BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dari sisi geografi dan letaknya merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa potensi ekosistem pesisir yang besar baik ekosistem alami (terumbu karang, mangrove, padang lamun, pantai berpasir, laguna, estuaria dan delta) maupun ekosistem buatan (tambak, sawah, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan kawasan permukiman) yang dapat dikembangkan guna memajukan perekonomian dan memenuhi kebutuhan manusia. Berbagai aktivitas tersebut menjadikan kawasan pesisir berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan menjadi tempat yang paling banyak dihuni oleh manusia serta dapat mendorong berdirinya kawasan industri dan permukiman hingga berkembang menjadi perkotaan. Sekitar dua pertiga kota-kota besar di dunia berada di kawasan pesisir (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk di wilayah ini yang bukan berasal dari melahirkan, melainkan dari migrasi dan tujuan urbanisasi maka semakin meningkat pula kebutuhan tempat tinggal atau permukiman. Kebutuhan akan tempat tinggal atau wilayah yang dijadikan tempat bermukim oleh masyarakat pesisir, selain memiliki karakteristik pola permukiman yang dipengaruhi oleh keadaan topografi, juga harus memperhatikan syarat kelengkapan sarana, prasarana, dan utilitas yang dibutuhkan guna mendukung 1

2 kehidupan dan aktivitas lainnya. Berdasarkan pedoman standar pelayanan minimal yang dikeluarkan oleh Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2001, salah satu utilitas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya yaitu air bersih. Kebutuhan akan air digunakan oleh masyarakat untuk MCK (mandi, cuci dan kakus) dan untuk air minum. Secara umum pemenuhan air bersih berasal dari air permukaan dan air bawah tanah (Rahadi dan Lusiana, 2012). Suprijanto (2003) dalam Zain (2007) menerangkan bahwa tahap awal perkembangan kawasan permukiman di kota pantai baik berupa kelompok permukiman di pantai maupun di atas air yaitu adanya ketersediaan sumber air untuk memenuhi keperluan hidup masyarakat. Berdasarkan hal ini maka ketersediaan air khususnya airtanah merupakan hal yang diperhitungkan dalam penentuan lokasi perkembangan dan pertumbuhan kawasan permukiman. Semakin berkembangnya permukiman maka ketergantungan terhadap kebutuhan airtanah juga semakin meningkat. Di sisi lain pengambilan airtanah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hidrologi yang baik, sering kali menimbulkan dampak negatif terhadap kelangsungan dan kualitas sumberdaya airtanah. Dampak negatif pemanfaatan airtanah (yang berlebihan) tersebut berupa dampak yang bersifat kualitatif (kualitas airtanah) dan kuantitatif (pasokan airtanah) (Asdak, 2010). Perkembangan permukiman akan memperhitungkan keberadaan sumber air terutama airtanah. Selain itu keberadaan airtanah dapat membentuk pola persebaran permukiman tertentu. Daerah-daerah dengan permukaan airtanah yang 2

3 dalam menyebabkan keberadaan sumur sangat sedikit disebabkan pembuatan sumur memakan biaya dan waktu yang banyak, sehingga pola persebaran permukiman memusat mengikuti keberadaan sumur. Sebaliknya, pada permukaan airtanah yang dangkal akan memungkinkan pembuatan sumur-sumur di setiap tempat, sehingga permukiman penduduk dapat didirikan secara menyebar mengikuti pemilihan tempat yang ada (Ritohardoyo, 2000). Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini memiliki wilayah kepesisiran yang secara administrasi berada di Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur. Berdasarkan data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga, peningkatan jumlah penduduk terdapat di Kecamatan Temon dengan jumlah jiwa di tahun 2010 menjadi jiwa di tahun Pada tahun 2011 jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Galur dengan jumlah jiwa. Peningkatan jumlah rumah tangga terjadi pada tahun 2010 di Kecamatan Temon dengan jumlah rumah tangga menjadi rumah tangga pada tahun 2011, dan di Kecamatan Galur dengan jumlah tahun 2010 menjadi pada tahun Pertambahan jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga ini akan berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan kebutuhan akan sumberdaya air. Pemanfaatan lahan di kepesisiran Kabupaten Kulon Progo selain digunakan untuk permukiman digunakan pula untuk kegiatan pertanian pesisir. Pertanian pesisir Kabupaten Kulon Progo merupakan percontohan bagi kegiatan pertanian pesisir di daerah lainnya. Potensi di bidang pertanian ini akan 3

4 meningkatkan pertambahan jumlah penduduk karena ketersediaan lahan untuk kegiatan perekonomian. Akan tetapi, lahan untuk pertanian pesisir dapat berpeluang sangat besar untuk dialihfungsikan menjadi permukiman jika kebutuhan akan tempat tinggal semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan atas asal proses utama, bentuklahan yang terdapat di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo di antaranya satuan bentuklahan asal proses fluvial, asal proses fluvial dengan marin (fluvio-marine), asal proses gelombang (marine) dan satuan bentuklahan asal proses gelombang dengan angin (marine-eolian) (Santosa, 2010). Berdasarkan satuan bentuklahan ini maka bentuklahan yang terdapat di kepesisiran Kabupaten Kulon Progo mulai dari bagian selatan ke bagian utara yaitu bentuklahan gisik, gumuk pasir, beting gisik dataran aluvial kepesisiran atau dataran fluviomarin, dataran banjir dan tanggul alam. Elemen-elemen yang terdapat di dalam bentuklahan mempunyai potensi berbeda-beda untuk berbagai peruntukan, sehingga kondisi ini yang dipertimbangkan manusia dalam pemilihan lokasi untuk permukiman mereka (Pratyastuti, 2009). Selain itu, bentuklahan sedikit banyak akan berpengaruh terhadap karakteristik airtanah karena perbedaan karakteristik litologi, struktur dan proses tertentu (Wulaningrum, 2002) dan berpengaruh terhadap pola persebaran permukiman (Pratyastuti, 2009). Berdasarkan penggunaan lahannya, wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh penggunaan lahan untuk permukiman dengan luas m 2 atau 41,03% dari penggunaan lahan lainnya. Umumnya 4

5 permukiman pada daerah ini menempati bentuklahan beting gisik (asal proses marin) dan dataran fluviomarin (asal proses marin dan fluvial). Pemilihan bentuklahan beting gisik untuk permukiman karena secara topografi bentuklahan ini lebih tinggi dari sekitarnya dan pemilihan dataran fluviomarin di dasarkan pada kemudahan dalam menjangkau lahan pertanian seperti pertanian padi sawah (Marwasta dan Priyono, 2007) Perumusan Masalah Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo akan meningkatkan pertumbuhan perkembangan permukiman pesisir. Terus berkembangnya kebutuhan tempat tinggal atau permukiman dikhawatirkan akan mengakibatkan alih fungsi lahan dari lahan pertanian pesisir menjadi lahan permukiman. Seperti yang dijelaskan pada latar belakang, keberadaan permukiman selain mempertimbangkan keadaan topografi juga mempertimbangkan ketersediaan sumber air, sehingga pola persebaran permukiman cenderung memperhatikan lokasi ketersediaan sumber air. Perbedaan ketersediaan dan kemudahan mendapatkan sumber air terutama airtanah akan membentuk pola persebaran permukiman tertentu. Selain ketersediaan air, pola persebaran permukiman juga akan berbeda satu dengan lainnya pada persebaran keruangan bentuklahan yang mempunyai karakteristik lahan yang berbeda pula. Perbedaan karakteristik bentuklahan seperti litologi, struktur dan proses tertentu maka akan berbeda pula karakteristik airtanahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2010) pada bentuklahan dataran 5

6 fluviomarin, karakteristik airtanah secara kualitas berasa payau hingga asin dengan keterdapatan yang bersifat lokal, sementara pada bentuklahan kompleks beting gisik dan gumuk pasir umumnya airtanah berasa tawar. Pemanfaatan lahan yang terus meningkat di sektor permukiman pesisir sementara lahan bersifat tetap akan berdampak pada perubahan karakteristik airtanah baik kualitas dan kuantitasnya. Karakteristik airtanah dapat dinilai berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Sifat fisik dilihat dari kedalaman muka airtanah dan fluktuasi muka airtanah. Kedalaman muka airtanah digunakan untuk menghitung ketinggian muka airtanah guna mengetahui arah aliran airtanah. Sifat kimia dilihat berdasarkan nilai Daya Hantar Listrik dan kualitas airtanah. Secara kualitas, pemanfaatan lahan untuk permukiman berpotensi menghasilkan limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga dapat berbentuk limbah cair dan padat. Limbah cair merupakan bahan pencemar yang berpotensi besar dalam pencemaran airtanah. Berbagai macam aktivitas masyarakat seperti pembuangan limbah kamar mandi/ wc dan dapur yang mengandung bahan kimia dari bahan pencuci yang tidak terkoordinasi dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran airtanah sehingga dapat menurunkan kualitas dari airtanah tersebut (Yahya, 2012). Selain limbah rumah tangga, kegiatan di bidang peternakan dengan lokasi kandang hewan ternak berdampingan langsung dengan permukiman, didukung dengan saluran pembuangan kotoran hewan langsung ke tanah dapat menyebabkan kualitas airtanah menurun. Ketersediaan jumlah atau kuantitas airtanah di suatu daerah tidak selalu sama. Ada daerah dengan potensi airtanah tinggi dan ada pula daerah dengan 6

7 potensi airtanah rendah. Semakin meningkat jumlah penduduk maka kebutuhan airtanah juga meningkat, di sisi lain jumlahnya semakin menurun. Bertambahnya pengambilan airtanah dan berkurangnya imbuhan airtanah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan muka airtanah. Selain itu, pengambilan airtanah yang berlebihan akan menyebabkan desakan air tawar dari daratan berkurang, sehingga air laut akan mendesak ke daratan dan interface (zona pertemuan air tawar dan air asin) akan terletak makin dangkal. Hal ini dapat menyebabkan penyusupan air asin dari laut ke dalam airtanah di daratan yang dikenal dengan intrusi air laut (Purnama, 2010). Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan suatu penelitian terkait hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo dengan rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti yaitu : 1. Bagaimana pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo? 2. Bagaimana karakteristik airtanah di setiap pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo? 3. Bagaimana hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu : 7

8 1. Menganalisis pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo; 2. Menganalisis karakteristik airtanah di setiap pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo; 3. Menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Sebagai tambahan referensi dan informasi pada suatu penulisan karya ilmiah lebih lanjut dalam bidang kajian geohidrologi atau hidrologi airtanah di wilayah kepesisiran khususnya terkait dengan karakteristik airtanah pesisir dengan pendekatan pola persebaran permukiman. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan baik bagi masyarakat maupun pemerintah dalam pembangunan permukiman dan pemanfaatan airtanah khususnya di wilayah kepesisiran agar tidak melebihi keseimbangan lingkungan Keaslian Penelitian Penelitian terkait dengan airtanah sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di antaranya penelitian mengkaji pengaruh litoralisasi terhadap 8

9 kualitas airtanah di wilayah pesisir Parangtritis Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (Zein, 2012); penelitian pengaruh tingkat kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas di sebagian kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul (Arumsari, 2011); penelitian analisis karakteristik airtanah berdasarkan penggunaan lahan antara Sungai Boyong dan Sungai Kuning Daerah Istimewa Yogyakarta (Wijayanti, 2010); penelitian pola persebaran permukiman dengan pencemaran kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog Daerah Istimewa Yogyakarta (Iswinayu, 2010); dan penelitian pola persebaran permukiman berdasarkan bentuklahan (kasus di bentuklahan marin Kabupaten Kulon Progo dan bentuklahan solusional Kabupaten Gunungkidul) Daerah Istimewa Yogyakarta (Pratyastuti, 2009). Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pengambilan daerah penelitian berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan wilayah kajian yang berbeda dan bersamaan pengkajiannya terkait pola persebaran permukiman, karakteristik airtanah dan kualitas airtanah. Perbedaannya terletak pada tujuan yang dilakukan, tujuan penelitian sebelumnya untuk mengetahui pengaruh litoralisasi terhadap kualitas airtanah (Zein, 2012); mengetahui pengaruh kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas (Arumsari, 2010); menganalisis karaktersitik airtanah berdasarkan penggunaan lahan (Wijayanti, 2010); menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog (Iswinayu, 2010); dan mempelajari pola persebaran permukiman pada bentuklahan marin dan solusional (Pratyastuti, 2009). 9

10 Pada penelitian ini tujuan akhir yang ingin di analisis yaitu menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo. Karakteristik airtanah yang dianalisis meliputi sifat fisik dan kimia airtanah. Sifat fisik airtanah meliputi kedalaman muka airtanah dan fluktuasi muka airtanah, sedangkan kimia airtanah meliputi sebaran nilai Daya Hantar Listrik untuk mengetahui ada tidaknya intrusi air laut yang akan mempengaruhi kadar garam yang terlarut dalam airtanah dan uji laboratorium untuk parameter kualitas airtanah. Hasil analisis yang diharapkan dari penelitian ini berupa ada tidaknya hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran. Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan analisis airtanah serta perbandingan dengan penelitian yang dilakukan penulis disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya 1. Peneliti : Azwar Garry Irfan Zein (2012) Judul : Pengaruh Litoralisasi terhadap Kualitas Airtanah di Wilayah Pesisir Parangtritis Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Tujuan Metode Hasil a. Mengkaji litoralisasi di a. Metode sampling dengan teknik a. Kajian litoralisasi di wilayah pesisir puposive sampling, wilayah pesisir Parangtritis, b. Metode three point problems, Parangtritis, b. Mengkaji karakteristik c. Analisis hidrostratigrafi, b. Kajian karakteristik akuifer dan airtanah d. Analisis tipe hidrogeokimia akuifer dan airtanah bebas di wilayah dengan diagram piper bebas di wilayah pesisir pesisir Parangtritis, c. Membandingkan segiempat, e. Analisis deskriptif, Parangtritis, c. Perbandingan pengaruh pengaruh f. Analisis deskriptif-komparatif perkembangan perkembangan pemanfaatan wilayah pemanfaatan wilayah pesisir (litoralisasi) pesisir (litoralisasi) terhadap kualitas airtanah terhadap kualitas tahun 1997 dan 2011 di airtanah tahun 1997 dan 2011 di wilayah pesisir Parangtritis. wilayah Parangtritis. pesisir 10

11 Tabel 1.1. (lanjutan) 2. Peneliti : Anggraini Arumsari (2011) Judul : Pengaruh tingkat kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas di sebagian Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Tujuan Metode Hasil a. Mengetahui kualitas a. Pengambilan sampel airtanah bebas dengan akan dilakukan pada indikator unsur-unsur unit permukiman nitrat, nitrit, fosfat, amonia, BOD dan COD di daerah penelitian, b. Mengetahui variasi kualitas airtanah pada tiap kepadatan permukiman, c. Mengetahui pengaruh kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas di daerah penelitian. yang mengacu pada tiap kelas kepadatan permukimannya, b. Pembuatan peta flownet sebagai salah satu acuan dalam pengambilan sampel, c. Sampel diambil pada sumur-sumur gali di tiap tingkat kepadatan permukiman yang dianggap mewakili. a. Pola persebaran permukiman di daerah penelitian cenderung mengelompok pada wilayah yang strategis terutama permukiman dengan tingkat kepadatan sedang dan tinggi. Hal tersebut dikarenakan daerah yang strategis menjadi daerah tujuan atau sumber mata pencaharian dan juga sumber pendapatan penduduk. Sarana dan prasarana seperti transportasi, komunikasi, ekonomi yang lengkap serta memadai juga menjadi alasan masyarakat untuk tinggal di daerah permukiman tersebut, b. Airtanah pada sumur di daerah penelitian mengalami penurunan kualitas disebabkan oleh timbulnya pencemaran akibat limbah domestik, limbah industri dan kepadatan permukiman yang terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk dan berpengaruh terhadap sistem sanitasi. Hal ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara pengembangan sarana sanitasi dengan jumlah penduduk dan permukiman yang terus bertambah. Kondisi lingkungan dengan permukiman yang semakin padat semakin menyebar kemungkinan terjadinya pencemaran akibat semakin sempitnya lahan untuk membangun sarana sanitasi dan tempat pembuangan limbah pada jarak yang ideal dengan sumur. 3. Peneliti : Pipit Wijayanti (2010) Judul : Karakteristik airtanah berdasarkan penggunaan lahan antara sungai Boyong dan sungai Kuning Daerah Istimewa Yogyakarta Tujuan Metode Hasil a. Menganalisis karakteristik airtanah berdasarkan penggunaan lahan di daerah penelitian, b. Menentukan arahan konservasi airtanah di daerah penelitian. a. Grid untuk penentuan sumur gali, b. Purposif sampling untuk mengukur fluktuasi airtanah. a. Variasi fluktuasi airtanah berdasarkan penggunaan lahan sebagai cerminan penggunaan airtanah, b. Arahan konservasi airtanah di daerah penelitian. 11

12 Tabel 1.1. (lanjutan) 4. Peneliti : Fitri Iswinayu, 2010 Judul : Hubungan pola persebaran permukiman dengan pencemaran kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan Metode Hasil a. Menganalisis kualitas airtanah pada daerah permukiman di daerah aliran sungai Bedog, b. Menganalisis a. Analisis sampel air, b. Analisis statistik, c. Aplikasi SIG. hubungan pola persebaran permukiman dengan kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog, c. Menganalisis bentuk aktivitas masyarakat dalam pengelolaan lingkungan airtanah di daerah aliran sungai Bedog. a. Kualitas airtanah telah tercemar coli tinja, b. Hubungan pola persebaran permukiman dengan kualitas di daerah aliran sungai Bedog, c. Aktivitas masyarakat dalam pengelolaan lingkungan khususnya airtanah masih rendah, sehingga kualitas airtanah cenderung mengalami penurunan. 5. Peneliti : Fika Prasty Pratyastuti Judul : pola persebaran permukiman berdasarkan bentuklahan (kasus di bentuklahan marin kabupaten Kulon Progo dan bentuklahan solusional kabupaten Gunungkidul) Daerah Istimewa Yogyakarta Tujuan Metode Hasil a. Mempelajari pola persebaran permukiman pada bentuklahan marin dan bentuklahan solusional, b. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola persebaran permukiman di bentuklahan marin dan solusional. Survai yang di deskripsikan dengan menggunakan metode comparative perspective, untuk membandingkan pola persebaran permukiman di kedua bentuklahan. a. Pada bentuk lahan marin pola persebaran permukiman sejajar memanjang mengikuti perkembangan beting gisik dan pada bentuk lahan solusional pola persebaran permukiman lebih cenderung mengelilingi teras-teras doline. b. Faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi untuk permukiman adalah bentuk lahan, aksesibilitas mudah, topografi yang relatif landai, kemudahan mendapatkan air, lahan sekitar mampu menopang kehidupan mereka dan aman dari bencana. 6. Peneliti : Putri Rizka Nursari (2015) Judul : Hubungan Pola Persebaran Permukiman dengan Karakteristik Airtanah di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Kulon Progo Tujuan Metode Hasil a. Menganalisis pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo, a. Metode deskriptif kuantitatif untuk analisis pola persebaran permukiman, karakteristik airtanah dan hubungan pola persebaran a. Peta pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo, b. Peta dan tabel karakteristik airtanah di setiap pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran 12

13 Tabel 1.1. (lanjutan) Tujuan Metode Hasil permukiman dengan karakteristik airtanah, b. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara proportionate stratified random sampling untuk pengukuran sampel airtanah langsung di lapangan terkait kedalaman muka airtanah, fluktuasi muka airtanah, sebaran nilai Daya Hantar Listrik, ph, temperatur, bau, warna, kekeruhan dan rasa dan pengambilan sampel untuk kualitas airtanah (kimia airtanah). b. Menganalisis karakteristik airtanah di setiap pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo; c. Menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo. Kabupaten Kulon Progo, c. Hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk juga akan meningkatkan kebutuhan akan tempat tinggal. Wilayah ini berada pada pantai berpasir dengan morfologi cenderung landai dan memiliki variasi bentuklahan mulai dari bentuklahan gisik, gumuk pasir, beting gisik, dataran aluvial kepesisiran atau dataran fluviomarin, dataran banjir dan tanggul alam. Umumnya masyarakat bertempat tinggal pada bentuklahan beting gisik dan dataran fluviomarin. Perbedaan bentuklahan sedikit banyak akan mempengaruhi perbedaan karakteristik airtanah dan mempengaruhi pola persebaran pemukiman karena karakteristik lahan dan elemen-elemen bentuklahan yang berbeda. Keberadaan airtanah dapat juga membentuk pola persebaran permukiman tertentu. Oleh 13

14 karena itu, pola persebaran permukiman akan berbeda antara satu bentuklahan dengan bentuklahan lainnya dan akan berbeda pada keberadaan airtanah yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut maka sasaran penelitian ini adalah permukiman yakni pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan guna menganalisis karakteristik airtanah di wilayah penelitian. 14

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia berkisar antara % dengan rincian 55 % - 60% berat badan orang

BAB I PENDAHULUAN. manusia berkisar antara % dengan rincian 55 % - 60% berat badan orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah senyawa H2O yang merupakan bagian paling penting dalam kehidupan dan manusia tidak dapat dipisahkan dengan air. Air dalam tubuh manusia berkisar antara 50

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii SARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan, 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan zat yang sangat penting bagi manusia. Salah satu sumber air untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air tanah, baik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketika kesetimbangan neraca air suatu daerah terganggu, maka terjadi pergeseran pada siklus hidrologi yang terdapat di daerah tersebut. Pergeseran tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah kepesisiran merupakan wilayah daratan yang meliputi area darat baik yang terendam maupun tidak terendam air laut namun terpengaruh aktivitas laut (marin),

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan airtanah. Air

BAB I PENDAHULUAN. air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan airtanah. Air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan mempunyai daya dukung dan daya lenting. Daya dukung merupakan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh dan berkembangnya makhluk hidup di dalamnya

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEBARAN INTRUSI AIR LAUT PADA AIRTANAH FREATIK DI DESA RUGEMUK KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG

ANALISIS PERSEBARAN INTRUSI AIR LAUT PADA AIRTANAH FREATIK DI DESA RUGEMUK KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG ANALISIS PERSEBARAN INTRUSI AIR LAUT PADA AIRTANAH FREATIK DI DESA RUGEMUK KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG Nahor M. Simanungkalit 1, Walbiden Lumbantoruan 1 1 Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil di tengah lautan lepas merupakan daerah-daerah yang sangat miskin akan sumber air tawar, sehingga timbul masalah pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air diperlukan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Air diperlukan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air diperlukan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup. Pemanfaatannya tidak sekedar hanya untuk keperluan air rumah tangga, tetapi diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan, dimana air dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup. Tidak heran jika kita sebagai makhluk yang hidup di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan air semakin meningkat namun daya dukung alam ada batasnya dalam memenuhi kebutuhan air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali termasuk manusia. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kebutuhan semua makhluk yang ada di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 99.093km, sehingga memiliki potensi sumberdaya pesisir

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah kepesisiran didefinisikan oleh Kay dan Alder (1999) sebagai wilayah pertemuan darat dan laut dengan proses-proses alam yang bervariasi dan dinamis dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain untuk minum, mandi dan mencuci, air bermanfaat juga sebagai sarana transportasi, sebagai sarana

Lebih terperinci

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air vii B Tinjauan Mata Kuliah uku ajar pengelolaan sumber daya air ini ditujukan untuk menjadi bahan ajar kuliah di tingkat sarjana (S1). Dalam buku ini akan dijelaskan beberapa pokok materi yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah termasuk permasalahan lingkungan seperti kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1 Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA ( Tempat Pembuangan Akhir ) Mojosongo Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR NIM K 5410012 P. Geografi FKIP UNS A. PENDAHULUAN Sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH INTRUSI AIR LAUT TERHADAP AKUIFER PANTAI PADA KAWASAN WISATA PANTAI IBOIH SABANG (187A)

PENGARUH INTRUSI AIR LAUT TERHADAP AKUIFER PANTAI PADA KAWASAN WISATA PANTAI IBOIH SABANG (187A) PENGARUH INTRUSI AIR LAUT TERHADAP AKUIFER PANTAI PADA KAWASAN WISATA PANTAI IBOIH SABANG (187A) Mellisa Saila 1, Muhajjir 1, dan Azmeri 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Syiah Kuala,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Air merupakan sumber daya yang sangat diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Air merupakan sumber daya yang sangat diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan dapat dipastikan tanpa pengembangan sumberdaya air secara konsisten peradaban manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya air sangat terkait dengan sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan kebutuhan air bersih adalah

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di alam ini tidak dapat berlangsung, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Tubuh manusia sebagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan perhitungan dan dibantu dengan data-data sekunder dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan perhitungan dan dibantu dengan data-data sekunder dari BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Berdasarkan perhitungan dan dibantu dengan data-data sekunder dari penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa jumlah ketersediaan air tanah di daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Geologi lingkungan merupakan suatu interaksi antara manusia dengan alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling mempengaruhi

Lebih terperinci

Repository.Unimus.ac.id

Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan kemampuan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan semua makhluk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia dalam menunjang berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga kebersihan daerah aliran sungai. Membuang limbah padat dan cair dengan tidak memperhitungkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Dampak tersebut harus dikelola dengan tepat, khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Dampak tersebut harus dikelola dengan tepat, khususnya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat terutama di wilayah perkotaan menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar adalah air, bahkan hampir 60 70 % tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIRTANAH UNTUK KEGIATAN PERTANIAN LAHAN KERING DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KULONPROGO

PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIRTANAH UNTUK KEGIATAN PERTANIAN LAHAN KERING DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KULONPROGO PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIRTANAH UNTUK KEGIATAN PERTANIAN LAHAN KERING DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KULONPROGO Sudarmadji 1 dan Ahmad Cahyadi 2 1 Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muka bumi yang luasnya ± 510.073 juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 148.94 juta Km 2 (29.2%) dan lautan 361.132 juta Km 2 (70.8%), sehingga dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan laut yang masih di pengaruhi pasang dan surut air laut yang merupakan pertemuan anatara darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA Imam Fajri D. 1, Mohamad Sakur 1, Wahyu Wilopo 2 1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km 2, dan memiliki panjang

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Permen ESDM No.2 tahun 2017, tentang Cekungan Airtanah di Indonesia, daerah aliran airtanah disebut cekungan airtanah (CAT), didefinisikan sebagai suatu wilayah

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR PETA...xii DAFTAR LAMPIRAN...xiii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan air tersebut dapat diperoleh dari berbagai macam sumber,

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan air tersebut dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan dasar bagi makhluk hidup termasuk manusia. Kebutuhan akan air tersebut dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, antara lain: menampung

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang seluruh anggota komunitasnya (manusia, hewan, tumbuhan, mikroorganisme, dan abiotis) saling

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki daya tarik tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki daya tarik tersendiri untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah sangat berkaitan dengan pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Semakin besar pertumbuhan penduduk dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut

Lebih terperinci

VARIASI KONDISI AIRTANAH SEBAGIAN PESISIR KABUPATEN REMBANG KAITANNYA DENGAN BENTUKLAHAN

VARIASI KONDISI AIRTANAH SEBAGIAN PESISIR KABUPATEN REMBANG KAITANNYA DENGAN BENTUKLAHAN VARIASI KONDISI AIRTANAH SEBAGIAN PESISIR KABUPATEN REMBANG KAITANNYA DENGAN BENTUKLAHAN Theresia Retno Wulan 2,3,4, Wiwin Ambarwulan 3, Etik Siswanti 5, Edwin Maulana 1,2, I Wayan Wisnu Yoga Mahendra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman merupakan kebutuhan pokok manusia, selain kebutuhan makanan dan pakaian. Permukiman sebagai tempat untuk kelangsungan hidup manusia. Permukiman sebagai unit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang lebih cepat seiring dengan berkembangnya kota Perkembangan ini terutama karena lokasinya

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci