BAB III IMPLEMENTASI VSAT PADA BANK MANDIRI tbk 3.1. Perencanaan Ruas Bumi Ruas bumi adalah semua perangkat stasiun bumi konsentrator Cipete (hub) termasuk semua terminal di lokasi pelanggan (remote). Yang perlu diperhatikan dalam penerapan sebuah terminal baru pelanggan yaitu kondisi lokasi, pengukuran interferensi frekuensi yang akan digunakan (RFI Test), sudut pandang antena ke arah satelit, kebutuhan daya (SSPA) terhadap kecepatan data pelanggan, pengukuran data perangkat terminal (Levelink test) dan pengukuran lintas terminal. 3.1.1. Kondisi Lokasi Lokasi yang tidak sesuai dengan persyaratan yang harus dipenuhi akan memperlambat jadwal untuk siap dioperasikan (Ready For Service = RFS). Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah ketersediaan lokasi penempatan perangkat Out Door Unit (ODU) dan antena terminal berdiameter 2,4 meter yang mempunyai garis pandang bebas ke arah satelit, ketersediaan ruangan untuk perangkat In Door Unit (IDU), kesiapan catu daya termasuk perangkat Uninterrupt Power Supply (UPS) dengan minimal kapasitas 1 KVA untuk mencatu tegangan baik IDU maupun ODU. Dengan menggunakan prangkat Global Positioning System (GPS), maka dapat diperoleh posisi bujur timur dan lintang utara lokasi terminal pelanggan, sehingga dapat dihitung jarak antara lokasi terminal pelanggan ke satelit yang telah ditentukan, redaman angkasa bebas (Free Space Loss) baik arah up-link maupun down-link. Sudut pandang antena (azimut dan elevasi) ke arah satelit. 37
3.1.2. Instalasi Antena Untuk dapat berdiri suatu antena maka seluruh bagian-bagian dari antena haruslah kita rakit. Komponen-komponen antena yang harus kita rakit meliputi : mounting, canister, reflector support dan reflector, Feedhorn dan LNA. Instalasi antena biasanya akan mengikuti kondisi tempat yang akan digunakan. Ada 2 macam type instalasi antena berdasarkan kondisi tempat, yaitu : 1. Spesial Mounting, yaitu model instalasi yang digunakan untuk tempat-tempat yang tidak memungkinkan lagi untuk dipasangnya antena, hal ini memungkinkan bila kita tidak memiliki ruang yang cukup untuk dipasangkan antena. Misalnya memasang antena di roof / atap rumah. Gambar 3.1. Model Spesial Mounting 2. Mounting tripod, yaitu model instalasi dengan kaki segitiga Gambar 3.2. Model Tripod 3. Mounting non penetratring, model instalasi untuk tempat-tempat yang cukup leluasa bagi antena 38
Gambar 3.3. Model Non Penetrating 3.1.2.1. Instalasi Feedhorn Feedhorn merupakan penghubung radiasi antena dengan LNA dan SSPA. Salah satu bagian dari Feedhorn adalah OMT (Orthomode Transducer) yang terletak di tengah-tengah antara LNA dan SSPA yang berfungsi sebagai pemisah antara pemancar dan penerima. Feedhorn memiliki 2 konector, yaitu konektor yang menghubungkan ke SSPA dan konektor yang menghubungkan LNA. Tempatkan Feedhorn pada bagian Feedhorn Support. (Lihat gambar 3.4). 3.1.2.2. Intalasi LNA (Low Noise Amplifier) Yang berfungsi untuk menguatkan signal yang diperoleh dari satelit. Input LNA adalah signal yang berasal dari antena melalui Feedhorn sedangkan outputnya dihubungkan ke bagian RX RF pada RFT. LNA ini terpasang menempal dengan Feedhorn (lihat gambar 3.4). Hubungkan output LNA ke RX RF RFT dengan kabel type Belden RG 8. 3.1.2.3. Instalasi SSPA (Solid State Power Amplifier) Memiliki 3 jenis High Power Amplifier yang sering digunakan pada sebuah Stasiun Bumi, yaitu : 39
a. TWTA (Travelling Wave Tube Amplifier), dapat memberikan daya atau power sampai 10 KW. b. Klystron, hampir sama dengan TWTA namun daya atau power yang diberikan sampai 3 KW. c. SSPA (Solid State Power Amplifier), memberikan daya atau power sampai 120 W Untuk TWTA dan Klystron sering digunakan pada stasiun bumi pengendali satelit. Fungsi dari SSPA ini adalah untuk menguatkan signal yang dipancarkan oleh stasiun bumi agar bisa mencapai satelit. Input SSPA adalah signal output yang berasal dari RFT (TX RF) dan output dipancarkan ke antena melalui Feedhorn. Hubungkan input SSPA ke TX RF RFT dengan kabel type Belden RG 8 dan output SSPA ke Feedhorn dengan kabel type yang sama (lihat gambar 3.4). 3.1.2.4. Instalasi RFT (Radio Frequency Transceiver) Selain sebagai converter frekuensi up link dan down link, RFT juga memberikan penguatan signal untuk TX (signal yang berasal dari Modem) maupun RX (signal yang berasal dari LNA). RFT juga memberikan tegangan DC ke LNA melalui hubungan RX RF RFT ke output LNA. Hubungkan TX RF RFT ke input SSPA dengan kabel type Belden RG 8 (lihat gambar 3.4) RFT bisa ditempatkan pada tiang penyangga dari Feedhorn Support ataupun bisa di bawah antena. 3.1.2.5. Instalasi Modem Hubungkan TX Modem ke bagian RX IF RFT dan RX Modem ke bagian TX IF RFT dengan kabel type coaxial (lihat gambar 3.4). 40
Gambar 3.4. Instalasi Antena VSAT-Link 3.1.3. Pointing Antena Pointing antena dilakukan setalah proses instalasi telah selesai dilakukan, tujuannya adalah untuk mendapatkan sinyal satelit (yang telah ditentukan) dan mendapatkan sinyal yang terbaik / terkuat dari satelit tersebut. Hal-hal yang diperlukan dalam pointing antena adalah 1. Data satelit, yaitu letak satelit di angkasa serta polarisasi dari sinyal transponder. 2. Data lokasi remote. 3. Azimuth, elevasi dan polarisasi. Data-data ini diperoleh dari GPS atau dari perhitungan software yang diberikan vendor modem. 4. Perangkat modem 5. Spectrum, untuk memudahkan kita melihat sinyal dari satelit. 3.1.4. Sudut Pandang Antena Dalam penerapannya, antena yang biasa digunakan pada terminal pelanggan 41
PT. Lintasarta adalah antena dengan minimum diameter berukuran 2,4 meter yang berupa antena parabola offset antena merk Prodelin yang mempunya kompensasi sudut elevasi sekitar 22,6 0. Artinya bila sudut elevasi yang sebenarnya ke arah satelit telah diketahui maka pemasangannya untuk sudut elevasinya dikurungai 22,6 0. Hal ini dikarenakan letak feed-horn tidak ditengah-tengah diameter antena sehingga untuk terpusat ke arah satelit sudut elevasi harus dikurangi dengan nilai kompensasinya, seperti terlihat pada gambar 3.5 Gambar 3.5. Kompensasi sudut elevasi sekitar 22,6 0. Pada perhitungan sudut elevasi di terminal Bank Mandiri didapat 74,98812426 0 maka pada pemasangan antena sudut elevasinya dikurangi 22,6 0 menjadi 52,38812426 0. Untuk mendapatkan arah elevasi pada antena dilakukan dengan menaikturunkan antena. Untuk mendapatkan arah azimuth pada antena dilakukan dengan menggerakan antena kekanan dan kekiri. Sedang untuk mendapatkan arah polarisasi cukup dengan memutar feedhorn searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Seperti terlihat pada gambar 3.6. 42
Gambar 3.6a. Instalasi Elevasi Antena Gambar 3.6.b. Instalasi Azimuth Antena Gambar 3.6.c. Instalasi Polarisasi Antena 3.1.5. Kebutuhan Daya SSPA (Single State Power Amplifire) Kecepatan data yang dibutuhkan oleh pelanggan merupakan hal yang penting dalam merencanakan kapasitas daya SSPA yang mempunyai penguatan dari 5 [W] sampai 200 [W]. Penghematan biaya perangkat SSPA dilakukan dengan cara 43
menyediakan perangkat yang digunakan harus disesuaikan dengan kecepatan data pelanggan yang akan dipakai. Daya SSPA dipasaran biasanya disediakan dengan kapasitas daya 5 [W], 10 [W], 20 [W], 40 [W], 50 [W], 80 [W], 100 [W], 120 [W]. Sehingga untuk kebutuhan daya harus disesuaikan dengan kapasitas yang ada dipasaran dengan memperhatikan daya yang didisipasikan SSPA pada umumnya tidak 100%. 3.2. Perencanaan Ruas Angkasa Dalam perencanaan ruang angkasa yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan lebar pita transponder satelit yang akan digunakan terhadap laju kenaikan jumlah pelanggan sehingga dapat menghemat biaya sewa transponder. Dengan hal tersebut maka kita harus dapat menghitung pemakaian lebar pita untuk kecepatan data yang beragam. 3.2.1. Pemakaian Lebar Pita Pemakaian lebar pita tergantung dari kecepatan data (bit rate) dan FEC sehingga dapat dihitung kecepatan transmisi (transmission rate) dan lebar pita terduduki (bandwidth occupied) seperti diperlihatkan oleh persamaan 2.43 sampai 2.46. Dari persamaan 2.43 sampai 2.46 untuk FEC ¾ seperti pada perhitungan link budget dapat dilihat : a. Kecepatan Transmisi (R) = 170,67 [Kbps] b. Lebar Band Frekuensi terduduki (BW OCC ) = 102,4 [Khz] c. Minimal Alokasi Lebar Band Frekuensi (BW ALC ) = 122,88 [Khz] 44
3.2.2. Biaya Sewa Transponder Satelit Dalam perencanaan biaya sewa kapasitas transponder satelit, yang harus diperhatikan adalah perkiraan laju kenaikan jumlah pelanggan secara umum serta regulasi penyewaan yang diberikan oleh pengelola satelit dalam hal ini pengelola satelit PALAPA-C yaitu INDOSAT. Sesuai dengan regulasinya, tarif sewa alokasi lebar pita frekuensi pada transponder PALAPA-C ditunjukkan pada tabel 3.1. (tarif ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kebijakan pengelola satelit) Kapasitas sewa dengan jumlah besar yang diperbolehkan adalah minimum 1/8 transponder (4.318 Khz). Tabel 3.1. Daftar Harga Per Transponder No Kapasitas Transponder Lebar Pita Frekuensi [Mhz] Harga (US$) / Tahun 1 1 36 1,7 Juta 2 ½ 18 900 Ribu 3 ¼ 9 500 Ribu 4 1/8 4,5 275 Ribu 45