Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan organik ransum ayam kampung yang diberi berbagai level AMF dapat di lihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Bahan Organik Ayam Kampung Umur 3-8 Minggu. Perlakuan Konsumsi Bahan Organik Ekskresi Bahan Organik Retensi Bahan Organik ----------------(gram/ekor/hari)-------------------- (%) P0 40,58±4,41 9,87 a ±0,89 75,60 a ±1,41 P1 36,83±1,63 9,63 a ±0,24 73,81 b ±0,84 P2 37,68±0,71 10,12 ab ±0,36 73.13 b ±1,01 P3 38,58±3,89 10,89 c ±0,89 71,71 c ±0,75 Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) P0: 0% AMF; P1: 5% AMF; P2: 10% AMF; P3: 15% AMF level AMF tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik ransum pada ayam kampung. Jumlah konsumsi bahan organik ransum berkisar antara 36,83-40,58 gram/ekor/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan organik yang diberi AMF ini terendah (P1) 36,83 dan tertinggi (P3) 38,58 gr/ekor/hari. Hal ini sesuai dengan Nelwida (1993), dimana konsumsi bahan organik berkisar antara 34,19 38,86 gr/ekor/hari. level AMF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ekskresi bahan organik ransum pada ayam kampung. Uji Duncan menunjukkan bahwa P3 berbeda nyata (P<0,05) dengan P0, P1 dan P2, namun P0 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P1 dan P2 pada perlakuan P3 lebih tinggi yaitu 10,89 gram/ekor/hari dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini diduga kandungan serat pada perlakuan P3 tinggi, sehingga nilai konsumsi bahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan P1 dan P2 maka dari itu nilai ekskresi P3 lebih tinggi dibandingkan dengan P1 dan P2, dikarenakan sesuai dengan apa yang dikonsumsi lebih besar maka yang diekskresikan juga lebih besar. level AMF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap retensi bahan organik pada ayam 19

kampung, hal ini sejalan dengan retensi bahan kering yang juga berpengaruh nyata. Uji Duncan menunjukkan bahwa retensi bahan organik perlakuan P0 berbeda nyata (P<0,05) dengan P1, P2 dan P3, pada perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2, sedangkan P1 berbeda nyata (P<0,05) dengan P3. Retensi bahan organik pada masing-masing perlakuan P0,P1,P2 dan P3 yaitu 75,60, 73,81, 73,13 dan 71,71. Hal ini hampir sama dengan retensi bahan organik pada ayam broiler yang masing-masing perlakuan P0, P1, P2 dan P3 yaitu 71,51,74,31, 73,72 dan 73,85 (Prasetyo,2016). Retensi bahan organik menunjukkan perbedaan yang sama terhadap retensi bahan kering. Hal ini dikarenakan bahan organik merupakan komponen bahan kering. Nelwida (2009) kecernaan bahan organik juga dapat dipengaruhi oleh kecernaan bahan kering. Retensi bahan organik pada penelitian ini yaitu 71,71-75,60%, hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Hanisca (2014) dimana retensi bahan organik ayam broiler yang diberikan Temu Ireng Fermentasi (TIF) yaitu 54,66 73,63%. 4.3. Retensi Nitrogen Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi nitrogen ransum ayam kampung yang diberi berbagai level AMF dapat di lihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ayam Kampung Umur 3-8 Minggu. Perlakuan Konsumsi Nitrogen (KN) Ekskresi Nitrogen (EN) Retensi Nitrogen (RN) (gram/ekor/hari) (%) P0 1,23±0,13 0,54±0,08 56,47±2,65 P1 1,19±0,05 0,53±0,03 55,41±0,87 P2 1,18±0,02 0,54±0,04 53,80±3,71 P3 1,20±0,13 0,57±0,05 52,76±1,48 Keterangan : Tabel menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05) P0: 0% AMF; P1: 5% AMF; P2: 10% AMF; P3: 15% AMF Tidak berbeda nyata. Endogeneous 0,58 gram. Nilai retensi nitrogen pada perlakuan P0 lebih tinggi dibandingkan dengan P2, P3 dan P4. Tingginya retensi nitrogen pada P0 menunjukkan bahwa kualitas pakan tanpa penambahan AMF lebih baik dibandingkan dengan pakan yang mengandung tepung AMF baik yang 5%, 10% ataupun 15% AMF. Hal ini juga 20

mengindikasikan bahwa kualitas protein P0 lebih baik dibanding dengan P1, P2 dan P3. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa kualitas kandungan protein bahan makanan tergantung dari komposisi asam aminonya dan tergantung pula bagaimana asam-asam amino tersebut digunakan oleh ternak. Hasil penelitian Devianti (2017) lebih rendah dibandingkan dengan penelitian ini yang menyatakan retensi nitrogen pada ayam kampung yang diberi Azolla microphylla tanpa fermentasi setiap perlakuan yaitu R0 (0%), R1(10%), R2 (20%) dan R3 (30) yaitu 54,80; 54,44; 51,68; dan 50,38%. Hal ini diduga pada Azolla microphylla yang tidak di fermentasi masih mengandung serat kasar tinggi yang sulit dicerna oleh ternak unggas, sehingga mempengaruhi konsumsi ransum, yang nantinya juga mempengaruhi retensi nitrogen. Sedangkan Azolla microphylla yang telah di fermentasi dengan Saccharomycess cerevisiae dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan nilai nitrogen pada Azolla microphylla sehingga meningkatkan retensi nitrogen pada ayam kampung. Analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa pemberian berbagai level AMF tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap retensi nitrogen pada ayam kampung. Hal ini disebabkan oleh konsumsi nitrogen tidak berpengaruh nyata, sehingga ekskresi tidak berpengaruh nyata. Azolla microphylla dapat sebagai sumber nitrogen dengan penggunaan sampai 15% dalam ransum. 4.4. Kecernaan Serat Kasar Rataan konsumsi, ekskresi dan kecernaan serat kasar kampung yang diberi berbagai level AMF dapat di lihat pada Tabel 11. ransum ayam Tabel 11. Rataan Konsumsi, Ekskresi dan Kecernaan Serat Kasar Ayam Kampung Umur 3-8 Minggu. Perlakuan Konsumsi Serat Kasar Ekskresi Serat Kasar Kecernaan Serat Kasar -----------------gram/ekor/hari------------- (%) P0 1,96 c ±0,21 0,74 c ±0,10 62,24 a ±2,22 P1 1,73 d ±0,08 0,68 d ±0,05 60,40 a ±1,17 P2 2,08 b ±0,04 0,87 b ±0,02 57,98 b ±1,39 P3 2,49 a ±0,25 1,11 a ±0,09 55,28 c ±1,19 Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) P0: 0% AMF; P1: 5% AMF; P2: 10% AMF; P3: 15% AMF 21

level AMF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi serat kasar pada ayam kampung. Berdasarkan Tabel 11 bahwa konsumsi serat kasar P1, P2, P3 mengalami kenaikan, hal ini diduga karena pemberian Azolla sampai taraf 15% cukup palatabel. Menurut (Hidayat et.al., 2011) penggunaan sampai15% pada ransum ayam broiler tidak menurunkan palatabilitas ransum. Uji Duncan menunjukkan bahwa konsumsi serat kasar pada setiap perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Rataan konsumsi serat kasar yang diperoleh yaitu 1,73-2,49 gr/ekor/hari. level AMF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ekskresi serat kasar pada ayam kampung. Uji duncan menunjukkan bahwa ekskresi serat yang dihasilkan pada perlakuan P1, P2 dan P3 berbeda nyata (P<0,05) dan meningkat yaitu 0,68, 0,87 dan 1,11 gr/ekor/hari dibanding kontrol (P0) yang sebesar 0,74 gram/ekor/hari. Hal ini diduga peningkatan ekskresi serat kasar disebabkan kandungan serat kasar semakin meningkat, perlakuan sebesar (P1) 4,67, (P2) 4,99 dan (P3) 5,27. level AMF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan serat kasar pada ayam kampung. Uji duncan menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar mengalami penurunan. Hal ini diduga bahwa konsumsi dan ekskresi serat kasar meningkat sedangkan kecernaan serat kasar mengalami penurunan. Menurut Noersidiq (2015) bahwa semakin meningkatnya konsumsi serat kasar semakin meningkat ekskresi serat kasar sehinga menurunkan kecernaan serat kasar. Namun pada perlakuan P0 dan P1 baik konsumsi dan ekskresi mengalami penurunan, hal ini diduga kandungan serat kasar pada ransum P0 lebih rendah dibandingkan dengan P1 yang diberikan perlakuan 5%. Rataan kecernaan serat kasar mengalami penurunan, ditunjukkan pada Tabel 11 yaitu 62,24-55,28%. Persentase rataan kecernaan serat kasar yang diperoleh relatif sama dengan pendapat Hanisca (2014) bahwa kecernaan serat kasar pada ayam broiler yang diberi temu ireng dan termasuk kontrol yaitu 53,76 68,00 %. 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penggunaan AMF cenderung menurunkan retensi zat makanan, sehingga AMF dapat digunakan sampai level 5%, kecuali untuk retensi nitrogen sampai level 15% pada ayam kampung. 23