BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan manusia misalnya saja sebagai tempat tinggal dan tempat usaha (pertanian maupun non pertanian). Apalagi lahan diperkotaan. Lahan perkotaan dapat dijadikan sebagai aset dan memiliki nilai jual yang tinggi. Oleh karena pentingnya lahan maka perlu adanya inventarisari lahan agar dapat diketahui perkembangan lahan tersebut dari waktu ke waktu sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahannya sejalan dengan perkembangan jaman. Penginderaan jauh semakin berkembang pesat dalam ilmu, seni, teknik dan penggunaannya. Dengan penginderaan jauh inventarisasi lahan dapat dilakukan dengan tujuan agar dapat menghemat biaya dan tenaga. Produk penginderaan jauh yang dapat untuk inventarisasi lahan misalnya citra Quickbird. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial yang tinggi 0,61 cm (pankromatik dan pan-sharpened) sehingga cocok untuk wilayah perkotaan yang memiliki detail lahan yang beragam. Inventarisasi lahan dapat dilakukan dengan membuat pemetaan lahan secara berkala. Pemetaan lahan dilakukan melalui proses interpretasi citra untuk menghasilkan peta penutup lahan. Interpretasi citra bertujuan untuk menurunkan informasi (ekstraksi) yang terdapat pada kenampakan citra sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Ditinjau dari segi otomasinya, ekstraksi informasi penutup lahan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu interpretasi visual dan interpretasi digital. Menurut Fihlo et al. (1997) metode yang memiliki akurasi tinggi tentu saja interpretasi visual pada citra atau foro udara, namun cara ini terlalu 1
memakan waktu dan hasilnya sangat subyektif tergantung interpreter. Berbeda dengan interpretasi visual, interpretasi digital memliki sifat yang cenderung obyektif. Interpretasi digital dilakukan melalui proses klasifikasi citra. Klasifikasi citra yang sering dilakukan biasanya berupa klasifikasi multispektral. Klasifikasi multispektral dapat dilakukan secara terselia (supervised) atau tak terselia (unsupervised), sesuai kehendak interpreter. Pada klasifikasi terselia interpreter harus membuat daerah sampel (training area) sementara pada klasifikasi tak terselia tidak menggunakan daerah sampel (training area). Klasifikasi multispektral mendasarkan klasifikasi pada nilai piksel (pixel by pixel classification). Oleh karena itu, klasifikasi ini hanya menggunakan aspek spektral dan kurang memperhatikan aspek spasial sehingga terkadang hasil klasifikasi kurang maksimal tergantung pada kualitas citra. Metode klasifikasi semakin berkembang seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Saat ini selain proses klasifikasi berdasarkan piksel juga terdapat proses klasifikasi berdasarkan region atau yang lebih dikenal dengan istilah klasifikasi berorientasi obyek. Perbedaan klasifikasi berdasarkan piksel dan klasifikasi berorientasi obyek terletak pada satuan terkecil yang digunakan dalam melakukan klasifikasi. Klasifikasi citra berdasarkan piksel mendasarkan klasifikasi pada nilai tiap piksel sedangkan klasifikasi berorientasi obyek mendasarkan klasifikasi pada kesatuan piksel yang terbentuk dari hasil segmentasi. Menurut Batista et al. (1995) kelebihan klasifikasi berorientasi obyek adalah pada homogenitas citra hasil klasifikasi, tanpa adanya data yang unclassified seperti pada klasifikasi berdasarkan piksel. Klasifikasi berorientasi obyek sering digunakan pada klasifikasi citra beresolusi tinggi seperti citra Ikonos dan citra Quickbird dimana obyek terlihat jelas dan merupakan gabungan dari beberapa piksel. Proses klasifikasi berorientasi obyek didahului dengan segmentasi citra. Tujuannya adalah untuk membentuk region-region (kesatuan piksel) pada citra. Menurut Bins et al. (1996) segmentasi citra merupakan analisis citra untuk mendapatkan daerah dengan kemiripan karakteristik piksel. Ada 2
beberapa algoritma yang digunakan untuk melakukan segmentasi. Salah satu algoritma tersebut yaitu algoritma region growing. Dengan algoritma ini citra akan tersegmentasi dimana segmen tersebut terdiri dari kesatuan piksel (poligon tertutup) yang memiliki kemiripan dan berdekatan secara spasial. Proses selanjutnya adalah klasifikasi. Pada proses klasifikasi terdapat beberapa algoritma yang dapat digunakan. Salah satu algoritma tersebut adalah algoritma bhattacharya. Seperti pada klasifikasi supervised, klasifikasi berorientasi obyek juga membutuhkan training area. Pada klasifikasi berorientasi obyek terdapat ketentuan / kriteria threshold untuk proses segmentasi. Besar kecilnya threshold sangat mempengaruhi hasil segmentasi. Keakuratan hasil klasifikasi juga ditentukan oleh interpreter dalam penentuan besar kecilnya threshold tersebut. Untuk itu, perlu adanya uji akurasi untuk mengetahui seberapa besar keakuratan klasifikasi ini. 1.2. Perumusan Masalah Seiring perkembangan jaman, teknologi penginderaan jauh semakin maju. Wahana satelit yang semakin banyak dengan kemampuan canggih. Kemajuan teknologi penginderaaan jauh juga terlihat dari produk citra penginderaan jauh yang dihasilkan dengan beragam jenis dan karakteristik. Saat ini tidak hanya terdapat citra dengan resolusi spasial rendah dan sedang seperti NOAA, Meteosat, Landsat dan sebagainya, melainkan juga citra beresolusi spasial tinggi seperti Ikonos dan Quickbird. Penggunaan citra resolusi tinggi saat ini cukup populer dan menjadi hal umum untuk melakukan monitoring ataupun pemetaan penutup lahan / penggunaan lahan diperkotaan. Penggunaan citra lebih kearah pemetaan penutup lahan. Alasan pemilihan penggunaan citra misalnya citra Quickbird dikarenakan kenampakan tutupan lahan dapat terlihat jelas. Pemetaan penutup lahan dapat diperoleh berdasarkan hasil klasifikasi citra. Kemajuan teknologi penginderaan jauh cukup diimbangi dengan kemajuan dalam hal pengolahan citra. Pada pengolahan citra berupa klasifikasi 3
digital biasanya selalu mendasarkan pada klasifikasi per piksel misalnya dengan menggunakan algoritma Maximum Likelihood. Algoritma ini memang sudah terbukti cukup bagus dalam memberikan akurasi hasil klasifikasi (>85 %). Namun, algoritma ini terlihat lebih cocok diterapkan untuk klasifiksi citra beresolusi tinggi. Saat ini selain klasifikasi yang mendasarkan pada klasifikasi per piksel juga terdapat klasifikasi berorientasi obyek yang mendasarkan klasifikasi pada kesatuan piksel hasil segmentasi. Klasifikasi ini menarik karena menggunakan dasar klasifikasi berupa kesatuan piksel, dimana pada citra resolusi tinggi kenampakan obyek terdiri dari gabungan beberapa piksel. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah tepat pemilihan klasifiksi berorientasi obyek untuk pemetaan penutup lahan menggunakan Citra Quickbird? 2. Seberapa besar pengaruh besar kecilnya threshold terhadap hasil klasifikasi? 3. Seberapa besar keakuratan klasifikasi berorientasi obyek pada Citra Quickbird untuk pemetaan penutup lahan sebagai awal dari proses inventarisasi lahan untuk perencanaan wilayah? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan judul Klasifikasi Berorientasi Obyek untuk Pemetaan Penutup Lahan pada Citra Quickbird. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengaplikasikan klasifikasi berorientasi obyek untuk pemetaan penutup lahan pada citra resolusi spasial tinggi. 2. Membandingkan hasil klasifikasi berorientasi obyek dengan beberapa variasi nilai similarity threshold dan area threshold. 3. Melakukan uji akurasi hasil klasifikasi berorientasi obyek untuk pemetaan penutup lahan. 4
1.4. Manfaat Penelitian 1. Mengetahui informasi nilai similarity threshold dan area threshold yang tepat untuk mendapatkan hasil yang paling maksimal pada interpretasi penutup lahan menggunakan metode klasifikasi berorientasi obyek pada citra resolusi tinggi. 2. Mengetahui seberapa besar keakuratan klasifikasi berorientasi obyek untuk pemetaan penutup lahan pada citra resolusi spasial tinggi. 1.5. Daerah Penelitian Penelitian ini mengambil daerah penelitian di Kota Yogyakarta bagian selatan tepatnya disebagian Desa Brontokusuman Kecamatan Mergangsan dan sebagian Desa Sorosutan Kecamatan Umbulharjo. Daerah penelitian ini terdiri dari sebagian kecil kedua desa tersebut. Daerah kajian penelitian berbentuk persegi empat dan bukan berdasarkan batas administrasi dengan luasan sekitar 374.749 m 2 (37,47 ha). Pemilihan daerah ini terutama berdasarkan pada keseragaman obyek. Daerah penelitian ini merupakan daerah perkotaan yang cukup berkembang dengan adanya pabrik perumahan dan permukiman padat warga. Meskipun merupakan daerah perkotaan, daerah ini masih mempunyai ruang terbuka dan lahan pertanian serta vegetasi. Selain itu juga terdapat sungai sehingga menjadikan daerah ini terlihat bervariasi dalam hal tutupan lahannya. Pada daerah penelitian terdapat berbagai obyek yang beragam seperti bangunan, jaringan jalan, tubuh air, tanah dan vegetasi. Dengan variasi beragam jenis obyek yang ada maka didapatkan banyak obyek yang dapat diklasifikasi menggunakan klasifikasi berorientasi obyek. 5