BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

I. PENDAHULUAN. masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki struktur, menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan dan membiayai anggota polisi dan tentara unutk menjaga keamanan merupakan pengeluaran yang tidak terelakan pemerintah (Berutu, 2009). Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewajiban mutlak dalam mengumpulkan sumbersumber dana (penerimaan) untuk membiayai seluruh pengeluaran yaitu pengeluaran rutin (belanja rutin) dan pengeluaran pembangunan. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa lepas dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Otonomi daerah adalah hasil dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi. Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah (Pramela, 2009). Otonomi daerah yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Soekarwo, 2003:93). Dalam pelaksanaan 1

otonomi tersebut pemerintah daerah harus memiliki wewenang dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, serta didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah. Dalam konteks desentralisasi, daerah provinsi memiliki wewenang sebagaimana pemerintah pusat. Wewenang tersebut antara lain adalah melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota dan keputusan kepala daerah. Reformasi anggaran dalam konteks otonomi memberikan paradigma baru terhadap anggaran daerah yaitu bahwa anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan umum, yang dikelola dengan berdaya guna dan berhasil guna serta mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah memberikan kewenangan penuh bagi tiap-tiap daerah baik provinsi, Kabupaten / kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Kebijakan tersebut dikenal dengan otonomi daerah. Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, meminimalisasi kesenjangan antara daerah dan meningkatkan kuantitas pelayanan publik (Wertianti, 2013). Perkembangan pelaksanaan otonomi atau desentralisasi memberikan kesempatan bagi kabupaten untuk memperluas potensi (Wertianti, 2013). 2

Dengan dikelonanya APBD oleh pemerintah daerah masing-masing tanpa ada campur tangan pemerintah pusat dalam rangka perwujudan otonomi daerah atau desentralisasi fiskal, pemerintah daerah lebih leluasa untuk meningkatkan pertumbuhan daerah untuk mensejaterakan masyarakat di daerahnya. TAHUN Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah Kota Kupang Tahun 2010-2014 2010 41.616.836.469,00 2011 53.000.000.000,00 11.383.163.531,00 2012 61.379.555.364,00 8.379.555.364,00 2013 78.104.204.057,00 16.724.648.693,00 2014 86.529.909.027,00 8.425.704.970,00 Sumber: Website Resmi Pemerintah Kota Kupang Data Pendapatan Asli Daerah Kota Kupang dalam kurun waktu 5 (Lima) tahun terakhir menunjukan peningkatan. Dari tahun 2010-2014, peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2013 yakni sbesar Rp 16.724.648.693,00 dan kenaikan terkecil terjadi pada tahun 2012 yakni sebesar Rp 8.379.555.364,00. Dari tabel diatas setidaknya dilihat bahwa kemapuan pemerintah daerah kota Kupang dalam mengelolah keuangan daerah cukup baik mengingat besarnya PAD setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. PAD (Rp) Peningkatan PAD Menurut Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanaja daerah yang biasa disingkat dengan APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah harus 3

dicatat dan dikelola dalam APBD penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang dengan pelaksaan dekonsentrasi atau tugas pembantuan tidak di catat dalam APBD. Belanja daerah menurut UU No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih. Menurut Halim dalam Wijayanti (2015), belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang kemudian dijabarkan dalam Pemendagri nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja diklasifikasikan berdasarkan jenis belanja sebagai belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. 4

Tabel 1.2 Belanja Daerah Kota Kupang Tahun 2005-2014 TAHUN BELANJA BELANJA TIDAK BELANJA DAERAH LANGSUNG LANSUNG (Rp) (Rp) (Rp) 2005 193.301.760 104.330.274 297.632.034 2006 193.301.760 104.330.274 297.632.034 2007 180.432.881 295.634.160 476.067.041 2008 180.432.881 295.634.160 476.067.041 2009 188.340.295 365.288.193 553.628.488 2010 209.444.987 348.169.003 557.613.990 2011 194.084.225 398.815.346 592.899.571 2012 189.399.176 484.778.576 674.177.752 2013 258.899.845 537.572.682 796.472.527 2014 327.776.922 574.625.071 902.401.993 Sumber: Bagian Keuangan Kota Kupang, 2015 Grafik 1.1 Belanja Daerah Kota Kupang tahun 2005-2014 1,000,000,000 900,000,000 800,000,000 700,000,000 600,000,000 500,000,000 400,000,000 300,000,000 200,000,000 100,000,000 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 BELANJA LANGSUNG (Rp) BELANJA TIDAK LANSUNG (Rp) BELANJA DAERAH (Rp) SumberBagian Keuangan Kota Kupang, 2015 5

Dari tabel di atas terlihat bahwa secara umum total Belanja Daerah di kota kupang dari tahun 2005-2014 mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Total belanja Daerah terbesar terjadi pada Tahun 2014 yakni sebesar Rp 902.401.993 dan total belanja terkecil terjadi pada Tahun 2005 dan 2006 yakni sebesar Rp 297.632.034. Pada Tahun 2006 Jumlah total belanja daerah tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya, dan pada taun 2008 juga total belanja daerah tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Total Pendapatan Asli daerah yang diterima suatu daerah dalam masa otonomi daerah adalah cerminan dari bagaimana kemapuan pemerintah suatu daerah dalam proses pembangunan perekonomian daerahnya. Apabila distribusi belanja suatu daerah dalam proses pembangunan untuk menyiapkan sarana dan prasana, menyiapkan infrastruktur pendukung perekonomian, menyiapkan lapangan kerja dan menyiapkan masyarakat bersdm berlangsung dengan baik, maka efek langsung yang akan diterima adalah meningkatnya kegiatan perekonomian masyarakat dan meningkatnya pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan mempengaruhi Total pendapatan asli daerah yang diterima. 6

Tabel 1.3 Belanja Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Kota Kupang Tahun 2010-2014 Tahun PAD Belanja Daerah % Sumbangan PAD terhadap Belanja Daerah 2010 41.616.836.469,00 557.613.990.000 7,46 % 2011 53.000.000.000,00 592.899.571.000 8,93 % 2012 61.379.555.364,00 674.177.752.000 9,10 % 2013 78.104.204.057,00 796.472.527.000 9,80% 2014 86.529.909.027,00 902.401.993.000 9,58% Sumber : Bagian keuangan Kota Kupang dan Website Resmi Kota Kupang, 2015. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa presentas sumbangan PAD terhadap keseluruhan belanja daerah pemerintah kota kupang masih sangat rendah trlihat dari rata-rata presentase sumbangan PAD yang masih berada dibawah angka 10%. Total sumbangan terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 9,80% dan total sumbangan terkecil terjadi pada tahun 2010 yaitu 7,46%. Dari data ditas diduga bahwa distribusi belanja daerah dalam 5 tahun terakhir ini belum sepenuhnya berfokus pada belanja pembangunan, sehingga menyebabkan total PAD yang diperoleh pun belum terlalu maksimal. Pencapaian PAD yang belum maksimal ini menandakan bahwa perekonomian di Kota kupang belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Keadaan perekonomian yang belum berjalan dengan baik ini akan sangat mempengaruhi pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi mengandung makna yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses 7

yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil berkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh sistem kelembagaan. Adapun pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP atau GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk,atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.(mone, 2013). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang mendorong barang dan jasa yang diproduksikan ke masyarakat bertambah (Wertianti, 2013). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi dari seluruh kegiatan perekonomian diseluruh daerah dalam tahun tertentu atau periode tertentu dan biasanya satu tahu. Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah diproduksikan dengan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar konstan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar untuk mengeliminasi faktor-faktor kenaikan harga. 8

Tabel 1.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Kupang Tahun Dasar 2000 dan Tahun Dasar 2010 Periode 2005-2014 Tahun Kota Kupang NTT (%) (%) 2005 3,67 3,42 2006 5,30 5,08 2007 9,00 5,15 2008 7,45 4,84 2009 6,13 4,29 2010 7,10 5,05 2011 8,83 5,67 2012 7,52 5,46 2013 7,20 5,,42 2014 6,98 5,04 Sumber : Badan Pusat Statistik NTT, 2015 Dapat dilihat dari tabel diatas menunjukan pertumbuhan ekonomi di Kota Kupang dan di Provinsi NTT cenderung mengalami fluktuatif di setiap tahunnya, misalnya pada tahun 2005 untuk laju pertumbuhan ekonomi di Kota Kupang berjumlah 3,67%, di tahun 2006 meningkat menjadi 5,30%, di tahun 2007 terus meningkat menjadi 9,00%, pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 7,45%, pada tahun 2009 juga mengalami penurunan 6,13%, di tahun 2010 kembali mengalami peningkatan sebesar 7,10%, di tahun 2011 meningkat menjadi 8,83%, di tahun 2012 kembali mengalami penurunan sebesar 7,52%, sedangkan pada tahun 2013 menurun menjadi 7,20%, hingga pada tahun 2014 terus mengalami penurunan sebesar 6,98%. 9

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Grafik 1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Kupang Tahun Dasar 2000 dan Tahun dasar 2010 Periode 2005-2014 (%) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : Badan Pusat Statistik NTT, 2015 Kota Kupang Setiap daerah mempuyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerahnya lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksaan desentralisasi. Salah satu dana perimbangan dari pemerintah ini adalah dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasinya menekankan aspek pemerataan dana kedilan yang selaras denga penyelenggaan urusan pemeritah (UU 32/2004). Dengan adanya transfer dana dari pusat ini diharapakan pemerintah daerah bisa lebih mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk membiayai belanja modalnya didaerahnya. Dari permsalahan ketidakmampuan belanja daerah dalam meningkatkan PAD sehingga berdampak bagi pembanguna ekonomi yang belum maksmal di kota NTT 10

kupang, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitia dengan judul PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA KUPANG 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan sebagai berikut : Apakah ada pengaruh belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Kupang? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Kupang. 1.4 Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan. b. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang berkepentingan untuk menganalisa masalah-masalah yang berhubungan dengan APBD Kota Kupang