Oleh : Neriana. Pembimbing I : Dr. Maryati Bachtiar, SH.,M.Kn. Pembimbing II : Dasrol, SH.,M.H

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP KEBENARAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

Oleh : Rengganis Dita Ragiliana I Made Budi Arsika Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT :

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS DENPASAR

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam

FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS YURIDIS AKTA DI BAWAH TANGAN YANG DI WAARMEKING DAN DI LEGALISASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS ARTIKEL

KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015. KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keywords: authentic deed, cancellation, legal consequence.

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga notaris memegang peran yang cukup penting dalam setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN AKTA PERALIHAN HAK DENGAN GANTI RUGI OLEH NOTARIS DALAM PROSES PENDAFTARAN HAKNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Transkripsi:

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN KEWENANGAN NOTARIS DALAM PASAL 15 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS Oleh : Neriana Pembimbing I : Dr. Maryati Bachtiar, SH.,M.Kn Pembimbing II : Dasrol, SH.,M.H Alamat : Jl.Kembang Selasih, Kelurahan Cinta Raja, Gobah, Pekanbaru Email : Neriana98@yahoo.co.id Telpon : 085376489468 ABSTRACK Function legalization by notary deed under the hand over, to give certainty to the judge about the date, identity and signature of the parties concerned, so as to provide additional strength of evidence in a trial in court, and the function waarmerking on deed under hand only give certainty the date of registration of the deed. Deed under the hand that has obtained the legalization and waarmerking of a notary, may be canceled by the judge if requested cancellation by one of the parties to the agreement based on sufficient evidence. Keywords: Notaries, Notary Legalization, Function waarmerking A. Pendahuluan Perkembangan kehidupan bermasyarakat telah meningkatkan intensitas dan kompleksitas hubungan hukum yang harus mendapatkan perlindungan dan kepastian berdasarkan alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban setiap subjek hukum. Oleh karena itu, agar terdapat JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 1

perlindungan, kepastian, dan ketertiban, harus terdapat kegiatan pengadministrasian hukum (law administrating) yang tepat dan tertib. Hal ini juga diperlukan untuk menghindari terjadinya hubungan hukum yang cacat dan dapat merugikan subjek hukum maupun masyarakat. Untuk menghindari kerugian dalam masyarakat maka, setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang, seperti halnya Notaris. 1 Dalam Pasal 1 angka 1 Undangundang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat 1 Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 449. umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dijelaskan tentang kewenangan Notaris yang mencakup : 2 (1) Notaris berwenang membuat akta 2 autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga di tugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain Habib Adjie, 2014, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hlm. 6. JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 2

atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula : a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; (Legalisasi) b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; (Waarmerking) c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; (Coppie Colatione) d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat akta risalah lelang. (3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Dalam menjalankan kewenangannya pejabat Notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum masyarakat. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Seperti halnya perjanjian jual-beli JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 3

dalam masyarakat yang harus jelas hak dan kewajiban antara sipenjual dan pembelinya, misalnya hak pembeli menerima barang yang sudah diperjanjikan dan kewajibannya untuk membayar kepada penjual sesuai harga yang telah mereka sepakati. Demikian pula dengan penjual yang memiliki hak menerima pembayaran dan kewajiban untuk memberi barang yang baik sesuai perjanjian. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Oleh karena itu, pembuktian dapat diartikan sebagai upaya memberikan kepastian dalam arti yuridis, memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim tentang kebenaran dari suatu peristiwa yang diajukan oleh pihak yang berperkara secara formil, artinya terbatas pada bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan. Sedangkan pembuktian menurut R. Subekti adalah upaya untuk meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. 3 Dalam tahap pembuktian pihak yang mendalilkan sesuatu harus didukung dengan alat bukti, sebagaimana alat bukti yang telah diatur dalam perundang-undangan. 4 Dari urutan alat-alat bukti dalam hukum acara perdata, maka alat bukti tulisan atau surat merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara perdata. Dalam praktik perdata misalnya dalam perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, penghibahan, pinjam-meminjam, perwasiatan, pengangkutan, asuransi, dan sebagainya, orang-orang yang melakukan perbuatanperbuatan tersebut umumnya dengan sengaja membuat bentuk tulisan untuk keperluan pembuktian di kemudian hari 3 Sophar Maru Hutagalung, 2014, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 156. 4 Asri Diamitri Lestari, Kekuatan Alat Bukti Akta Autentik yang di Buat Oleh Notaris Dalam Pembuktian Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman, Skripsi, Program Sarjana Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2014, hlm. 2. JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 4

jika diperlukan. 5 Alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam akta dan tulisan bukan akta. Sedangkan akta dapat dibedakan dalam akta autentik dan akta di bawah tangan. 6 Akta autentik atau authentic acte ialah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang dalam bentuk menurut Undang-undang di mana akta dibuat. (Pasal 1868 B.W). Akta autentik terbagi menjadi dua macam yaitu, akta autentik yang dibuat oleh pejabat (acte ambtelijk), misalnya, berita acara pemeriksaan pengadilan yang dibuat Panitera. Pembagian akta autentik yang berikutnya adalah akta yang dibuat dihadapan pejabat (acte partij), misalnya, akta jual-beli tanah yang dibuat dihadapan Camat atau Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 7 Akta autentik mempunyai 5 Elfrida R. Gultom dan Brigjend TNI Markoni, 2014, Hukum Acara Perdata, Mitra Wacana Media, Jakarta, hlm. 52. 6 Hukum Online.com, 2010, 101 Kasus dan Solusi tentang Perjanjian, Kataelha, Tangerang, hlm. 7. 7 Moh. Taufik Makarao, 2004, Pokok- Pokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 100. kekuatan pembuktian sempurna, yaitu, cukup berdiri sendiri, tidak perlu ditambah alat bukti lain, dan isinya dianggap benar selama tidak dibuktikan sebaliknya 8. Pembagian akta selanjutnya disebut dengan akta di bawah tangan atau Onderhand acte. Menurut Djamanat Samosir akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh pihakpihak yang berkepentingan tanpa bantuan pejabat umum dengan maksud untuk dijadikan sebagai alat bukti. 9 Kekuatan pembuktian yang melekat pada akta di bawah tangan tidak sekuat akta autentik. Akta di bawah tangan pada dasarnya mengikat bagi para pihak yang bertanda tangan di dalamnya, tetapi tidak mengikat bagi hakim. Jika pihak yang menandatangani surat perjanjian itu mengakui dan tidak menyangkal tanda tangannya, maka akta di bawah tangan tersebut memperoleh suatu kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu 8 Bambang Sugeng A. S. dan Sujayadi, 2012, Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh Dokumen Litigasi, Kencana, Jakarta. 9 Djamanat Samosir, 2011, Hukum Acara Perdata, Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, Nuansa Aulia, Bandung. hlm. 225. JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 5

akta autentik. Akan tetapi jika tanda tangan itu disangkal, maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan tersebut wajib untuk membuktikan kebenaran akta itu. 10 Antara akta autentik dengan akta di bawah tangan terdapat persamaan diantaranya : 11 a. Dilihat dari aspek maksud pembuatan akta, baik akta autentik maupun akta di bawah tangan merupakan akta yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum. b. Dilihat dari aspek pembuktian akta terhadap pihak ketiga, akta autentik dan akta di bawah tangan sama-sama bersifat alat bukti bebas (bewijsmidle met vrije bewijsracht). Sedangkan perbedaan antara akta autentik dengan akta di bawah tangan adalah sebagai berikut : 12 10 Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hlm. 179. 11 Djamanat Samosir, Op. cit., hlm. 226. Akta autentik : a. Akta autentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-undang; b. Harus dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang; c. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, terutama mengenai waktu, tanggal pembuatan, dan dasar hukumnya; d. Kalau kebenarannya disangkal, maka si penyangkal harus membuktikan ketidakbenarannya. Akta di bawah tangan : a. Tidak terikat hukum formal, melainkan bebas; b. Dapat dibuat bebas oleh setiap subjek hukum yang berkepentingan; c. Apabila diakui oleh penanda tangan atau tidak disangkal, akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sama halnya seperti akta autentik; d. Tetapi bila kebenarannya disangkal, maka pihak yang mengajukan akta 12 R.Soeroso, 2011, Perjanjian di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 9-10. JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 6

di bawah tangan sebagai bukti, yang harus membuktikan kebenarannya (melalui bukti atau saksi-saksi). Dengan kewenangan Notaris seperti yang telah diuraikan di atas maka ada akta atau surat yang merupakan akta dibawah tangan yang dapat didaftarkan pada Notaris. Namun permasalahan yang muncul kemudian adalah apakah akta di bawah tangan yang telah didaftarkan pada Notaris tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan akta autentik yang dibuat dihadapan Notaris atau kekuatan pembuktiannya tetap sama dengan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah fungsi legalisasi dan waarmerking atas akta yang dibuat dibawah tangan dalam perjanjian jual beli bagi pembuktian di sidang pengadilan? 2. Apakah akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dan waarmerking dari Notaris dapat dibatalkan oleh hakim? C. Pembahasan 1. Fungsi Legalisasi dan Waarmerking atas Akta yang Dibuat di Bawah Tangan dalam Perjanjian Jual Beli bagi Pembuktian di sidang Pengadilan. Dalam Pasal 1874 ayat (2) KUH Perdata menyatakan bahwa: Dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap ibu jari dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang- undang, darimana ternyata bahwa mengenal si pembubuh cap ibu jari atau orang itu telah diperkenalkan kepadanya dan bahwa isi akte itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap ibu jari itu dan kemudian cap ibu jari dicantumkan di hadapan pejabat tersebut. Dengan adanya ketentuan pasal tersebut, maka suatu tulisan yang tidak ditandatangani dapat diterima sebagai akta di bawah tangan asal saja dibubuhi cap ibu jari di hadapan seorang pejabat JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 7

umum. Jadi, dalam hal ini, pembuatan akta dilakukan dengan adanya campur tangan pejabat, namun campur tangan itu terbatas hanya sampai menyaksikan pencantuman cap ibu jari saja disertai penjelasan mengenai isi akta tanpa mengatur dan menetapkan bentuk akta seperti yang dikehendaki oleh pasal 1868 KUH Perdata. Dengan demikian campur tangan pejabat umum itu sifatnya demikian terbatas sehingga tidak menaikkan kualitas akta di bawah tangan menjadi akta autentik. Setelah dilakukan legalisasi maupun waarmerking, kekuatan pembuktian akta di bawah tangan tidak juga dapat dipersamakan dengan akta autentik. Namun jika dibandingkan dengan akta di bawah tangan yang tidak mendapatkan legalisasi maupun waarmerking, maka kekuatan pembuktian yang telah dilegalisasi ataupun di waarmerking oleh pejabat notaris lebih memiliki kekuatan pembuktian. Istilah akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan berkaitan dengan nilai pembuktian suatu alat bukti. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang isi dan tanda tangan yang tercantum di dalamnya diakui oleh para pihak. Jila salah satu pihak mengingkarinya, maka nilai pembuktian tersebut diserahkan kepada hakim. Dengan telah dilegalisasi akta di bawah tangan maka bagi Hakim telah diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan di bawah surat itu benar berasal dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam surat itu dan orang yang membubuhkan tanda tangannya di bawah surat itu tidak lagi dapat mengatakan bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui apa isi surat itu, karena isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum para pihak membubuhkan tanda tangannya di hadapan pejabat umum tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dari Notaris membantu JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 8

Hakim dalam hal pembuktian, karena dengan diakuinya tanda tangan tersebut, maka isi aktapun dianggap sebagai kesepakatan para pihak karena akta di bawah tangan kebenarannya terletak pada tanda tangan para pihak, maka denga diakuinya tanda tangan, akta tersebut menjadi bukti yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut, maka akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dari Notaris membantu Hakim dalam hal pembuktian, karena dengan diakuinya tanda tangan tersebut, maka isi aktapun dianggap sebagai kesepakatan para pihak karena akta di bawah tangan kebenarannya terletak pada tanda tangan para pihak, maka denga diakuinya tanda tangan, akta tersebut menjadi bukti yang sempurna. Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-undang Jabatan Notaris yang mengatur mengenai waarmerking menyatakan, notaris berwenang membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Pada waarmerking tidak terdapat jaminan, karena baik tanggal, tanda tangan, isi surat tersebut tidak dibuat dan diketahui notaris. Notaris terhadap surat ini hanya mengakui bahwa pada hari tersebut telah datang di kantor Notaris, diberi nomor, dimasukkan dalam buku daftar waarmerking, dan diberi tulisan oleh Notaris bahwa surat tersebut telah diberi nomor dan dimasukkan ke dalam buku daftar yang khusus dibuat untuk itu, diberi materai, ditandatangani oleh Notaris lalu dikembalikan kepada yang bersangkutan. Sebelum dikembalikan, setiap halaman diberi nomor dan diparaf oleh Notaris. Jika pada waarmerking Notaris hanya melakukan pendaftaran, maka pada legalisasi, dengan telah dilegalisasinya suatu akta, maka para pihak dengan sendirinya telah memberikan penegasan tentang kebenaran tanda tangan mereka dan itu berarti juga adalah penegasan tentang kebenaran tanggal. Berdasarkan hal tersebut di atas, di sini jelas bahwa aktaakta di bawah tangan yang antara tanggal pembuatannya dengan terjadi JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 9

peristiwa hukumnya yang berbeda perlu dilegalisasi oleh Notaris atas kesepakatan para pihak, untuk selanjutnya diberi tanggal dan para pihak menandatangani akta tersebut yang kemudian ditandatangani oleh notaris, sehingga para pihak memperoleh jaminan atau kepastian dari pejabat ini tentang tanggal, tanda tangan, serta identitas diri yang menandatangani. Legalisasi ini dimaksud harus dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Dengan telah dilegalisasi akta di bawah tangan maka bagi Hakim telah diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan di bawah surat itu benar berasal dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam surat itu dan orang yang membubuhkan tanda tangannya di bawah surat itu tidak lagi dapat mengatakan bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui apa isi surat itu, karena isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum para pihak membubuhkan tanda tangannya di hadapan pejabat umum tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dari Notaris membantu Hakim dalam hal pembuktian, karena dengan diakuinya tanda tangan tersebut, maka isi aktapun dianggap sebagai kesepakatan para pihak karena akta di bawah tangan kebenarannya terletak pada tanda tangan para pihak, maka denga diakuinya tanda tangan, akta tersebut menjadi bukti yang sempurna. Dalam putusan Mahkamah Agung pada tanggal 12 Mei 2010, Nomor 649 PK/PDT/2008 tentang surat atau akta perjanjian jual beli yang di legalisir dan di waarmerking oleh Notaris yang disangkal oleh pihak tergugat karena menurut tergugat Bupati bukanlah orang yang berwenang untuk melegalisir dan mewaarmerking akta atau surat perjanjian jual beli yang di buat di bawah tangan oleh mereka yang melakukan perjanjia. Namun menurut JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 10

Pasal 1 junto Pasal 15 UUJN, tugas dan pekerjaan notaris adalah sebagai pejabat umum tidak terbatas pada membuat akta otentik tetapi juga ditugaskan melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat di bawah tangan, memberikan nasehat hukum dan penjelasan undang-undang kepada para pihak yang bersangkutan, membuat akta pendirian dan akta perubahan Perseroan Terbatas dan sebagainya. Sebagai yang ditugaskan untuk memberikan pengesahan (legalisasi) dan melakukan pendaftaran (waarmerking) surat-surat di bawah tangan dalam buku register, selain notaris, yang mempunyai kewenangan yang sama untuk itu adalah Ketua Pengadilan Negeri, Walikota, Bupati dan Kepala Kewedanan. 13 Dalam putusan Mahkamah Agung ini Hakim menyatakan bahwa menurut Pasal 1880 BW jo Pasal 6 Ordonantie menegaskan keabsahan dan fungsi tunggal dari waarmerking untuk akata di bawah tangan dinyatakan 13 A. Kohar, 1984, Notaris Berkomunikasi, Alumni, Bandung, hlm. 36. tidak sah apabila akta di bawah tangan tesebut tidak dilegalisir atau di waarmerking jadi sah tidaknya waarmerking bukan pada pejabat yang ditunjuk tetapi ada atau tidaknya waarmerking. Dalam putusan ini terlihat bahwa kekuatan akta atau surat di bawah tangan dalam perjanjian jual beli yang legalisir atau diwaarmerking oleh Pejabat Umum yang berwenang memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dibandingkan dengan surat atau akta di bawah tangan. 2. Akta di Bawah Tangan yang telah Memperoleh Legalisir dan Waarmerking dari Notaris dapat Dibatalkan oleh Hakim. Berkaitan dengan kewenangann Hakim dalam memutuskan batalnya suatu akta (baik dalam bentuk batal demi hukum maupun dalam bentuk dapat dibatalkan), Hakim hanya dapat melakukannya apabila diajukan padanya suatu akta sebagai alat bukti. Hakim tidak mungkin atas inisiatifnya sendiri memberikan putusan tanpa adanya akta perjanjian sebagai alat bukti tertulis. JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 11

Tugas Hakim dalam pembuktian di persidangan adalah melihat dan menimbang keaslian surat bukti yang diajukan oleh para pihak kemudian menilai dapat tidaknya diterima suatu alat bukti dalam pembuktian. Hakim secara ex officio pada prinsipnya tidak dapat membatalkan akta, baik akta autentik maupun akta di bawah tangan kalau tidak diminta pembatalan oleh para pihak, karena Hakim tidak boleh memutuskan yang tidak diminta. 14 Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 189 ayat (3) R.Bg yang menyatakan Hakim dilarang mejatuhkan putusan atas perkara yang tiada dituntut atau akan meluluskan lebih dari pada yang dituntut. Hakim hanya dapat membatalkan akta yang telah diperbuat oleh Notaris apabila dimintakan dan dituntut pembatalannya oleh pihak yang bersangkutan apabila ada bukti lawan. Dalam hal ini Notaris membuat akta ternyata melanggar peraturan sebagaimana tertuang dalam Undangundang Jabatan Notaris, maka akibatnya 14 Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi ke Delapan, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, hlm 158. ialah bahwa akta tersebut hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan (Pasal 20 ayat (3), 23 ayat 2 PJN). Mengingat bahwa Notaris pada dasarnya hanya mencatat apa yang dikemukakan oleh para penghadap dan tidak diwajibkan untuk menyelidiki kebenaran materil isinya, maka tidaklah tepat kalau Hakim membatalkannnya (Putusan MA 8 Sept. 1973, no. 702K/ Sip/ 1973: R II hal.26). 15 Kesalahan Notaris dapat saja terjadi menyangkut isi akta yang dibuatnya disebabkan para pihak sebagai penghadap memberikan informasi yang salah (sengaja atau tidak). Tetapi karena isi akta tersebut terlebih dahulu telah dikonfirmasikan kepada penghadap dengan dibacakannya terlebih dahulu sebelum ditandatangani maka terhadap Notaris tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya. Kesalahan yang terjadi pada isi akta bisa terjadi apabila para pihak memberikan keterangan yang pada saat pembuatan akta dianggap benar, tetapi setelah itu kemudian ternyata tidak benar. Misalnya : 15 Ibid., hlm. 159. JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 12

a. Yang bersangkutan memberikan bukti-bukti pemilikan atas objek perjanjian yang kemudian hari ternyata palsu. b. Yang bersangkutan mengaku sebagai warga negara Indonesia, kemudian ternyata orang asing. Akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dan waarmerking dari Notaris dapat dibatalkan oleh hakim meskipun tugas hakim dalam hal pembuktian hanya membagi beban membuktikan, tetapi secara ex officio hakim tidak dapat membatalkan suatu akta kalau tidak dimintakan pembatalan karena hakim tidak boleh memutuskan yang tidak diminta. Dalam hal akta di bawah tangan yang diakui dimintakan pembatalan, maka hakim dapat membatalkan akta tersebut apabila terdapat bukti lawan yang menguatkan pembatalan itu. Suatu akta juga dapat menjadi batal demi hukum apabila tidak dipenuhinya suatu syarat objektif suatu perjanjian, dan suatu akta dapat dibatalkan dengan tidak dipenuhinya syarat subyektif suatu perjanjian. Dapat dibatalkan suatu perbuatan hukum tidak berarti bahwa perbuatan hukumnya sah, berlaku, apabila dalam batas waktu tertentu tidak diajukan tuntutan pembatalan. Dalam hal terdapat salah satu pihak yang belum cukup umur dan tidak cakap dianggap tidak dapat melaksanakan kepentingan dengan baik, maka pihak tersebut diberi wewenang oleh Undang-undang untuk menghindarkan diri dari akibatakibatnya, sepanjang pihak yang bersangkutan tidak cakap, dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada Hakim. Maksud pembatalan ini ialah bahwa pihak lawan tidak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada hakim. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa pembatalan merupakan perlindungan individu terhadap dirinya sendiri sedangkan kebatalan merupakan perlindungan seseorang terhadap orang lain. Dalam hal pembatalan kiranya memang diperlukan putusan hakim, karena selama tidak dimintakan pembatalan JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 13

perjanjian atau akta itu berlaku atau sah. Dalam hal batal demi hukum, kalau tidak terjadi sengketa maka tidak perlu kebatalan itu diputus oleh hakim, tetapi kalau kemudian terjadi sengketa maka perlu kebatalan itu diputus oleh hakim dan saat batal itu berlaku surut terhitung sejak perjanjian itu dibuat. 16 D. Penutup 1. Kesimpulan 1. Akta autentik dan akta di bawah tangan di Indonesia diatur secara jelas dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. KUH Perdata secara tegas membedakan kedua akta ini, khususnya dalam hal lahirnya kedua akta ini, dimana akta autentik lahir dari melalui keikutsertaan pejabat yang berwenang untuk itu, sedangkan akta di bawah tangan lahir hanya berdasarkan inisiatif para pihak tanpa mengikusertakan keterlibatan pejabat yang berwenang untuk itu. 16 Ibid., hlm.160. 2. Kewenangan legalisasi dan waarmerking diatur dalam pasal 15 ayat 2 Undang-undang Jabatan Notaris yang menyebutkan tentang beberapa kewenangan Notaris selain sebagai pejabat pembuat akta autentik, yaitu mengesahkan tanda tangan serta membukukan surat di bawah tangan. 3. Akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi ataupun waarmerking dari Notaris kekuatan pembuktiannya tidak dapat dipersamakan dengan akta autentik, sebab akta autentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat Notaris, bukan yang dilegalisasi atau diwaarmerking oleh Notaris. Namun dibandingkan dengan akta di bawah tangan pada umumnya, akta di bawah tangan yang telah dilegalisasi ataupun diwaarmerking jelas memiliki kelebihan yaitu lebih kuat dari akta di bawah tangan yang lain dan mengikat para pihak yang melakukan perjanjian karena JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 14

waarmerking dan legalisasi hanya dapat dilakukan bila para pihak sepakat untuk mendaftarkannya ke Notaris. 4. Akta di bawah tangan yang di legalisir dan di waarmerking Notaris dapat dibatalkan oleh Hakim bila ada para pihak yang mengajukannya sebagai bukti tertulis dalam sidang dipengadilan oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut. 2. Perlu adanya sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan kesepakatan apapun melalui pejabat Notaris, agar diperoleh akta yang autentik yang memiliki kekuatan pembuktian absolut yang dapat melindungi kepentingan para pihak dari hal-hal yang dapat merugikan kepentingan para pihak. B. Saran 1. Perlu adanya suatu pengaturan tegas oleh peraturan perundangundangan tentang kedudukan dan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang telah dilegalisasi atau diwaamerking oleh Notaris. Hal ini mutlak diperlukan, sebab kekuatan pembuktiannya mengambang. Di satu sisi tidak dapat dipersamakan dengan akta autentik, sedang di sisi lain juga memiliki kelebihan dibanding akta di bawah tangan pada umumnya. JOM Fakultas Hukum Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 15