BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Beragam kebutuhan yang dimiliki anak tunagrahita baik kebutuhan yang

MANFAAT GERAK FISIK OLAHRAGA BAGI KEMANDIRIAN INTELEKTUAL DISABILITAS

BAB II MEDIA TABEL BILANGAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN. a. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

Kata-kata kunci: anak tunagrahita ringan, keterampilan tata boga, pembelajaran eksplisit.

ANAK TUNAGRAHITA DAN PENDIDIKANNYA

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

2016 MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PAD A ANAK TUNAGRAHITA SED ANG MELALUI METOD E D RILL D I SLB C SUMBERSARI BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk

ISTILAH LAIN PERILAKU ADAPTIF

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan subyek tunggal. Variabel merupakan suatu atribut atau ciri-ciri

2015 PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

KLASIFIKASI. Sistem AAMR - Mild retardation (IQ s/d 70) - Moderate retardation (IQ s/d 50-55) - Severe retardation (IQ s/d 35-40)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

Bina Diri Anak Tunagrahita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kompetensi sosial (Social competency) Perkembangan sosial (Social maturity) Kapasitas adaptif (Adaptive capacity)

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran

BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS OLEH: ASTATI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

PROGRAM KEBUTUHAN BINA DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DAN SEDANG Oleh: Atang Setiawan

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hayyan Ahmad Ulul Albab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENUJU KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA ( Pengayaan) Oleh: Astati

PENINGKATAN KEMAMPUAN PRAKTIK BINA DIRI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA MODEL MANUSIA UNTUK SISWA TUNAGRAHITA RINGAN SDLB

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling. akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

KOMPENSATORIS ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan melalui pendidikan. Banyak sekarang kita lihat bahwa anak-anak

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA PADA ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG FAMILY SOCIAL SUPPORT TO CHILDREN WITH MODERATE MENTAL RETARDATION

HAMBATAN INTELEKTUAL (TUNAGRAHITA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses. karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. Ernisa Purwandari, 2015

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

I. PENDAHULUAN. tersebut adalah dengan membuat UU. No. 20 tahun 2003 tentang. SISDIKNAS pasal 1 butir 14 yang bunyinya :

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

LAPORAN KEGIATAN OBSERVASI PEMBELAJARAN INDIVIDUAL SISWA TUNAGRAHITA OLEH: DRS. IDING TARSIDI, M. Pd. A. Pendahuluan

BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wiwi Widiawati, 2014

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul

BAB I PENDAHULUAN Suhartoyo, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

PENINGKATAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI PERMAINAN MONTASE DI RA DARUL ULUM PGAI PADANG

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk yang aktif dan dinamis yang senantiasa mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang dasar 1945, yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Dengan berlakunya undang-undang Sisdiknas (2003:6) yang menyatakan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Salah satunya adalah anak tunagrahita. Anak tunagrahita pada umumnya mempunyai hambatan dalam menolong diri seperti berpakaian, makan, minum, menggunakan kamar mandi. Kemampuan menolong diri merupakan salah satu bidang pengajaran yang harus diberikan kepada siswa tunagrahita, mengingat keterbatasan kemampuan mereka. Pada anak normal menolong diri diperoleh melalui pengamatan sedangkan siswa tunagrahita menolong diri harus diprogramkan secara berulang-ulang. Sehingga di sekolah mereka belajar mata pelajaran khusus kemampuan merawat diri yang bertujuan untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari untuk 1 1

dapat menolong diri sendiri sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Tunagrahita atau Child With Developmental Imparment adalah anak yang mempunyai inteligensi di bawah rata-rata, dan mengalami hambatan dalam prilaku adaptif. (Smith, 2002:61 dalam Delphie, B; 2006:53). Lebih lanjut Smith (2002:56) menjelaskan Mental Retardation refers to substantial limitations in present functioning. It is characterized by significantly subaverage intellectual functioning, exingsting concurrently with related limitations in two or more of the following applicable adaptive skills areas: communication, self-care, home living, social skills, community use, self-direction, health and safety, functional academics, leisure and work. Mental retardation manifests before age 18 (dalam Delphie, B;2006:61) Diartikan secara bebas. Bahwa anak tunagrahita adalah mereka yang mengalami hambatan dalam fungsi intelektual, serta hambatan-hambatan lain yang menyertainya yaitu dalam hal penyesuaian diri, meliputi komunikasi, bina diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial, penggunaan fasilitas lingkungan, mengatur diri, kesehatan dan keselamatan diri, keberfungsian akademik, mengatur waktu luang, dan bekerja. Keadaan seperti itu secara nyata berlangsung sebelum usia 18 tahun Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa salah satu hambatan anak tunagrahita adalah dalam bina diri oleh sebab itu salah satu pembelajaran yang perlu dikembangkan pada anak tunagrahita sedang dalam hal keterampilan bina diri khususnya dalam menolong diri, seperti: berpakaian, makan, minum, dan menggunakan kamar mandi. Bagi anak tunagrahita sedang, menolong diri sangat sulit dilakukan karena kemampuan aktivitas yang sangat terbatas. Selain itu, anak tunagrahita sedang kurang memiliki motivasi dirinya untuk mempunyai keinginan 2

memperhatikan pemeliharaan terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian, secara fisik penampilan anak tunagrahita terlihat tidak rapih dan tidak bersih. Tunagrahita ditandai oleh adanya gangguan mental (kognitif) atau fisisk atau kombinasi dari mental dan fisik, gangguan tersebut terjadi sebelum usia 22 tahun, memiliki keterbatasan dalam tiga atau lebih pada aspek berikut: a) menolong diri, b) bahasa reseptif dan ekspresif, c) belajar, d) mobilitas, e) mengarahkan diri sendiri, f) kapasitas untuk hidup mandiri, g) secara ekonomi memiliki keterbatasan dalam memperoleh penghasilan, serta membutuhkan treatment atau layanan pendidikan yang sistematis dan multidisiplin, sepanjang hidupnga atau sekurang-kurangnya memerlukan waktu yang panjang (Mary Beimer/Smith, Richard F. Ittenbar & James R. Patton; 2002 dalam Rochyadi, E. Zaenal, A; 2003:8) Pada dasarnya keinginan anak-anak tunagrahita sama dengan mereka yang normal dalam segi psikologis dan sosial emosinya. Oleh karena itu mereka ingin diperlakukan sama dengan anak normal lainnya, misalnya rasa memiliki, rasa mencintai, harga diri, perasaan aman (Maslow, 1954 dalam Delphie, B; 1996:52) Berdasarkan tinjauan lapangan, kesalahan-kesalahan yang dialami anak tunagrahita sedang, umumnya pada keterampilan berpakain. Kesalahan-kesalahan itu disebabkan karena mereka kurang mampu dalam hidup sehari-hari antara lain mengenakan pakaian, mengancingkan pakaian, dan kesulitan dalam menanggalkan pakaian. Kesalahan-kesalahan anak tunagrahita sedang ini dapat dilihat secara langsung dalam kegiatan sehari-hari. Dengan karakteristik yang dimiliki anak tunagrahita yang cendrung sukar dalam memusatkan perhatian dan mudah bosan, 3

menuntut suatu kreativitas dari guru untuk merangsang anak agar tertarik pada pelajaran yang diikutinya, salah satunya menggunakan media. Dengan menggunakan media pembelajaran anak tidak akan merasa bosan dengan materi pembelajaran yang diberikan walaupun materi tersebut akan diberikan secara berulang kali. Salah satu media pembelajaran yaitu dengan menggunakan boneka Barbie sebagai benda yang umumnya begitu akrab dengan kehidupan anak-anak khususnya perempuan karena dapat dijadikan teman bermain dan bercanda. Selain itu boneka Barbie dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dalam kamampuan menolong diri khususnya berpakaian dalam mengancingkan kemeja. Dengan demikian, boneka Barbie bisa dikatakan sebagai suatu benda yang dijadikan sebagai representasi atau perwakilan dari setiap dinamisasi kehidupan manusia. Berdasarkan pernyataan diatas, peneliti berasumsi bahwa permainan boneka Barbie dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dalam keterampilan berpakaian. Dengan demikian, peneliti ingin mengadakan suatu penelitian yang berjudul: PENGARUH MEDIA BONEKA BARBIE DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPAKAIAN ANAK TUNAGRAHITA SEDANG. B. Identifikasi Masalah 4

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka yang menjadi identifikasi masalah diantaranya: 1. Apakah suatu media tertentu dapat meningkatkan kemampuan anak tunagrahita sedang dalam pembelajaran merawat diri? 2. Apakah metode mengajar yang telah digunakan guru tanpa media pembelajaran dapat berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan anak tunagrahita sedang dalam pembelajaran kemampuan merawat diri? 3. Apakah pembelajaran dengan media boneka Barbie dapat meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam kemampuan merawat diri? C. Batasan Masalah Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah: pengaruh media boneka barbie dalam mata pelajaran program kemampuan merawat diri dalam hal ini adalah kemampuan berpakaian D. Rumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran dengan menggunakan media boneka Barbie dapat berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak tunagrahita sedang dalam pembelajaran merawat diri khususnya pada keterampilan berpakaian 5

E. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu sebagai titik perhatian dari suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu variabel bebas dan terikat. Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, (Arikunto, 2006:118). 1. Definisi Konsep Variabel Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah media boneka Barbie. Dengan media ini menuntut anak untuk dapat memakaikan pakaian kemeja berkancing pada boneka Barbie. Media boneka Barbie dapat dimainkan oleh seluruh anak dimanapun mereka berada. Dengan permainan ini anak-anak dapat mengekpresikan secara bebas perasaan-perasaan, ide-ide, atau fantasi-fantasi. kegiatan Pertama adalah boneka diposisikan berdiri, kegiatan ke dua anak memasukan lubang baju sebelah kanan ke tangan boneka sebelah kanan, kegiatan ke tiga memasukan lubang baju sebelah kiri ke tangan baju boneka sebelah kiri. Kegiatan ke empat tangan baju dimasukan dengan benar anak melipat kerah baju, kegiatan ke lima merapikan baju bagian depan, kegiatan ke enam menarik lubang kancing pada kemeja dengan tangan kanan, kegiatan ke tujuh membuka lobang kancing dengan jempol, menarik kancing kemeja dengan tangan kiri, kegiatan ke delapan Memasukan kancing kesetengah lobang 6

kancing, dan terakhir mendorong kancing masuk kedalam lobang kancing, meluruskan kemeja. 2. Defenisi Operasional Variabel Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prilaku sasaran atau target behaviour, dalam penelitian ini adalah kemampuan berpakaian kemeja dengan kancing secara benar. Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat tinggal, manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol, status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Orang dapat dikenal karena penampilan, tingkah laku suara cara ia berpakaian kesukaannya dan sebagainya. Dalam hal ini merupakan pribadi seseorang, tidak terkecuali bagi anak tunagrahita sedang. F. Hipotesis Media boneka Barbie dapat berpengaruh terhadap kemampuan menolong diri khususnya berpakaian, jika dalam mengancingkan kemejadilakukan secara benar dan rapih. G. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan 7

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana kemampuan anak tunagrahita sedang dalam berpakaian sebelum dan setelah menggunakan media boneka Barbie Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran yang memanfaatkan media boneka barbie dilakukan di sekolah dalam mata pelajaran program khusus kemampuan merawat diri melalui berpakaian 2. Kegunaan a. Diharapkan murid mampu mandiri dalam mengancingkan kemeja secara benar, melalui media boneka Barbie. b. Diharapkan dapat menjadi bahan informasi saat penyusunan program pembelajaran individual untuk mata pelajaran lainnya. 8