BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

S T O P T U B E R K U L O S I S

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) secara teratur dievaluasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

LISTY CEARINA N K

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

Dasar Determinasi Pasien TB

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Aspek Klinis dan Epidemiologi Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Paru-paru merupakan

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80%

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI RATIH YUANASARI K

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan setiap tahun cukup besar (Chuluq, et al, 2004). Kuman Mycobacterium tuberculosis paling sering menyerang pada organ paru dengan sumber penularan adalah pasien TB BTA (Basil Tahan Asam) positif. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai negara di dunia dan setiap tahun tercatat 2-3 juta penduduk dunia meninggal akibat tuberkulosis (Bagiada & Primasari, 2010). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 ditemukan prevalensi TB Nasional dengan pemeriksaan BTA mikroskopis pagi-sewaktu dengan dua slide BTA positif adalah 289/100.000 penduduk, sedangkan prevalensi TB Nasional dengan satu slide BTA positif adalah 415/100.000 penduduk (Balitbangkes Depkes RI, 2010). Sampai saat ini terdapat sekitar 9,2 juta kasus baru TB dan diperkirakan 1,7 juta kematian karena tuberkulosis. Insiden kasus BTA positif tahun 2006 diperkirakan 105 kasus baru per 100.000 penduduk (240.000 kasus baru setiap tahun), dan prevalensi 578.000 kasus untuk semua kasus (Depkes, 2008). Apabila penderita tuberkulosis paru tidak ditemukan dan diobati maka akan menjadi kasus kronis yang tetap sebagai sumber penularan tuberkulosis (RYE, et al., 2009). Tingginya angka kejadian tuberkulosis di dunia disebabkan antara lain ketidakpatuhan terhadap program pengobatan maupun pengobatan yang tidak adekuat. Peningkatan jumlah penderita tuberkulosis ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kurangnya tingkat kepatuhan berobat, timbulnya resistensi ganda, kurangnya daya tahan tubuh terhadap mikrobakteria, dan berkurangnya daya bakterisid obat yang ada, dan krisis ekonomi ( Ana, 2012). 1

2 Menurut Senewe (2002) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru, ditemukan sebesar 67% penderita berobat secara teratur dan 33% tidak teratur dalam pengobatan. Dalam hal ini perlu dilakukan evaluasi tentang kepatuhan penggunaan obat agar keberhasilan terapi dapat tercapai dengan baik. Sejauh ini terapi tuberkulosis masih megalami banyak permasalahan dalam pengobatan, karena terapi pengobatannya membutuhkan waktu yang lama minimal 6 bulan. Hal ini menyebabkan kurangnya tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat yang bisa mempengaruhi pada keberhasilan terapi (Depkes, 2006). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang evaluasi penggunaan obat pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta karena adanya peningkatan jumlah pasien. Dilakukan juga evaluasi obat pada pasien TB paru untuk mengetahui kepatuhan penggunaan obat pada pasien tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat di Surakarta terhadap keberhasilan terapi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kepatuhan pasien tuberkulosis terhadap penggunaan obat di BBKPM Surakarta? 2. Bagaimana keberhasilan terapi terhadap penggunaan obat di BBKPM Surakarta? 3. Bagaimana pengaruh kepatuhan terhadap tingkat keberhasilan terapi pasien tuberkulosis di BBKPM Surakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui tingkat kepatuhan penggunaan obat tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat di surakarta. 2. Mengetahui keberhasilan terapi penggunaan obat tuberkulosis.

3 3. Mengetahui pengaruh kepatuhan terhadap keberhasilan terapi tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat D. Tinjauan Pustaka 1. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia. Bahkan, di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit akut pada semua usia (PPDI, 2006). Tempat masuknya bakteri Mycobacterium tuberculosis pada tubuh manusia biasanya lewat saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit (Price and Wilson, 2006). Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi (Somantri, 2007). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang penting, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosa dan terapinya. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina (Depkes, 2008). 2. Patofisologi Perjalanan penyakit tuberkulosis di mulai saat ada pasien tuberkulosis mengalami batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas maka droplet nuklei tadi akan menguap. Droplet bakteri akan menguap ke udara dibantu dengan angin kemudian akan

4 membuat bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu akan berpotensi terkena infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri Mycobacterium tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux (Muttaqin, 2008) 3. Gejala klinis Gejala penyakit tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat (Suryo, 2010). Gejala penyakit tuberkulosis yang utama adalah batuk terus menerus dan batuk berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala utama dari penyakit tuberkulosis tersebut dapat juga di ikuti dengan gejala tambahan seperti : dahak bercampur dengan darah, batuk darah, sesak nafas, rasa nyeri dada, badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun dan berkeringat pada malam hari (Depkes, 2002). 4. Klasifikasi tuberkulosis Untuk menentukan klasifikasi penyakit tuberkulosis, ada tiga hal yang pelu diperhatikan, yaitu (Laban, 2008) : a. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru. b. Hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan Asam (BTA) : positif atau negatif. c. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat. Klasifikasi penyakit tuberkulosis diantaranya adalah : a. Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paruparu. Tuberkulosis paru dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) TBC paru BTA positif (sangat menular) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukan tuberkulosis aktif.

5 2) TBC paru BTA negatif Pemeriksaan dahak positif negatif atau foto rontgen dada menunjukan TBC aktif. Positif negatif yang dimaksud adalah hasilnya meragukan, jumlah kuman yang di temukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. b. TBC ekstra paru Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh selain paru-paru, misal selaput paru, selaput otak, selaput jantung, kelenjar getah bening, tulang, persendian kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan lain-lain. 5. Pencegahan tuberkulosis Pada penularan TB perlu di waspadai dengan menggunakan tindakantindakan pencegahan selayaknya untuk menghindari infeksi bakteri dari penderita ke orang lain (Tjay & Rahardja, 2007). Penyakit Tuberkulosis paru dapat di cegah dengan berbagai cara yaitu hidup sehat ( makan-makanan bergizi, istirahat cukup, olahraga teratur, hindari merokok, alkohol, obat bius, dan hindari stres), bila batuk mulut ditutup, dan jangan meludah di sembarang tempat (PPTI, 2004). Untuk mengurangi penularan penyakit tuberkulosis supaya tidak semakin banyak dapat juga dengan menerapkan strategi pelaksanaan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), tujuan dari pendekatan DOTS untuk menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah drop out dengan dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan terhadap penderita tuberkulosis (Depkes, 2002). 6. Diagnosa tuberkulosis Diagnosis pada TB paru orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada TB BTA (Bakteri Tahan Asam). Pada program TB Nasional, penemuan kuman TB melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yaitu merupakan pemeriksaan yang utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Sedangkan untuk diagnosis pada TB ekstra paru dilihat dulu pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis sering kali sulit

6 untuk ditegakkan sedangkan untuk diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB kuat dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnosis, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain (Depkes, 2007). 7. Pengobatan tuberkulosis Tujuan pemberian obat antituberkulosis adalah untuk menyembuhkan pasien TBC secara tepat, mencegah kematian atau bahaya lanjutan, mencegah kekambuhan, dan menurunkan transmisi tuberkulosis terhadap orang lain (Depkes, 2002). Pengobatan tuberkulosis paru terdiri dari dua tingkatan, yaitu : a. Terapi intensif Terapi intensif atau terapi kombinasi mempunyai efek potensiasi, karena obat-obat bekerja di titik tangkap yang berlainan dan juga menghindari terjadinya resistensi dimana semua kuman termasuk basil yang berada di intraseluler dimusnahkan. b. Terapi pemeliharaan atau lanjutan Terapi ini perlu dilakukan sekian lama untuk memusnahkan seluruh sarang infeksi dan kuman yang ada di intraseluler untuk menghindari terjadinya kekambuhan (Tjay & Rahardja, 2007). Panduan penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dapat di kategorikan menjadi 3 kategori sebagai berikut : a. Kategori I : 2 (HRZE) / 4 (HR) 3, maksudnya 2 bulan pertama atau tahap intensif pengobatan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E), selanjutnya 4 bulan terakhir atau masa lanjutan pengobatan dengan Isoniasid (H), dan Rifampisin (R) 3 kali dalam seminggu. Untuk kategori I digunakan untuk pasien baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif, dan TB ekstra paru.

7 Tabel 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1 Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu 30-37 kg 38-54 kg 2 tablet 4 KDT 3 tablet 4 KDT RH (150/150) 2 tablet 2 KDT 3 tablet 2 KDT 55-70 kg 71 kg 4 tablet 4 KDT 5 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT 5 tablet 2 KDT Keterangan : KDT : Kombinasi Dosis Tetap Tahap Pengobatan Tabel 2. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1 Dosis per hari/ kali Lama Kaplet Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Ethambutol @250 mg Jumlah hari/kali menelan obat @300mg @450 mg @500 mg Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56 Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48 (Depkes, 2007) b. Kategori II : 2 (HRZE) S / (HRZE) / 5 (HR) 3E3, maksudnya pengobatan selama 2 bulan pertama atau masa intensif digunakan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambautol (E) dan ditambah injeksi Streptomisin (S). Setelah selesai masa intensif dan sebelum dilanjutkan ke masa lanjutan ada masa sisipan, yaitu pengobatan selama 1 bulan dengan OAT Isonoasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). Setelah selesai masa sisispan tahap terakhir adalah masa lanjutan yaitu dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), dan Etambutol (E) selama 5 bulan 3 kali seminggu. Untuk kategori II digunakan untuk pasien yang kambuh, pasien gagal, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default). Tahap Tahap intensif Lamanya Pengobatan 2 bln Tabel 3. Paduan OAT kategori 2 isoniasid @300mg 1 Kaplet rifampisin @450mg 1 pirazinamid @500 mg 3 Etambutol @250 mg 3 @500 mg - Streptomisin injeksi (g) Jumlah hari/kali menelan obat 0,75 60 Tahap lnjutan (dosis 3xseminggu) 1 bln 1 1 3 3-30 5 bln 2 1-1 2-66 (Depkes, 2002)

8 c. Kategori III : ( 2HRZ/4H3R3) : Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Tahap pengobatan Tabel 4. Paduan OAT kategori 3 Lamanya pengobatan Isoniasid @300mg Kaplet Rifampisin @450mg Pirazinamid @500mg Jumlah hari menelan obat Tahap intensif (dosis harian) 2 bulan 1 1 3 60 Tahap lnjutan (dosis 3xseminggu) 4 bulan 2 1-54 (Depkes, 2002) d. OAT sisipan (HRZE) : sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Tahap Pengobatan Tahap intensif (dosis harian) Tabel 5. Dosis KDT untuk sisipan Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275) 30-37 kg 2 tablet 4 KDT 38-54 kg 3 tablet 4 KDT 55-70 kg 4 tablet 4 KDT 71 kg 5 tablet 4 KDT Lamanya Pengobatan 1 bulan Tabel 6. Dosis OAT kombipak untuk sisipan Isoniasid @300 mg Kaplet Rifampisin @450 mg Pirazinamid @500 mg Etambutol @250 mg 1 1 3 3 28 Jumlah hari/kali menelan obat Keterangan : KDT : Kombinasi Dosis Tetap H : Isoniazid Z : Pirazinamid R : Rifampis E : Etambutol (Depkes, 2007) 8. Kepatuhan Kepatuhan merupakan istilah yang dipakai untuk mengetahui ketaatan atau kesetiaan pasien dalam pengobatan (Bastable, 2002). Kepatuhan sering menjadi masalah penting dalam perjalanan terapi mengingat durasi pengobatan yang umumnya panjang. Tanpa dilakukannya dukungan yang baik sering kali pasien menghentikan pengobatan terutama dengan alasan telah merasa sembuh ataupun karena adanya efek samping obat. Sebagai akibatnya, akan terjadi infeksi yang berkepanjangan yang dapat memperburuk penyakit atau bahkan resistensi

9 obat. Jika penderita TBC tidak patuh untuk melaksanakan pengobatan secara teratur selama enam bulan, maka pengobatan yang telah dijalankan dapat dikatakan gagal dan pengobatan dimulai kembali dari awal (Simamora, et al, 2010). Alasan ketidakpatuhan pada pasien tuberkulosis (Depkes, 2006) : a. Pemakaian jangka panjang b. Punya pengalaman mempunyai efek samping c. Takut terjadi ketergantungan obat d. Harga mahal e. Tidak yakin obat yang digunakan dapat menyembuhkan Metode untuk mengukur kepatuhan pasien tuberkulosis sebagai berikut (Ana, 2012) : a. Laporan pasien. Cara ini praktis, mudah dan juga dapat di gunakan untuk mengumpulkan data dalam konsultasi penatalaksanaan pengobatan pasien. b. Pengamatan terhadap sisa obat. Cara ini sangat mudah dilakukan terutama untuk obat-obat yang gampang dihitung, misalnya tablet, sirup, dsb. c. Penilaian terhadap efek farmakologik. Beberapa obat mudah dicek karena mempunyai hubungan yang kuat antara dosis dengan timbulnya respon farmakologik. d. Elektronik pemantauan untuk mengungkapkan dosis dan interval tetapi tidak dapat mengukur obat yang dikonsumsi. Untuk mencapai kesembuhan diperlukan keteraturan atau kepatuhan berobat bagi setiap penderita. Dilakukan strategi untuk menjamin kesembuhan penderita yaitu penggunaan panduan obat anti tuberkulosis jangka pendek dan penerapan Pengawasan Menelan Obat (PMO) (Senewe, 2002). 9. Obat Pengobatan TB harus menggunakan 2 sampai 4 obat anti-tuberkulosis (OAT). Jika hanya digunakan 1 obat maka bakteri TBC sering resisten (kebal) terhadap obat tersebut dan membuat penyakit tuberkulosis lebih sukar untuk disembuhkan (Oxorn & William, 2010).

10 Obat-obat antituberkulosis yang digunakan diantaranya adalah sebagai berikut (Depkes, 2002) : a. Isoniazid (INH) Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/kg BB. b. Ethambutol ( E ) Dosis harian 15 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 30 mg/kg BB. c. Rifampisin ( R ) Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan bersamaan. d. Pyrazinamide ( Z ) Dosis harian 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 35 mg/kg BB. e. Streptomisin ( S ) Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita berumur 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari sedangkan berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0.50 gr/hari. E. Landasan Teori Kepatuhan merupakan istilah yang dipakai untuk mengetahui ketaatan atau kesetiaan pasien dalam pengobatan (Bastable. 2002). Berdasarkan BPOM (2006) kepatuhan penggunaan obat merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi keberhasilan terapi. Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi dan meningkatkan biaya kesehatan (BPOM, 2006).

11 Keberhasilan terapi dinyatakan berhasil apabila pasien dengan BTA positif sudah menunjukan negatif dan dinyatakan tidak berhasil apabila pasien BTA positif masih menunjukan positif pada pengobatan minimal 6 bulan (Depkes, 2002). Dalam penelitian Senewe tahun (2002) disebutkan bahwa mutu obat tuberkulosis yang baik mempunyai keterkaitan terhadap keteraturan pasien dalam berobat sebanyak 2 kali lipat dari mutu obat tuberkulosis yang tidak baik. Hal ini akan berdampak pada tingkat keberhasilan terapi tuberkulosis, dimana keberhasilan terapi dipengaruhi dari kepatuhan pasien (Senewe, 2002). F. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun hipotesis bahwa kepatuhan penggunaan obat memiliki pengaruh terhadap keberhasilan terapi pada pasien tuberkulosis paru di Balai Besar kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) di Surakarta.