1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis telah menjadi pilihan dan solusi bagi permasalahan-permasalahan kewilayahan di berbagai bidang mulai dari pengelolaan lingkungan, sumberdaya, manajemen bencana, aplikasi studi pertanian, kehutanan, ekologi serta berbagai bidang aplikasi yang lain (lillesand dan Kiefer, 1979). Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni dalam memperoleh informasi mengenai suatu objek, area, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan alat bantu tanpa suatu kontak langsung (Lillesand et al., 2008 dalam Danoedoro, 2012). Sistem Informasi Geografis (selanjutnya disingkat SIG) merupakan sebuah sistem berbasis komputer yang dapat memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, menganalisis, dan memanipulasi informasiinformasi geografis (informasi yang berefrensi ruang muka bumi). Kedua teknologi tersebut memiliki peran penting dalam analisis informasi muka bumi. Integrasi keduanya menurut Wheng: 2010, memiliki 2 alasan yaitu efektifitas biaya dalam pengelolaan data yang luas cakupannya dan kemungkinan analisis yang semakin baik dengan data penginderaan jauh yang bersifat time series sehingga perubahan yang terjadi seiring perubahan waktu dapat diamati. Salah satu aplikasi integrasi penginderaan jauh dan SIG yang banyak dikembangkan adalah terapan di bidang studi perkotaan. Kajian mengenai perkembangan kota, studi lalu lintas, dan perencanaan tata ruang kota terus berkembang seiring semakin bervariasinya ketersediaan data penginderaan jauh dengan resolusi spasial tinggi yang juga sejalan dengan perkembangan metode analisis keruangan dalam SIG. Kota merupakan suatu bagian dari permukaan bumi yang sangat khas. Pertumbuhan dan perubahan kotasangat dinamis dimana proses-proses perubahan dan perkembangannya terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu pengelolaannya dibutuhkan data yang rinci, validitas baik, dan mutakhir (Iswari dkk, 2010). Perkembangan teknologi penginderaan jauh dan SIG dewasa ini, memberikan kemungkinan kajian-kajian perkotaan dilakukan semakin baik. 1
Ketersediaan citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang tinggi dengan periode ulang perekaman yang relatif singkat membuat penginderaan jauh semakin baik untuk diterapkan dalam kajian-kajian perkotaan yang memiliki heterogenitas dan kompleksitas yang tinggi. Heterogenitas kota menuntut keberadaan data spasial yang rinci karena objek-objek di perkotaan seringkali berdimensi kecil namun memiliki nilai kepentingan yang besar. Hal ini dapat dijawab dengan keberadaan data citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial sangat tinggi seperti IKONOS (1 m) atau Quickbird (0,6 m). Perubahan kota yang sangat dinamis juga dapat di monitoring melalui data penginderaan jauh yang memiliki periode ulang perekaman semakin singkat. Perkotaan merupakan pusat aktivitas dan pusat terkonsentrasinya penduduk. Keberadaan Pusat-pusat kegiatan seperti industri, perdagangan, dan pendidikan, menjadi faktor penarik bagi penduduk untuk tinggal dan beraktivitas di kota dalam rangka hidup dan mengupayakan penghidupan. Permasalahan yang muncul kemudian adalah bertambahnya penduduk berarti juga bertambahnya kebutuhan penduduk. Kebutuhan tersebut termasuk kebutuhan sarana, kebutuhan prasarana, serta kebutuhan fasilitas penunjang kehidupan. Salah satu kebutuhan pokok yang harus terpenuhi bagi setiap penduduk adalah kebutuhan rumah. Pentingnya pemenuhan kebutuhan ini disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 pasal 19 ayat 1 dan 2 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyebutkan bahwa: 1. Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. 2. Penyelenggaraan rumah dan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Dua ayat pada pasal 19 UU. R.I nomor 1 tahun 2011 diatas menyatakan bahwa rumah adalah kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan pangan dan kebutuhan sandang. Kebutuhan rumah wajib untuk dipenuhi oleh pemerintah dalam rangka menyejahterakan rakyat. Fakta bahwa penduduk terus bertambah memiliki konsekuensi bertambahnya kebutuhan akan rumah yang layak. 2
Persoalannya kebutuhan rumah berbeda dengan kebutuhan pangan dan sandang. Rumah tidak dapat dialih lokasikan. Pembangunan satu rumah berarti mengurangi ketersediaan lahan di suatu wilayah. Bertambahnya kebutuhan rumah akan berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Oleh karena itu diperlukan sebuah perencanaan yang baik dalam kebijakkan pemenuhan kebutuhan rumah. Kontrol pemerintah dalam penyediaan kebutuhan rumah menjadi penting dalam mengatur regulasi perumahan, sehingga rumah dapat dinikmati oleh setiap penduduk dengan layak dengan juga memperhatikan pelestarian terhadap lingkungan. Wilayah kota yang sudah padat bangunannya, semakin bertumbuh penduduk dengan segala aspek kehidupannya mengakibatkan kota tidak lagi mampu menampung kegiatan penduduk. Pertumbuhan kemudian mengarah ke daerah yang masih mungkin tumbuh di pinggiran kota. Pertumbuhan penduduk di wilayah pinggiran menjadi besar karena selain pertumbuhan alami (kelahiran dan kematian) di wilayah tersebut, terdapat juga proses migrasi masuk akibat urbanisasi sebagai dampak dari pertumbuhan kota ke arah pinggiran. Salah satu kecamatan yang terletak di pinggiran Kota Yogyakarta, Kecamatan Tegalrejo memiliki potensi yang besar untuk mengalami pertumbuhan kota yang intensif akibat proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk alami dan pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi tersebut banyak berpengaruh terhadap kenampakkan fisik Kecamatan tegalrejo. Pertumbuhan pinggiran kota seperti Kecamatan Tegalrejo umumnya tumbuh sebagai wilayah-wilayah permukiman bagi penduduk yang beraktivitas di pusat kota. Nilai lahan yang tinggi dan dikuasai sektor-sektor perdagangan dan jasa menyebabkan penduduk memiliki kecenderungan untuk memilih membangun rumah di daerah pinggiran. Seringkali pertumbuhan dan alih fungsi lahan di pinggiran kota ini berlangsung cepat dan tanpa kontrol. Dampaknya, tumbuh permukiman kumuh dengan kemungkinan status pemilikkan ilegal di wilayah pinggiran kota. Fenomena demikian tentu harus disikapi dengan perencanaan yang baik. Data mengenai kebutuhan rumah di masa yang akan datang menjadi penting dalam perencanaan kebijakkan pengembangan kawasan permukiman. Dalam rangka menyediakan informasi kebutuhan rumah tersebut, suatu wilayah pada masa yang akan datang penting untuk dilakukan housing need assessment. 3
Housing need assessment merupakan pendataan dan analisis kebutuhan rumah yang dihitung berdasarkan jumlah keluarga yang tidak memiliki rumah, jumlah keluarga yang tinggal di bawah kelayakkan serta prediksi pertambahan keluarga di masa mendatang (Departemen Kimpraswil, 2004 dalam Iswari dkk, 2010). Tujuan perhitungan kebutuhan rumah adalah untuk memprediksi kebutuhan rumah di suatu wilayah dalam periode tertentu (HRC, 2008). Data mengenai kebutuhan rumah di masa mendatang ini merupakan bahan masukan dalam kebijakkan perumahan. Perencanaan permukiman terutama penyediaan rumah harus dilakukan dengan proporsional. Artinya lahan yang direncanakan sebagai kawasan permukiman dapat dipersiapkan secara proporsional dengan jumlah yang tidak berlebih atau kurang. Housing need assessment pada dasarnya telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk pengambil kebijakkan di daerah-daerah. Perhitungan ini umumnya didasarkan pada proyeksi pertumbuhan penduduk alami melalui datadata yang tersedia di lembaga-lembaga pencatatan penduduk atau di kantor administrasi setempat. Seringkali data yang ada di catatan pemerintah bukanlah data aktual lapangan. Banyak contoh kasus yang menunjukkan perbedaan jumlah penduduk yang tercatatat dengan yang ada di lapangan. Hal ini dapat disebabkan oleh penduduk yang telah pindah namun tidak menarik status kependudukannya di lokasi setempat, atau penduduk musiman yang tidak dicatat oleh pemerintah. Faktor-faktor ini dapat didekati berdasarkan keberadaan objek yang mendukungnya. objek yang Nampak nyata dan berkorelasi langsung adalah perubahan kenampakkan fisik dari fisik non-kotamenjadi kenampakkan fisik kota. Penanda dari kenampakkan ini adalah perubahan penggunaan lahan dari nonterbangun ke penggunaan lahan terbangun. Perhitungan kebutuhan rumah yang dilakukan sejauh ini hanya berdasarkan data kependudukan. Pehitungan tersebut delakukan dengan pendekatan jumlah penduduk dibandingkan dengan occupancy rate. Hasil yang diperoleh melalui pendekatan ini tentu akan menghasilkan bias hasil perhitungan mengingat bahwa nilai occupancy rate akan berbeda untuk kelas karakteristik rumah yang berbeda. Untuk mengatasinya, penginderaan jauh dengan memanfaatkan citra beresolusi spasial tinggi dapat dimanfaatkan. Melalui citra 4
penginderaan jauh parameter fisik yang dapat menunjukkan fenomena tersebut dapat didekati dan nilai occupancy rate yang berbeda pada tiap kelas karakteristik rumah yang berbeda dapat diperoleh. Pendekatan demikian diharapkan nilai kebutuhan rumah yang diperoleh semakin akurat. Selain hal yang disebutkan diatas estimasi yang dilakukan dengan pendekatan non-spasial yang telah dilakukan seringkali juga tidak mempertimbangkan aspek-aspek lokasi tempat rumah eksisting terbangun. Seringkali rumah yang telah terbangun juga memiliki permasalahan. Permasalahan yang mungkin muncul adalah permasalahan legalitas lokasi pendirian bangunan rumah. Lokasi tersebut harus dievaluasi, rumah yang berada di lokasi yang tidak semestinya pada jangka panjang akan menimbulkan permasalahan lain seperti gangguan terhadap struktur dan infrastruktur kota atau permasalahan keamanan dan keselamatan penghuninya sendiri. Pertimbangan akan faktor-faktor ini menjadi bahan masukkan terhadap perencanaan perumahan yang lebih layak bagi masyarakat. 1.2 RUMUSAN MASALAH Pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan jumlah keluarga secara logis akan menyebabkan bertambahnya juga kebutuhan rumah. Untuk memprediksi pertambahan kebutuhan rumah dalam rentang periode tertentu dibutuhkan metode prediksi yang akurat dan representatif. Assessmen kebutuhan rumah dengan pendekatan spasial menggunakan teknologi penginderaan jauh dan SIG dapat dikembangkan untuk maksud tujuan tersebut, sehingga assesmen yang akurat dapat tercapai. Pencacahan dan klasifikasi ketersediaan rumah menjadi hal penting yang harus dilakukan dalam proses awal perhitungan kebutuhan rumah. Kebutuhan rumah saat ini dan kebutuhan yang akan datang akan bertolak dari ketersediaan rumah yang telah terbangun, jumlahnya maupun kualitas serta legalitasnya. Oleh karena itu menjadi penting mendefinisikan jumlah rumah dan sebaran rumah secara spasial. Penyediaan data spasial ketersediaan rumah ini dapat dipenuhi dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial tinggi dapat menunjukkan rumah secara individu. Dengan bantuan citra Quikcbird jumlah rumah dapat dicacah dan sebaran serta klasifikasi berdasarkan kualitas fisik maupun lingkungan dapat dilakukan. 5
Kecamatan Tegalrejo merupakan kecamatan di Kota Yogyakarta yang berada di pinggiran Kota Yogyakarta. Kecamatan ini terletak di sebelah barat laut Kota Yogyakarta. Keberadaan pusat-pusat kegiatan di Kabupaten Sleman menyebabkan pertumbuhan Kota Yogyakarta cukup intensif ke arah barat laut melalui Jalan Magelang ke arah Kecamatan Mlati dan ke arah barat ke arah Kecamatan Gamping di Kabupaten Sleman melalui Jalan Godean. Kecamatan Tegalrejo adalah pintu keluar pertumbuhan kota di dua jalur utama tersebut ke sebelah barat melalui jalan godean ke arah Gamping dan ke arah utara melalui Jalan Magelang ke kecamatan Mlati. Data kependudukkan yang dirilis oleh pemerintah Kota Yogyakarta di tahun 2008 dan 2013 melaporkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Tegalrejo di tahun 2008 adalah 40.218, dan di tahun 2013 adalah 41797. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Tegalrejo terus bertumbuh dalam nilai pertumbuhan yang positif. Hal ini berdampak pada konsekuensi logis berupa bertambahnya kebutuhan ruang untuk membangun rumah sebagai kebutuhan pokok. Akibatnya terjadilah alih fungsi lahan dari sawah ke perumahan, lihat gambar 1.1. a Gambar 1.1 Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Tegalejo. (a) tahun 2006 (b) tahun 2013 b Pendataan kebutuhan rumah sangat berhubungan dengan occupancy rate (tingkat hunian) dalam satu rumah. secara non-spasial tingkat hunian dihitung dengan asumsi kasar berdasar perbandingan antara jumlah penduduk dengan nilai rata-rata occupancy rate. Perhitungan ini tentu belum mampu menunjukkan kebutuhan rumah secara representatif. Kenyataan bahwa nilai occupancy rate 6
berbeda untuk tiap kelas social yang berbeda harus diperhitungkan. Terutama pada fenomena perkotaan dimana ukuran rumah yang besar belum tentu berarti memiliki nilai occupancy rate yang besar. Keberadaan penginderaan jauh berperan dalam melakukan ektraksi kondisi sosial melalui pendekatan fisik untuk menilai occupancy rate pada kelas karakteristik rumah yang berbeda. Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan dalam memetakan blok pemukiman dengan karakter fisik yang homogen. Kebutuhan rumah di Kecamatan Tegarejo kemudian dihitung dengan unit penelitian berupa blok-blok permukiman homogen tersebut, dimana blok permukiman tersebut diasumsikan memiliki kelas karakteristik rumah yang sama yang artinya memiliki kecenderungan occupancy rate yang sama. Selain faktor kependudukan di atas perlu juga dilakukan evaluasi terhadap kondisi rumah yang telah tersedia. Permasalahan lain yang juga harus diperhatikan adalah pertumbuhan rumah kumuh di Kecamatan Tegalrejo. Permukiman kumuh ini tumbuh di bantaran Sungai Winongo. Evaluasi terhadap kelayakkan permukiman ini merupakan upaya dalam mengidentifikasi kekurangan rumah. Evaluasi dilakukan baik secara fisik bangunan, kualitas lokasi permukiman, maupun legalitas rumah. Secara spasial fenomena ini dapat di deteksi dan dianalisis melalui data-data penginderaan jauh serta analisis SIG. Syarat-syarat minimal jarak rumah terhadap sumber bahaya dan jarak rumah terhadap struktur maupun infrastruktur vital kota yang dapat dianalisis dengan SIG. Teknik penginderaan jauh di bantu oleh SIG dapat digunakan dalam pendataan kebutuhan rumah, yaitu: (1) menghemat waktu, biaya dan tenaga dalam proses pemetaan dengan akurasi yang memadai, (2) memberikan gambaran secara sinoptik namun rinci sehingga memudahkan dalam melakukan pengamatan pada daerah yang luas secara bersamaan, (3) perkembangan teknologi penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial dan temporal yang tinggi (satelit Quickbird) sehingga ekstraksi data yang dibiutuhkan untuk estimasi kebutuhan rumah dapat dilakukan, (4) Analisis spasial dalam SIG dapat membantu mengindentifikasi factor-faktor kebutuhan rumah. Alasan dipilihnya Kecamatan Tegalrejo dalam penelitian ini antara lain 1) Kecamatan Tegalrejo sebagai salah satu kecamatan yang masih terjadi proses densifikasi dalam bentuk alih fungsi lahan sawah ke perumahan di Kota 7
Yogyakarta. 2) Kecamatan Tegalrejo dilalui oleh dua jalur jalan utama perkembangan Kota Yogyakarta kearah barat dan kearah utara. 3) Kompleksitas masalah perkotaan di Kecamatan Tegalrejo seperti pertumbuhan rumah kumuh di bantaran Kali Winongo. 4) belum pernah dilakukan perhitungan kebutuhan rumah di Kecamatan Tegalrejo terlebih dengan pendekatan spasial. Berdasarkan rumusan masalah diatas,diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kemampuan citra Quickbird mengklasifikasikan karakteristik rumah di Kecamatan Tegalrejo? 2. Bagaimanakah jumlah dan sebaran ketersediaan rumah di Kecamatan Tegalrejo? 3. Bagaimanakah kecenderungan dan sebaran nilai occupancy rate pada kelas karakteristik rumah yang berbeda di Kecamatan Tegalrejo? 4. Berapakah jumlah rumah yang dibutuhkan di Kecamatan Tegalrejo di Tahun 2020? Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Estimasi Kebutuhan Rumah di Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta Tahun 2020. 1.3 TUJUAN 1. Mengkaji kemampuan citra Quickbird dalam mengklasifikasikan kelas karakteristik rumah di Kecamatan tegalrejo. 2. Mengklasifikasi dan memetakan ketersediaan rumah di Kecamatan Tegalrejo. 3. Mengestimasi nilai occupancy rate setiap kelas karakteristik rumah yang berbeda di Kecamatan Tegalrejo berdasarkan data penginderaan jauh. 4. Memprediksi kebutuhan rumah di Kecamatan Tegalrejo sampai dengan tahun 2020. 8
1.4 KEGUNAAN 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perkembangan metode dan ilmu Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di bidang perkotaan terutama di bidang permukiman dan perumahan. 2. Sebagai bahan masukan pemerintah sebagai dasar dalam menyusun kerangka kebijakkan perumahan daerah setempat. 9