ARTIKEL HUBUNGAN KEBERADAAN TERNAK DAN LOKASI PEMELIHARAAN TERNAK TERHADAP KASUS MALARIA DI PROVINSI NTT

dokumen-dokumen yang mirip
Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

ABSTRAK MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN TAHUN

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN KEI BESAR KABUPATEN MALUKU TENGGARA PROVINSI MALUKU

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Faktor-faktor kejadian malaria

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN KONDISI KANDANG TERNAK DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA MASYARAKAT DI DESA LAURI KECAMATAN GIDO KABUPATEN NIAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYUMBA PROVINSI SULAWESI TENGAH

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM.

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS KARTASURA SKRIPSI

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN TAHUN 2015

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEPERCAYAAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA PADA MASYARAKAT (Observasi Analitik di Desa Gunung Raya)

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik

Harto P. Simanjuntak 1, Heru Santosa 2, Maya Fitria 2. Abstract

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Unnes Journal of Public Health

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

HUBUNGAN STATUS EKONOMI DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP OBESITAS PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : JONATHAN EKO A J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kejadian Malaria di Perdesaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1 Juni Hubungan pengendalian jentik berkala dengan kejadian kasus DBD di puskesmas Kebun Handil Kota Jambi

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN RIWAYAT MALARIA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertempat di wilayah kerja puskesmas Motoboi Kecil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

The relationship of cattle sheds location with malaria incidence In 6 endemic Districts of South Kalimantan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

Environment Factor of Malaria Incidence in Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN CARA PENCEGAHAN MALARIA DI DESA JIKO UTARA KECAMATAN NUANGAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA

Hubungan Antara FaktorLingkungan Fisik Dalam Dan Luar Rumah Dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Wolaang Kecamatan Langowan Timur

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Transkripsi:

ARTIKEL HUBUNGAN KEBERADAAN TERNAK DAN LOKASI PEMELIHARAAN TERNAK TERHADAP KASUS MALARIA DI PROVINSI NTT (Analisis lanjut data Riskesdas 2007) Arief Mulyono*, Siti Alfiah*, Evi Sulistyorini*, K. Sekar Negari* *Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga Email : arief.munich@gmail.com CORRELATION BETWEEN THE EXISTENCE OF CATTLE AND THE LOCATION OF CATTLE BREEDING WITH MALARIA CASE IN NTT PROVINCE Abstrak Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi dengan angka kesakitan malaria yang tinggi di Indonesia. Faktor risiko individu dan lingkungan diduga berperan terhadap kejadian infeksi malaria di daerah endemis. Pada dasarnya Anopheles (vektor atau non vektor) lebih menyukai darah hewan. Nyamuk banyak ditemukan di sekitar kandang ternak. Tujuan analisis data riskesdas ini untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan perumahan dalam hal ini pemeliharaan ternak sedang dan besar serta lokasi pemeliharaan ternak terhadap kasus malaria di Provinsi NTT. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan menggunakan data sekunder Riskesdas 2007. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Analisis data dilakukan dengan dua tahap, yaitu analisis univariat dan bivariat. Hasil analisis univariat menunjukkan 61,5% responden memelihara ternak sedang dan 17,2% memelihara ternak besar. Persentase kasus malaria ditemukan tertinggi pada responden yang tidak memelihara ternak besar (84,6%). Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang nyata antara pemeliharaan ternak dan lokasi pemeliharaan ternak terhadap kasus malaria di NTT ( < 0,05). Kata Kunci: Ternak, Anopheles, malaria, NTT Abstract NTT is one of the provinces with high malaria morbidity in Indonesia. Individual risk factors and the environment thought to contribute to the incidence of malaria infection in endemic areas. Basically Anopheles (as a vector and non vector) prefer to have the blood of animals. There are a lot of mosquito activity around the farm. Many of them are found around the cage. The purpose of this study was to determine the influence of environmental factors housing in this medium and large cattle raising as well as the location of livestock raising on malaria cases in NTT. This study is an analytical study using secondary data of Riskesdas 2007. The study design was cross- sectional. Data analysis was conducted in two stages, namely the univariate and bivariate analyzes. Univariate analysis result showed 61.5 % respondens were raising cattle and 17.2% of the cattle herding. Highest percentage of malaria cases are found among respondents who do not keep large livestock (84.6 %). Results of the bivariate analysis showed significant relationship between the location of animal husbandry and livestock raising on malaria cases in NTT (P value < 0.05). Keywords : Cattle, Anopheles, malaria, NTT Submitted : 12 Juni 2013, Review 1 : 01 Juli 2013, Review 2 : 15 Juli 2013, Eligible article 30 Agustus 2013 73

PENDAHULUAN merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan global. Morbiditas dan mortalitas penyakit malaria cukup signifikan dan endemis di 105 negara di dunia (Soedarto, 2011). Laporan World Health Organization (WHO) me nyebut kan bahwa setengah dari penduduk dunia berisiko terkena malaria dan diperkirakan sekitar 216 juta kasus pada tahun 2010. Sebanyak 2.440.812 kasus malaria di ASEAN dilaporkan tahun 2010 dan menempati urut an kasus terbanyak kedua setelah wilayah Afrika. Kasus malaria di Indonesia pada tahun 2010 dilaporkan sebesar 229.819 kasus (WHO, 2012) Di Indonesia ada enam provinsi yang termasuk daerah endemis tinggi malaria (Annual Parasite Incidence/ API lebih besar dari lima per 1.000 penduduk), yaitu Ma luku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur. Secara nasional, Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi dengan angka kesakitan malaria yang tinggi di Indonesia. Data Depkes RI tahun 2005 menunjukkan bahwa NTT memiliki angka kesakitan malaria 150 per 1000 orang per tahun, diikuti oleh Papua 63,91 kasus per 1000 orang per tahun (Depkes, 2006) Faktor lingkungan fisik, kimia, biologis, dan sosial budaya sangat berpengaruh terhadap penyebaran ma laria di Indonesia. Lingkungan dapat menjadi faktor pemicu meningkatnya kasus malaria tetapi juga dapat dimodifikasi dalam mencegah dan menangani kasus malaria. Karakteristik lingkungan perlu diidentifikasi agar dapat memberikan arah penanganan yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan karakter wilayah kejadian karena penanganan malaria akan sangat berbeda untuk setiap wilayah. Analisis data riskesdas ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan (biologi) dalam hal ini pemeliharaan ternak sedang (domba, kambing, babi) dan besar (sapi, kerbau, kuda) serta letak kandang terhadap kasus malaria di Provinsi NTT. Dari hasil analisis lanjut ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pemberantasan malaria di Provinsi NTT. sampel oleh Biro Pusat Statistik. Sampel ditentukan oleh BPS dengan cara cluster random sampling. Setiap kelurahan (desa) diambil 16 RT terpilih yang telah ditentukan oleh BPS. Instrumen yang digunakan ada lah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Kuesioner ini diantaranya mencakup pertanyaan tentang keberadaan hewan ternak responden dan kasus malaria. Sebelum analisis terlebih dahulu dilakukan cleaning data sesuai dengan tujuan penelitian. Selanjutnya dilakukan penggabungan dan peng kategorian ulang, sesuai dengan definisi operasional untuk variabel yang perlu penggabungan. Analisis data dilakukan dengan dua tahap, yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi setiap variabel yang akan digunakan. Analisis ana litik (bivariat) digunakan untuk menganalisis hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan skala data yang ada. Pada penelitian ini variabel terikat dan variabel bebas berskala nominal, maka digunakan uji statistik nonparametrik yaitu chi square. HASIL 1. Analisis univariat Mayoritas responden di NTT memelihara ternak sedang (61,5%) dan yang memelihara ternak besar sebanyak 17,2 persen (Gambar 1 dan Gambar 2). Gambar 1. Persentase responden yang memelihara ternak sedang BAHAN DAN METODA Penelitian ini merupakan studi analitik, menggunakan data sekunder Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dengan rancangan cross sectional. Data dikumpulkan o leh enumerator Riskesdas dan telah diolah oleh JIIPP (Jaringan Informasi dan Ilmu Pengetahuan) Badan Lit bangkes Kemenkes RI. Populasi penelitian adalah seluruh rumah tangga di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sampel penelitian adalah rumah tangga terpilih sebagai Gambar 2. Persentase responden yang memelihara ternak besar 74

Penempatan ternak sedang di NTT kebanyakan dimasukkan dalam kandang di luar rumah (54,9%), diikuti luar rumah tanpa kandang (39,3%). Penempatan ternak besar sebagian besar responden menempatkan ternaknya di luar rumah tanpa kandang (64,6%) diikuti kandang di dalam rumah (31,3%) (Gambar 3 dan 4). 39,30% 2,40% 3,40% 54,90% Kandang dalam rumah Kandang luar rumah Rumah tanpa kandang Luar rumah tanpa kandang Gambar 3. Persentase penempatan ternak sedang 64,60% 1,70% 31,30% Kandang dalam rumah Kandang luar rumah Rumah tanpa kandang Luar rumah tanpa kandang 2. Analisis bivariat a. Hubungan Keberadaan Ternak Dengan Kasus. Hubungan antara keberadaan ternak sedang dan ternak besar dengan kasus malaria cukup bermakna karena p. value lebih kecil dari 0.05. Persentase kasus malaria paling banyak ditemukan pada responden yang memelihara ternak sedang (66,5%) dan yang tidak memelihara ternak besar (84,6%) dan (Tabel 1). b. Hubungan Lokasi Ternak Dipelihara Dengan Kasus Hubungan antara kasus malaria dengan lokasi pemeliharaan ternak sedang cukup bermakna (p. value <0,05). Kasus malaria ditemukan paling tinggi pada responden yang menempatkan ternak sedangnya di kandang luar rumah (44,50%) diikuti responden yang menempatkan ternak sedangnya di luar rumah tanpa kandang (41,70%) (Tabel 2). Hubungan antara kasus malaria dengan lokasi pemeliharaan ternak besar cukup bermakna (p. value <0,05). Kasus malaria ditemukan paling tinggi pada responden yang menempatkan ternak besarnya di kandang luar rumah (56,40%) diikuti responden yang menempatkan ternak sedangnya di luar rumah tanpa kandang (30,90%) (Tabel 3). 2,40% Gambar 4. Persentase penempatan ternak besar Tabel 1. Hubungan keberadaan ternak dengan kasus malaria Variabel Memelihara ternak sedang 1133 66.5 17211 61.3 571 33.5 10869 38.7 Memelihara ternak besar 261 15.4 4858 17.4 1437 84.6 23069 82.6 0.032 Tabel 2. Hubungan kasus malaria dengan lokasi ternak sedang dipelihara Lokasi ternak sedang dipelihara Kandang dalam rumah 86 7,6 541 3,1 Kandang luar rumah 504 44,5 9554 55,6 Rumah tanpa kandang 70 6,2 362 2,1 Luar rumah tanpa kandang 472 41,7 6730 39,2 Total 1132 100 17187 100 75

Tabel 3. Hubungan kasus malaria dengan lokasi ternak besar dipelihara Lokasi ternak besar dipelihara Kandang dalam rumah 22 8,5 65 1,3 Kandang luar rumah 80 30,9 1520 31,3 Rumah tanpa kandang 11 4,2 110 2,3 Luar rumah tanpa kandang 146 56,4 3155 65,1 Total 259 100 4850 100 PEMBAHASAN a. Hubungan Keberadaan Hewan Ternak dengan Kasus Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan ternak sedang dan besar berhubungan dengan kasus malaria. Hasil penelitian ini juga menunjukkan persentase ka sus malaria pada responden yang memelihara ternak besar lebih kecil daripada responden yang memelihara ternak sedang dan responden yang tidak memelihara ternak (Tabel 1). Hal ini berhubungan dengan kesukaan vek tor malaria dalam memilih sumber pakan darah. Darah ternak besar seperti kerbau dan sapi lebih disukai oleh nyamuk Anopheles dari pada darah ternak sedang seperti kambing, babi dan domba. Barodji (2001), menyatakan bahwa di daerah-daerah yang tidak ada sapi atau kerbau, maka sebagian besar nyamuk vektor (lebih dari 75%) tertangkap menggigit orang maupun hinggap di dalam rumah, hanya sebagian kecil (kurang dari 25%) yang tertangkap dikandang kambing dan sekitarnya. Pada pemeriksaan darah yang dihisap nyamuk di daerah yang banyak memelihara sapi dan kerbau lebih dari 80% berasal dari darah sapi dan kerbau, 20 % berasal dari darah manusia dan hanya 0,5% berasal dari darah kambing (Barodji, 1987). b. Hubungan Lokasi Ternak Dipelihara Dengan Kasus Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lokasi pemeliharaan ternak terhadap kasus malaria. Beberapa penelitian menyatakan bahwa lokasi ternak dipelihara sangat mempengaruhi kepadatan vektor malaria yang pada akhirnya akan mem pengaruhi terjadinya transmisi penularan malaria. Pada pengelompokan penderita malaria di desa-desa di Kabupaten Jepara tahun 1983, terbukti ada hubungan positif nyata antara letak kandang ternak dengan jumlah penderita malaria, sedangkan jumlah ternak ternyata tidak ada hubungan yang nyata dengan penderita malaria (Barodji, 1983). Persentase kasus malaria tertinggi dalam penelitian ini ditemukan pada responden yang menempatkan ternak sedangnya di kandang luar rumah diikuti oleh responden yang menempatkan ternak sedangnya di luar rumah tanpa kandang (Tabel 2). Sedangkan untuk hewan besar, persentase tertinggi kasus malaria ditemukan pa da responden yang menempatkan ternaknya di luar rumah tanpa kandang diikuti dengan responden yang menempatkan ternak besarnya di kandang luar rumah (Tabel 3). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Barodji (1983). Hasil penelitian Barodji menunjukkan bahwa jumlah vektor malaria An. aconitus yang menggigit orang di dalam rumah ada kandang ternak 0,53 4,51 ekor/orang/jam adalah sekitar 8-18 kali lebih banyak bila dibandingkan dengan yang di dalam rumah tanpa kandang (0,06 0,25 ekor/orang/ jam) (Barodji, 2001). Hal yang sama dikemukakan oleh Damar (1990) dalam penelitian yang berjudul pengaruh berbagai letak kandang di daerah pedesaan terhadap nyamuk. Hasil penelitian Damar menunjukkan bahwa letak kandang yang menempel dan di dalam rumah akan meningkatkan jumlah nyamuk yang menggigit orang masing-masing sebesar 3,70 dan 6,10 kali dibandingkan dengan di dalam rumah tanpa kandang (Damar, 1990). Hasil penelitian ini berbeda karena pada pengumpulan data Riskesdas hanya melihat keberadaan ternak serta lokasi kandang. Faktor lain yang lebih berpotensi terhadap kejadian malaria, seperti spesies vektor malaria, habitat, perilaku nyamuk vektor dan perilaku masyarakat serta faktor lingkungan seharusnya juga dianalisis, tetapi pada Riskesdas 2007, faktor-faktor tersebut tidak diobservasi. KESIMPULAN DAN SARAN Keberadaan ternak sedang (kambing, domba, babi) dan ternak besar (sapi, kerbau, kuda) serta lokasi ternak sedang dan besar dipelihara berpengaruh terhadap kasus malaria di Povinsi NTT. 76

UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kami ucapkan kepada JIPP Badan Litbang Kesehatan yang telah memberikan data Riskesdas 2007 dan Badan Litbangkes yang telah membiayai analisis data. DAFTAR PUSTAKA 1. Soedarto. : Referensi mutakhir epidemiologi global Plasmodium Anopheles penatalaksanaan penderita. Sagung Seto, Jakarta. 2011. 2. WHO. World Health Statistic 2012. World Health Organization, France. 2012 3. Depkes RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Ditjen P2M dan PLP, Jakarta. 2006. 4. Barodji. Fluktuasi Kepadatan Populasi Vektor Mala ria An. Aconitus di daerah sekitar persawahan, Seminar Entomollogi II. di Jakarta. 1987. 5. Barodji. Pengaruh penempatan ternak di daerah pedesaan terhadap jumlah vektor malaria An. Aconitus yang menggigit orang di dalam rumah. Seminar dan Konggres Biologi Nasional di Universitas Airlangga, Surabaya, 1983. 6. Barodji. Keberadaan ternak sapi atau kerbau di dae rah pedesaan dan pengaruhnya terhadap vektor malaria. Pertemuan Sosialisasi Penanggulangan Ma laria di Kabupaten Kulonprogo, DIY, di Wates. 2001. 7. Damar TB. Penempatan kandang ternak (sapi dan kerbau) dan pengaruhnya pada kepadatan vektor malaria An. aconitus di dalam rumah. Laporan Tahunan SPVP. 1990. April 1986 1990. 77