INTRODUKSI VARIETAS UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT DI LAMPUNG Dewi Rumbaina Mustikawati dan Yulia Pujiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Jika dilihat dari segi produksi, komoditas jagung menempati urutan ke tiga setelah ubi kayu dan padi. Jenis jagung yang dominan adalah hibrida dan jagung lokal. Beberapa varietas unggul jagung komposit telah diintroduksikan di Lampung melalui kegiatan pengkajian oleh BPTP Lampung seperti varietas Lamuru, Sukmaraga, Bisma, Srikandi putih dan Srikandi kuning. Rata-rata produktivitas jagung komposit yang dihasilkan adalah varietas Lamuru 5,25 t/ha, Sukmaraga 6,50 t/ha, Bisma 4,56 t/ha, Srikandi kuning 3,95 t/ha dan Srikandi putih 4,41 t/ha. Dengan penerapan teknologi introduksi spesifik lokasi, produktivitas varietas Bisma mencapai 6,65 t/ha (tahun 2000/2001). Petani di Desa Talang Baru, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, yang semula tidak menggunakan varietas Bisma, berkembang menjadi 60-70% yang menanam varietas Bisma. Varietas Sukmaraga dengan penerapan teknologi introduksi menghasilkan 8,4 t/ha (tahun 2004/2005). Hasil wawancara (kuisioner) terhadap petani di Desa Budi Lestari Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, menunjukkan bahwa petani sangat respon terhadap penggunaan benih jagung unggul komposit varietas Lamuru dengan tingkat respon 78-100% (tahun 2007). Kata kunci: Jagung, komposit, varietas, introduksi. PENDAHULUAN Tanaman jagung merupakan sumber pangan penting setelah padi. Selain sebagai sumber pangan juga sebagai bahan baku pakan ternak, pemanis pengganti gula tebu, bahan baku pembuat biofuel, bahan baku pembuat plastik dan lain-lain. Propinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (Sarasutha, 2002). Pada tahun 1981 pangsa produksi jagung terbesar adalah Jawa Timur (43%), Jawa Tengah 22%, Sulawesi Selatan 11%, Nusa Tenggara Timur 6%, Lampung 2%, dan Sumatera Utara 1,0%. Pada tahun 2005 terjadi pergeseran sentra produksi jagung Indonesia, yang terbesar tetap Jawa Timur sebesar 35%, diikuti oleh Jawa Tengah 17%, Lampung 11%, Sumatera Utara 6%, Sulawesi Selatan 6%, dan Nusa Tenggara Timur 5% (Kasryno et al., 2011). Jika dilihat dari segi produksi, komoditas jagung menempati urutan ke tiga setelah ubi kayu dan padi. Pada tahun 2008 produksi ubi kayu 7.721.882 ton, padi 2.341.075 ton dan jagung 1.809.886 ton (Lampung Dalam Angka, 2009). Tetapi jika dilihat dari luas panen, komoditas jagung menempati urutan kedua setelah padi, dan ubi kayu menempati urutan ketiga. Pada tahun 2008 luas panen padi 506.547 ha, jagung 387.549 ha, sedangkan ubi kayu 318.969 ha. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung di Propinsi Lampung dapat dilihat dalam Tabel 1. Pada Tabel 1 jika dilihat dari luas panen, sentra penghasil jagung terbesar di Propinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Timur menempati urutan pertama, diikuti Lampung Tengah dan Lampung Selatan. Namun demikian produktivitas jagung Lampung Timur masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Lampung Tengah dan Lampung Selatan. Produktivitas jagung Lampung berkisar antara 3,85 5,01 t/ha dengan rata-rata 4,67 t/ha. 134 Dewi Rumbaina Mustikawati dan Yulia Pujiharti : Introduksi Varietas Unggul Jagung Komposit
Tulisan ini membahas tentang hasil pengkajian beberapa varietas unggul jagung komposit yang telah diintoduksikan tahun 1998 2007 dan permasalahan kurang berkembangnya penyebaran varietas unggul jagung komposit. JENIS TANAMAN JAGUNG Dari segi jenisnya, secara umum benih varietas unggul jagung dapat dikelompokkan menjadi dua jenis jagung yakni hibrida dan komposit. Jagung hibrida adalah jagung yang pada proses pembuatannya dengan cara pemuliaan dan penyilangan antara jagung induk jantan dan jagung induk betina sehingga menghasilkan jagung jenis baru yang memiliki sifat keunggulan dari kedua induknya. Keunggulan jagung hibrida adalah kapasitas produksinya tinggi sekitar 8-12 ton per hektar. Kekurangannya adalah harga jagung mahal mencapai 20 kali sampai 40 kali lipat jagung konsumsi, jagung tidak bisa diturunkan lagi sebagai benih karena produksi akan turun mencapai 30 % (SHS 2010). Jagung hibrida tidak bisa diproduksi oleh sembarang penangkar karena persyaratan yang berat. Selain memiliki keunggulan dalam jumlah produksi, jagung hibrida juga memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit yang sering menyerang jagung (Newsroom 2007). Keunggulan jagung komposit adalah daya adaptasi luas, sebagian berumur genjah dapat dikembangkan di lahan marginal maupun lahan subur, dan tahan kekeringan, selain itu harga benih relatif murah dan dapat digunakan sampai beberapa generasi (Makarim 1999 ; Nugraha dkk. 2003). Namun kekurangannya adalah kapasitas produksi jagung jenis ini rendah hanya sekitar 3-5 ton per hektar (SHS 2010). INTRODUKSI VARIETAS UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT DI LAMPUNG Beberapa varietas unggul jagung komposit telah diintroduksikan di Lampung yang merupakan hasil penelitian dari Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Introduksi varietas unggul jagung komposit dilakukan melalui kegiatan pengkajian-pengkajian yang dilakukan oleh BPTP Lampung. Beberapa varietas unggul jagung komposit yang pernah dintroduksikan di Lampung adalah jagung varietas Lamuru, Sukmaraga, Bisma, Srikandi putih dan Srikandi kuning. Varietas unggul Bisma yang dilepas pada tahun 1995, berdaya hasil lebih tinggi daripada Arjuna. Varietas Lamuru memiliki sifat yang hampir sama dengan Bisma tetapi lebih toleran kekeringan dan tahan terhadap serangan hama bubuk. Varietas Lamuru ini telah berkembang di Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur (NTT) (Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002). Jagung varietas Srikandi kuning dan Srikandi putih merupakan jagung berkadar protein tinggi (Quality Protein Maize QPM) rakitan Balitsereal bekerja sama dengan CYMMIT. Jagung QPM mengandung protein 11 13,5 % sedangkan jagung biasa mengandung protein 9 11 %. Kadar lisin dan triptophan jagung QPM masing-masing 0,11 % dan 0,475 %, dua kali lebih tinggi dibanding jagung biasa (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2002). Karakteristik yang spesifik kelima varietas jagung tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. 135 Seminar Nasional Serealia 2011
Tabel 1. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas usahatani jagung Propinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2008 Kota/Kabupaten Luas panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (t/ha) Lampung Barat 2097 8192 3.91 Tanggamus 6103 27170 4.45 Lampung Selatan 79601 380379 4.78 Lampung Timur 119557 568846 4.76 Lampung Tengah 106295 516470 4.86 Lampung Utara 32130 127944 3.98 Way Kanan 14555 61438 4.22 Tulang Bawang 13877 53367 3.85 Pesawaran 12347 61869 5.01 Bandar Lampung 258 1257 4.87 Metro 729 2954 4.05 Propinsi Lampung 387549 1809886 4.67 Sumber: Lampung Dalam Angka 2009 Tabel 2. Karakteristik beberapa varietas unggul jagung komposit Varietas Tahun dilepas Hasil rata-rata (t/ha) Potensi hasil (t/ha) Umur panen (hari) Sifat penting lainnya Bisma 1995 5,7 7,2 96 Tahan penyakit karat dan bercak daun Lamuru 2000 5,6 7,6 95 Agak tahan penyakit bulai. Toleran kekeringan Sukmaraga 2003 6,0 8,5 105 Tahan penyakit bulai. Toleran lahan masam Srikandi Kuning 2004 5,4 7,9 110 Protein bermutu. Kurang tahan penyakit bulai. Srikandi Putih 2004 5,9 8,1 110 Protein bermutu. Kurang tahan penyakit bulai. Sumber: Badan Litbang Pertanian (2007) Hasil Pengkajian BPTP Lampung tahun 1999 di Desa Talang Baru, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, produktivitas varietas Bisma 3,99 t/ha pada MT-3 (Sudarno 2003). Petani di desa ini yang semula tidak ada yang menggunakan varietas Bisma, berkembang menjadi 60-70% yang menanam varietas Bisma. Pada tahun dan musim yang sama hasil pengkajian Hayani dkk., produktivitas jagung varietas Bisma 4,18 t/ha tidak berbeda nyata dengan varietas hibrida Bisi-2 yaitu 4,53 t/ha (Fahri 2002). Hasil kajian pada MT-1 tahun 1999/2000 juga di desa Talangbaru Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, dengan penerapan teknologi introduksi spesifik lokasi, diperoleh produktivitas varietas Bisma adalah 4,86 t/ha, sedangkan jagung varietas Pioner-4 dan Pioner-8 sebesar 4,32 dan 4,82 t/ha (Hayani et al. 2000). Jika melihat hasil tersebut menunjukkan pada musim yang sama jagung komposit juga bisa memperoleh hasil yang tidak berbeda dengan jagung hibrida. Pengkajian tahun 2000 masih di lokasi yang sama, produktivitas varietas Bisma 3,11 t/ha pada MT-2 (Kasim et al., 2000). Kemudian pengkajian pada MT-1 tahun 2000/2001 di lokasi yang sama, produktivitas varietas Bisma cukup 136 Dewi Rumbaina Mustikawati dan Yulia Pujiharti : Introduksi Varietas Unggul Jagung Komposit
tinggi yaitu mencapai 6,65 t/ha (Mustikawati et al. 2003). Jagung komposit varietas Lamuru dan Sukamaraga yang diintoduksikan pada musim kemarau (MK) bulan Mei tahun 2004 di Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, diperoleh hasil varietas Lamuru 4,25 t/ha dan varietas Sukmaraga 5,49 t/ha, ada peningkatan produksi masing-masing 21,43% dan 56,86% dibanding varietas lokal yang hanya 3,5 t/ha (Tabel 3.). Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Iriani et al. (2009) pada MK 2009 di Kabupaten Blora, produksi jagung varietas Lamuru 4,44 t/ha dan varietas Sukmaraga 4,25 t/ha. Hasil pengkajian di desa Budi Lestari, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan pada MT-1 tahun 2004/2005, dengan introduksi teknologi spesifik lokasi dan dibandingkan dengan teknologi cara petani diperoleh hasil seperti yang tertera dalam Tabel 4. Kedua teknologi ini secara statistik berbeda nyata. Hasil yang tertinggi adalah jagung varietas Sukmaraga dengan teknologi introduksi (8,4 t/ha) tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Lamuru baik dengan teknologi introduksi maupun cara petani. Hasil pengkajian di lokasi yang sama pada MT-1 tahun 2005/2006, produktivitas varietas Sukmaraga 5,60 t/ha, Lamuru 4,73 t/ha, Srikandi Kuning 3,40 t/ha dan Srikandi putih 4,41 t/ha (Mustikawati 2007). Hasil wawancara (kuisioner) terhadap petani di Desa Budi Lestari Kecamatan Tanjung Bintang, menunjukkan bahwa petani sangat respon dalam penggunaan benih jagung unggul komposit seperti Lamuru dengan tingkat respon 78 100%. Menurut petani jagung varietas Lamuru memiliki kelobot yang tertutup dan bijinya bernas-bernas (Mustikawati 2007). Tabel 3. Produktivitas beberapa varietas jagung di Desa Astomulyo (Mei 2004). Varietas Lamuru Sukmaraga Lokal Sumber: Mustikawati et al., 2004. Produktivitas (t/ha) 4,25 5,49 3,5 Tabel 4. Produktivitas jagung Lamuru dan Sukmaraga pada MT-1 (2004/2005). Perlakuan Produktivitas (t/ha) Teknologi cara petani, jagung varietas Sukmaraga 5,36 b Teknologi cara petani, jagung varietas Lamuru 6,76 ab Teknologi introduksi, jagung varietas Sukmaraga 8,40 a Teknologi introduksi, jagung varietas Lamuru 6,68 ab Keterangan: Teknologi cara petani = 300 kg urea + 100 kg SP36 per ha, tidak dilakukan pemangkasan pucuk. Jarak tanam 75x25 cm. Teknologi introduksi = 300 kg urea + 100 kg SP36 + 150 kg KCl + 5 ton pupuk kandang + 110 kg kapur per ha, dilakukan pemangkasan pucuk. Jarak tanam 75x25 cm. Tabel 5. Keragaan produksi varietas unggul jagung komposit hasil beberapa pengkajian (tahun 1999 2007). Varietas Produktivitas (t/ha) Rata-rata (t/ha) Bisma 3,11 6,65 4,56 Lamuru 4,25 6,76 5,25 Sukmaraga 5,60 8,40 6,50 Srikandi Kuning 3,20 4,35, 3,95 Srikandi Putih 4,42 4,44 4,41 137 Seminar Nasional Serealia 2011
Tabel 5. menunjukkan keragaan produksi varietas unggul jagung komposit hasil beberapa pengkajian di Lampung (tahun 1999 2007). Rata-rata produktivitas jagung komposit yang dihasilkan varietas Lamuru 5,25 t/ha, Sukmaraga 6,50 t/ha, Bisma 4,56 t/ha, Srikandi kuning 3,95 t/ha dan Srikandi putih 4,41 t/ha. Permadi et al. (2005) pernah melakukan penelitian yang hasil jagung komposit varietas Bisma tidak berbeda nyata dengan jagung hibrida varietas Pionir 12 (Tabel 6). Keragaan hasil varietas Srikandi kuning dan Srikandi putih di beberapa lokasi pengujian di Jawa dan Bali menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi yaitu 6,37 t/ha dan 6,17 t/ha (Azrai 2004). PENYEBARAN VARIETAS JAGUNG DI LAMPUNG Jenis jagung yang dominan di Propinsi Lampung adalah hibrida. Akan tetapi sebagian areal lahan yang tergolong marginal masih menanam jagung jenis lokal. Penyebaran jagung di Propinsi Lampung berdasarkan varietas yang digunakan yang terdata dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan dari 105.294 hektar luas areal jagung, penggunaan varietas jagung hibrida di Lampung sekitar 68,58%, jagung lokal sekitar 27,28% dan varietas jagung komposit sekitar 3,11%. Penyebaran jagung komposit Sukmaraga hanya 0,31% (328 ha), Bisma 0,35% (365 ha), Lamuru 0,54% (569 ha) dan Srikandi kuning 1,48% (1.560 ha), sedangkan Srikandi putih tidak ada datanya. Tabel 6. Hasil jagung hibrida dan komposit Varietas Jagung Hasil jagung pipil kering (t/ha) 1. Bisma 7,07 xy 2. Pionir 12 7,69 x 3. Bima-1 5,66 y KK (%) 15,7 Keterangan: Angka-angka yang ditandai huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata Tabel 7. Beberapa varietas jagung dan penyebaran di Propinsi Lampung, tahun 2008 Kabupaten/Kota (ha) Varietas L.Brt Tgms L.Sel L.Tim L.Teng L.Utr W.Knn T.Bw B.L Mtro Jmlh Hibrida Persen (%) P.12 25 100 250 1.500 1.250 200 100 750 4.175 3,96 Bisi.16 99 560 11.135 6.734 6.251 1.900 600 1.750 150 29.175 27,71 P.11 6 50 225 700 750 100 75 400-2.306 2,19 P.21 105 602 11.520 6.733 6.549 2.190 650 1.825 160 30.244 28,72 Bisi.2 26 160 550 1.6 1.5 400 150 500 4.886 4,64 SHS.11-75 10 75 150 125 75 150 750 0,71 SHS.12 10 75 115 90 100 100 125 75 690 0,65 Komposit Arjuna 5 15 50 60 100 125 75 100 530 0,50 Bisma 3 12 50 40 75 60 50 75 365 0,35 Sukmaraga 3 10 50 40 75 50 40 60 328 0,31 Lamuru 4 15 75 50 150 90 60 125 569 0,54 S. Kuning 10 25 25 600 300 200 100 300 1.560 1,48 Jaya.1-15 15 10 175 150 60 96 521 0,49 Jaya.2 7-60 100 50 100 70 82 469 0,44 Lokal/ lain-lain 37 610 11.865 8.562 3.598 2.392 530 902 30 196 28.722 27,28 Jumlah 340 2.324 36.085 26.894 20.983 8.812 2.760 7.190 30 506 105.294 Sumber: Dinas Pertanian Propinsi Lampung, 2008 138 Dewi Rumbaina Mustikawati dan Yulia Pujiharti : Introduksi Varietas Unggul Jagung Komposit
SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT Dalam budidaya jagung pada umumnya, serangan hama dan penyakit merupakan faktor biotik yang dapat menyebabkan penurunan hasil. Hama yang menyerang tanaman jagung komposit yang diintroduksikan pada umumnya lalat bibit, ulat grayak, penggerek batang dan penggerek tongkol. Pada tahun 1997/1998 saat terjadi serangan penggerek tongkol yang mewabah pada tanaman jagung di Lampung yaitu sekitar 70-100%, saat itu persentase serangan pada varietas Arjuna 97,78%, pada varietas Bisma dan C-3 100%, varietas Semar-2 95,56% dan yang terendah pada Pioner 4 yaitu 77,78% (Tabel 8). Pada tahun 2005/2006 persentase serangan hama pada jagung introduksi tidak ada yang berarti karena persentase serangan sangat rendah, walaupun yang menyerang termasuk hama penting pada tanaman jagung (Tabel 9). Tabel 8. Serangan ulat penggerek tongkol pada beberapa varietas jagung (1997/1998). Bisma Semar-2 C-3 Arjuna Pioner-4 Varietas Persentase serangan (%) 100,00 a 95,56 a 100,00 a 97,78 a 77,78 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Mustikawati et al., 1999). Tabel 9. Intensitas serangan hama pada beberapa varietas jagung Selatan, MH 2005/2006 Varietas Lalat bibit (Atherigona sp.) (%) Ulat grayak (Spodoptera sp.) (%) Penggerek tongkol (Heliothis sp.) (%) 1. Lamuru 3,15 a 10,00 a 3,48 a 2. Sukmaraga 1,51 a 8,00 ab 2,76 a 3. Srikandi kuning 1,87 a 6,00 b 3,20 a 4. Srikandi putih 1,95 a 8,00 ab 1,99 a 5. Lokal 1,30 a 10,00 a 3,38 a KK (%) 39,12 19,56 32,31 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Mustikawati, 2007). Tabel 10. Intensitas serangan penyakit pada beberapa varietas jagung Selatan, MH 2005/2006. Varietas Penyakit bulai (%) Penyakit busuk tongkol (%) 3,87 c 6,26 ab 1,88 d 11,58 a 33,17 b 2,47 b 37,20 a 5,29 ab 1,78 d 3,37 ab 1. Lamuru 2. Sukmaraga 3. Srikandi kuning 4. Srikandi putih 5. Lokal KK (%) 1,23 33,96 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Mustikawati, 2007). 139 Seminar Nasional Serealia 2011
Penyakit yang umum menyerang tanaman jagung adalah penyakit bulai dan busuk tongkol. Tabel 10 menunjukkan bahwa varietas Srikandi Kuning dan Srikandi Putih rentan terhadap penyakit bulai. Sedangkan serangan busuk tongkol pada semua varietas tergolong rendah, berkisar antara 2,47 11,58%. PERMASALAHAN PENYEBARAN JAGUNG KOMPOSIT DI LAMPUNG Setelah pertengahan 1990-an, produsen benih jagung hibrida sangat gencar mempromosikan produknya, seperti Charoen Pokphand dan Pioneer. Saat itu diperkirakan lebih dari 30% areal pertanaman jagung di sentra produksi ditanami dengan benih hibrida, bahkan dan Sumatera Utara diperkirakan telah mencapai lebih dari 45% (Kasryno 2005 dalam Kasryno et al., 2011). Namun demikian walaupun di Lampung dominan mempergunakan benih jagung hibrida, sampai tahun 2008 rata-rata produktivitas jagung di Lampung hanya 4,67 t/ha (Lampung Dalam Angka, 2009). Padahal kalau dilihat secara umum potensi hasil jagung hibrida bisa mencapai 10-11 t/ha dengan rata-rata hasil 8 t/ha (Departemen Pertanian, 2003). Hal ini kemungkinan karena banyak petani menanam benih hibrida turunan. Jika dilihat dari hasil-hasil pengkajian varietas unggul jagung komposit yang diintroduksikan di Lampung dan beberapa hasil pengkajian di daerah lain, di lapangan kadang hasil jagung komposit tidak berbeda nyata dengan jagung hibrida. Namun kenyataannya jagung komposit tidak berkembang. Padahal beberapa petani penangkar di beberapa desa sudah pernah dibina untuk memperbanyak jagung komposit. Pada tahun 2008 terdaftar di BPSB Propvinsi Lampung, jagung komposit varietas Lamuru 7,25 ha dengan produksi benih 14,7 ton, varietas Srikandi kuning 10 ha dengan produksi 30 ton. Pada tahun 2010 yang terdaftar di BPSB jagung varietas Lamuru dan Sukmaraga masing-masing 0,25 ha. Hal ini menunjukkan petani penangkar tidak respon untuk memperbanyak produksi benih jagung komposit. Hasil kajian pada MK 2004 (Juni-September 2004) menunjukkan bahwa analisa ekonomi penangkaran benih jagung komposit (Lamuru/Sukmaraga) per hektar (benih pokok SS), dengan harga jual benih Rp.6000/kg, diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp.10.502.500 dengan B/C ratio 2,87 (Mustikawati, 2008). Berarti menjadi penangkar benih jagung komposit cukup menguntungkan, tetapi petani penangkar enggan meneruskan memproduksi benih jagung komposit dengan alasan tidak laku. Tidak berkembangnya penggunaan benih jagung unggul komposit Badan Litbang Pertanian disebabkan kurangnya upaya diseminasi dan promosi teknologi. Jagung hibrida milik perusahaan swasta sangat gencar dipromosikan, salah satu contoh dengan menempelkan plakat-plakat di pohonpohon di pinggir jalan. Selain itu benih jagung milik perusahaan swasta tersedia di kios-kios pertanian sampai ke pelosok pedesaan, sehingga petani mudah mendapatkannya. Sedangkan benih jagung komposit hanya tersedia di petani penangkar dan tidak tersedia di kios-kios pertanian. KESIMPULAN Keragaan varietas unggul jagung komposit hasil beberapa pengkajian di Lampung (tahun 1999 2007), menunjukkan rata-rata produktivitas jagung komposit varietas Lamuru 5,25 t/ha, Sukmaraga 6,50 t/ha, Bisma 4,56 t/ha, Srikandi kuning 3,95 t/ha dan Srikandi putih 4,41 t/ha. Pada tahun 2008 penyebaran jagung komposit Sukmaraga hanya 0,31% (328 ha), Bisma 0,35% (365 ha), Lamuru 0,54% (569 ha) dan Srikandi kuning 1,48% (1.560 ha) dari luas areal jagung. Tidak berkembangnya varietas unggul jagung komposit kemungkinan 140 Dewi Rumbaina Mustikawati dan Yulia Pujiharti : Introduksi Varietas Unggul Jagung Komposit
disebabkan kurangnya upaya diseminasi dan promosi varietas jagung tersebut. DAFTAR PUSTAKA Azrai, M. 2004. Penampilan Varietas Jagung Unggul Baru Bermutu Protein Tinggi di Jawa dan Bali. Buletin Plasma Nutfah Vol.10 (2). p. 49-55. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2002. Inovasi Teknologi Jagung. Badan Litbang. Puslitbangtan. p. 4-7. Badan Litbang Pertanian. 2007. Pedoman Umum. Produksi Benih Sumber Jagung. 25 p. Departemen Pertanian. 2003. Deskripsi Varietas Jagung Dilepas 2001-2001. Badan Benih Nasional. Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. Zuriat, Vol.14, No.2. Juli-Desember 2003: 78-132. Dinas Pertanian Propinsi Lampung. 2008. Penyebaran Varietas Jagung di Lampung. http://www.google.co.id/#hl=id&s ource=hp&q=penyebaran+jagung+ di+lampung+tahun+2008. Fahri, A. 2002. Dinamika Produksi Jagung Tahun 2001 dan Identifikasi Faktor Penyebabnya di Propinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional. Inovasi Teknologi Palawija. Badan Litbang Pertanian. p. 217-226. Iriani, E., M. E. Wulanjari, dan J. Handoyo. 2009. Keragaan Beberapa Varietas Unggul Jagung Komposit di Tingkat Petani Lahan Kering Kabupaten Blora. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. p. 138-142. Kasryno, F., E. Pasandaran, Suyamto, dan M. O. Adnyana. 2011. Gambaran Umum Ekonomi Jagung di Indonesia. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 24 p. http://balitsereal.litbang.deptan.g o.id/ind/bjagung/satu.pdf (diakses 1-7-2011). Kasim, R., Hayani, Dewi R.M., dan Hasanah. 2000. Kajian Pemantapan Paket Teknologi Usahatani Jagung. Laporan Akhir Tahun. LPTP Natar. Hayani, D.R. Mustikawati, L. Hutagalung, Slameto, Hasanah, D. Purwadi, Nasriati, A. Sopandi, D. Suherlan, Sudarno, Suranto dan Rugito. 2000. Kajian Adaptasi Paket Teknologi Usahatani Jagung. Laporan Akhir Tahun 1999/2000. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Natar. Badan Litbang Pertanian. Lampung Dalam Angka. 2009. Luas Panen dan Produksi Jagung di Lampung. Mustikawati, D.R., Hayani, Yulia P., Sudarno dan Dadin S. 1999. Pengaruh Dosis Pupuk dan Varietas Jagung Terhadap Populasi Ulat Heliothis sp. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Edisi Khusus Desember 1999. p. 25-30. Mustikawati, D.R., Andarias M.M., L. Hutagalung, R. Asnawi, Ratna W., Wayan S.A., dan Nila W. 2003. Kajian Agribisnis Jagung di Lampung. Laporan Akhir Tahun. BPTP Lampung. Mustikawati, D.R., I M. Mejaya, Andarias M.M., R. Asnawi, Ratna W. A., Nila W., dan Soerachman. 2004. Kajian Agribisnis Jagung. Laporan Akhir Tahun. BPTP Lampung. 42 p. Mustikawati, D.R., Ratna W.A., Andarias M.M., Kiswanto dan Sunaryo. 2007. Kajian Sistem Usahatani Jagung Bersari Bebas di Lahan Kering. Laporan Akhir Tahun. BPTP Lampung. 15 p. Mustikawati, D.R. 2007. Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Jagung Bersari bebas di Lahan Masam, Lampung. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Lampung. Vol. 10 (3). p.191-198. Mustikawati, D.R. 2008. Kajian Perbenihan Jagung Komposit di 141 Seminar Nasional Serealia 2011
Lampung. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perbenihan dan Kelembagaan. UPN Veteran. Yogyakarta, 10-11 November 2008. p. V87-V94. Makarim, A.K., Sjaifullah, S. Partohardjono, M. Hasanah dan A. Setyono. 1999. Metodologi Penelitian dan Pengkajian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Badan Litbang. Pertanian. Puslit. Sosek. 160 p. Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanuddin, dan Subandi. 2003. Perkembangan Teknologi Budi Daya dan Industri Benih Jagung. Ekonomi jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian. p.37-72. Newsroom. 2007. Pemilihan Benih Yang Tepat, Hasilkan Jagung Hibrida Berkualitas. http://www.agromedia.net/info/pe milihan-benih-yang-tepat-hasilkanjagung-hibrida-berkualitas.html. (19 Mei 2007). Permadi, K., Yati H., dan Indah Nurhati. 2005. Pengaruh Pupuk N, P dan K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Hibrida dan Komposit di Lahan Kering. J. Agrivigor 5 (1): 9-15. Desember 2005. Sarasutha. IG.P. 2002. Kinerja Usaha Tani dan Pemasaran Jagung di Sentra Produksi. Jurnal Litbang Pertanian, 21(2). p. 39-47. Sudarno. 2003. Alternatif Paket Teknologi Budidaya Jagung Pada Musim Kering Selatan. Buletin Teknik Pertanian, Vol. 8 (1). p. 19-21. SHS. 2010. Mengenal Benih Jagung. http://www.shs-seed.com/index... (13 Juni 2010). 142 Dewi Rumbaina Mustikawati dan Yulia Pujiharti : Introduksi Varietas Unggul Jagung Komposit