Maklumat Perlawanan Kenaikan Harga BBM. Tolak Kenaikan Harga BBM! Nasionalisasi Industri Migas di Bawah Kontrol Rakyat! Ganti Rezim, Ganti Sistem!

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

Bukan berarti rencana tersebut berhenti. Niat pemerintah membatasi pembelian atau menaikkan harga BBM subsidi tidak pernah berhenti.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

Rezim Neolib Bergaya Merakyat Wednesday, 26 November :40

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

PEREKONOMIAN INDONESIA

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Mayoritas masyarakat menolak kenaikan BBM, termasuk mayoritas para pemilih partai yang mendukung kebijakan kenaikan BBM.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Subsidi BBM pada APBN. Komposisi Subsidi pada APBN 55% 50% 44% 44% 43% 35% 33% 33% APBN APBN LKPP LKPP LKPP APBN. Perkembangan Subsidi BBM ( )

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Buku GRATIS ini dapat diperbanyak dengan tidak mengubah kaidah serta isinya

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

ANALISIS MASALAH BBM

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor

[107] Akal-Akalan Cari Alasan Tuesday, 10 September :39

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang, melemahnya nilai tukar

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya.

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN?

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Maklumat Perlawanan Kenaikan Harga BBM Tolak Kenaikan Harga BBM! Nasionalisasi Industri Migas di Bawah Kontrol Rakyat! Ganti Rezim, Ganti Sistem! Pemerintah sudah bulat akan menaikkan harga BBM bersubsidi pada 1 April 2012. Mereka mengusulkan kenaikannya sebesar Rp1500 per liter. Apa artinya ini bagi kita, rakyat Indonesia? Dampak Kenaikan Harga BBM Kenaikan harga BBM hanya akan membuat kehidupan kita sebagai rakyat semakin menderita. Pengguna langsung BBM, seperti pengendara motor, akan langsung merasakan dampaknya. Transportasi umum juga sudah pasti akan menaikkan ongkos jasanya, sehingga pengguna transportasi umum juga akan segera merasakan dampaknya. Organda DKI Jakarta, misalnya, dalam pernyataannya di media, sudah berencana menaikkan tarif angkutan umum sebesar 35%. Lalu, untuk berhemat, para pengguna transportasi umum kemungkinan akan beralih ke sepeda motor, sehingga kenaikan harga BBM pun berpotensi membunuh transportasi umum. Semuanya jadi terjepit. Tapi tidak hanya sektor transportasi yang akan terkena dampaknya. Dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 Tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu, disebutkan beberapa kategori pengguna BBM bersubsidi selain transportasi. Mereka adalah usaha perikanan yang terdiri dari nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha pertanian kecil dengan luas maksimal 2 hektar; usaha mikro; dan pelayanan umum seperti krematorium. Semua pengguna ini akan terkena dampak kenaikan harga BBM. Logikanya mirip dengan dampak di sektor transportasi. Harga produk pertanian para petani ini akan naik, karena ongkos produksi pertanian akan naik akibat kenaikan harga BBM. Para pembeli produk pertanian para petani pun akan terkena dampaknya. Lalu, dengan lumayan banyaknya tanaman pangan impor, ada kemungkinan para pembeli tanaman pangan si petani akan beralih ke tanaman pangan impor. Akibatnya, kenaikan

harga BBM akan membunuh usaha pertanian si petani kecil. Hal yang sama juga akan terjadi pada nelayan. Biaya produksi yang dikeluarkan nelayan akan meningkat, apalagi total biaya pembelian BBM nelayan mencapai 50-60% dalam sekali melaut. Bagaimana dengan industri sedang dan besar yang sudah tidak diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi? Apakah mereka juga akan terkena dampaknya? Meskipun untuk mesin-mesin, pabrik-pabrik mungkin sudah tidak menggunakan BBM bersubsidi, tapi tidak demikian dengan ongkos pengangkutan barang. Kendaraan pengangkut barang-barang ini kemungkinan besar masih menggunakan BBM bersubsidi. Artinya, kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada industri secara umum. Kenaikan harga BBM ini akan memangkas daya saing industri nasional akibat ongkos transportasi barang yang meningkat. Tapi, tidak hanya itu. Dampak kenaikan harga BBM pada industri besar dan sedang akan mengakibatkan harga barang-barang secara umum naik. Singkatnya, kenaikan harga BBM akan berdampak pada inflasi. Para ekonom pun sudah memprediksinya, meski dengan angka yang beragam. Pengamat ekonomi Aviliani, misalnya, menyatakan, kenaikan harga BBM antara Rp1.500 sampai Rp2.000 akan mengakibatkan tingkat inflasi nasional tahun ini menjadi 6,5%. Akibat selanjutnya, daya beli masyarakat kelas menengah-bawah dan kelas bawah akan terpangkas. Lalu, pabrik-pabrik juga akan dipaksa melakukan efisiensi. Dampaknya adalah pada kaum buruh, bisa berupa PHK atau tekanan atas tingkat upah. Jadi, sudah dijepit oleh harga, kaum buruh juga akan dijepit dari sisi upah dan PHK. Dampaknya, upah riil buruh yaitu nilai upah berbanding harga-harga akan turun. Kalau kita lihat data upah riil buruh 2007-2010 dari BPS, kita bisa lihat bahwa pada tahun di mana pemerintah menaikkan harga BBM, yaitu tahun 2008, upah riil buruh cenderung menurun. Dan upah riil ini naik kembali di saat pemerintah menurunkan harga BBM. Berikut datanya: Kenaikan BBM dan Upah Riil Buruh Industri di Bawah Mandor 2007-2010 (IHK 2007 = 100) Bulan Tahun Harga Premium Harga Solar Harga Minyak Tanah Indeks Harga Konsumen Upah Nominal (000) Upah Riil (000) 2007 Rp4.500 Rp4.300 Rp2.000 100.0 1 019.0 1 019.0

Maret 105.3 1 093.4 1 038.0 Juni 110.1 1 091.0 991.1 Rp6.000 Rp5.500 Rp2.500 September 2008 113.3 1 098.1 969.6 Rp5.500 Rp5.500 Rp2.500 Desember 113.9 1 103.4 969.1 Rp5.000 Rp4.800 Rp2.500 Maret 114.3 1 134.7 993.0 Juni 114.1 1 148.6 1 006.7 2009 September 116.5 1 160.1 996.1 Desember 117.0 1 172.8 1 002.1 Rp4.500 Rp4.500 Rp2.500 Maret 118.2 1 182.4 1 000.4 Juni 119.9 1 222.2 1 019.7 2010 September 123.2 1 386.4 1 125.2 Desember 125.2 1 386.7 1 107.6 Sumber: data upah riil BPS dan Perpres serta Permen ESDM tentang harga eceran BBM. Berdasarkan data di atas, kita bisa lihat bahwa upah riil buruh mengalami penurunan dari Rp1.019.000 di tahun 2007 menjadi Rp969.100 di bulan Desember 2008. Upah riil ini turun bersamaan dengan naiknya harga BBM di tahun 2008. Pada Mei 2008, pemerintah menaikkan harga minyak tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500, harga premium dinaikkan dari Rp4.500 menjadi Rp6.000, dan harga minyak solar dinaikkan dari Rp4.300 menjadi Rp5.500. Upah riil cenderung naik lagi pada akhir 2009. Tahun 2009 adalah tahun di mana pemerintah menurunkan harga BBM dengan premium dan solar turun menjadi Rp4.500. Dan kalau turunnya upah riil terjadi pada kenaikan harga BBM 2008, maka besar kemungkinan hal ini akan terjadi lagi apabila pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan April nanti. Subsidi BBM: Untuk Orang Kaya atau Miskin? Tapi, bukankah kata pemerintah, subsidi BBM hanya mengsubsidi orang kaya, bukan orang miskin? Pemerintah memang suka mengulang-ngulang di media massa bahwa 70% penikmat BBM bersubsidi adalah orang kaya, sementara orang miskin hanya 30%. Kemudian, diambil kesimpulan bahwa kenaikan harga BBM tidak akan berdampak banyak pada rakyat miskin. Jelas ini tidak benar. Berdasarkan data Susenas BPS, didapati bahwa 65% bensin ternyata dikonsumsi oleh rumah tangga miskin dan menengah ke

bawah, sementara hanya 35% yang dikonsumsi oleh rumah tangga menengah, menengah atas dan kaya. Lengkapnya bisa dilihat dalam grafik berikut: Konsumsi Bensin Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga

Selain itu, siapa yang akan paling banyak terkena dampak kenaikan harga BBM bisa kita prediksi dari data jumlah kendaraan bermotor di Indonesia menurut jenisnya. Asumsinya, pengguna terbesar BBM bersubsidi adalah sektor transportasi. Mari kita lihat datanya: Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan (unit), 2008-2010 Jenis Kendaraan 2008 2009 2010*) Jumlah % Jumlah % Jumlah % Mobil Penumpang 7.695.500 12,39 8.111.508 12,04 8.828.114 11,45 Bus 2.138.439 3,44 2.238.790 3,32 2.351.297 3,05 Truk 4.569.519 7,36 4.610.400 6,84 4.818.280 6,25 Sepeda Motor 47.683.681 76,80 52.433.132 77,80 61.133.032 79,26 Total 62.087.139 100,00 67.393.139 100,00 77.130.723 100,00 *) Angka sementara Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2011 Dari data di atas, kita bisa lihat bahwa jumlah kendaraan bermotor yang terbanyak adalah sepeda motor dengan persentase rata-rata sekitar 77,95% dari seluruh kendaraan bermotor yang ada di Indonesia. Sementara, mobil penumpang, meski menempati urutan kedua, tapi jumlahnya jauh di bawah sepeda motor. Persentase rata-rata mobil penumpang dari keseluruhan kendaraan bermotor di Indonesia hanya sekitar 11,96%. Siapa pengguna sepeda motor? Kebanyakan adalah kelas bawah. Tapi, kita memang tidak bisa mengasumsikan bahwa semua pemilik sepeda motor itu kelas bawah, karena ada juga kelas menengah yang memiliki sepeda motor. Karena keterbatasan data, kita asumsikan saja bahwa semua pemilik mobil itu adalah kelas menengah. Dan bahwa 1 mobil dimiliki oleh 1 orang kelas menengah. Kemudian, tiap kelas menengah pemilik mobil juga memiliki 1 sepeda motor. Dengan demikian, di tahun 2010, kita dapati jumlah sepeda motor kelas bawah adalah 61.133.032-8.828.114 = 52.304.918 sepeda motor. Artinya, jumlah kelas bawah yang menggunakan BBM jauh lebih banyak dari jumlah kelas menengah yang menggunakan BBM. Jika kenaikan harga BBM terjadi, ada 52.304.918 kelas bawah pengguna sepeda motor yang akan terkena dampaknya, sementara hanya 8.828.114 kelas menengah pengguna mobil yang terkena dampaknya. Jadi, tidak benar jika kenaikan harga BBM hanya berdampak pada kelas menengah. Dari

data-data di atas, kita bisa lihat bahwa pengguna BBM terbesar adalah kelas bawah, sehingga mereka yang akan paling terkena dampak kenaikan harga BBM. Apakah Subsidi BBM Membebani APBN? Ini adalah alasan utama pemerintah untuk menaikkan harga BBM, bahwa harga minyak dunia naik, sehingga menekan anggaran untuk subsidi BBM. Betulkah demikian? Pertama-tama, harus kita sadari bahwa ekspor minyak mentah Indonesia masih lebih banyak dari impor minyak mentah Indonesia. Jadi, sekalipun kita adalah importir BBM olahan, tapi kita masih merupakan eksportir minyak mentah. Artinya, Indonesia sebenarnya masih surplus atau mendapatkan keuntungan dari ekspor minyak mentah. Demikian datanya: Ekspor dan Impor Minyak Mentah Indonesia 2004-2011 (Barel) Tahun Ekspor Impor Ekspor Bersih 2004 178.869.000 148.489.589 30.379.411 2005 159.703.000 118.302.860 41.400.140 2006 134.960.000 116.232.183 18.727.817 2007 135.267.000 115.811.551 19.455.449 2008 134.872.000 97.005.665 37.866.335 2009 133.282.000 120.119.377 13.162.623 2010 121.000.000 101.093.030 19.906.970 2011 *) 100.744.000 91.485.762 9.258.238 *) Data sementara Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM Dari data di atas, terlihat bahwa ekspor bersih yaitu ekspor dikurangi impor minyak mentah Indonesia selalu surplus atau untung. Artinya, kalau ada kenaikan harga minyak mentah internasional, maka Indonesia juga mendulang keuntungan dari situasi itu. Begitu pula, pajak dari sektor minyak akan meningkat jika keuntungan perusahaan minyak meningkat akibat kenaikan harga minyak internasional. Dan kalau kita bandingkan pendapatan dari sektor migas dengan pengeluaran sektor migas, pendapatan sektor migas kita cenderung lebih besar dari pengeluaran sektor migas kita. Berikut datanya:

Pendapatan dan Pengeluaran Migas (Subsidi Energi) dalam APBN 2009-2012 (miliar rupiah) Uraian 2009 2010 2011 2012 Pendapatan Migas 175.795,7 211.605,9 238.397,9 214.675,8 PPh Migas 50.043,7 58.872,7 65.230,7 58.665,8 SDA Minyak Bumi 90.056,0 111.814,9 123.051,0 112.449,0 SDA Gas Alam 35.696,0 40.918,3 50.116,2 43.561,0 Pengeluaran Migas 94.585,9 139.952,9 195.288,7 168.559,9 Subsidi BBM 45.039,4 82.351,3 129.723,6 123.599,7 Subsidi Listrik 49.546,5 57.601,6 65.565,1 44.960,2 Pendapatan Bersih Migas 81.209,8 71.653,0 43.109,2 46.115,9 Sumber: Kemenkeu RI, Data Pokok APBN 2006-2012 Dari data di atas, kita bisa lihat bahwa pendatapan bersih migas pendapatan migas dikurangi pengeluaran migas (subsidi energi) kita selalu surplus. Bahkan, di tahun 2009 dan 2010, pendapatan dari SDA minyak bumi saja (tanpa diagregasi dengan yang lain) sudah cukup untuk menalangi subsidi BBM. Artinya, pemerintah sebenarnya tidak pernah kekurangan dana untuk subsidi BBM. Sekarang, mari kita coba prediksi pendapatan dan pengeluaran migas dengan memasukkan faktor kenaikan harga minyak dunia 2012, tetapi tanpa kenaikan harga BBM. Untuk ini, kita akan gunakan angka-angka yang dikeluarkan pemerintah. Untuk menghitung pendapatan SDA minyak, kita akan gunakan asumsi APBN-P 2012, yang sudah disepakati pemerintah dan DPR. Di situ, asumsi harga minyak mentah Indonesia berdasarkan kenaikan harga minyak internasional adalah $105 per barel. Lalu, nilai tukar Rupiah yang disepakati adalah antara Rp8.900 dan Rp9.100 per dolar, kita akan ambil nilai tengahnya yaitu Rp9.000 per dolar. Artinya, kalau dirupiahkan, harga minyak mentah Indonesia adalah $105 x Rp9.000 = Rp945.000 per barel. Kemudian, asumsi lifting atau produksi minyak Indonesia yang disepakati adalah 930 ribu barel per hari. Berarti dalam 1 tahun, produksi minyak Indonesia adalah 339.450.000 barel. Dengan harga per barelnya Rp945.000, maka kita dapati pendapatan SDA minyak

Indonesia adalah Rp945.000 x 339.450.000 barel = Rp320.780,3 milyar rupiah. Tentunya tidak semua ini menjadi milik pemerintah, karena pemerintah harus membagi uang ini dengan pihak swasta, termasuk swasta asing, yang bermain di sektor minyak Indonesia. Berapa bagian swasta dalam pendapatan minyak Indonesia? Itu bisa kita prediksi dari angka APBN 2012 yang lama. Dalam APBN 2012, asumsi yang digunakan adalah harga minyak mentah Indonesia $90 per barel, nilai tukar rupiah Rp8.800 dan lifting minyak 950 ribu barel per hari. Kalau dirupiahkan, harga minyak mentah Indonesia adalah $90 x Rp8.800 = Rp792.000, sementara produksi minyak setahun adalah 950.000 x 365 = 346.750.000 barel. Dengan demikian, total pendapatan minyak Indonesia seharusnya Rp792.000 x 346.750.000 barel = Rp274.626 miliar. Tapi, di APBN 2012, kita bisa lihat, pendapatan SDA minyak kita hanya Rp112.449 miliar. Dari sini, kita bisa lihat bahwa bagian swasta dari pendapatan minyak Indonesia adalah Rp274.626 miliar - Rp112.449 miliar = Rp162.177 atau sekitar 59%. Di atas, kita sudah dapati bahwa total pendapatan minyak Indonesia kalau faktor kenaikan harga minyak dunia dimasukkan adalah Rp320.780,3 milyar. Tapi sekarang kita tahu bahwa 59%-nya atau Rp189.260,4 miliar adalah milik swasta. Berarti pendapatan SDA minyak untuk pemerintah adalah Rp320.780,3 milyar - Rp189.260,4 miliar = Rp 131.519,9 miliar. Adapun angka subsidi BBM. kalau harga BBM tidak naik, pemerintah sering menyebut angka Rp178,6 triliun. Kalau angka lain kita biarkan sama dengan APBN 2012 yang lama, maka hasil akhirnya adalah: Perkiraan Pendapatan dan Pengeluaran Migas 2012 Dengan Kenaikan Harga Minyak Internasional dan Tanpa Kenaikan Harga BBM (miliar rupiah) Uraian 2012 Pendapatan Migas 233.746,7 PPh Migas 58.665,8 SDA Minyak Bumi 131.519,9 SDA Gas Alam 43.561,0 Pengeluaran Migas 223.560,2 Subsidi BBM 178.600,0

Subsidi Listrik 44.960,2 Pendapatan Bersih Migas 10.186,5 Dari data di atas, kita bisa lihat sekalipun pengeluaran migas (subsidi energi) meningkat dari Rp168,6 triliun menjadi Rp223,6 triliun, tetapi pendapatan migas juga meningkat dari Rp214,7 triliun menjadi Rp233,7 triliun. Pendapatan bersih migas pun masih ada sebesar Rp10.186,5 miliar. Jadi, sebenarnya pemerintah masih bisa menalangi subsidi BBM. Problemnya bukan di ketiadaan dana, tapi di penetapan alokasi anggaran. Memang pendapatan bersih migas kita berkurang, sehingga harus ada pos yang dipangkas untuk mempertahankan subsidi BBM. Tapi, subsidi BBM wajib dipertahankan, karena pos ini merupakan pos yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Ada pos lain yang sejatinya merupakan pemborosan, seperti pos utang luar negeri yang hanya menjadi mekanisme bagi para kreditor imperialis untuk menghisap dan membuat rakyat Indonesia terus bergantung pada mereka. Jumlah pembayaran bunga utang luar negeri di APBN 2012 itu Rp33.714,3 miliar. Pos inilah yang harusnya dikurangi atau dihapuskan sama sekali dari anggaran, karena pos ini hanya menguntungkan para kreditor imperialis. Selain itu, yang akan berdampak signifikan kepada anggaran sektor migas Indonesia adalah apabila sektor migas Indonesia dinasionalisasi di bawah kontrol rakyat. Tadi, kita dapati bahwa di tahun 2012, bagian swasta, termasuk swasta asing, di pendapatan minyak Indonesia adalah 59%. Sekarang, seandainya sektor migas Indonesia dinasionalisasi, sehingga 80% adalah bagian untuk pemerintah, sementara hanya 20% untuk swasta, maka pendapatan migas pada 2012 di anggaran adalah 80% x Rp320.780,3 milyar = Rp256.624,2 milyar. Kalau semua angka lainnya konstan, maka hasil akhirnya adalah: Perkiraan Pendapatan dan Pengeluaran Migas 2012 Jika 80% Pendapatan Minyak untuk Negara (miliar rupiah) Uraian 2012 Pendapatan Migas 358.851,0 PPh Migas 58.665,8 SDA Minyak Bumi 256.624,2 SDA Gas Alam 43.561,0

Pengeluaran Migas 223.560,2 Subsidi BBM 178.600,0 Subsidi Listrik 44.960,2 Pendapatan Bersih Migas 135.290,8 Begitulah kira-kira gambaran kasar angkanya jika sektor minyak Indonesia dinasionalisasi, sehingga 80% untuk negara dan 20% untuk swasta. Pendapatan bersih migas kita akan melonjak jadi Rp135.290,8 miliar, 13 kali lebih besar dari apa yang kita dapatkan sekarang. Nasionalisasi migas di bawah kontrol rakyat, dengan demikian, adalah salah satu solusi yang sejati bagi problematika BBM Indonesia. Kita tidak perlu terlalu pusing lagi memikirkan beban anggaran kalau sektor migas Indonesia dinasionalisasi, karena bebannya telah kita pindahkan ke pundak para pemodal swasta. Celakanya, pemerintah SBY saat ini lebih memilih memancung kepala rakyat dengan menaikkan harga BBM daripada mengorbankan kepentingan perusahaan-perusahaan minyak swasta. Bagaimana dengan Pemborosan BBM? Pemerintah dan para pendukung kenaikan BBM sering mengatakan bahwa konsumsi BBM kita boros, sehingga kenaikan harga BBM adalah sesuatu yang positif, karena akan berdampak pada penghematan BBM. Jelas ini tidak benar. Mari kita lihat data-data di bawah tentang konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia 2005-2010. Di sini, yang saya masukkan sebagai BBM bersubsidi hanyalah mogas (motor gasoline atau bensin), solar dan minyak tanah, karena ketiga jenis BBM itulah yang sering disebutkan dalam berbagai peraturan negara tentang penetapan harga eceran BBM (subsidi). Begitu pula, di sini diasumsikan bahwa jumlah total dari ketiga jenis BBM ini disubsidi. Konsumsi BBM Bersubsidi di Indonesia 2005-2010 (Barel) Tahun Mogas Solar Minyak BBM Jumlah BBM Bersubsidi Tanah Bersubsidi Penduduk Per Kepala 2005 101.867.000 175.518.000 67.395.000 344.780.000 227.303.175 1,52 2006 99.458.000 164.656.000 59.412.000 323.526.000 229.918.547 1,41 2007 105.940.000 166.448.000 58.672.000 331.060.000 232.461.746 1,42 2008 114.796.000 175.148.000 46.836.000 336.780.000 234.951.154 1,43

2009 129.255.000 173.134.000 28.332.000 330.721.000 237.414.495 1,39 2010 148.575.000 174.669.000 18.093.000 341.337.000 239.870.937 1,42 Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM dan Bank Dunia. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tahun 2008 adalah tahun di mana rezim SBY menaikkan harga BBM. Pada bulan Mei 2008, pemerintah menaikkan harga minyak tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500, harga premium dinaikkan dari Rp4.500 menjadi Rp6.000, dan harga minyak solar dinaikkan dari Rp4.300 menjadi Rp5.500. Tapi dari data di atas, kita lihat, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam konsumsi BBM bersubsidi antara tahun 2008 dengan tahun-tahun lainnya. Bahkan konsumsi mogas dan solar di tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2006 dan 2007. Padahal pada tahun 2006 dan 2007, harga premium masih Rp4.500, dan harga minyak solar masih Rp4.300. Jadi, tidak benar jika kenaikan harga BBM akan berdampak pada penghematan BBM. Meski demikian, ketergantungan umat manusia sekarang ini terhadap bahan bakar fosil memang mengkhawatirkan. Dari sudut pandang ekologis, ada ancaman peak oil dan kelangkaan di depan. Peralihan ke energi terbarukan memang merupakan tuntutan saat ini. Tapi, kita juga harus jernih melihat persoalannya. Modus konsumsi yang sekarang ini ada dikondisikan oleh modus produksi yang sekarang ini dominan, yaitu modus produksi kapital, yang memang hanya peduli dengan pengejaran keuntungan dan tidak peduli dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Ekspansi industri otomotif, misalnya, terkait erat dengan modus konsumsi BBM yang ada sekarang ini. Selain itu, peralihan ke energi terbarukan juga terhalangi oleh kapitalisme. Investasi ke sektor energi terbarukan, seperti energi hydro dan tenaga surya, itu kecil, karena energi terbarukan ini tidak menguntungkan seperti minyak. Antonia Juhaz, pengarang buku Tyranny of Oil, pernah mencatat bahwa perusahaan minyak terbesar yang melakukan investasi di energi terbarukan hanyalah BP dan itupun hanya 5%. Yang lainnya lebih rendah dari itu. Padahal dunia dan juga Indonesia penuh dengan sumber energi terbarukan. Produksi minyak Indonesia yang di APBN 2012 lama berjumlah 950 ribu barel per hari (setara dengan 64.449 MW) masih lebih kecil dibandingkan dengan sumber energi hydro yang jumlahnya 75.670 MW. Begitu pula, hanya diperlukan lahan seluas 1,3 juta Ha yang dipasangi instalasi tenaga surya untuk menyamai jumlah energi yang dihasilkan produksi minyak Indonesia itu. Luas lahan itu lebih kecil dibanding wilayah Kontrak Karya Freeport seluas 2 juta hektar.

Tetapi begitulah kapitalisme, mereka hanya peduli dengan akumulasi kapital, bukan dengan kemaslahatan manusia. Dan karena konsumsi BBM dan ketergantungan umat manusia terhadap bahan bakar fosil sekarang ini dikondisikan oleh modus produksi kapital, maka perjuangan untuk melepaskan ketergantungan manusia dari bahan bakar fosil dan penyelamatan ekologi mensyaratkan perjuangan untuk menghancurkan akar masalahnya, yaitu modus produksi kapital atau kapitalisme. Rezim SBY dan Liberalisasi Sektor Migas Di atas tadi sudah dipaparkan bahwa kenaikan harga BBM hanya akan menyengsarakan rakyat. Dan tidaklah benar kalau korban kenaikan harga BBM hanya kelas menengah. Justru rakyat miskin lah korban terbesarnya. Lalu, kita juga sudah buktikan bahwa karena Indonesia masih merupakan eksportir minyak mentah sekalipun importir BBM olahan, pemerintah sebenarnya masih memiliki dana untuk menalangi subsidi BBM. Memang betul bahwa harus ada pos lain yang dikorbankan, tapi memang ada pos lain yang harus dikorbankan seperti pos utang luar negeri yang tidak ada manfaatnya buat rakyat Indonesia, selain membuat kita terus-menerus bergantung kepada kreditor imperialis. Lalu, kita juga sudah berikan perhitungan kasar seandainya sektor migas Indonesia dinasionalisasi di bawah kontrol rakyat, di mana pendapatan minyak kita bisa naik 13 kali lipat dari sekarang. Pertanyaannya, kenapa rezim SBY tetap ngotot menaikkan harga BBM? Kenapa, misalnya, alih-alih mengorbankan para pemodal swasta di sektor migas untuk menyelamatkan anggaran, rezim SBY malah memilih mencekik leher rakyat sendiri dengan menaikkan harga BBM? Jawabannya sederhana, karena rezim SBY adalah rezim yang mewakili kepentingan modal. Dan begitulah watak rezim yang mewakili kepentingan modal, tidak akan segan-segan mencekik leher rakyatnya demi keuntungan tuan-tuan pemodal swasta dan imperialis. Liberalisasi sektor migas sendiri sebenarnya sudah berusaha didorong sejak lama. Kebijakan ini didorong terutama oleh para pemodal internasional agar bisa mendominasi sektor energi nasional dari hulu ke hilir. Aktor-aktornya, di antaranya adalah IMF, Bank Dunia, Asian Development Bank dan USAID. Dalam Letter of Intent (LoI) Indonesia dengan IMF, sudah tertera aturan untuk liberalisasi sektor energi melalui pembuatan UU Migas untuk mengganti UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dengan UU baru yang lebih berpihak pada investor. Pada 1999,

RUU Migas disodorkan oleh pemerintahan Habibie kepada DPR, melalui Menteri Pertambangannya, Kuntoro Mangkusubroto. Namun keberadaan RUU tersebut ditolak oleh DPR. Draft RUU Migas itu disebut sebagai RUU Migas Jilid I. Di masa Presiden Abdurahman Wahid, RUU Migas ini kembali ditawarkan kepada DPR, melalui Menteri ESDM, Susilo Bambang Yudhoyono, yang sekarang ini menjadi Presiden kita dan hendak menaikkan harga BBM. Kemudian, diteruskan oleh Purnomo Yusgiantoro untuk menyakinkan DPR agar mengesahkan RUU Migas Jilid II, hingga akhirnya resmi menjadi UU pada 2001, di masa kepemimpin Megawati Soekarno Putri. Beberapa ciri dari UU ini adalah: (1) pembagian yang lebih tegas antara fungsi pemerintah (pembuat kebijakan); pengatur (regulator); dan pelaku usaha; (2) pemecahan rantai usaha ke beberapa kegiatan usaha (unbundling); liberalisasi sektor hilir migas; (3) perubahan status Pertamina menjadi persero, dan (4) penentuan harga BBM sesuai dengan mekanisme pasar. Tapi, UU ini kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi. Keluarlah putusan MK tanggal 21 Desember 2004 mengenai perkara Nomor 002/PUU-I/2003, tentang pengajuan uji formil atas Undang-undang No.22 Tahun 2001 Tentang Migas, yang menyebutkan bahwa MK membatalkan pasal 12 ayat (3), pasal 22 ayat (1), dan pasal 28 Ayat (2). Pasal 28 ayat (2), yang dibatalkan ini adalah pasal yang menyebutkan, harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dalam hal ini MK menilai, pasal ini bertentangan dengan UUD 1945 karena penetapan harga bahan bakar minyak dan gas tidak boleh diserahkan ke mekanisme pasar, tapi merupakan kewenangan pemerintah. Karena tidak bisa menggunakan pasal ini, maka cara yang kemudian digunakan oleh pemerintah yang merupakan antek pemodal, untuk melepas harga minyak ke pasar adalah dengan mengurangi subsidi BBM pelan-pelan. Siapa yang paling diuntungkan oleh pelepasan harga BBM ke harga pasar? Jelas industri migas swasta, termasuk swasta asing, di sektor hilir. Tahun 2004, setelah terbit Peraturan Pemerintah No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, sebanyak 105 perusahaan sudah mendapat izin untuk masuk di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU). Tapi, mereka mengalami kesulitan bersaing dengan BBM bersubsidi, karena harganya yang murah. Artinya, skenario untuk segera membawa harga BBM pada harga pasar sangat terkait dengan kepentingan beberapa perusahaan migas swasta, termasuk yang berasal dari Amerika. Perusahaan tersebut antara lain adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium

(Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika). Sikap Kami Berdasarkan paparan di atas, kami dari Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) menyatakan: 1. Tolak kenaikan harga BBM! Kenaikan harga BBM hanya akan menyengsarakan rakyat Indonesia dan menguntungkan perusahaan-perusahaan minyak swasta, terutama swasta asing. 2. Tolak RAPBN-P 2012 yang sekarang sedang dibahas di DPR! RAPBN-P 2012 akan menjadi basis hukum dari kenaikan harga BBM. Kalau rakyat berhasil menggagalkan pembahasan RAPBN-P 2012 di DPR, pemerintah tidak akan memiliki basis hukum untuk menaikkan harga BBM. 3. Nasionalisasi industri minyak di bawah konrtol rakyat! Renegosiasi kontrakkontrak migas yang merugikan rakyat dan perekonomian nasional. 4. Renegosiasi penghapusan/pengurangan pembayaran utang luar negeri dengan pihak kreditor bilateral dan multilateral. 5. Revisi UU Migas dan UU energi agar sesuai dengan kepentingan rakyat. 6. Efisiensi belanja negara untuk kebutuhan birokrasi dalam APBN. Pemerintah dan DPR jangan memboroskan anggaran untuk hal-hal yang tidak perlu, seperti studi banding ke luar negeri yang tidak jelas manfaatnya, dan sebagainya. 7. Maksimalkan penggunaan energi yang merakyat, murah dan massal seperti tenaga air, angin, matahari, gelombang laut, biogas, dan lain-lain. 8. Benahi transportasi publik dan massal untuk mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi publik.