pegawai, pengujian instrumen penelitian, deskripsi variabel dan pengujian hipotesis melalui analisis regresi berganda.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan : 1. Mengetahui pengembangan 2. Pengambilan Keputusan administratif 3. Keperluan perusahaan

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRESTASI KERJA. Prepared by Ridwan Iskandar Sudayat, SE.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini adalah pengertian dari perangkat lunak : Menurut Jogiyanto H.M (1992 : 420), perangkat lunak adalah program yang

Shirley Fakultas Psikologi Universitas Medan Area

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Salah satu asset yang paling berharga bagi perusahaan adalah Sumber

BAB I PENDAHULUAN. berbagai faktor produksi dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang dikenal

BAB II URAIAN TEORITIS. 25%, sedangkan sisanya 75% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL. 4.1 Kemampuan Kinerja Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas kerja yang terpisah, tetapi berhubungan dan memberikan

BAB II LANDASAN TEORI

KINERJA COMPILED BY: IY

BAB II LANDASAN TEORITIS. job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan, karena suatu aktivitas perusahaan dalam mencapai tujuannya yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang ekonomi saat ini menunjukkan perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI. dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang positif dari individu yang disebabkan dari penghargaan atas sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA Prestasi Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Komunikasi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu

BAB II DAFTAR PUSTAKA

LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Prestasi Kerja dan Indikatornya. memberikan dampak yang positif terhadap organisasi, antara lain

BAB II LANDASAN TEORI. satu file sehingga menghasilkan satu hasil yang dikehendaki. (Abdul Kadir,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh kalangan orang banyak, baik dalam organisasi yang kecil maupun dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang masing-masing jabatan. Pekerjaan (job) terdiri dari sekelompok tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. cenderung hidup dan terlibat di dalam anggota kemasyarakatan. Organisasi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan.

Proses Manajemen Kinerja

PENTINGNYA KOMUNIKASI

Performance Appraisal (Penilaian Pekerjaan/Performa) MSDM-TIP FTP UB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. efisien untuk mencapai tujuan tertentu didalam suatu organisasi. Dasar-dasar manajemen adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA. Sumberdaya manusia merupakan investasi yang. sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini, banyak tantangan harus dihadapi oleh

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN. Setiap organisasi atau perusahaan baik skala kecil maupun besar terbentuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL PERKULIAHAN ORGANIZATION THEORY AND DESIGN POKOK BAHASAN : Struktur organisasi. Tatap Muka Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan. Tanpa adanya pekerjaan yang akan dikerjakan maka tidak akan terjadi hubungan

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. situasi persaingan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang sejenis menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial. Dalam

Oleh Untung Widodo, SE, MM

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Setiap organisasi harus mampu menghadapi tantangan bagaimana

teguhfp.wordpress.com HP : Flexi:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis,

II. LANDASAN TEORI. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bahasa inggris adalah performance. Istilah performance sering diindonesiakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup ini selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Manusia dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan organisasi, karena manusia dalam melakukan aktivitas di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I. kualitas maupun kuantitas. Menurut Rivai (2006) kinerja adalah perilaku nyata yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pelatihan Sumber Daya Manusia

BAB II PEMBINAAN KARIR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA. A. Pengertian Pembinaan dan Konsep Pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia merupakan salah satu unsur yang terpenting di dalam suatu organisasi.

Transkripsi:

organisasi, karakteristik responden, analisis tingkat disiplin kerja pegawai, pengujian instrumen penelitian, deskripsi variabel dan pengujian hipotesis melalui analisis regresi berganda. Bab V Simpulan dan Saran Dalam bab ini diuraikan mengenai simpulan yang bisa diambil dari pembahasan penelitian yang sudah dilakukan dan saran-saran yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian kinerja Menurut Prabu (2005 : 9) kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut 12

Hariandja (2002 : 194) kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan peranannya dalam organisasi. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Kinerja dapat diartikan sebagai hasil pencapaian dari tujuan yang telah direncanakan. Dalam sebuah organisasi, faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi tersebut adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik pegawai bekerja dan menggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaannya memenuhi standar-standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan perannya di dalam suatu instansi atau organisasi. 2.1.2 Standar kinerja Standar kinerja merupakan tingkat kinerja pekerjaan yang diharapkan dari pemegang pekerjaan dan kriteria terhadap kesuksesan pekerjaan. Standar kinerja membuat eksplisit kuantitas dan kualitas kinerja yang diharapkan dalam tugastugas dasar yang diterapkan sebelumnya dalam deskripsi pekerjaan. Biasanya standar kinerja adalah pernyataan-pernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat dicapai atas sebuah pekerjaan tertentu. Menurut Simamora (2003 : 147) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penetapan standar kinerja, yaitu sebagai berikut. 1) Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi; 13

2) Standar kinerja harus dapat membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik, sedang atau buruk; 3) Standar kinerja dinyatakan dengan angka; 4) Standar kinerja harus mudah diukur; 5) Standar kinerja harus mudah dipahami. 2.1.3 Fungsi standar kinerja Menurut Simamora (2003 : 149) standar kinerja mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai berikut. 1) Menjadi tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran dari upaya-upaya pegawai. Jika standar kerja telah dipenuhi, maka pegawai akan merasakan adanya pencapaian dan penyelesaian pekerjaan. 2) Standar kinerja merupakan kriteria pengukuran kesuksesan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja pegawai. 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai Menurut Timple dalam Prabu (2005 : 14) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai di antaranya adalah sebagai berikut. 1) Faktor internal, yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. 2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yang berasal dari lingkungan organisasi, seperti: perilaku, sikap, dan tindakantindakan rekan sekerja, pegawai atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim kerja. 14

Sedangkan menurut Soedarmayanti (2001 : 72) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai di antaranya adalah sebagai berkut. 1) Sikap mental Berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja. 2) Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas wawasan seseorang. 3) Keterampilan Semakin terampil pegawai maka akan semakin mampu mereka menggunakan fasilitas kerja dengan baik. 4) Manajemen Berkaitan dengan sistem yang ditetapkan pimpinan dalam mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan stafnya. 5) Hubungan Industrial Pancasila (HIP) Dengan menerapkan Hubungan Industrial Pancasila (HIP) akan menciptakan ketenangan kerja, memberikan motivasi, menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis. 6) Tingkat penghasilan Penghasilan memadai akan dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja. 7) Gizi dan kesehatan Apabila pegawai sehat dan dapat dipenuhi kebutuhan gizinya maka akan lebih kuat bekerja dan diharapkan mempunyai semangat kerja yang lebih tinggi. 8) Jaminan sosial 15

Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengabdian, semangat kerja dan mendorong kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja. 9) Lingkungan dan iklim kerja Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai untuk merasa nyaman dalam bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk bekerja dengan lebih baik. 10) Sarana produksi Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. 11) Teknologi Apabila teknologi yang dipakai lebih tepat dan lebih maju tingkatannya, maka akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sehingga kinerja akan meningkat. 12) Kesempatan berprestasi Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karier dan pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun organisasi. Furtwengler (2002 : 79) menyatakan bahwa komunikasi yang baik penting untuk menghasilkan kinerja yang baik. Menurut Simamora (2003 : 500) kinerja dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, antara lain sebagai berikut. 1) Faktor individual yang terdiri dari: (1) Kemampuan dan keahlian (2) Latar belakang (3) Demografi 2) Faktor psikologis yang terdiri dari: 16

(1) Persepsi (2) Attitude (3) Personality (4) Pembelajaran (5) Motivasi 3) Faktor organisasi yang terdiri dari: (1) Sumber daya (2) Kepemimpinan (3) Penghargaan (4) Struktur (5) Job design 2.1.5 Langkah-langkah meningkatkan kinerja Menurut Prabu (2005 : 22) dalam rangka meningkatkan kinerja, paling tidak terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut. 1) Mengetahui kekurangan di dalam kinerja; 2) Menangani kekurangan dengan keseriusan; 3) Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan; 4) Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut; 5) Melaksanakan rencana tindakan tersebut. 6) Melakukan evaluasi, apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum; 7) Mulai dari awal, bila perlu. 17

2.1.6 Penilaian kinerja 1) Pengertian penilaian kinerja Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang seharusnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan organisasi adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi obyek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan pegawai dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara obyektif dan dilakukan secara berkala. Menurut Rivai (2008 : 309) penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian, penilaian kinerja merupakan penilaian atas hasil kerja pegawai yang sesuai dengan peran dan lingkup tanggung jawabnya di dalam organisasi. 2) Tujuan penilaian kinerja Menurut Rivai (2008 : 311) penilaian kinerja dapat digunakan untuk tujuan sebagai berikut. 18

(1) Mengetahui pengembangan, yang meliputi: a) Identifikasi kebutuhan pelatihan; b) Umpan balik kinerja; c) Menentukan transfer dan penugasan; d) Identifikasi kekuatan dan kelemahan pegawai. (2) Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: a) Keputusan untuk menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan pegawai; b) Pengakuan kinerja pegawai; c) Pemutusan hubungan kerja; d) Mengidentifikasi yang buruk. (3) Keperluan organisasi, yang meliputi: a) Perencanaan sumber daya manusia; b) Menentukan kebutuhan pelatihan; c) Evaluasi pencapaian tujuan organisasi; d) Informasi untuk identifikasi tujuan; e) Evaluasi terhadap sistem sumber daya manusia; f) Penguatan terhadap kebutuhan pengembangan organisasi. (4) Dokumentasi, yang meliputi: a) Kriteria untuk validasi penelitian; b) Dokumentasi keputusan-keputusan tentang sumber daya manusia; c) Membantu untuk memenuhi persyaratan hukum. 19

Adapun menurut Wibowo (2007 : 211) menyatakan tujuan penilaian kinerja pada dasarnya adalah sebagai berikut. (1) Untuk mengetahui tingkat prestasi kerja pegawai; (2) Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang; (3) Mendorong pertanggungjawaban dari pegawai; (4) Untuk pembeda antarpegawai yang satu dengan yang lain; (5) Pengembangan sumber daya manusia yang masih dapat dibedakan lagi, yaitu: a) Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan. b) Promosi, kenaikan jabatan. c) Training atau latihan. (6) Meningkatkan motivasi kerja; (7) Meningkatkan etos kerja; (8) Memperkuat hubungan antara pegawai dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka; (9) Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari pegawai untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya; (10) Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas; (11) Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan sumber daya manusia, karier dan keputusan perencanaan suksesi; 20

(12) Membantu menempatkan pegawai dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh; (13) Sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan gaji, upah, insentif, kompensasi dan berbagai imbalan lainnya; (14) Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun pekerjaan; (15) Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja; (16) Sebagai alat untuk membantu dan mendorong pegawai untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja; (17) Untuk mengetahui efektivitas kebijakan sumber daya manusia; (18) Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi baik; (19) Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan; (20) Pemutusan hubungan kerja, pemberian sangsi ataupun hadiah. 3) Kegunaan penilaian kinerja Menurut Rhenald (2006 : 243) kegunaan penilaian kinerja dapat ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan organisasi, khususnya manajemen sumber daya manusia, yaitu sebagai berikut. (1) Posisi tawar Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang obyektif dan rasional dengan serikat buruh (jika ada) atau langsung dengan pegawai. (2) Perbaikan kinerja 21

Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi pegawai, pimpinan, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja pegawai. (3) Penyesuaian kompensasi Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan dalam penyesuaian ganti rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikkan upahnya atau kompensasi lainnya. Banyak organisasi mengabulkan sebagian atau semua dari bonus dan peningkatan upah mereka atas dasar penilaian kinerja. (4) Keputusan penempatan Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering dinyatakan bahwa promosi adalah penghargaan untuk kinerja yang lalu. (5) Pelatihan dan pengembangan Kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan. (6) Perencanaan dan pengembangan karier Umpan balik penilaian kinerja dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karier pegawai, penyusunan program 22

pengembangan karier yang tepat, dapat menyelaraskan antara kebutuhan pegawai dengan kepentingan organisasi. (7) Evaluasi proses staffing Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen Sumber Daya Manusia (SDM). (8) Defisiensi proses penempatan pegawai Kinerja yang baik atau buruk mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan pegawai di departemen Sumber Daya Manusia (SDM). (9) Ketidakakuratan informasi Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan sumber daya manusia atau sistem informasi sumber daya manusia. (10) Kesalahan dalam merancang pekerjaan Kinerja yang lemah mungkin merupakan suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan ini. (11) Kesempatan kerja yang adil Penilaian kinerja yang akurat terkait dengan pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan internal tidak bersifat diskriminatif. (12) Mengatasi tantangan-tantangan eksternal Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, keuangan, kesehatan, atau hal lain seperti hal 23

pribadi. Jika faktor ini tidak dapat diatasi pegawai bersangkutan, departemen Sumber Daya Manusia (SDM) mungkin mampu menyediakan bantuan. (13) Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja Departemen Sumber Daya Manusia (SDM) biasanya mengembangkan penilaian kinerja bagi pegawai di semua departemen. Elemen-elemen pokok sistem penilaian ini mencakup kriteria yang ada hubungan dengan pelaksanaan kerja dan ukuran-ukuran kriteria. (14) Umpan balik ke sumber daya manusia Kinerja baik atau buruk di seluruh organisasi, mengindikasikan seberapa baik departemen Sumber Daya Manusia (SDM) berfungsi. 4) Jenis-jenis penilaian kinerja Wibowo (2007 : 320) menyatakan jenis-jenis penilaian kinerja sebagai berikut. (1) Penilaian hanya oleh pimpinan; (2) Penilaian oleh kelompok lini, yaitu pimpinan dan pimpinannya lagi bersamasama membahas kinerja dari pegawainya yang dinilai; (3) Penilaian oleh kelompok staf, yaitu pimpinan meminta satu atau lebih individu untuk bermusyawarah dengannya dan pimpinan langsung yang membuat keputusan akhir; (4) Penilaian melalui keputusan komite, yaitu sama seperti pada pola sebelumnya kecuali bahwa pimpinan yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir, hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas; 24

(5) Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan, yaitu sama seperti pada kelompok staf, namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertindak sebagai peninjau yang independen; (6) Penilaian oleh pegawai dan sejawat. 5) Aspek-aspek yang dinilai Dari hasil studi Lazer dan Wilkstrom dalam Wibowo (2007 : 326) terhadap formulir penilaian kinerja 125 organisasi yang ada di USA, faktor yang paling umum muncul di 61 organisasi adalah pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan, kreativitas dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, inteligensi (kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi dan organisasi. Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut. (1) Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya; (2) Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional organisasi secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang pegawai; 25

(3) Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi pegawai, melakukan negosiasi, dan lain-lain. 6) Metode penilaian kinerja Menurut Rivai (2008 : 324) metode atau teknik penilaian kinerja pegawai dapat digunakan dengan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam praktiknya tidak ada satupun teknik yang sempurna. Pasti ada saja keunggulan dan kelemahannya. Hal penting adalah bagaimana cara meminimalkan masalah-masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan. (1) Metode penelitian berorientasi masa lalu Ada beberapa metode untuk menilai prestasi kinerja di waktu yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimumkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan-pendekatan inti. Dengan mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, pegawai dapat memperoleh umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknikteknik penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Skala peringkat (rating scale) Merupakan metode yang paling tua dan banyak digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja pegawai dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Penilaian didasarkan 26

pada pendapat para penilai, dan seringkali kriteria-kriterianya tidak berkaitan langsung dengan hasil kerja. Pada umumnya penilai diberi formulir, yang berisi sejumlah sifat dan ciri-ciri hasil kerja yang harus diisi oleh pimpinan yang memutuskan pendapat apa yang paling sesuai untuk setiap tingkatan hasil kerja. Pendapat penilai diberi nilai-nilai kuantitatif (bobot) yang mencerminkan nilai rata-rata untuk kemudian dihitung dan dibandingkan. Jumlah bobot yang diraih mungkin akan mempengaruhi kenaikan gaji, jadi banyaknya bobot yang sama mempengaruhi kenaikan beberapa persentase lainnya. Bentuk skala penilaian ini dapat disajikan dalam berbagai bentuk, seperti digambarkan sebagai berikut. 27

Gambar 2.1 Metode Skala Peringkat 1 2 3 4 5 A B C Sumber: Rivai (2008 : 325) D E Keuntungan dari metode ini adalah biayanya yang murah dalam penggunaan dan pengembangannya, penilai membutuhkan sedikit pelatihan atau waktu menyempurnakan formulir yang ada, dan metode ini bisa digunakan untuk banyak pegawai. Kelemahannya pun juga ada. Penyimpangan, dalam hal ini prasangka penilai biasanya akan tampak pada subyektivitasnya dalam metode ini. Kriteria yang spesifik mungkin dihilangkan untuk membuat formulir dapat digunakan untuk berbagai jenis pekerjaan. b) Daftar pertanyaan (checklist) Penilaian berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai tinggal memilih kata atau pernyataan yang menggambarkan karakteristik dari hasil kerja pegawai. Selain itu, sebagai penilai biasanya pimpinan langsung. Bagaimanapun juga dengan atau tanpa pengetahuan penilai, departemen Sumber Daya Manusia (SDM) akan memberikan bobot nilai yang berbeda untuk setiap materi pada 28

lembar checklist, tergantung pada penting tidaknya materi tersebut. Hasilnya adalah bobot nilai pada lembar checklist. Bobot nilai mencerminkan tingkatan penilaian sehingga total bobot nilai dapat dihitung. Jika mengandung materi yang cukup, checklist bisa dijadikan sebagai gambaran hasil kerja pegawai yang akurat. Walaupun metode ini praktis dan terstandardisasi, penggunaan kalimat-kalimat yang kurang spesifik mengurangi kaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Bentuk dari metode checklist dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.2 Metode Checklist (Nama Organisasi) Performance Checklist Nama Pegawai. Departemen. Nama Penilai tanggal Bobot (pernyataan) Cek di sini - - - - - - dst 100 Total seluruh bobot Sumber : Rivai (2008 : 327) Keuntungan dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana, dan distandardisasi. Kelemahannya meliputi kepekaan pada penyimpangan penilai (terutama hallo effect), lebih mengedepankan kriteria-kriteria pribadi pegawai dalam menentukan kriteria-kriteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak 29

seharusnya dilakukan oleh departemen Sumber Daya Manusia. Kerugian lainnya, metode ini tidak memungkinkan penilai untuk memberikan nilai yang berbeda. c) Metode dengan pilihan terarah (forced choice method) Metode ini dirancang untuk meningkatkan obyektivitas dan mengurangi subyektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataanpernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. Metode ini mengharuskan penilai untuk memilih pernyataan yang paling sesuai dengan pasangan pernyataan tentang pegawai yang dinilai. Terkadang penilai harus memilih pernyataan yang terbaik. Bagaimanapun format yang dibuat, pada umumnya para ahli Sumber Daya Manusia (SDM) akan menggolongkan materi-materi ke dalam kategori-kategori, misalnya kemampuan belajar, hasil kerja, dan hubungan kerja sesama pegawai. Kemudian efektivitasnya dihitung untuk setiap kategori dengan menjumlahkan seringnya kategori yang dipilih oleh penilai. Hasilnya akan menunjukkan bagian mana yang memerlukan peningkatan lebih lanjut. Penilai pada umumnya adalah pimpinan langsung, walaupun para pegawai dan rekan sekerja diperbolehkan menyiapkan evaluasi. Keuntungan metode pilihan terarah adalah mengurangi penyimpangan penilai, karena beberapa pegawai harus dinilai seperti pimpinan kepada yang lainnya. Metode ini juga mudah digunakan dan memiliki cakupan 30

yang luas untuk pekerjaan yang beraneka ragam. Walaupun praktis dan dengan mudah terstandardisasi, pernyataan yang bersifat lebih umum tidak bisa mencerminkan hubungan pekerjaan yang spesifik. Dengan demikian, metode ini mungkin telah membatasi kegunaannya dalam membantu pegawai meningkatkan hasil kerja mereka. Bahkan lebih buruk lagi, seorang pegawai terkesan diremehkan ketika satu pernyataan diarahkan ke pilihan yang lain. d) Metode peristiwa kritis (critical incident method) Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan kritis penilai atas perilaku pegawai, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan-pernyataan tersebut disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh pimpinan selama masa penilaian untuk setiap pegawai yang sangat berguna dalam memberikan umpan balik pegawai yang bersangkutan. Kejadian yang dicatat meliputi penjelasan ringkas dari apa yang terjadi. Baik kejadian yang positif maupun negatif akan dicatat dan diklasifikasikan oleh departemen Sumber Daya Manusia (SDM) ke dalam kategori-kategori. e) Metode catatan prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para professional. Misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini secara khusus digunakan untuk menghasilkan detail laporan tahunan tentang 31

kontribusi seorang profesional selama satu tahun. Selanjutnya, laporan akan digunakan oleh pimpinan untuk menentukan kenaikan dan promosi dan untuk memberikan saran-saran tentang hasil kerjanya untuk masa yang akan datang. Penafsiran terhadap materi-materi mungkin subyektif, dan biasanya terjadi penyimpangan, karena hanya memberikan sesuatu yang baik saja terhadap apapun yang dilakukan pegawai. f) Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku (behaviorally anchored rating scale=bars) Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu sebagai berikut. (i) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja, misalnya sangat memuaskan, memuaskan, cukup memuaskan, akseptabel, kurang memuaskan, tidak memuaskan, sangat tidak memuaskan. (ii) Menentukan kategori prestasi kerja seseorang untuk dikaitkan dengan skala peringkat tersebut di atas. (iii) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku pegawai yang dinilai terlihat dengan jelas. g) Metode peninjauan lapangan (field review method) Penggunaan metode ini meletakkan tanggung jawab utama dalam melakukan penilaian pada para ahli penilaian yang bertugas di bagian Sumber Daya Manusia (SDM). Artinya, ahli penilai itu turut ke lapangan melakukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai. Kelebihan metode ini adalah bahwa obyektivitas lebih terjamin karena penilaian dilakukan 32

oleh para ahli penilaian dan juga karena tidak terpengaruh oleh hallo effect. Kelemahan juga dapat terlihat dari metode ini, yaitu sebagai berikut. (i) Penilai, meskipun seorang ahli, tidak bebas dari bias tertentu. (ii) Bagi organisasi besar menjadi mahal karena harus mendatangkan ahli penilai ke tempat pelaksanaan tugas. h) Tes dan observasi prestasi kerja (performance test and observation) Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan pimpinan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa tes tertulis dan peragaan, syaratnya tes harus valid dan reliabel. Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya, pegawai yang dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktik yang langsung diamati oleh penilai. Kelebihan metode ini terletak pada keterkaitan langsung antara prestasi kerja dan tugas pekerjaan seseorang. Kelebihan lainnya adalah bahwa prinsip standardisasi dapat dipegang teguh. Hanya saja metode ini memiliki suatu kelemahan, yaitu biaya yang tidak sedikit di dalam pelaksanaannya, bukan hanya dalam penyediaan alat tes seperti simulator yang diperlukan, tetapi juga diperlukan untuk mendatangkan penilai dari luar organisasi. i) Pendekatan evaluasi komparatif (comparative evaluation approach) 33

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia untuk lebih rasional dan efektif. Tiga metode yang bisa digunakan dari sekian banyak metode dalam penerapan pendekatan komparatif adalah sebagai berikut. (i) Metode peringkat Metode ini berarti seorang atau beberapa penilai menentukan peringkat bagi sejumlah pegawai, mulai dari yang paling berprestasi hingga kepada yang paling tidak berprestasi. (ii) Distribusi terkendali Merupakan suatu metode penelitian di mana penilai menggolongkan pegawai yang dinilai ke dalam klasifikasi yang berbeda-beda berdasarkan berbagai faktor kritikal yang berlainan. Penggolongan dimaksud kemudian dinyatakan dalam persentase seperti tampak dalam tabel berikut. 34

Tabel 2.1 Penilaian Distribusi Kendali Persentase (%) - - - - - Kategori Sangat Baik Baik Sedang Cukup Kurang Nama Pegawai - - - - - Sumber : Rivai (2008 : 334) (iii)metode alokasi angka Penilai dalam metode ini memberi nilai dalam bentuk angka kepada semua pegawai yang dinilai. Pegawai yang mendapat angka tertinggi berarti dipandang sebagai pegawai terbaik dan pegawai yang mendapat angka paling rendah merupakan pegawai yang dinilai paling tidak mampu bekerja. Jumlah nilai bagi semua pegawai ditentukan oleh departemen Sumber Daya Manusia (SDM), seperti ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 2.2 Metode Alokasi Angka No. Urut Pegawai Angka Nama Pegawai 1 2 3 4 5 Dan seterusnya - - - - - - - - - - Sumber : Rivai (2008 : 334) (2) Metode penilaian berorientasi masa depan Metode ini menggunakan asumsi bahwa pegawai tidak lagi sebagai obyek penilaian yang tunduk dan tergantung pada penyelia, tetapi pegawai 35

dilibatkan dalam proses penilaian. Pegawai mengambil peran penting bersama-sama dengan penyelia dalam menetapkan tujuan-tujuan strategis organisasi. Pegawai tidak saja bertanggung jawab kepada penyelia, tetapi juga bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Kesadaran ini adalah kekuatan besar bagi pegawai untuk selalu mengembangkan diri. Inilah yang membedakan organisasi modern dengan yang lainnya dalam memandang pegawai sebagai Sumber Daya Manusia (SDM). Adapun jenis-jenis metode penelitian berorientasi masa depan adalah sebagai berikut. a) Penilaian diri sendiri (self appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh pegawai sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahannya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, organisasi atau penyelia mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari pegawai, tujuan organisasi, dan tantangan-tantangan yang dihadapi organisasi pada pegawai. Kemudian berdasarkan informasi tersebut pegawai dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki. Salah satu kebaikan dari metode ini adalah dapat mencegah terjadinya perilaku membenarkan diri (defensive behavior). Metode ini disebut pendekatan masa depan sebab pegawai akan memperbaiki diri dalam rangka melakukan tugas-tugas untuk masa yang akan datang dengan lebih baik. 36

b) Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective) Management by Objective (MBO) yang berarti manajemen berdasarkan sasaran, artinya adalah satu bentuk penilaian di mana pegawai dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang. Penilaian kinerja berdasarkan metode ini merupakan suatu alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari bentuk penilaian kinerja lainnya. Pemakaiannya terutama ditujukan untuk keperluan pengembangan pegawai. Metode ini lebih mengacu pada pendekatan hasil. Metode ini sebagai sebuah program di mana manajemen yang melibatkan pegawai dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang hendak dicapainya, yang dapat dilakukan melalui suatu prosedur, yaitu pimpinan menginformasikan tujuan yang akan dicapai unit kerjanya yang merupakan terjemahan dari tujuan yang lebih atas, dan tentunya dengan tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi dalam pencapaian tujuan tersebut. Kemudian, setiap individu menentukan tujuan masing-masing yang dibicarakan dengan pimpinan dalam periode waktu tertentu, berikut tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi dan bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut. Dalam proses pencapaian tujuan, pimpinan dapat membantu dalam bentuk memberi umpan balik. Pada akhir periode yang ditentukan, pimpinan dan pegawai melakukan evaluasi tentang pencapaian tujuan tersebut. 37

2.2 Komunikasi 2.2.1 Pengertian komunikasi Dalam kehidupan suatu organisasi, para pegawai tidak akan dapat bekerja sendiri melainkan memerlukan bantuan dari pimpinan organisasi. Dengan adanya proses tersebut, maka komunikasi tidak akan terlepas dari pelaksanaan aktivitas yang dilakukan sehari-hari, dan diharapkan dengan adanya proses komunikasi tersebut nantinya akan terdapat juga proses pemberian informasi dari pimpinan kepada pegawai sehingga para pegawai akan mengetahui apa yang harus dikerjakan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut. Menurut Supardi dan Syaiful (2002 : 81), komunikasi adalah usaha untuk mendorong orang lain menginterpretasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut, sehingga diharapkan diperoleh titik kesamaan saling pengertian. Sedangkan menurut Ardana, dkk (2004 : 49) yang dikutip dari Gitosudarmo dan Sudita (1997 : 78) mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima, baik lisan, tertulis maupun menggunakan alat komunikasi. Pendapat lain menurut Gorda (2004 : 207), komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi yang kemudian untuk diarahkan kepada suatu tindakan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain sehingga menimbulkan adanya interaksi antara kedua belah pihak untuk dapat saling 38

mengerti dan mencapai suatu tujuan ataupun dengan melalui media massa baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Siagian (2003 : 20), pimpinan memerlukan sarana dan prasarana yang bagus untuk menunjang proses komunikasi di mana pimpinan harus mampu menjadi komunikator, yaitu mampu mengolah suatu informasi dan menciptakan cara penyampaian informasi tersebut, yang mana dalam hal ini informasi yang dimaksud adalah informasi yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai sehingga informasi itu mudah diterima dan dimengerti. 2.2.2 Bentuk-bentuk komunikasi Komunikasi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1) Komunikasi eksternal Komunikasi eksternal yaitu komunikasi yang terjadi antara pimpinan dengan orang-orang di luar organisasi. Komunikasi ini diperlukan untuk menyumbangkan pikiran-pikiran bagi kelancaran tujuan organisasi, hal ini juga tergantung dari kepekaan pimpinan berkomunikasi dengan masyarakat di luar lingkungan organisasi. Untuk mendukung kelancaran komunikasi tersebut, pimpinan dapat menggunakan jalur komunikasi eksternal yang ada yaitu meliputi: (1) Komunikasi dari organisasi ke masyarakat Umumnya komunikasi ini bersifat informatif yang dilakukan sedemikian rupa sehingga masyarakat merasa ikut terlibat. Komunikasi ini dapat 39

dilakukan dengan memakai media, surat kabar, majalah, telepon, spanduk, poster dan lainnya. (2) Komunikasi dari masyarakat ke organisasi Komunikasi ini lebih bersifat umpan balik, informasi dari masyarakat ini sangat penting bagi pimpinan organisasi karena dia dapat mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi yang telah dilakukan dengan masyarakat di luar organisasi. Jika ternyata umpan balik dari masyarakat negatif, tentu akan segera bisa dilakukan perubahan sehingga didapatkan umpan balik yang positif. 2) Komunikasi internal Komunikasi internal adalah komunikasi antara pimpinan dengan pegawai secara timbal balik dalam lingkungan organisasi, karena dalam organisasi terdapat jenjang kepangkatan yang menyebabkan ada yang memimpin dan ada yang dipimpin dan komunikasi juga terjadi antara pegawai yang sama status dan pangkatnya. Komunikasi internal ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu meliputi: (1) Komunikasi vertikal Adalah komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, yaitu komunikasi dari pimpinan kepada pegawai dan dari pegawai ke pimpinan secara timbal balik. Dalam proses komunikasi vertikal pimpinan memberikan petunjuk, pengarahan, informasi, penjelasan kepada pegawai, sedangkan pegawai memberikan laporan, gagasan, 40

saran kepada pimpinan. Komunikasi timbal balik ini sangat penting bagi pimpinan sebagai petunjuk efektif kebijaksanaan organisasi. (2) Komunikasi horizontal Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya antara anggota staf dengan staf atau pegawai tingkat menengah dengan pegawai tingkat menengah yang lain. (3) Komunikasi diagonal Sering juga disebut komunikasi silang antara komunikasi horisontal dengan komunikasi vertikal, karena dalam komunikasi diagonal komunikator dan komunikan tidak berada pada jalur komando, dengan kata lain komunikasi terjadi antara jenjang yang berbeda dan tidak memiliki kekuasaan secara langsung antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya antara seorang kepala kepegawaian dengan pengemudi yang secara struktural berada di bawah bagian pemasaran. 2.2.3 Hambatan komunikasi Menurut Cangara (2004 : 131) hambatan komunikasi pada dasarnya terdiri atas tujuh macam gangguan dan rintangan yaitu sebagai berikut. 1) Gangguan teknis, misalnya gangguan pada stasiun radio, jaringan telepon, kerusakan pada alat komunikasi, dan lain-lain; 2) Gangguan semantik, merupakan gangguan yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan. Misalkan kata-kata yang terlalu banyak memakai istilah asing, bahasa yang digunakan berbeda, dan penggunaan struktur bahasa tidak sebagaimana mestinya; 41

3) Gangguan psikologis, merupakan rintangan yang terjadi karena adanya persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga, situasi berduka, atau gangguan kejiwaan; 4) Rintangan fisik atau organik, merupakan rintangan yang disebabkan oleh letak geografis, misalnya jarak yang jauh sehingga sulit dicapai alat transportasi dan komunikasi; 5) Rintangan status, merupakan rintangan yang terjadi karena perbedaan status sosial dan senioritas. Misalnya antara raja dengan rakyat, antara pimpinan dengan pegawai, atau antara dosen dengan mahasiswa; 6) Rintangan kerangka pikir, merupakan rintangan yang terjadi karena adanya perbedaan pola pikir. Perbedaan pola pikir dapat disebabkan karena pengalaman dan latar belakang pendidikan berbeda; 7) Rintangan budaya, merupakan rintangan yang disebabkan oleh perbedaan norma, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dianut. 2.2.4 Cara mengatasi hambatan komunikasi Menurut Bovee dan Thill (2003 : 22) cara mengatasi hambatan dan memperbaiki komunikasi agar menjadi efektif adalah sebagai berikut. 1) Memelihara iklim komunikasi terbuka Iklim komunikasi merupakan campuran dari nilai, tradisi dan kebiasaan. Komunikasi terbuka akan mendorong keterusterangan dan kejujuran serta mempermudah umpan balik. 42

2) Bertekad memegang teguh etika berkomunikasi Etika merupakan prinsip-prinsip yang mengatur seseorang untuk bersikap atau membawa diri. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak peduli salah atau benar, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Komunikasi etis termasuk semua informasi yang relevan, benar dalam segala segi dan tidak memperdayakan orang lain dengan cara apapun. Perbedaan nilai-nilai yang dianut dapat menyebabkan terjadinya dilema etika. Misalnya mengungkapkan atau merahasiakan kecurangan yang dilakukan organisasi. 3) Memahami kesulitan berkomunikasi antar budaya Majunya perkembangan teknologi dan informasi telah menyebabkan terjadinya interaksi antarbudaya, baik dalam lingkup regional, nasional maupun internasional. Memahami latar belakang, pengetahuan, kepribadian dan persepsi antarbudaya akan membantu mengatasi hambatan komunikasi yang terjadi karena perbedaan budaya. 4) Menggunakan pendekatan berkomunikasi yang berpusat pada penerima Menggunakan pendekatan yang berpusat pada penerima berarti tetap mengingat penerima ketika sedang berkomunikasi. Sikap empati, peduli atau peka terhadap perasaan dan kepentingan orang lain dapat menjadi kunci keberhasilan dalam berkomunikasi. 5) Menggunakan teknologi secara bijaksana dan bertanggung jawab untuk memperoleh dan membagi informasi Teknologi dapat dipergunakan untuk menyusun, merevisi, dan mendistribusikan pesan. Penggunaan yang bijaksana dan bertanggung jawab akan mendorong terciptanya komunikasi yang efektif. 43

6) Menciptakan dan memproses pesan secara efektif dan efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. (1) Memahami penerima pesan; (2) Menyesuaikan pesan dengan penerima; (3) Mengembangkan dan menghubungkan gagasan; (4) Mengurangi jumlah pesan; (5) Memilih saluran atau media yang tepat; (6) Meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 2.2.5 Fungsi komunikasi dalam organisasi Apapun bentuk organisasi, komunikasi akan berfungsi sebagai berikut. 1) Informatif Pimpinan dan anggota organisasi membutuhkan banyak sekali informasi untuk menyelesaikan tugas mereka. Informasi tersebut berkaitan dengan upaya organisasi untuk mencapai tujuannya. 2) Pengendalian (regulatory) Komunikasi berfungsi sebagai pengatur dan pengendali organisasi. Komunikasi dalam hal ini yaitu berupa peraturan, prosedur, perintah dan laporan. 3) Persuasif Komunikasi berfungsi untuk mengajak orang lain mengikuti atau menjalankan ide atau gagasan. 44

4) Integratif Dengan adanya komunikasi, organisasi yang terbagi menjadi beberapa bagian atau departemen akan tetap merupakan satu kesatuan yang utuh dan terpadu. 2.2.6 Proses komunikasi Dari proses komunikasi akan dikenal komunikator dan komunikan. Komunikator adalah individu atau kelompok yang mengambil prakarsa atau kelompok lain yang menjadi sasaran. Jadi biasanya dianggap bahwa komunikan adalah obyek dari kegiatan komunikasi dengan maksud hasil dari komunikasi ini adalah akan didapatkannya ide-ide ataupun gagasan dan pemikiran-pemikiran atau informasi yang disampaikan oleh komunikator dan dapat diterima oleh komunikan. Menurut Gitosudarmo dan Sudita (1997 : 84) membagi proses komunikasi menjadi delapan unsur utama, yaitu sebagai berikut. 1) Pengirim Pengirim adalah orang yang memiliki informasi dan kehendak untuk menyampaikan kepada orang lain. Pimpinan atau pegawai bisa menjadi seorang pengirim atau komunikator. 2) Penyandian Penyandian merupakan proses mengubah informasi ke dalam isyarat-isyarat atau simbol-simbol tertentu untuk ditafsirkan. Proses penyandian ini dilakukan pengirim. 3) Pesan Pesan adalah informasi yang hendak disampaikan pengirim kepada penerima. 45

4) Saluran Saluran atau sering disebut media adalah alat yang dapat memindahkan pesan dari pengirim ke penerima. 5) Penerima Penerima adalah orang yang menerima informasi dari pengirim. Penerima melakukan penafsiran atas informasi yang diterima pengirim. 6) Penafsiran Penafsiran adalah proses menterjemahkan (menguraikan sandi-sandi) pesan dari pengirim. 7) Umpan Balik Umpan balik pada dasarnya merupakan tanggapan penerima atas informasi yang disampaikan pengirim. Umpan balik akan terjadi pada komunikasi dua arah. 8) Gangguan Gangguan adalah setiap faktor yang mengganggu penyampaian atau penerimaan pesan dari pengirim kepada penerima. Gangguan dapat terjadi pada setiap elemen komunikasi. 2.2.7 Teknik komunikasi dan media komunikasi 1) Teknik Komunikasi Menurut Effendy (1993 : 46) mengatakan teknik komunikasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu sebagai berikut. 46

(1) Komunikasi antarpersonal adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan atau antara seorang komunikator dengan dua orang komunikan dengan efek dan umpan balik langsung.; (2) Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang yang lebih dari dua orang secara tatap muka. Bukan berfokus pada proses kelompok pada umumnya, melainkan pada tingkah laku komunikasi individu-individu di dalam kelompok diskusi tatap muka; (3) Komunikasi massa adalah suatu proses, di mana sifat-sifat yang terkandung dalam proses tersebut, sumbernya atau komunikatornya lebih banyak bersifat terorganisasikan dan terlembagakan kemudian disalurkan ke media massa secara serentak dan ditujukan kepada orang banyak. 2) Media Komunikasi Kita harus memilih cara atau media yang paling tepat dalam menyampaikan komunikasi. Karena media komunikasi harus mampu menyampaikan komunikasi yang baik, artinya yang memungkinkan komunikasi yang disampaikan untuk mudah dimengerti, lengkap dan tepat pada waktunya. Menurut Liliweri (2004 : 68) ada beberapa media dalam melaksanakan komunikasi yaitu sebagai berikut. (1) Media tertulis Adalah salah satu cara berkomunikasi dengan memindahkan pesan (informasi) secara tertulis dari satu sumber dan dikirimkan atau dialihkan kepada pihak penerima seperti surat, memo, laporan (secara manual). 47

(2) Media Lisan Adalah cara berkomunikasi tatap muka yang bisa dilakukan dalam organisasi misalnya melalui komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi, maupun dalam pertemuan formal, menyampaikan laporan organisasi hingga ke pertemuan informal. (3) Media Elektronik Adalah untuk memindahkan informasi, baik informasi secara verbal maupun non verbal. Media ini bertujuan untuk mengalihkan pesan tertulis secara tepat, hemat dan murah melalui jaringan elektronik seperti televisi, radio, telepon dan lain-lain. Media yang digunakan di dalam pelaksanaan komunikasi internal jangkauannya terbatas dalam organisasi saja. Jenis media yang dipergunakan tergantung pada bentuk atau jenis komunikasi apakah secara langsung maupun tidak langsung. Media yang dipergunakan dalam komunikasi internal baik secara langsung maupun tidak langsung, lisan, maupun tulisan. Menurut Ig. Wursanto (2003 : 68) mengemukakan ada dua saluran media komunikasi internal, yaitu sebagai berikut. 1) Saluran media komunikasi internal tertulis berupa surat atau memo. 2) Saluran media komunikasi internal lisan yang meliputi: 48

(1) Laporan, yaitu keterangan tertulis mengenai segala sesuatu dalam organisasi yang secara resmi diajukan pegawai kepada pimpinannya sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaannya; (2) Telepon, yaitu media komunikasi lisan secara tidak langsung (komunikasi yang dipisahkan oleh jarak); (3) Pertemuan, yaitu media komunikasi secara langsung yaitu komunikasi yang tidak dipisahkan oleh jarak maupun waktu; (4) Wawancara, yaitu media komunikasi lisan yang dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. 2.3 Kepemimpinan 2.3.1 Pengertian kepemimpinan Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan juga diartikan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela atau sukacita. Ada beberapa faktor yang dapat menggerakkan orang yaitu: karena ancaman, penghargaan, otoritas dan bujukan. Menurut Handoko (2001 : 294), kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya, sedangkan menurut pendapat Jacobs dan Jacques (1990) dalam Yukl (2005 : 4), kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan (arahan yang berarti) ke usaha kolektif, yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan. Dari uraian mengenai pengertian kepemimpinan tersebut, maka kepemimpinan dapat 49

dinyatakan merupakan kunci dalam manajemen yang memainkan peran yang penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu organisasi. 2.3.2 Fungsi kepemimpinan Menurut Siagian yang dikutip oleh Sri (2005 : 167) terdapat lima fungsi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut. 1) Fungsi penentu arah. Keterbatasan sumber daya organisasi mengharuskan pemimpin untuk mengelolanya dengan efektif atau dengan kata lain arah yang hendak dicapai oleh organisasi menuju tujuan harus sedemikian rupa sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang ada. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun oleh pimpinan dalam organisasi; 2) Fungsi sebagai juru bicara. Fungsi ini mengharuskan pemimpin untuk berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti pemilik saham, pemasok, penyalur, lembaga keuangan dan instansi pemerintah yang terkait; 3) Fungsi kepemimpinan sebagai mediator. Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam organisasi menuntut kehadiran seorang pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan yang ada kiranya sangat mudah membayangkan bahwa tidak akan ada seorang pemimpin yang akan membiarkan situasi demikian berlangsung dalam organisasi yang dipimpinnya dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya; 50

4) Fungsi delegasi. Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang untuk membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan; 5) Fungsi sebagai integrator. Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana, dan tenaga kerja, serta diperlakukannya spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus. Dengan perkataan lain diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak organisasi. Integrator itu adalah pimpinan. Menurut Gorda (2004 : 161), fungsi utama kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi organisasi adalah sebagai berikut. 1) Fungsi kepemimpinan sebagai innovator, di mana kemampuan berinovasi erat hubungannya dengan kemampuan untuk adaptif terhadap berbagai perubahan yang muncul dalam dunia bisnis yang cenderung berubah sangat cepat dan terkadang sulit diramalkan; 2) Fungsi kepemimpinan sebagai communicator, di mana pemimpin organisasi melaksanakan fungsi sebagai komunikator secara baik yang akan memberikan sumbangan yang berarti terhadap terbentuknya saling pengertian, terwujudnya kerja sama satu sama lain dan terjadinya koordinasi di dalam organisasi yang bersangkutan; 3) Fungsi kepemimpinan sebagai motivator, di mana pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang mengarah pada upaya mendorong 51

pegawai untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan organisasi; 4) Fungsi kepemimpinan sebagai controller, di mana pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas organisasi agar terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun di dalam melaksanakan rencana dan program kerja organisasi sehingga pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisien. 2.3.3 Jenis atau tipe kepemimpinan Menurut Sudarwan (2004 : 74), berdasarkan perilaku pemimpin dalam organisasi, maka dapat dikelompokkan dalam tipe tertentu yang masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu sebagai berikut. 1) Pemimpin otokratik, tindakan pemimpin menurut kemauan sendiri. Perintah hanya dari satu pihak saja, pemimpin bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib dan tidak boleh memberikan ide-ide baru, bekerja dengan disiplin dan tidak kenal lelah, kepercayaan rendah terhadap pegawai, komunikasi tertutup dan satu arah; 2) Pemimpin demokratis, intinya adalah keterbukaan dan keinginan memposisikan pekerjaan dari, oleh dan untuk bersama-sama. Pemimpin yang demokratis berusaha lebih banyak melibatkan anggota kelompok dalam memacu tujuan-tujuan. Mempunyai ciri yaitu beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama dalam organisasi, pegawai oleh pimpinan dianggap komponen pelaksana dan secara integral harus diberi tugas dan tanggung 52