BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

STUDI HIDROGEOKIMIA AIRTANAH BEBAS DI WILAYAH KEPESISIRAN KECAMATAN SRANDAKAN KABUPATEN BANTUL DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

KAJIAN KEASINAN AIRTANAH DI WILAYAH PANTAI DAN PESISIR KECAMATAN SANDEN, KABUPATEN BANTUL. Arlin Irmaningdiah

KAJIAN KUALITAS AIRTANAH BERDASARKAN BENTUKLAHAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Dwi Nila Wahyuningsih

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

DAFTAR ISI. BAB II. GEOLOGI REGIONAL...12 II.1. Geomorfologi Regional...12 II.2. Geologi Regional...13 II.3. Hidrogeologi Regional...16.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

KAJIAN INTERFACE DAN DEBIT MAKSIMUM PEMOMPAAN AIRTANAH BEBAS DI PANTAI DAN PESISIR KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan airtanah. Air

BAB I PENDAHULUAN. manusia berkisar antara % dengan rincian 55 % - 60% berat badan orang

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

PENENTUAN KUALITAS AIR

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN...1

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

STUDI KUALITAS AIRTANAH UNTUK PENGEMBANGAN WISATA DI KAWASAN PARANGTRITIS, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan perhitungan dan dibantu dengan data-data sekunder dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya air merupakan kebutuhan vital manusia. Kelestarian sumberdaya air di alam harus dijaga baik secara

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DTA RAWA PENING

EVALUASI KUALITAS AIRTANAH UNTUK AIR MINUM DI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 1991 DAN TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

BAB I PENDAHULUAN. Temanggung bagian timur. Cekungan airtanah ini berada di Kabupaten Magelang

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

KAJIAN DAMPAK INTRUSI AIR LAUT PADA AKUIFER PULAU KORAL SANGAT KECIL BERDASARKAN ANALISIS PERBANDINGAN ION MAYOR

I. PENDAHULUAN. satu-satunya planet dalam sistem tatasurya yang memiliki sebuah kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN...

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

( khususnya air minum ) cukup mengambil dari sumber sumber air yang ada di

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

PENGARUH INTRUSI AIR LAUT TERHADAP AKUIFER PANTAI PADA KAWASAN WISATA PANTAI IBOIH SABANG (187A)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VARIASI KONDISI AIRTANAH SEBAGIAN PESISIR KABUPATEN REMBANG KAITANNYA DENGAN BENTUKLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air bagi kehidupan manusia merupakan unsur yang sangat vital. Semua orang tidak dapat hidup tanpa air.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HIDROSTRATIGRAFI AKUIFER SEBAGAI GEOINDIKATOR GENESIS BENTUK LAHAN DI WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN KULONPROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun mahluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air.

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah kepesisiran merupakan wilayah daratan yang meliputi area darat baik yang terendam maupun tidak terendam air laut namun terpengaruh aktivitas laut (marin), serta bagian laut mencakup area laut yang masih terpengaruh oleh proses-proses daratan (Sunarto, 2000). Wilayah kepesisiran sebagai wilayah transisi antara darat dan laut memiliki kondisi fisik maupun sosial wilayah yang khas. Selain itu pesisir juga bersifat dinamis karena adanya aktivitas marin seperti arus dan gelombang laut. Pertumbuhan penduduk yang pesat pada masa sekarang diiringi dengan peningkatan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal (Mantra, 2003). Hal tersebut melatarbelakangi terjadinya proses litoralisasi (littoralization). Litoralisasi sendiri merupakan perkembangan pemanfaatan lahan pesisir sebagai pemukiman dan pusat kegiatan ekonomi seperti industri, perikanan maupun aktivitas pariwisata (Triyono, 2009). Air sebagai kebutuhan esensial manusia juga terpengaruh pertumbuhan penduduk. Terdapat hubungan berbanding lurus (linier) antara pertumbuhan penduduk dengan peningkatan kebutuhan air, tetapi distribusi sumberdaya air bersifat terbatas dan tidak merata dalam ruang dan waktu. Hal tersebut diakibatkan oleh perbedaan kondisi geografi, iklim, serta perubahan tata guna lahan. Sumber utama sumberdaya air sendiri dapat berasal dari air permukaan seperti sungai dan danau serta air bawah permukaan berupa airtanah. Kajian hidrogeokimia menjadi sorotan yang penting untuk dikaji dalam studi airtanah. Hal tersebut disebabkan kondisi airtanah baik secara kualitas maupun kuantitas dipengaruhi oleh formasi geologi dari setiap mineral batuan yang akan membentuk unsur atau senyawa kimia. Setiap perlapisan batuan memiliki nilai resistivitas (tahanan jenis) yang bervariasi sehingga menentukan potensi airtanah. Hal tersebut menunjukkan keterdapatan hubungan antara aspek geomorfologi dan hidrologi, dimana geomorfologi berperan sebagai kontrol

struktur geologi dan relief, yang memengaruhi sistem akuifer dan sirkulasi airtanah. Interaksi airtanah dengan material penyusun akuifer akan memengaruhi proses hidrogeokimia dalam airtanah tersebut. Airtanah secara alamiah mengandung unsur-unsur kimia dalam jumlah tertentu yang berasal dari berlangsungnya siklus hidrologi dari awal proses pembentukan uap air di atmosfer hingga penyerapan dan pengalirannya di dalam tanah (Appelo dan Postma, 1993). Pemahaman komprehensif mengenai proses dan reaksi selama proses tersebut dapat dijadikan acuan dalam memprediksi kualitas airtanah. Hal ini berkaitan pula dengan proses pembentukan daerah kajian di masa lalu yang memengaruhi kondisi di masa sekarang sesuai prinsip geomorfologi The present is the key to the past. Proses yang terjadi pada masa lalu terutama genesa (asal mula) bentuklahan akan berpengaruh pada kondisi airtanah pada masa sekarang (Holmes, 1865 dalam Thornburry, 1954). Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, studi hidrogeokimia pada airtanah dapat digunakan untuk menganalisa karakteristik airtanah, baik sifat-sifat kimia yang berpengaruh pada kualitas, maupun proses geomorfologi yang terjadi di masa lampau. Kajian hidrogeokimia mampu digunakan sebagai pendekatan dalam mempelajari proses pembentukan akuifer maupun perubahan sifat kimia airtanah bebas akibat pengaruh proses pembentukan bentuklahan. Salah satu wilayah kepesisiran yang terdapat di Indonesia ialah wilayah kepesisiran di Kabupaten Purworejo. Wilayah kepesisiran ini terletak pada Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I. Yogyakarta. Topografi wilayah pesisir yang relatif datar hingga bergelombang ini menjadikan kawasan ini menarik untuk ditempati dan dibudidayakan oleh penduduk. Hal tersebut menyebabkan terjadinya proses litoralisasi, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan kompleks pada area pesisir. Bentuk pemanfaatan lahan pada pesisir seperti pengembangan pariwisata berupa rumah makan dan kolam renang seperti pada Gambar 1.1 (a dan b), pertanian buah naga (Gambar 1.2a) serta tambak ikan (Gambar 1.2b). Selain itu, wilayah ini memiliki variasi bentuklahan kepesisiran

sehingga berdasarkan unit bentuklahan dapat dikaji tipe hidrogeokimia serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Gambar 1.1.(a) Rumah Makan dan (b)kolam Renang Sumber: Observasi Lapangan(2014) Gambar 1.2. (a) Kebun Buah Naga dan (b) Tambak Ikan Sumber: Observasi Lapangan(2014) 1.2. Perumusan Masalah Wilayah kepesisiran (coastal area) dengan karakteristik wilayah yang khas juga berpotensi memiliki kondisi airtanah yang khas dengan adanya pengaruh aktivitas laut. Selain itu adanya variasi bentuklahan pada bentanglahan kepesisiran menjadikan wilayah tersebut juga berpotensi memiliki tipe hidrogeokimia yang variatif sebab dipengaruhi oleh proses geomorfologi yang telah terjadi. Kondisi topografi wilayah kajian yang relatif datar hingga bergelombang diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal sehingga memicu perkembangan litoralisasi

pada wilayah kepesisiran di Kabupaten Purworejo. Adanya proses litoralisasi tersebut mampu meningkatkan potensi pencemaran akibat aktivitas penduduk baik berasal dari limbah domestik, industri, perikanan maupun aktivitas pariwisata serta potensi intrusi akibat pemanfaatan secara berlebihan (over-exploitative). Potensi permasalahan yang kompleks pada wilayah kepesisiran tersebut menyebabkan perlunya pengkajian secara komprehensif mengenai kondisi dan karakteristik airtanah sebagai sumberdaya air pemenuh kebutuhan manusia. Air sebagai kebutuhan esensial manusia memiliki fungsi peruntukkan yang variatif. Variasi fungsi peruntukkan tersebut ditentukan oleh kondisi air sesuai karakteristik, kuantitas maupun kualitasnya. Terdapat keterkaitan yang erat antara tipe hidrogeokimia airtanah bebas dengan potensi pemanfaatannya. Hidrogeokimia merupakan studi yang menekankan pada komposisi kimia airtanah yang dipengaruhi oleh proses pembentukan bentuklahan. Sifat kimia airtanah sendiri merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas airtanah. Penentuan kualitas air memerlukan pengujian berbagai kandungan unsur yang ada di dalam air. Berdasarkan pemikiran dan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut ini. (1) Bagaimanakah karakteristik dan pola persebaran hidrogeokimia airtanah bebas di wilayah kepesisiran Kabupaten Purworejo? (2) Apakah faktor-faktor yang memengaruhi karakteristik dan pola persebaran hidrogeokimia airtanah bebas di wilayah kepesisiran Kabupaten Purworejo? sehingga penilitian yang akan dilakukan ini memiliki judul penelitian Kajian Hidrogeokimia Airtanah Bebas di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian Kajian Hidrogeokimia Airtanah Bebas di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah ialah: (1) Mengkaji karakteristik dan pola persebaran hidrogeokimia secara spasial di wilayah kepesisiran Kabupaten Purworejo; dan (2) Menemukenali faktor-faktor yang memengaruhi karakteristik dan pola persebaran hidrogeokimia airtanah bebas di wilayah kepesisiran Kabupaten Purworejo. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat secara ilmiah Penelitian menekankan pada kajian hidrogeokimia airtanah bebas di wilayah kepesisiran. Hasil penelitian diharapkan mampu menambah khasanah teoritis atau pemahaman wawasan dalam ilmu geografi khususnya terkait airtanah (geohidrologi), kajian hidrogeokimia dan wilayah kepesisiran. 1.4.2. Manfaat secara praktis Hasil penelitian ini menggambarkan tipe hidrogeokimia airtanah bebas yang menunjukkan hubungan antara genesis bentuklahan yang merupakan aspek geomorfologi, terhadap karakteristik airtanah yang merupakan aspek hidrologi. Berdasarkan hal tersebut dapat diperkirakan asal mula air tanah disertai kondisi dan karakteristiknya sehingga dapat diketahui potensi dan arahan pemanfaatan airtanah yang tepat. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu, terutama terkait perencanaan tata ruang wilayah pesisir serta penyusunan regulasi terkait pembatasan pemanfaatan air tanah. 1.5. Perbandingan Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai kajian hidrogeokimia airtanah bebas telah cukup banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian kajian hidrogeokimia airtanah bebas pernah dilakukan oleh Wibowo (2005). Penelitian tersebut dilakukan di daerah

timur Sungai Bogowonto pada Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui sistem aliran airtanah dan karakteristik tipe hidrogeokimia pada daerah penelitian dengan unit analisis satuan bentuklahan. Penelitian serupa juga dilakukan Riesdiyanto (2008) di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Namun penelitian ini selain mengidentifikasi tipe hidrogeokimia juga mengkaji hidrostratigrafi akuifer serta arahan pemanfaatan airtanah pada daerah penelitian. Penelitian lain yang juga dilakukan Santosa (2010) berupa Pengaruh Genesis Bentuklahan Terhadap Hidrostratigrafi Akuifer dan Hidrogeokimia dalam Evolusi Airtanah Bebas Kasus pada Bentanglahan Kepesisiran Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta. Penelitian ini bersifat lebih kompleks sebab bertujuan mengetahui pengaruh genesis bentuklahan terhadap hidrostratigrafi akuifer, karakteristik hidrogeokimia dan faktor-faktor yang memengaruhinya serta rekonstruksi spasiotemporal hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeokimia di daerah penelitian. Penelitian yang dilakukan Adji, dkk. (2004) menggunakan teknik Inverse Modelling untuk mengetahui potensi dan proses hidrogeokimia airtanah pada berbagai kondisi akuifer. Metode penelitian yang digunakan ialah survei geolistrik untuk mengetahui karakteristik akuifer dan analisis ion dominan, diagram piper segiempat, serta indeks kejenuhan untuk mengetahui karakteristik hidrogeokimia. Penelitian Zein (2013) menekankan pada ada tidaknya pengaruh litoralisasi terhadap kualitas airtanah di wilayah pesisir Parangtritis, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Pengaruh litoralisasi diteliti dengan melakukan komparasi kondisi pesisir Parantritis dari tahun 1997 hingga 2011. Penilaian kualitas airtanahnya dilakukan dengan pendekatan melalui karakteritik hidrogeokimia airtanah yang dianalisis dengan metode diagram piper segiempat. Berikut disajikan Tabel 1.1.yang menjabarkan beberapa penelitian hidrogeokimia airtanah bebas terdahulu yang pernah dilakukan secara lebih lengkap.

Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Adji, dkk., 2004 Teknik Inverse Modelling Untuk Pendugaan Potensi dan Proses Hidrogeokimia Airtanah pada Berbagai Kondisi Akuifer - Mengetahui potensi dan proses hidrogeokimia airtanah bebas pada berbagai bentuklahan - Survei Geolistrik - Analisis diagram piper segiempat - Analisis ion dominan - Analisis indeks kejenuhan - Proses hidrogeokimia yang terjadi ialah pertukaran kation, pelarutan, pengkristalan, dan pencampuran airtanah. - Pola sebaran proses hidrogeokimia bervariasi sesuai sebaran spasial bentuklahan yang ada di daerah penelitian. Wibowo, 2005 Hidrogeokimia Airtanah Bebas di Berbagai Satuan Bentuklahan Sebelah Timur Sungai Bogowonto Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo - Mengetahui sistem aliran airtanah. - Menentukan karakteristik hidrogeokimia airtanah bebas, baik dari komposisi, proses, sumber unsur penyususn dan sebarannya. - Mengetahui karakteristik hidrogeokimia dalam setiap satuan bentuklahan. - Metode purposive sampling berdasarkan bentuklahan - Pembuatan flownets 2 dimensi dengan metode three point problem. - Metode analisisyang digunakan ialah analisis tipe kimia dengan digram piper segiempat, analisis grafik, analisis mineral, dan analisis indeks kejenuhan. - Sistem aliran airtanah yang ada yaitu airtanah perbukitan denudasional, airtanah dataran alluvial, dan airtanah betinggisik. - Unsur dominan ialah HCO 3 -, Ca 2+, dan Mg 2+. - Unsur Cl - dan SO 4 2- berasal dari pelapukan feldspathoids. Riesdiyanto, 2008 Studi Hidrogeokimia Airtanah Bebas pada Berbagai Bentuklahan di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta - Mengetahui kondisi airtanah bebas pada sistem akuifer (hidrostratigrafi) dan jaring-jaring airtanah (flownets) di daerah penelitian. - Mengetahui dan menentukan karakteristik tipe hidrogeokimia airtanah dan persebarannya pada sistem akuifer bebas di daerah penelitian. - Menentukan arahan pemanfaatan airtanah untuk kebutuhan air minum di daerah penelitian. - Metode 2 dimensi dengan three point problem untuk flownets. - Pemodelan hidrostratigrafi akuifer dengan data pendugaan geolistrik. - Metode analisis yang digunakan ialah penentuan tipe kimia airtanah dengan diagram piper segiempat, analisis indeks kejenuhan. - Arahan pemanfaatan air minum berdasarkan baku mutu air PerMenKes PP No. 82 Tahun 2001. - Model hidrostratigrafi akuifer dan sistem arah aliran airtanah dari berbagai kondisi akuifer bebas di daerah penelitian. - Variasi indeks kejenuhan airtanah bebas dan persebarannya dari berbagai kondisi akuifer bebas di daerah penelitian. - Mengetahui dominasi tipe kimia airtanah di daerah penelitian.

Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Santosa, 2010 Pengaruh Genesis Bentuklahan Terhadap Hidrostratigrafi Akuifer dan Hidrogeokimia dalam Evolusi Airtanah Bebas Kasus pada Bentanglahan Kepesisiran Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta. - Mengkaji pengaruh genesis bentuklahan terhadap hidrostratigrafi akuifer. - Mengkaji evolusi airtanah bebas pada berbagai satuan bentuklahan dengan hidrogeokimia sebagai geoindikator dan mengkaji faktorfaktor yang menyebabkan variasi karakteristik airtanah bebas. - Merekonstruksi pola spasiotemporal hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeokimia airtanah bebas sejalan dengan genesis bentuklahan di daerah penelitian. - Pengambilan data menggunakan teknik area purposive sampling dan stratified samping dengan memperhatikan pola sebaran bentuklahan dan karakteristik airtanah bebas. - Pembuatan kontur dan pola aliran airtanah (flownets). - Klasifikasi dan pemetaan nilai DHL. - Rekonstruksi hidrostratigrafi akuifer. - Analisis hidrogeokimia dengan metode ion dominan, diagram piper segiempat, dan metode stufyzand. - Analisis indeks kejenuhan (saturation index) dan kestimbangan massa (mass balance). - Terdapat 3 sistem akuifer di daerah penelitian, yaitu sistem akuifer dataran fluviomarin, sistem akuifer datran banjir dan tanggul alam, serta sistem akuifer kompleks beting gisik, swale, dan gumuk pasir. - Tipe hidrogeokimia dominan pada satuan bentuklahan kompleks beting gisik, swale, dan gumuk pasir serta bentuklahan dataran banjir dan tanggul alam ialah tipe bikarbonat dan semikarbonat, sedangkan pada satuan bentuklahan dataran fluviomarin yaitu tipe klorida, sulfat, dan semi karbonat. - Genesis bentuklahan di daerah penelitian berpengaruh terhadap pembentukan hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeookimia airtanah bebas yang secara kronologi terbagi dalam periode akhir zaman Tersier (akhir kala Pliosen), periode kala Pleistosen, dan periode kala Holosen. Zein, 2013 Pengaruh Litoralisasi terhadap Kualitas Airtanah Bebas di Wilayah Pesisir Parangtritis, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. - Mengkaji litoralisasi di wilayah pesisir Prangtritis - Mengkaji karakteristik akuifer dan airtanah bebas di wilayah pesisir Parangtritis. - Membandingkan pengaruh perkembangan pemanfaatan wilayah pesisir (litoralisasi) terhadap kualitas airtanah tahun 1997 dan 2011 di wilayah pesisir Parangtritis. - Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling berdasarkan bentuklahan. - Metode three point problems untuk pembuatan flownets. - Analisis tipe hidrogeokimia dengan diagram piper segiempat - Analisis deskriptif dan analisis deskriptif-komparatif. - Komparasi kajian litoralisasi di Parangtritis tahun 1997 hingga 2011 dengan grafik dan peta penggunaan lahan serta grafik jumlah penduduk dan jumlah wisatawan. - Flownets, Peta Sebaran DHL, Model Hidrostratigrafi akuifer, Tabel Kualitas Airtanah Bebas, dan Hidrogeokimia Airtanah Bebas. - Tabel Komparasi Kualitas Airtanah di daerah penelitian tahun 1997 dan 2011.

Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Barapela, 2014 Kajian Hidrogeokimia Airtanah Bebas di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah Sumber: Telaah pustaka sebelumnya (2014) - Mengidentifikasi dan mengkaji karakteristik tipe hidrogeokimia serta pola persebarannya secara spasial di wilayah kepesisiran Kabupaten Purworejo. - Menemukenali faktor-faktor yang memengaruhi karakteristik dan persebaran tipe hidrogeokimia di wilayah kepesisiran Kabupaten Purworejo. - Klasifikasi dan zonasi DHL. - Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dan stratified sampling berdasarkan satuan bentuklahan dan klasifikasi DHL. - Metode three point problems untuk pembuatan flownets. - Analisis tipe hidrogeokimia dengan metode ion dominan, diagram stiff dan diagram piper segiempat. - Analisis deskriptif, grafis, dan komparatif. Hasil yang diharapkan : - Klasifikasi tipe hidrogeokimia airtanah bebas berdasarkan metode ion dominan, diagram stiff dan diagram piper segiempat. - Kajian pola persebaran spasial tipe hidrogeokimia airtanah bebas di daerah penelitian. - Faktor-faktor yang memengaruhi karakteristik dan pola persebaran tipe hidrogeokimia airtanah bebas di daerah penelitian.

1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Konsep geomorfologi dan wilayah kepesisiran Geomorfologi ialah ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, dengan penekanan pada proses pembentukannya (Dibyosaputro, 1998). Obyek kajian geomorfologi adalah bentuklahan yang tersusun pada permukaan bumi di daratan maupun di dasar laut. Menurut Verstappen (1983), geomorfologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari bentuklahan (landform) yang berada di permukaan bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan air laut, dengan menekankan pada asal mula dan perkembangan di masa mendatang dalam konteks material penyusun dan lingkungannya. Pemahaman mengenai konsep geomorfologi menjadi penting, sebab geomorfologi menjadi dasar pemikiran utama yang berpengaruh terhadap objek penelitian berupa kajian hidrogeokimia terkait karakteristik airtanah. Geomorfologi sebagai suatu ilmu memiliki empat aspek utama, yaitu aspek morfologi, morfogenetik, morfokronologi, dan morfoaransemen (Lobeck, 1939). (1) Morfologi Studi bentuklahan mengenai bentukan relief permukaan bumi seperti bentuk lereng, kecuraman lereng, dan sebagainya yang dinyatakan secara kualitatif berupa deskripsi pada morfografi dan kuantitatif (terukur) pada morfometri. (2) Morfogenetik Studi bentuklahan mengenai proses pembentukan dan perubahan bentuklahan dalam kurun waktu tertentu. Terbagi menjadi tiga macam yaitu morfostruktur aktif yang merupakan pengontrol proses pembentukan dan perubahan bentuklahan oleh tenaga endogen, morfostruktur pasif merupakan pengontrol proses pembentukan dan perubahan bentuklahan oleh tipe dan struktur litologi, serta morfodinamika yang merupakan pengontrol proses pembentukan dan perubahan bentuklahan oleh dinamika proses eksogen. (3) Morfokronologi Studi bentuklahan terkait urutan kejadian proses geomorfologis yang terjadi pada suatu bentuklahan. Morfokronologi dapat dinyatakan dalam umur

absolut yang menyatakan umur sebenarnya, serta umur relatif yang menyatakan umur hasil perbandingan secara relatif terhadap fenomena, proses, atau bentuklahan lain. (4) Morfoaransemen Studi bentuklahan yang menekankan pada susunan keruangan atau distribusi spasial suatu bentuklahan dan bagian-bagian di dalamnya termasuk proses yang berkaitan. Lokasi penelitian berada di wilayah kepesisiran yang termasuk dalam salah satu jenis bentanglahan marin dengan faktor utama yang berpengaruh berupa aktivitas laut. Wilayah kepesisiran (coastal area) merupakan area yang mencakup mintakat sempit perairan laut atau lautan dengan daratan yang dibatasi garis surut terendah dan garis pasang tertinggi (Kalze dan Holloway, 1998). Zona tersebut bersifat dinamis atau berubah-ubah. Bentuk dinamika kepesisiran yang kerap terjadi ialah peristiwa pasang surut air laut yang dipengaruhi kondisi iklim maupun pengaruh gravitasional bumi. Menurut Thurman dalam Sunarto (2000), pesisir didefinisikan sebagai bentangan sebidang lahan di pedalaman garis pesisir (coastline) hingga lahan yang masih terpengaruh aktivitas laut. Garis pesisir (coastline) merupakan garis imajiner yang membatasi pesisir dan pantai. Sedangkan garis pantai ialah garis imajiner yang menandai interaksi peralihan darat dan laut yang bersifat dinamis. Berdasarkan konsep-konsep tersebut, wilayah kepesisiran bermula dari garis pesisir ke arah daratan hingga batas terluar berupa daratan yang masih terpengaruh aktivitas laut. Beberapa bentuklahan yang umum dijumpai pada wilayah kepesisiran di antaranya ialah gisik, swale, laguna, beting gisik, dan dataran alluvial pesisir. Lingkup wilayah kepesisiran secara umum dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Lingkup Wilayah Kepesisiran Sumber: Gunawan, dkk. (2004) 1.6.2. Konsep sumberdaya air Menurut Undang-undang No 7 tahun 2004 pasal 1 ayat 1 dan 2 tentang Sumberdaya Air, disebutkan bahwa : (1) Sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya (2)Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, airtanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Berdasarkan undang-undang tersebut, airtanah merupakan salah satu bagian dari sumberdaya air. Sumberdaya air merupakan bagian dari sumberdaya yang ada di alam. Sumberdaya air memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda dengan sumberdaya lain di alam. Air menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi semua makhluk hidup di Bumi. Oleh karena itu air perlu dijaga kuantitas dan kualitasnya (Sutardi, 2002). Potensi air secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2.Potensi Sumberdaya Air Sumberdaya Air Volume (juta km³) Persentase (%) Air Laut 1.338 96,53 Tawar 35.03 2,53 Lainnya (Airtanah Asin, Danau Asin, Air Payau, 12.95 0,94 Air di Udara) Total 1.385,98 100 Sumber: Kodoatie (2005)

Di dunia diperkirakan terdapat 1,4 km 3 air dengan rincian 97,3% merupakan air laut dan 2,7% merupakan air di permukaan Bumi. Dari 2,7% di permukaan bumi menurut Raharja (2009) terdapat 5 sumber utama ketersediaan air di permukaan bumi seperti pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Ketersediaan Air di Permukaan Bumi Sumber Air Persentase (%) Salju dan gleiser 77,3 Airtanah dan resapan 22,4 Air Rawa dan danau 0,0035 Air Sungai 0,00001 Uap air 0,004 Sumber: Raharja (2009) Berdasarkan Tabel 1.3. terlihat bahwa salju dan gleiser merupakan sumber terbesar penyuplai ketersediaan air di permukaan bumi. Salju dan gleiser umumnya berada pada wilayah non tropis, sehingga dapat dikatakan sumber utama ketersediaan air di permukaan bumi bagi wilayah tropis berasal dari airtanah dan resapan. Hal tersebut melatarbelakangi pentingnya kajian yang memperhatikan kuantitas, kualitas, maupun aksesibilitas terhadap airtanah. 1.6.3. Akuifer dan airtanah Airtanah adalah air yang mengisi rongga-rongga atau ruang batuan pada zona jenuh air dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar daripada tekanan udara (Todd, 1980). Airtanah dapat ditemukan pada tipe formasi geologi tertentu yang disebut akuifer. Akuifer didefinisikan sebagai formasi yang memiliki material permeabel cukup jenuh sebagai media penyimpan dan pengaliran air. Menurut Todd dan Larry (2005) secara hidrodinamika terdapat dua tipe akuifer, yaitu akuifer bebas dan akuifer tertekan seperti pada Gambar 1.4. A. Akuifer bebas (Unconfined aquifer) Akuifer ini dibatasi oleh suatu lapisan kedap air di bagian bawah dan tidak ada lapisan penutup atau lapisan kedap air pada bagian atasnya. Terdapat istilah muka airtanah bebas yang merupakan kedalaman air yang akan ditemui jika

dilakukan suatu penggalian sumur atau pemboran. Umumnya akuifer bebas berada pada kedalaman dangkal sehingga pengambilan airtanah dilakukan menggunakan sumur gali atau sumur bor dangkal. B. Akuifer tertekan (Confined aquifer) Akuifer ini pada bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan bersifat akuifug (lapisan kedap air) atau akuiklud (lapisan mampu menyimpan tidak mampu mengalirkan air). Terdapat istilah artesis yang artinya tekanan air yang ada di dalam akuifer melebihi tekanan atmosfer. Hal ini menyebabkan kedalaman muka air di dalam suatu lubang bor akuifer tertekan akan melebihi dari kedalaman akuifernya. Jika muka airtanah tidak melebihi permukaan tanah disebut artesis negatif, sedangkan jika muka airtanah melebihi permukaan tanah disebut artesis. Gambar 1.4.Akuifer Airtanah Sumber: Todd dan Larry (2005) 1.6.4. Hidrogeokimia airtanah Airtanah menurut Fetter (1988) ialah air yang mengisi celah-celah batuan dan bergerak mengalir sehingga bereaksi dengan mineral batuan penyusunnya. Adanya reaksi antara airtanah dengan mineral batuan penyusun tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi dan karakteristik airtanah, terutama terkait kandungan dalam airtanah. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan airtanah yang perlu diperhatikan ialah: (a) variasi batuan/geologi yang memengaruhi

distribusi kedudukan airtanah, (b) pergerakan airtanah yang dipelajari dalam hukum mekanika fluida, dan (c) siklus hidrologi terkait sumber airtanah (Santosa, 2010). Hal-hal tersebut memengaruhi airtanah di suatu wilayah baik keberadaan, distribusi, maupun karakteristiknya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dan kondisi airtanah pada suatu wilayah, maka asal mula airtanah dapat dikaji. Hidrogeokimia merupakan salah satu kajian yang membahas mengenai hal tersebut. Kondisi hidrogeokimia pada suatu daerah memiliki hubungan yang erat dengan asal mula pembentukan (genesis) serta proses perkembangan dan perubahan bentuklahan (dinamika). Kajian hidrogeokimia secara konseptual menekankan pada upaya penelusuran asal mula pembentukan airtanah berdasarkan karakteristik dan komposisi unsur-unsur kima yang dipengaruhi oleh proses geomorfologi yang bekerja padanya (Santosa, 2010). Hidrogeokimia juga dapat didefinisikan sebagai kajian mengenai proses perubahan atau evolusi sifat kimia airtanah bebas hingga mencapai keadaan setimbang (equilibrium). Faktor yang memengaruhinya berupa (a) genesis yang menunjukkan asal mula dan proses pembentukan bentuklahan, (b) lingkungan pengendapan ketika proses sedimentasi, (c) komposisi mineral batuan penyusun akuifer, (d) pola pergerakan airtanah pada akuifer, dan (e) waktu tinggal airtanah dalam batuan penyusun akuifer, baik secara spasial maupun temporal (Santosa, 2010). 1.6.5. Karakteristik airtanah Keadaan fisik, kimia, dan biologi pada air dapat memengaruhi ketersediaan air untuk kebutuhan manusia, pertanian, industri, rekreasi, dan pemanfaatan lainnya (Haumahu, 2011). Karakteristik air tanah secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi (Suripin, 2004).

A. Karakteristik Fisik Karakteristik fisik yang mampu mempengaruhi kualitas air adalah jumlah bahan padat dalam air, kekeruhan, warna, bau dan rasa, temperatur, konduktivitas, dan salinitas. Jumlah bahan padat yang terlarut maupun melayang dalam air akan mempengaruhi kualitas air. Semakin banyak bahan padat maka kualitas dapat semakin menurun. Kandungan bahan padat atau sedimen yang berlebih dalam air dapat menimbulkan kekeruhan air. Air yang keruh dapat menandakan adanya berbagai sedimen terdapat dalam air. Kandungan bahan padat pada air dinyatakan dengan TDS (Total Dissolved Solid) dan TSS (Total Solid Suspension). Air yang memiliki kualitas yang baik tidak memiliki warna. Warna pada air dapat menunjukkan adanya kelebihan zat maupun materi dalam air. Bau dan rasa dalam air yang berkualitas baik idealnya juga tidak ada. Bau dan rasa terdapat dalam air karena adanya organisme maupun akumulasi zat atau materi yang dapat menganggu penggunaan. Temperatur atau suhu udara pada air juga perlu diperhatikan. Kualitas air yang baik idealnya memiliki suhu normal 20 C hingga 30 C (Suripin, 2004). Daya Hantar Listrik (DHL) menggambarkan daya air untuk meneruskan aliran listrik (Effendi, 2003). Nilai DHL yang tinggi maka garam-garam terlarut juga dalam jumlah yang besar. Salinitas merupakan konsentrasi total ion dalam air (Effendi, 2003). Konsentrasi total ion, akumulasi sedimen, zat, materi dalam air yang berlebih dapat menyebabkan gangguan dalam penggunaan air. B. Karakteristik Kimia Kandungan bahan atau unsur kimia dalam air dapat memengaruhi kualitas air. Secara umum sifat kimia yang dapat mempengaruhi kualitas air adalah ph, oksigen terlarut, alkalinitas, kesadahan, dan kandungan Bahan Organik (BO) serta unsur-unsur kimia lain. ph merupakan pernyataan untuk pengukuran keasaman dan kebasaan air. Normalnya air murni memiliki ph sebesar 7 atau disebut pula ph netral. ph di atas 7 maka air dapat bersifat basa sedangkan ph di bawah 7 bersifat asam. Air

yang bersifat terlalu basa mupun asam maka tidak dapat dimanfaatkan untuk fungsi tertentu terutama konsumsi. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dalam air umumnya digunakan berbagai organisme untuk beraktivitas dan untuk mikroba mengurai bahan organik. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari proses difusi dengan udara maupun dalam air. Alkalinitas menyatakan kemampuan air untuk menetralkan asam (Effendi, 2003). Ion pembentuk alkalinitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat dan hidroksida. Ion-ion ini terdapat dalam air diakibatkan adanya kontak antara air dengan tanah maupun batuan yang menyebabkan terlarutnya ion dalam air. Kesadahan merupakan gambaran kandungan kation logam dalam air (Matthess, 1982). Kation yang dominan terdapat dalam air adalah kalsium dan magnesium. Kesadahan air ini diakibatkan adanya kontak antara air dengan tanah dan batuan. C. Karakteristik Biologi Jumlah organisme hidup yang berlebihan dalam air maka dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut serta mampu menimbulkan pencemaran air. Menurunnya kualitas air akibat organisme yang berlebih dalam air dapat ditandai dengan berubahnya warna, terdapat rasa air maupun timbulnya bau yang mengganggu. Sifat biologi dalam air tanah cenderung sedikit akibat faktor letaknya. Penyaringan dan pencucian air karena kontak dengan batuan dan tanah menyebabkan organisme sulit mencapai air tanah. Umumnya dalam air tanah yang tercemar banyak mengandung bakteri yang berasal dari bahan-bahan pencemar. 1.7. Kerangka Teoretik Airtanah sebagai sumberdaya air bawah permukaan memiliki suplai utama yang berasal dari air hujan yang jatuh di permukaan bumi. Hujan yang jatuh ke permukaan bumi, sebagian menjadi aliran permukaan membentuk sumberdaya air permukaan seperti sungai dan danau, sedangkan sebagian akan mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah membentuk air tanah. Infiltrasi merupakan

masuknya air hujan secara vertikal ke dalam lapisan tanah, sedangkan perkolasi ialah masuknya air secara vertikal melalui pori-pori batuan hingga bawah zona perakaran tanaman (Bouwer, 1978). Airtanah secara alami mengandung unsur-unsur kimia dalam jumlah tertentu yang berasal dari berlangsungnya siklus hidrologi dari awal proses pembentukan uap air di atmosfer hingga penyerapan dan pengalirannya di dalam tanah (Appelo dan Postma, 1993). Hal ini berkaitan pula dengan proses pembentukan daerah kajian di masa lalu yang memengaruhi kondisi di masa sekarang sesuai prinsip geomorfologi The present is the key to the past. Proses yang terjadi pada masa lalu terutama genesa bentuklahan akan berpengaruh pada kondisi airtanah pada masa sekarang. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, studi hidrogeokimia pada airtanah dapat digunakan untuk menganalisa karakteristik airtanah, baik sifat-sifat kimia yang berpengaruh pada kualitas, maupun proses geomorfologi yang terjadi di masa lampau. Proses geomorfologi pembentuk satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap material penyusun batuan di suatu wilayah. Wadah airtanah yang berupa akuifer merupakan suatu formasi batuan yang tersusun atas material tertentu yang bersifat mampu menyimpan dan melalukan air, sehingga karakteristik akuifer juga berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut terdapat hubungan antara proses geomorfologi terhadap karakteristik airtanah terutama terkait komposisi unsurunsur kimia airtanah. Hal tersebut disebabkan terjadinya kontak antara batuan dengan airtanah. Sifat fisik air yang dinamis juga berlaku pada airtanah. Airtanah bergerak mengalir meskipun dengan kecepatan rata-rata yang sangat lambat. Selama proses pengaliran tersebut airtanah mengalami interaksi dengan material yang dilaluinya. Karakteristik hidrogeokimia airtanah mampu menggambarkan komposisi unsur-unsur kimia yang ada dalam airtanah. Kandungan unsur-unsur kimia tersebut merupakan salah satu parameter penentu kualitas airtanah. Kualitas airtanah selain dari sifat kimia maupun sifat fisik air seperti bau, rasa, warna, dan suhu, juga dapat diindikasi melalui besarnya Daya Hantar Listrik (DHL). Nilai DHL merepresentasikan akumulasi ion-ion terlarut, dimana semakin tinggi maka

kualitas air semakin buruk. Berdasarkan karakteristik hidrogeokimia dan kualitas airtanah maka dapat dianalisis potensi pemanfaatan airtanah yang sesuai. Berikut ini ialah skema kerangka pemikiran teoretik yang dibangun pada penelitian ini, seperti pada Gambar 1.5. Proses Geomorfologi Kondisi Geologi Genesa dan Dinamika Bentuklahan Struktur dan Material Penyusun Satuan Bentuklahan Karakteristik Akuifer Komposisi Unsur Kimia Airtanah Kajian Hidrogeokimia Airtanah Karakteristik TipeHidrogeokimia Airtanah Bebas Distribusi Spasial Tipe Hidrogeokimia Airtanah Bebas Gambar 1.5 Kerangka Pemikiran Teoretik Kajian Hidrogeokimia Airtanah Bebas di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Purworejo