BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. semenjak diberlakukannya Undang-Undang N0. 22 tahun 1992 yang di revisi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

Transkripsi:

11 BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka Penulisan Laporan Tugas Akhir ini mendasarkan pada teori-teori yang relevan sehingga mendukung bagi tercapainya hasil penelitian yang ilmiah. Dasar teori yang digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah teori tentang otonomi daerah, pemekaran daerah, pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang dipisahkan serta belanja modal. Teori-teori ini yang akan dijadikan penulis sebagai dasar pemikiran dan menjadi acuan dalam melakukan penelitian. Selain itu, agar secara empiris dapat dihubungkan dengan hasil-hasil penelitian sejenis atau yang memiliki topik yang hampir sama, maka dilengkapi juga dengan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian-penellitian sebelumnya tersebut sekaligus menjadi acuan dan komparasi dalam penelitian ini. 2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah Daerah hukum pelaksanaan otonomi daerah Indonesia adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang dengan memandang dan 11

12 mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hakhak urus daerah yang bersifat istimewa. Penjelasan pasal 18 dirumuskan sebagai berikut, daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil, daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Menurut Undang-Undang R.I. Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pengertian dari Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selain itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat

13 dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Otonomi nyata merupakan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan tumbuh hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggungjawab maksudnya adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi keadilan dan pemerataan serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1. Tujuan Otonomi Daerah Tujuan otonomi daerah menurut penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 adalah otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis dan bertanggungjawab, sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal. Sedangkan menurut (Mardiasmo,2004) Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi

14 utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu : (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. 2. Prinsip Otonomi Daerah Didalam penjelasan UU No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa ntuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada

15 dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. 3. Manfaat Otonomi Daerah Makalah yang dibuat oleh Dadang Solihin yang berjudul Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan Praktek, tahun 2010 menjelaskan manfaat dari otonomi daerah adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyarakat di daerah yang bersifat heterogen 2. Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintah pusat. 3. Perumusan kebijaksanaan dari pemerintah akan lebih realistik

16 4. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya penetrasi yang lebih baik dari Pemerintah Pusat bagi Daerah-Daerah yang terpencil atau sangat jauh dari pusat, di mana seringkali rencana pemerintah tidak dipahami oleh masyarakat setempat atau dihambat oleh elite lokal, dan dimana dukungan terhadap program pemerintah sangat terbatas. 5. Representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaan di dalam perencanaan pembangunan yang kemudian dapat memperluas kesamaan dalam mengalokasikan sumber daya dan investasi pemerintah. 6. Peluang bagi pemerintah serta lembaga privat dan masyarakat di Daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial. 7. Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di Pusat dengan tidak lagi pejabat puncak di Pusat menjalankan tugas rutin karena hal itu dapat diserahkan kepada pejabat Daerah. 8. Dapat menyediakan stuktur dimana berbagai departemen di pusat dapat dikoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat Daerah dan sejumlah NGOs di berbagai Daerah. Provinsi, Kabupaten, dan Kota dapat menyediakan basis wilayah koordinasi bagi program pemerintah. 9. Struktur pemerintahan yang didesentralisasikan diperlukan guna melembagakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program. 10. Dapat meningkatkan pengawasan atas berbagai aktivitas yang dilakukan oleh elite lokal, yang seringkali tidak simpatik dengan

17 program pembangunan nasional dan tidak sensitif terhadap kebutuhan kalangan miskin di pedesaan. 11. Administrasi pemerintahan menjadi mudah disesuaikan, inovatif, dan kreatif. Kalau mereka berhasil maka dapat dicontoh oleh Daerah yang lainnya. 12. Memungkinkan pemimpin di Daerah menetapkan pelayanan dan fasillitas secara efektif, mengintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, memonitor dan melakukan evaluasi implimentasi proyek pembangunan dengan lebih baik dari pada yang dilakukan oleh pejabat di Pusat. 13. Memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di Daerah untuk berpartisipasi secara langsung dalam pembuatan kebijaksanaan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan kepentingan mereka di dalam memelihara sistem politik. 14. Meningkatkan penyediaan barang dan jas di tingkat lokal dengan biaya yang lebih rendah, karena hal itu tidal lagi menjadi beban pemerintah Pusat karena sudah diserahkan kepada Daerah. 4. Keberhasilan Otonomi Daerah Agar pelaksanaan tugas otonomi dapat berjalan dengan baik maka daerah tersebut perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu sumber pendapatan, teknologi, struktur organisasi pemerintah daerah, dukungan hukum, perilaku masyarakat, dan faktor kepemimpinan. Disamping itu, hal-

18 hal yang mempengaruhi pengembangan otonomi daerah menurut Yosef Riwu Kaho sebagai berikut : 1. Faktor manusia pelaksana yang baik 2. Faktor keuangan daerah 3. Faktor anggaran 4. Faktor peralatan 5. Faktor organisasi dan manajemen yang baik Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah faktor manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik. Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah baik pula. Faktor yang kedua adalah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995:23) yang menyebutkan bahwa dalam kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut. Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan

19 rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah diberikan kepadanya. Faktor ketiga adalah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke depan bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak diperlukan anggaran yang baik pula. Faktor peralatan yang cukup dan memadai adalah faktor keempat yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi, dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang menggunakannya. Faktor kelima adalah organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan

20 yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, Mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah. 5. Kemandirian Daerah Otonom Pelaksanaan otonomi di Indonesia menurut (Mardiasmo : 25) dapat dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda. Pertama, pemberian otonom daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, distribution of income, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua, otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk mengahadapi era perdagangan bebas. Berdasarkan uraian di atas, maka kemandirian suatu daerah mutlak diperlukan agar tujuan dari dibentuknya daerah otonom dapat tercapai. Ketika otonomi mulai digulirkan harapan yang muncul adalah daerah menjadi semakin mandiri di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing, melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Sesuai asas Money follows function, penyerahan kewenangan daerah juga dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian Daerah menjadi mampu untuk

21 melaksanakan segala urusannya sendiri, sebab sumber-sumber pembiayaan juga sudah diserahkan. Jika mekanisme tersebut sudah terwujud maka cita-cita kemadirian Daerah dapat direalisasikan. Hal senada dengan Halim (2001), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah ; 1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah ; 2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 2.1.2 Pemekaran Daerah 1. Pengertian Pemekaran Daerah Pemekaran daerah merupakan suatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru atau pun kabupaten baru. Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah ini adalah tidak lain dengan meningkatkan berbagai pelayanan sosial yang diberikan dan meningkatkan keefektivan serta keefisiensian sebuah daerah dalam mengatur atau mengelola daerahnya baik dilihat dari sektor perekonomian, politik serta pelayanan publik untuk masyarakatnya.

22 Undang-Undang otonomi daerah menjelaskan wacana pemekaran tidak terlepas dari pemberlakuan prinsip-prinsip otonomi daerah. Hal ini menyimpulkan bahwa pada prinsipnya otonomi daerah merupakan media atau jalan untuk menjawab tiga persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan pelayanan terhadap publik. Sehingga banyak orang berasumsi bahwa pemekaran daerah merupakan langkah yang diambil setelah diberlakukannya otonomi daerah yang merupakan : 1. Pemekaran daerah yang dilakukan oleh pemerintah merupakan jalan atau upaya untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat. 2. Melalui pemekaran daerah juga harus tercipta akuntabilitas yang terjaga dengan baik. 3. Pemekaran daerah diformulasikan menjadi langkah untuk mengupayakan responsiveness, dimana publik berpartisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan. 2. Tujuan Pemekaran Daerah Berdasarkan pasal 2 PP 129/2000 disebutkan ada beberapa tujuan dibentuknya sebuah daerah baru atau dilakukannya pemekaran daerah. Tujuan tersebut diantaranya : 1. Meningkatkan kesejahteraaan masyarakat 2. Meningkatkan pelayanan masyarakat 3. Mempercepat pertumbuhan demokrasi 4. Mempercepat pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah

23 5. Mempercepat pengelolaan potensi daerah 6. Meningkatkan keamanan dan ketertiban 7. Meningkatkan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah 2.1.3 Definisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pengertian pendapatan menurut Bastian (2007 : 146) adalah : Arus masuk atau peningkatan lain atas harta dari satu kesatuan atau penyelesaian kewajibannya selama satu periode dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi pokok atau utama yang berkelanjutan dari kesatuan tersebut. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) mendefinisikan pendapatan sebagai semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Secara umum pendapatan dapat dipahami sebagai hak pemerintah daerah yang menambah kekayaan bersih yang terjadi akibat transaksi masa lalu. Pendapatan pemerintah daerah berbeda dengan penerimaan pemerintah daerah. Penerimaan daerah adalah semua jenis penerimaan kas yang masuk ke rekening kas daerah baik yang murni berasal dari pendapatan daerah maupun dari penerimaan pembiayaan. Pendapatan daerah dikelompokkan atas : 1. Pendapatan Asli Daerah

24 Kelompok pendapatan asli daerah (PAD) menurut jenis pendapatannya terdiri dari : a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 2. Dana Perimbangan Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan menjadi : a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan menjadi : a. Hibah yang berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat. b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam.

25 2.1.4 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 poin 18 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pendapatan daerah dari hasil pajak, hasil retribusi, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan. Menurut Siregar (2004:360) dikutip oleh Raisa Annisa, bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang berasal dari sumber-sumber penerimaan murni daerah. Pendapatan Asli Daerah dipergunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan Otonomi Daerah dan diupayakan agar PAD selalu meningkat seiring dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. terdiri atas : Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang 1. Pajak Daerah ( ) Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah, yang bersifat dapat dipaksakan dan tanpa perolehan imbalan secara langsung. Sementara menurut Mardiasmo (2006:12) mendefinisikan pajak daerah, adalah sebagai berikut : Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang

26 digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. 2009 adalah Pengertian Pajak Daerah menurut Undang-undang Nomor. 28 Tahun kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat 2. Retribusi Daerah ( ) Retribusi Daerah merupakan pembayaran wajib penduduk kepada negaranya, karena adanya penggunaan jasa yang berkaitan dengan kepentingan pribadi atau badan, balas jasa yang diberikan dari retribusi daerah bersifat langsung. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 1 angka 64 Undang-undang dimaksud menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ( ) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan komponen kekayaan daerah yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

27 Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah. Pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan merupakan sub-bidang keuangan negara yang khusus ada pada negara-negara yang pemerintahannya juga menjalankan fungsi-fungsi penyediaan barang-barang non publik. Pemerintah melakukan investasi pada BUMN/BUMD atau lembaga keuangan negara/daerah lainnya sehingga timbul hak dan kewajiban negara berkenaan dengan investasi tersebut. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan bagian dari pendapatan asli daerah tersebut, yang dirinci menurut objek pendapatannya mencakup : a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah BUMD b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah BUMN c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 4. Lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah ( ) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk kedalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

28 2.1.5 Belanja Daerah Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) mendefinisikan belanja adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dalam point 14 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pos Belanja diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : 1) belanja operasi, 2) belanja modal, dan 3) belanja tak terduga. 1. Belanja Operasi Belanja Operasi meliputi : a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Bunga d. Subsidi e. Hibah f. Bantuan Sosial 2. Belanja Modal Belanja Modal meliputi : a. Belanja Tanah b. Belanja Peralatan dan Mesin c. Belanja Gedung dan Bangunan d. Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan

29 e. Belanja Aset Tetap Lainnya f. Belanja Aset Lainnya 3. Belanja Tak Terduga Belanja Tak Terduga atau belanja lain-lain merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak berulang atau rutin terjadi. Belanja Tidak Terduga bisa berupa : a. Bantuan Bencana Alam b. Bantuan Bencana Sosial c. Bantuan Korban Politik 2.1.6 Belanja Modal (Y) Aset tetap yang dimiliki suatu daerah yang berasal dari belanja modal, merupakan syarat utama daerah untuk dapat memberikan pelayanan publik kepada masyrakat. Dana untuk memiliki aset tetap tersebut didapat dengan mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja, dalam hal ini belanja modal, dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan sarana dan prasarana daerah, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk kepentingan publik. Setiap tahun pemerintah biasanya melaksanakan pengadaan aset tetap, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk

30 perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud. Dengan kata lain belanja modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama : 1. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurangan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

31 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalaah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang pubakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Menurut Halim (2004) belanja modal merupakan belanja uang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan

32 daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Munir (dalam Darwanto, 2007) juga menyatakan hal yang sama. Bahwa belanja modal memiliki karakteristik spesifik menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. 2.1.7 Penelitian Terdahulu dan Hipotesis Adapun penelitian terdahulu terkait penelitian ini diantaranya, : 1. Wahyu Wibowohadi (2011) yang melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi pada Kabupaten Kota di Jawa Timur) yang menyatakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi pendapatan asli daerah maka pengeluaran pemerintah atas belanja modal pun semakin tinggi 2. Diah Sulistyowati (2011) yang melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kab/Kota di Jawa dan Bali. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pajak daerah, retribusi daerah, dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal. Sedangkan dana alokasi khusus berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal.

33 Penelitian ini ingin mengetahui apakah pajak daerah, retribusi daerah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh terhadap belanja modal. Penelitian sebelumnya sebagai pembanding untuk penelitian ini. 2.1.8 Hubungan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Dengan Belanja Modal Untuk melihat kemandirian dan keberhasilan otonomi daerah, pembangunan infrastruktur di daerah sangat penting untuk menunjang aktivitas masyarakat dalam melakukan kegiatan sehati-harinya. Pembangunan infrastuktur daerah dianggarkan setiap tahunnya dalam belanja modal. Belanja modal berupa pembelian asset yang dibayai dari pendapatan asli daerah merupakan satu bentuk penunjang dalam hal kemandirian dan otonomi daerah. Selama ini Pendapatan Asli Daerah memiliki peran untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah guna mencapai tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah yang ingin meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah (Mardiasmo, 2002:46) Pajak Daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan komponen dari pendapatan asli daerah, 4 (empat) komponen ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, yang artinya jika 4 (empat) komponen ini meningkat maka pendapatan asli daerah meningkat. Dari sumber-sumber pendapatan asli

34 daerah ini dapat digunakan untuk membiayai pembangunan daerah melalui belanja modal. Jika komponen-komponen dari pendapatan asli daerah ini meningkat maka alokasi belanja modal akan meningkat 2.2 Perumusan Model Penelitian 2.2.1 Perumusan Model Penelitian Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa pemerintahan diselenggarakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menjalankan pembangunan daerah agar lebih efektif dan efisien, maka dibentuklah daerah pemekaran dengan tujuan mensejahterakan masyarakat. Pemekaran daerah merupakan suatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk Provinsi baru atau pun Kabupaten baru. Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah ini adalah tidak lain dengan meningkatkan berbagai pelayanan sosial yang diberikan dan meningkatkan keefektifan serta keefisiensian sebuah daerah dalam mengatur atau mengelola daerahnya baik dilihat dari sektor perekonomian, politik serta pelayanan publik untuk masyarakatnya. Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah kemampuan dalam mengelola keuangan daerahnya, yang berarti daerah tersebut memliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan,

35 mengolah dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, juga ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, pendapatan asli daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah lainnya harus menjadi sumber keuangan terbesar untuk dapat mendanai pembangunan daerahnya. Pelaksanaan otonomi daerah dalam kemandirian suatu daerah mutlak diperlukan, diharapkan dengan kemandirian ini, pemerintah daerah tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah tetapi mengoptimalkan pendapatan asli daerah dengan menggali potensi-potensi sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Menjalankan pemerintahan, sangat perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana yang baik, melalui belanja modal, pemerintah menganggarkan dan mengalokasikan kebutuhan daerah untuk kelancaran tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Menurut Halim (2007) bahwa peran pemerintah di dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilisator, karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui sasaran tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai pihak katalisator dan fasilitator maka pemerintah daerah memerlukan sarana dan fasilitas pendukung yang direalisasikan melalui belanja modal guna meningkatkan pelayanan publik.

36 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dibuat sebuah model penelitian : Pajak Daerah ( ) Retribusi Daerah ( ) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah ( ) Belanja Modal (Y) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang sah ( ) Gambar 2.1. Model Penelitian Keterangan : : Alur Pengaruh Variabel x terhadap variabel y secara parsial : Alur Pengaruh Variabel x terhadap variabel y secara parsial

37 2.2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap suatu masalah yang masih diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dengan masalah yang terjadi. Setelah dilakukan penelitian maka kebenaran dari suatu masalah yang diuji akan terungkap. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, (Sugiyono 2010 : 64). Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Hipotesis Deskriptif Terdapat sumber pendapatan asli daerah, diantaranya pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Kabupaten/Kota Pemekaran di Provinsi Jawa Barat. Seberapa besar pengaruh masing-masing komponen dari pendapatan asli daerah tersebut terhadap belanja modal. 1: Secara Parsial Pajak Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 2: Secara Parsial Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 3: Secara Parsial Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan berpengaruh terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat

38 4: Secara Parsial Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat. 5: Secara simultan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat.