BAB IV ANALISIS DATA 4. DATA Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data eksplorasi kandungan cadangan bauksit di daerah penambangan bauksit di Mempawah pada blok AIII-h5 sebanyak 8 titik eksplorasi. Kegiatan eksplorasi bauksit di daerah Mempawah meliputi kegiatan pengukuran grid 69 km dan pengukuran topografi 04 ha. Data terdiri dari titik koordinat lokasi eksplorasi (dalam meter) dan kandungan cadangan kandungan bauksit pada lokasi tersebut dalam satuan wet metric ton (Wmt). Data dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4. Data Koordinat Lokasi Titik Sampel (meter) dan Kandungan Cadangan kandungan bauksit (Wmt) di Daerah Penambangan Bauksit Mempawah Kalimantan. Eastco (meter) Northco (meter) Kandungan Cadangan (Wmt) 9999,847 0048750, 055,503 9949,849 0048749,9 04,75586 9954,34 0048749,4 79,567 9900,356 0048850, 83,04087 9999,869 0048800, 8733,9489 9936,83 004880 8600,06708 9999,9 0048900, 7667,386 9999,94 0048700, 838,87968 9950,366 0048849,7 039,787 9949,885 0048799,9 0507,866 99350,069 0048699,9 70,5376 9949,937 0048700 769,393 9900,048 0048700 049,584 Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
4 9950,098 0048700 3393,803 99399,93 0048650, 0705,8757 9950,08 0048649,9 3835,4375 99399,9 0048600, 06,6779 99400,097 0048700 0300,05448 4. ASUMSI Data yang dipergunakan diasumsikan memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut:. Data sampel memenuhi asumsi stasioner orde dua. Residual dari taksiran berdistribusi normal 4.3 PERMASALAHAN Mencari taksiran besarnya kandungan cadangan bauksit di lokasi yang tidak tersampel menggunakan metode penaksiran ordinary kriging dengan semivariogram anisotropik. 4.4 PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada tugas akhir ini menggunakan bantuan software Microsoft Excel, Matlab7, SPSS 3.0 dan Surfer8. Langkah-langkah dalam pengolahan datanya adalah sebagai berikut: Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
4 Langkah. Membuat Statistik Deskriptif. Untuk memperoleh gambaran data secara umum, dibuat statistik deskriptif dari data kandungan cadangan bauksit yang terdiri dari nilai ratarata, variansi, standar deviasi, median, nilai minimum, nilai maksimum, dan range. Tabel 4. Tabel Statistik Deskriptif Data Kandungan Cadangan Bauksit N Mean Median Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Valid Missing 8 0 0967,77 065,69 67,6 797630 668, 7667, 3835,44 Banyaknya jumlah titik eksplorasi bauksit yang digunakan sebagai sampel sebanyak 8, rata-rata kandungan bauksit sebesar 0967.77 Wmt dengan standar deviasi sebesar 67 dan variansinya 797630. Median atau nilai tengah kandungan bauksitnya sebesar 065 Wmt dengan nilai terkecil 7667 Wmt dan terbesar 3835 Wmt. Range dari data kandungan bauksit sebesar 668. Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
43 Langkah. Membuat Plot Data Sampel. Plot lokasi data sampel dibuat berdasarkan titik koordinat. Plot lokasi data 0048950 0048900 0048850 0048800 Arah Utara 0048750 0048700 0048650 0048600 0048550 9900 9950 9900 9950 99300 99350 99400 99450 Arah Timur Gambar 4. Plot data kandungan cadangan bauksit dalam koordinat utara dan timur Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
44 Langkah 3. Pengujian Asumsi Stasioner Orde Dua. Pengujian asumsi stasioner orde dua dilakukan dengan mengamati plot dari data. Gambar 4. Plot tiga dimensi dari data kandungan cadangan bauksit Kandungan Bauksit 5000 0000 5000 0 9949,85 9949,94 9999,87 9900,05 9936,8 9950, Arah X 9954,34 99350,07 99399,9 Gambar 4.3 Plot kandungan cadangan bauksit terhadap arah sumbu X Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
45 Kandungan Bauksit 5000 0000 5000 0 0048600 0048650 0048700 0048700 0048700 0048750 0048800 004880 0048850 Arah Y Gambar 4.4 Plot kandungan cadangan bauksit terhadap arah sumbu Y Dengan mengamati ketiga plot di atas dapat disimpulkan bahwa data tidak memiliki trend atau pola (berkisar pada mean data) dan tidak terdapat fluktuasi, sehingga data diasumsikan memenuhi stasioner orde dua. Langkah 4. Perhitungan Semivariogram Eksperimental. Pada tahap ini akan dihitung semivariogram eksperimental dari empat arah. Empat arah yang dipilih adalah arah utara-selatan, timurlaut-baratdaya, barat-timur, dan tenggara-baratlaut. Toleransi jarak yang digunakan adalah h/0, sedangkan toleransi arahnya adalah ±.5 0. Pada setiap arah kemudian dihitung semivariogram eksperimental untuk setiap kelas jarak. Semivariogram eksperimental dihitung berdasarkan definisi sebagai berikut: N ( h) ˆ( γ h) = [ z( si + h) z( si )] N( h) i= Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
46 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Semivariogram Eksperimental Berdasarkan hasil perhitungan semivariogram eksperimental pada tabel 4.3, dapat dibuat grafik semivariogram eksperimental. 5000000.00 4000000.00 Semivariansi 3000000.00 000000.00 000000.00 0.00 0.00 50.00 00.00 50.00 00.00 Jarak Gambar 4.5 Grafik Semivariogram Eksperimental Arah Utara-Selatan Setelah grafik dari semivariogram eksperimental untuk arah Utara- Selatan diplot (lihat gambar 4.5) maka kemudian akan ditaksir nilai parameternya. Berdasar grafik semivariogram eksperimental arah Utara- Selatan dipilih range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data yaitu 67 (797630). Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
47 4000000.00 3000000.00 Semivariansi 000000.00 000000.00 0.00 0.00 50.00 00.00 50.00 00.00 50.00 Jarak Gambar 4.6 Grafik Semivariogram Eksperimental Arah Timurlaut-Baratdaya Berdasar grafik semivariogram eksperimental arah Timurlaut- Baratdaya (lihat gambar 4.6) dipilih range sama dengan 90 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data yaitu 67. 4000000.00 3000000.00 Semivariansi 000000.00 000000.00 0.00 0.00 50.00 00.00 50.00 00.00 Jarak Gambar 4.7 Grafik Semivariogram Eksperimental Arah Barat-Timur Berdasar grafik semivariogram eksperimental arah Barat-Timur (lihat gambar 4.7) dipilih range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data yaitu 67. Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
48 4000000.00 3000000.00 Semivariansi 000000.00 000000.00 0.00 0.00 50.00 00.00 50.00 00.00 50.00 300.00 Jarak Gambar 4.8 Grafik Semivariogram Eksperimental Arah Tenggara-Baratlaut Berdasar grafik semivariogram eksperimental arah Tenggara-Baratlaut (lihat gambar 4.8) dipilih range sama dengan 00 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data yaitu 67. Setelah parameter range dari masing-masing arah ditaksir maka dapat dilihat diagram mawar untuk mengamati panjang masing-masing range dari tiap arah sehingga nanti dapat ditentukan sumbu anisotropiknya. BL U TL a=50 a=90 B a=00 a=50 T BD S Tg Gambar 4.9 Diagram mawar yang menunjukkan range terpanjang pada arah barat-timur dan range terpendek pada arah utara selatan Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
49 Dari gambar 4.9 dapat dilihat bahwa range terpanjang ada pada arah barattimur dan range terpendeknya ada pada arah utara-selatan. Kemudian dapat ditentukan sumbu anisotropiknya yang terdiri dari sumbu mayor yaitu pada arah barat timur dan sumbu minor pada arah utara-selatan. Utara Sumbu Minor Barat Sumbu Mayor Timur Selatan Gambar 4.0 Sumbu mayor anisotropik yaitu pada arah barat-timur dan sumbu minor anisotropik adalah arah utara-selatan Langkah 5. Menentukan Model Semivariogram Pada tahap ini akan dipilih fungsi yang akan dijadikan model semivariogram. Fungsi yang dipilih sebagai model semivariogram adalah model spherical, model eksponensial, dan model gaussian. Pertama akan ditentukan dahulu model dari masing-masing arah pada sumbu anisotropik. Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
50. Model spherical a. Arah Barat-Timur Untuk arah Barat-Timur memiliki nilai range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data, yaitu 67 sehingga modelnya menjadi: 3 3 h h γ B T h = 3 ( ) 67 h <50 300 50 67 h 50 = γ B-T(h) 67 0 50 h Gambar 4. Grafik Semivariogram model spherical untuk Arah Barat-Timur b. Arah Utara-Selatan Untuk arah Utara-Selatan memiliki nilai range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data, yaitu 67 sehingga modelnya menjadi: 3 3 h h γ U S h = 3 ( ) 67 h <50 00 50 = 67 h 50 Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
5 γ U-S (h) 67 0 50 h Gambar 4. Grafik Semivariogram model spherical untuk Arah Utara-Selatan. Model eksponensial a. Arah Barat-Timur Untuk arah Barat-Timur memiliki nilai range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data, yaitu 67 sehingga modelnya menjadi: h γ h = h < 50 B T ( ) 67 exp 50 = 67 h 50 γ B-T (h) 67 h 0 50 Gambar 4.3 Grafik Semivariogram model eksponensial untuk Arah Barat-Timur Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
5 b. Arah Utara-Selatan Untuk arah Utara-Selatan memiliki nilai range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data, yaitu 67 sehingga modelnya menjadi: h γ U h = h < 50 S ( ) 67 exp 50 67 h 50 = γ U-S (h) 67 0 50 h Gambar 4.4 Grafik Semivariogram model eksponensial untuk Arah Utara-Selatan 3. Model gaussian a. Arah Barat-Timur Untuk arah Barat-Timur memiliki nilai range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data, yaitu 67 sehingga modelnya menjadi: h γ B T h ( ) = 67 exp h < 50 500 67 50 = h Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
53 γ B-T(h) 67 0 50 h Gambar 4.5 Grafik Semivariogram model gaussian untuk Arah Barat-Timur b. Arah Utara-Selatan Untuk arah Utara-Selatan memiliki nilai range sama dengan 50 dan sill dipilih sama dengan variansi dari data, yaitu 67 sehingga modelnya menjadi: h γ U S h ( ) = 67 exp h < 50 500 67 h 50 = γ U-S (h) 67 h 0 50 Gambar 4.6 Grafik Semivariogram model gaussian untuk Arah Utara-Selatan Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
54 Setelah menentukan pilihan model semivariogram dari masing-masing arah pada sumbu anisotropik kemudian dilakukan transformasi jarak agar dapat diperoleh satu model yang konsisten untuk semua arah atau yang disebut dengan model isotropik ekivalen. Model isotropik ekivalen ini kemudian akan digunakan dalam persamaan kriging dalam melakukan penaksiran. Jarak hasil transformasi yang digunakan adalah sebagai berikut = h h minor mayor a + min a max h ( θ ) + ( θ ) ( θ ) ( θ ) cos hx sin hy cos hy sin hx = + a a min max. 0 0 0 0 ( ) + ( ) ( ) ( ) cos 90 hx sin 90 h y cos 90 hy sin 90 h x = + 50 50 Setelah didapat transformasi jaraknya, maka sekarang akan ditentukan model isotropik ekivalennya dari masing-masing model semivariogram yang telah dipilih yaitu, model spherical, eksponensial, dan gaussian.. Model spherical Model isotropik ekivalen untuk model spherical adalah sebagai berikut: 3 0 0 0 0 0 0 0 0 67 cos ( 90 ) hx + sin ( 90 ) h y cos( 90 ) hy sin ( 90 ) h x cos( 90 ) hx + sin ( 90 ) h y cos( 90 ) hy sin ( 90 ) h x = + + γ ( h ) 3 h < 50 50 50 50 67 h = Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
55 γ (h ) 67 0 h Gambar 4.7 Grafik Semivariogram isotropik ekivalen model spherical. Model eksponensial Model isotropik ekivalen untuk model eksponensialnya adalah sebagai berikut: 0 0 0 0 cos( 90 ) hx + sin ( 90 ) h y cos ( 90 ) hy sin ( 90 ) h x γ ( h ) = 67 exp h + < 50 50 = 67 h γ (h ) 67 0 h Gambar 4.8 Grafik Semivariogram isotropik ekivalen model eksponensial 3. Model gaussian berikut: Model isotropik ekivalen untuk model gaussiannya adalah sebagai Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
56 0 0 0 0 ( ) + ( ) ( ) ( ) cos 90 h sin 90 cos 90 sin 90 x h y hy h x γ ( h ) = 67 exp h + < 50 50 = 67 h γ (h ) 67 0 h Gambar 4.9 Grafik Semivariogram isotropik ekivalen model gaussian Kemudian terhadap ketiga model di atas akan dilakukan validasi silang untuk mengetahui model mana yang cocok atau dapat dipakai dalam persamaan kriging dalam melakukan penaksiran. Langkah 6. Pengujian Model Semivariogram Validasi silang digunakan untuk menguji model semivariogram. Pada tabel berikut ditampilkan nilai sebenarnya, nilai taksiran, dan nilai residual terbakunya dari masing-masing titik eksplorasi yang tersampel. Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
57 Tabel 4.4 Hasil validasi silang. Model spherical Pertama, akan dilakukan pengujian asumsi residual berdistribusi normal. Pengujian kenormalan akan dilakukan dengan uji Shapiro Wilks H 0 H : residual dari model semivariogram berdistribusi normal : residual dari model semivariogram tidak berdistribusi normal Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
58 Dipilih nilai α =0.05 Aturan keputusan H 0 ditolak jika ˆα < α Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output sebagai berikut: Histogram 5 4 Frequency 3 0-3000.00-000.00-000.00 0.00 000.00 000.00 3000.00 4000.00 Residual Model Spherical Gambar 4.0 Diagram batang residual model spherical vs frekuensi Tabel 4.5 Tabel Pengujian Kenormalan Residual Model Spherical Tests of Normality Residual Model Spherical Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.,4 7,00*,953 7,50 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Berdasarkan output di atas didapatkan nilai ˆ α =0.50. Karena nilai ˆ α >0.05 maka H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa residual dari model spherical berdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan validasi silang untuk menguji apakah model semivariogram cocok Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
59 dengan keadaan data spasial yang dimiliki. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji Q. Uji Hipotesis H 0 H : model semivariogram cocok : model semivariogram tidak cocok Aturan keputusan dengan tingkat signifikansi ˆ α =0.05 H 0 ditolak jika Q > n Dari hasil perhitungan didapatkan Q =0,64 Dengan nilai n =0.485 sehingga Q < n Kesimpulan model spherical dapat digunakan atau valid untuk data kandungan bauksit di Mempawah.. Model eksponensial Akan dilakukan pengujian asumsi residual berdistribusi normal. Pengujian kenormalan akan dilakukan dengan uji Shapiro Wilks H 0 H : residual dari model semivariogram berdistribusi normal : residual dari model semivariogram tidak berdistribusi normal Dipilih nilai α =0.05 Aturan keputusan H 0 ditolak jika ˆα < α Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
60 Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output sebagai berikut: Gambar 4. Diagram batang residual model eksponensial vs frekuensi Tabel 4.6 Tabel Pengujian Kenormalan Residual Model eksponensial Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. residual,00 7,069,93 7,66 a. Lilliefors Significance Correction Berdasarkan output di atas didapatkan nilai ˆ α =0.66. Karena nilai ˆ α >0.05 maka H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa residual dari model eksponensial berdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan validasi silang untuk menguji apakah model semivariogram cocok dengan keadaan data spasial yang dimiliki. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji Q. Uji Hipotesis H 0 H : model semivariogram cocok : model semivariogram tidak cocok Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
6 Aturan keputusan dengan tingkat signifikansi ˆ α =0.05 H 0 ditolak jika Q > n Dari hasil perhitungan didapatkan Q = 0,089 Dengan nilai n =0.485 sehingga Q < n Kesimpulan model eksponensial dapat digunakan atau valid untuk data kandungan bauksit di Mempawah. 3. Model gaussian Akan dilakukan pengujian asumsi residual berdistribusi normal. Pengujian kenormalan akan dilakukan dengan uji Shapiro Wilks H 0 H : residual dari model semivariogram berdistribusi normal : residual dari model semivariogram tidak berdistribusi normal Dipilih nilai α =0.05 Aturan keputusan H 0 ditolak jika ˆα < α Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
6 Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output sebagai berikut: Gambar 4. Diagram batang residual model gaussian vs frekuensi Tabel 4.7 Tabel Pengujian Kenormalan Residual Model gaussian Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. residual,097 7,00*,986 7,993 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Berdasarkan output di atas didapatkan nilai ˆ α = 0.993. Karena nilai ˆ α >0.05 maka H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa residual dari model gaussian berdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan validasi silang untuk menguji apakah model semivariogram cocok dengan keadaan data spasial yang dimiliki. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji Q. Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
63 Uji Hipotesis H 0 H : model semivariogram cocok : model semivariogram tidak cocok Aturan keputusan dengan kepercayaan 95% H 0 ditolak jika Q > n Dari hasil perhitungan didapatkan Q =,304 Dengan nilai n =0.485 sehingga Q > n Kesimpulan model gaussian tidak dapat digunakan atau tidak valid untuk data kandungan bauksit di Mempawah. Langkah 7. Pemilihan Model Semivariogram yang Terbaik Berdasarkan pengujian validasi silang, didapat bahwa model semivariogram yang valid untuk data kandungan bauksit di Mempawah adalah model spherical dan model eksponensial. Selanjutnya ingin diketahui model mana yang terbaik diantara kedua model tersebut. Dilakukan dengan membandingkan nilai Q untuk masing-masing model semivariogram. Hasil perbandingannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
64 Tabel 4.8 Tabel perbandingan nilai Q Q Model Spherical Model Eksponensial 0.64 0.0899 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa model eksponensial memiliki nilai Q lebih mendekati nol dari pada model spherical. Karena Q merupakan rata-rata dari residual terbaku dan nilai Q model eksponensial lebih mendekati nol maka dipilih model eksponensial yang lebih baik, yaitu: 0 0 0 0 cos ( 90 ) hx + sin ( 90 ) h y cos( 90 ) hy sin ( 90 ) h x γ ( h ) = 67 exp h + < 50 50 = 67 h Selanjutnya model semivariogram ini akan digunakan untuk menaksir kandungan cadangan bauksit di titik yang tidak tersampel menggunakan sistem persamaan ordinary kriging γ (0) γ ( h )... γn ( h ) λ γ 0( h ) γ ( h ) γ (0).. λ γ 0( h )...... =. λ γ ( ).. (0) n n h γ γ 0n ( h ) m... 0 Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
65 Dari sistem persamaan ordinary kriging akan diperoleh nilai-nilai λ, λ,..., λ yang akan dipakai menaksir nilai kandungan bauksit di titik yang n tidak tersampel, yaitu n 0 ) = i zˆ( s i ) i= zˆ ( s λ. 4.5 Penaksiran Kandungan Cadangan Bauksit di Titik yang Tidak Tersampel. Plot Titik yang akan Ditaksir Penaksiran pada titik yang tidak tersampel dilakukan pada 4 titik. Plot titik-titik yang akan ditaksir dapat dilihat pada gambar 4.3 di bawah. Gambar 4.3 Plot titik-titik yang tidak tersampel yang akan ditaksir Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008
66. Hasil Penaksiran Hasil penaksiran dari 4 titik yang tidak tersampel dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah. Tabel 4.9 Tabel hasil penaksiran kandungan cadangan bauksit di titik yang tidak tersampel yang terdiri dari data koordinat (meter) dan taksiran kandungan (Wmt) Dari hasil penaksiran di 4 titik yang tidak tersampel diketahui bahwa hasil taksiran paling besar berada pada titik koordinat (9950 m, 0048850 m), (99300 m, 0048650 m), dan (99350 m, 0048650 m) dengan taksiran nilai kandungan bauksitnya adalah 763 Wmt, 83 Wmt, dan 70 Wmt. Penaksiran Kandungan..., Putu Jaya Adnyana Widhita, FMIPA UI, 008