PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan keruangan. Dalam perkembangannya sendiri penginderaan jauh mengalami kemajuan yang pesat seiring perkembangan teknologi informasi. Penginderaan jauh tidak hanya berorientasi pada teknologi satelit sebagai wahana sensor penginderaan jauh (Rusdi 2005), akan tetapi juga analisis informasi yang dihasilkan untuk menghasilkan informasi tertentu, seperti definisi berikut Lindergren. Remote sensing refers to the variety of techniques that have been depeloped for acquisition an analysis of information about the earth. This information is typically in the form of electromagnetic radiation that has either been reflected or emitted from the earth surface Lindgren (1985) Menurut pengertian diatas penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh maupun menganalisis informasi yang ada di bumi. Informasi yang diperoleh dan analisis tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan oleh objek dimuka bumi. Perkembangan penginderaan jauh dalam bidang wahana dan sensor dapat dirasakan dengan semakin beraneka ragamnya data penginderaan jauh baik dalam segi resolusi spektral, resolusi spasial dan resolusi temporal yang dihasilkan. Teknologi penginderaan jauh ini memudahkan dalam segi perolehan data yang cepat, biaya yang lebih murah, cakupan yang lebih luas maupun keterjangkaun dan aksesesbilitas pada daerah kajian berbanding dengan teknologi konvensional atau lapangan. Akan tetapi seiring berkembangnya teknologi penginderaan jauh tetap akan memiliki keterbatasan sehingga perlu adanya batasan-batasan yang yang jelas untuk menggunakan berbagai macam produk teknologi penginderaan jauh ini. Perkembangan dalam bidang wahana juga diimbangi dengan perkembangan pada bidang analisis digitalnya. Berbagai macam metode untuk klasifikasi data penginderaan jauh mulai bermunculan, salah satu contohnya adalah metode berbasis piksel dan metode berbasis objek. Metode klasifikasi 1

2 berbasis piksel muncul lebih dulu daripada metode berbasis objek. Metode berbasis piksel ini lebih banyak dikaji dibandingkan metode berbasis objek dikarenakan metode tersebut mengelompokan suatu informasi terhadap nilai spektral atau satu aspek saja, berbeda dengan metode klasifikasi berbasis objek yang mengelompokan suatu informasi terhadap beberapa aspek seperti spektral, tekstur dan beberapa aspek lainnya. Klasifikasi berbasis piksel sendiri terbagi menjadi dua yaitu klasifikasi terbimbing (Supervised) dan klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised). Klasifikasi tak terbimbing memiliki kelemahan yaitu pencirian spektral selalu berubah sepanjang waktu, yang menyebabkan hubungan antar respon spektral dengan kelas informasi menjadi tidak konstan, oleh karena itu pengetahuan tentang spektral permukaan harus lebih dipahami (Richard 1993). Berbeda dengan klasifikasi terbimbing yang pencirian spektralnya tidak akan berubah karena adanya pemberian sampel dalam menghasilkan kelas informasi yang mana sampel tersebut ditentukan terlebih dahulu oleh produsen. Klasifikasi terbimbing sendiri terbagi menjadi beraneka ragam. Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah klasifikasi maximum likelihood classification, meskipun ada beberapa kelemahan dari pendekatan ini salah satunya yaitu banyaknya kesalahan klasifikasi yang ditimbulkan oleh salt dan pepper, terutama jika piksel berada di luar area spesifik atau diantara area yang tumpang tindih, yang dipaksakan untuk diklasifikasikan (Rusdi, 2005). Klasifikasi menggunakan metode berbasis piksel banyak digunakan pada citra yang memiliki resolusi menengah seperti pada citra Landsat, ALOS, SPOT, yang mana potensi untuk terjadinya salt and pepper tidak terlalu besar dan spektral yang dimiliki lebih beraneka ragam. Akan tetapi sekarang ini mulai adanya penelitian yang mengarah pada citra resolusi tinggi seperti IKONOS, Quickbird, Worldview. Citra yang memiliki resolusi tinggi kadang terbatas pada resolusi spektralnya, karena kenampakan obyeknya yang sangat jelas karena kedetailannya resolusinya sehingga tidak perlu spektral yang beraneka ragam dalam menentukan obyeknya, selain itu citra yang beresolusi tinggi lebih sering digunakan untuk klasifikasi visual daripada klasifikasi digital. 2

3 Keterbatasan pengkelasan obyek menggunakan satu aspek saja seiring waktu mulai terjawab dengan adanya metode baru yaitu metode klasifikasi berbasis obyek. Klasifikasi ini tidak hanya melihat dari satu aspek akan tetapi beberapa aspek seperti scale, color, tekstur. Penggunaan aspek tambah ini akan memperkaya informasi dari proses klasifikasi. Klasifikasi multispektral sering diaplikasikan untuk penutup lahan maupun penggunaan lahan. Penggunaan klasifikasi untuk hal yang lebih detail seperti memetakan komposisi floristik masih jarang dilakukan. Pemetaan komposisi florisitik ini dilihat dari struktur daun dan kenampakan tajuk perbedaannya sangat tipis sekali antara vegetasi sehingga perlu citra penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial yang detail dan resolusi spektral yang yang beraneka ragam. Sehingga citra Worldview-2 merupakan salah satu pilihan dari beberapa citra penginderaan jauh resolusi spasial detail yang lain seperti IKONOS, Quickbird, Geoeye. Keunggulan dari citra Worldview-2 ini memiliki 8 band sehingga aspek spektral yang digunakaan untuk pemrosesan klasifikasi lebih banyak Rumusan masalah Kajian vegetasi merupakan salah satu objek dasar dalam ilmu penginderaan jauh. Untuk kajian hutan sendiri lebih banyak ditekankan pada pemetaan luas, monitoring, biofisik maupun strukturnya. Untuk pemetaan komposisi floristik hutan cukup jarang dilakukan. Hal ini didukung juga karena lokasi Indonesia yang beriklim tropis sehingga jenis hutan yang dimiliki sebagian besar adalah heterogen. Ketidakberaturan pola tumbuh pada hutan berjenis heterogen ini menyebabkan kesulitan sendiri dalam pemetaan komposisi floristiknya menggunakan analisis digital. Selain itu untuk dapat membedaakan komposisi floristiknya perlu data penginderaan jauh yang detail dalam segi resolusi spasial maupun spektralnya. Klasifikasi pada citra resolusi spasial tinggi sudah mulai dilakukan, baik dengan menggunakan metode berbasis piksel maupun berbasis objek. Setiap metode klasifikasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menghasilkan klasifikasi. Metode klasifikasi berbasis piksel lebih sering dipakai dibandingkan 3

4 dengan metode klasifikasi berbasis objek, hal ini dikarenakan klasifikasi berbasis piksel hanya mempertimbangkan nilai spektral atau satu aspek saja sebagai batasan untuk membuat kelas sehingga dirasa lebih mudah dan cepat. Permasalahan muncul ketika ukuran piksel atau resolusi spasial dari citra itu sangat detail maka akan muncul salt and pepper, karena klasifikasi berbasis piksel memperoleh informasi berdasarkan perpiksel, yang mana efek bayangan atau perekaman sinar matahari dapat membuat objek yang sama menjadi berbeda karena nilai spektalnya berbeda. Seiring dengan perkembangan teknologi muncul metode klasifikasi baru yaitu klasifikasi berbasis objek. Kemampuannya dalam mengkelaskan informasi tidak tergantung hanya pada satu aspek pada tiap piksel saja akan tetapi klasifikasi ini mempertimbangkan beberapa aspek seperti tekstur, scale, color, selain itu metode ini menggunakan kluster piksel atau segmen bukan perpiksel dalam mengkelaskan informasi. Karakteristik yang berbeda antara klasifikasi berbasis objek dengan piksel memungkinkan untuk menghasilkan akurasi yang berbeda dalam hasil pengklasifikasiannya. Klasifikasi berbasis objek sendiri juga tidak sempurna menurut Jyothi (2008) klasifikasi berbasis objek masih memiliki kesulitan dalam memproses data yang sangat besar. Bahkan jika klasifikasi berbasis objek lebih efektif daripada klasifikasi berbasis piksel, proses segmentasi pada citra multispektral yang dilakukan klasifikasi berbasis piksel merupakan proses yang terlalu berat Waktu proses dan tingkat kesulitan yang berbeda menjadi hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode klasifikasi, apakah nantinya akurasi yang dihasilkan jauh lebih signifikan atau tidak, dibandingkan dengan waktu dan tingkat kesulitan dialami. Sehingga nantinya salah satu metode tersebut dapat dinyatakan efektif sebagai salah satu pemetaan untuk kajian tertentu menggunakan citra resolusi spasial tinggi 4

5 1.3. Pertanyaan penelitian Berdasarkan berbagai fenomena dan permasalahan di atas maka disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah komposisi floristik di daerah penelitian dapat dipetakan menggunakan analisis digital citra resolusi spasial tinggi? 2. Metode apa yang paling efektif dan akurat digunakan untuk memetakan komposisi floristik di daerah kajian? 1.4. Tujuan penelitian Tujuan Penelitian ini adalah : 1. Memetakan komposisi floristik hutan gunung Tidar menggunakan analisis digital, metode klasifikasi berbasis objek dan metode klasifikasi berbasis piksel pada citra resolusi tinggi 2. Membandingkan efektivitas metode klasifikasi berbasis piksel dan metode klasifikasi berbasis objek dalam pemetaan komposisi floristik hutan di daerah gunung Tidar 1.5. Hasil yang diharapkan Hasil akhir dari penelitian ini adalah : 1. Klasifikasi komposisi floristik menggunakan metode klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel 2. Tabel efektivitas pemetaan komposisi floristik pada metode klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel Kegunaan penelitian 1. Memberikan suatu masukantentang efektivitas penggunaan metode klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel untuk kajian pemetaan komposisi floristik 2. Memberikan gambaran mengenai kegunaan ilmu penginderaan jauh untuk pemetaan komposisi floristik sehingga akan terus mendorong 5

6 keberlanjutan dan perkembangan disiplin ilmu geografi terutama penginderaan jauh 3. Memberikan informasi komposisi floristik di daerah gunung Tidar sehingga memudahkan instansi terkait dalam pengelolaan dan penanaman komposisi floristik yang sejenis sehingga terjadi distribusi yang lebih tertata. 6

7 1.7. Tinjauan Pustaka Vegetasi Vegetasi dapat digolongkan sebagai penutup lahan. Penutup lahan sendiri dapat diartikan segala material yang menutupi permukaan di bumi, berbeda dengan penggunaan lahan yang merupakan hasil turunan dari penutup lahan. Penggunaan lahan sendiri sudah mengalami campur tangan manusia yang mana digunakan untuk menguntungkan manusia. Penggunaan lahan sendiri sangat sulit diklasifikasi secara digital. Setiap vegetasi memiliki karakteristik masing-masing. Baik pada bagian batang, daun maupun akar. Hal yang terlihat jelas pada penginderaan jauh tajuk (daun) pada suatu vegetasi. Hal ini yang nantinya akan dijadikan dasar untuk membedakan komposisi floristik pada pemrosesan citra tersebut, karena setiap gelombang memiliki kepekaan tertentu terhadap struktur daun, klorofil, bentuk daun bahkan kepadatan tajuk Struktur dan komposisi hutan Komposisi hutan merupakan istilah untuk menyatakan keberadaan dan susunan jenis-jenis pohon dalam hutan. Untuk hutan didaerah beriklim tropis, tanah, iklim dan cahaya memiliki kaitan erat sebagai faktor pembentuk suatu tegakan dan faktor pengambat dalam identifikasi tegakan. Komposisi hutan dapat diklasifikasikan berdasarkan atas adanya jenis murni atau campuran. Karena tegakan yang benar-benar murni jarang ada kecuali di barat, ditempat Pinus pondoresa, Pinus contorta, Abies, dan Populus mempunyai areal murni sangat luas, kira-kira 90% dari satu jenis telah dipilih sebagai ciri untuk memisahkan tegakan murni dari tegakan 90%, seluruh tegakan merupakan campuran dua atau lebih jenis. Menurut Richard (1966) dan Muell er-dombois dan Ellenberg (1974) komposisi menyatakan kekayaan floristik hutan, yang mana kekayaan floristik hutan tergantung kepada lokasi dimana hutan itu berada. Untuk daerah beriklim tropis, komposisi floristiknya lebih beraneka ragam pada satu lokasi hutan karena pada daerah beriklim tropis, hutan yang dimiliki berjenis hutan heterogen. Hal ini 7

8 dikarenakan kondisi iklim, tanah, cahaya yang ideal untuk tumbuhnya berbagai macam tegakan. Soerianegara dan Indrawan (2005) menambah kan bahwa jenis dibedakan antara populasi (satu jenis) dan komunitas (beberapa jenis). Komposisi floristik hutan sendiri lebih kepada komunitas karena terdiri dari beberapa jenis vegetasi. Interaksi dalam suatu komunitas tercermin dari struktur dan komposisi vegetasi. Stratifikasi yang terjadi dalam vegetasi di hutan terjadi akibat adanya persaingan, antara jenis-jenis tertentu yang lebih dominan dari jenis lain, pohonpohon tinggi dalam lapisan paling atas menguasai pohon-pohon yang dibawahnya, terhalangnya matahari oleh pohon-pohon tutupan atas menjadi faktor penghambat bagi pohon-pohon lapisan bawah untuk berkembang (Soerianegara dan Indrawan, 2005). Struktur hutan adalah menyangkut susunan bentuk ( life form) dari suatu vegetasi yang merupakan karakteristik vegetasi yang kompleks, dapat digunakan dalam penentuan stratifikasi (vertikal dan horizontal) dan menjadi dasar dalam melihat jenis-jenis dominan, kodominan dan tertekan (Richard, 1966) Dansereau (1957) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah pengorganisasian dalam ruang oleh individu-individu pada suatu tegakan dan elemen dasar suatu struktur adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Selanjutnya menurut Kershaw (1964) dalam Mueller -Dombois dan Ellenberg (1974), struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu : 1. Struktur vertikal yaitu stratifikasi vegetasi 2. Struktur horizontal yaitu sebaran spasial jenis dan individu 3. Struktur kuantitatif yaitu kelimpahan tiap jenis dalam suatu komunitas Stratifikasi Tajuk Untuk mendapatkan zat hara, mineral, cahaya dan air sebagai sumber untuk melakukan fotosintesis, terjadi persaingan antara tiap vegetasi. Dari persaingan tersebut maka akan muncul vegetasi yang lebih dominan daripada 8

9 vegetasi lainnya, sehingga akan muncul stratifikasi vegetasi (Soerinegara dan Indrawan, 2005) Stratifikasi hutan tropis menurut Soearianegara dan Indrawan ( 2005) adalah sebagai berikut : a.stratum A : Lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi totalnya lebih dari 30 meter. Umumnya tajuk diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus dengan batang bebas cabang yang tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada masa mudannya, tingkat semai hingga pancang memerlukan naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak. b.stratum B : Terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi antara meter, tajuk umumnya kontinyu, batang bercabang banyak dengan batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya yang cukup banyak c.stratum C :Terdiri dari pohon dengan tinggi 4-20 meter, tajuk kontinyu, pohon rendah dan banyak bercabang d.stratum D : Lapisan perdu dan semak dengan tinggi 1-4 meter e.stratum E :Tumbuh-tumbuhan penutup tanah dengan tinggi antara 0-1 meter Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan salah satu ilmu yang menjadi salah satu terobosan untuk memecahkan suatu masalah dengan meminimalisir survey lapangan. Kemampuan produk penginderaan jauh seperti foto udara, citra membuat penginderaan jauh menjadi alternatif yang paling diminati. Penginderaan jauh sendiri pada dasarnya mengkaji tentang keadaan dipermukaan bumi dan mengkaitkannya dengan masalah yang ada. Obyek dasar yang menjadi 9

10 kajian utama penginderaan jauh adalah, tanah, air dan vegetasi yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 : Kurva karakteristik pantulan, air, vegetasi, tanah serta posisi band spektral sensor pada beberapa jenis satelit Dari kurva pantulan diatas dapat kita modifikasi sedemikian rupa sehingga tidak hanya obyek dasar tersebut yang terlihat akan tetapi obyek-obyek yang lain yang berkaitan dengan ketiga obyek dasar bahkan obyek yang lebih khusus dari obyek dasar tersebut juga dapat diidentifikasi. Kemampuan Penginderaan jauh untuk menyediakan data secara multitemporal (banyak waktu) membuat data penginderaan jauh sangat membantu suatu pemecahan permasalahan Sumber Energi Penginderaan Jauh Berdasarkan sumber energinya penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua yaitu penginderaan jauh aktif dan pasif. Penginderaan jauh pasif mengunakan sumber energi dari matahari. Pantulan balik yang mengenai suatu 10

11 objek direkam oleh sensor satelit. Sehingga perekaman dilakukan pada pagi atau siang hari, contohnya seperti citra multispektral dan hyperspektral. Ilustrasi perekaman dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 : Ilustrasi penginderaan jauh system pasif Berbeda dengan penginderaan jauh aktif, sumber energinya berasal dari wahana itu sendiri. Energi tersebut dapat berupa gelombang cahaya maupun bunyi contohnya seperti citra Radar dan Lidar Penginderaan jauh aktif dapat dilakukan sewaktu waktu dikarenakan sumber energinya berasal dari sensor itu sendiri, terlihat pada gambar 2.3. Gambar 2.3 : Ilustrasi penginderaan jauh system aktif Citra Worldview-2 Citra Worldview-2 merupakan salah satu golongan citra high spatial resolution. High spatial resolution ini yaitu resolusi tinggi pada resolusi spasial. 11

12 Dapat dilihat dari spesifikasi citra ini yang memiliki resolusi multi sekitar 1,86 meter dan resolusi pankromatik sekitar 0,67 meter. Selain merupakan citra high spatial resolution citra Worldview-2 memiliki resolusi spektral yang cukup tinggi karena memiliki 8 band spektral, Hal ini yang membuat citra worldview-2 memiliki kelebihan terhadap citra high spatial resolution yang lain seperti, Geo eye, Quickbird, IKONOS.Tabel panjang gelombang yang dimiliki oleh oleh citra Worldview-2 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Panjang Gelombang Worldview-2 Spectral Band Center Wavelength 50% Band Pass Center Wavelength 5% Band Pass (50% Band Pass) (5% Band Pass) Panchromatic Coastal Blue Green Yellow Red Red Edge NIR NIR Citra worldview-2 itu sendiri memiliki cakupan perekaman sebesar 25 km x 25 km perekaman tersebut melebihi luas gunung Tidar sebagai daerah kajian penelitian. Sehingga tidak perlu adanya pemozaikan data. Kekurangan dari data Worldview-2 ini yaitu data citra ini masih termasuk data komersil sehingga untuk mendapatkan data ini adalah dengan membeli diprovidernya. Beberapa permasalahan terjadi ketika terjadi perubahan kebijakan yaitu tidak mengijinkan pengiriman data ke Indonesia sehingga perlu orang ketiga, atau perantara untuk mengadakan transaksi data. Citra worldview memiliki respon spektral radiance yang berbeda beda tiap bandnya. Respon spektral radiance sendiri adalah rasio nilai photon-elektron yang terukur oleh sensor, dalam satuan [W-m-2-sr-1- m-1]. Respon spektral radiance 12

13 untuk tiap band dinormalisasi dengan membagi nilai respon maksimum untuk tiap band, sehingga dapat muncul nilai respon spektral radiance relatif. Nilai untuk band pakromatik dan multispektral citra Worldview-2 dapat dilihat pada gambar 2.3 Gambar 2.3.Respon Spektral Radiance Worldview-2 (nm) (Sumber : Worldview data sheet) Koreksi Radiometrik Perekaman yang dihasilkan tidak luput dengan gangguan -gangguan baik yang diakibatkan oleh sensor itu sendiri ataupun gangguan dari luar seperti dari atmosfer dan matahari. Gangguan tersebut membuat nilai spektral yang dihasilkan tidak terlalu sesuai dengan kondisi dunia nyata. Dalam perjalanannya gelombang elektromagnetik melewati atmosfer yang mana hal tersebut menimbulkan potensi terjadinya serapan dan hamburan energi. Koreksi sensor sendiri diperlukan terlebih dahulu sebelum melakukan koreksi atmosfer. Koreksi sensor menghasilkan citra radiance at sensor setelah itu baru dilakukan koreksi atmosfer yang nantinya akan menghasilkan citra atsurface reflectance. 13

14 Koreksi Geometrik Suatu perekaman citra penginderaan jauh yang dilakukan oleh sebuah wahana pastinya tidaklah sempurna, sering kali adanya kesalahan posisi dari perekaman sehingga dapat menyebabkan pergeseran lokasi. Sehingga diperlukan adanya sebuah koreksi untuk membenarkan posisi data penginderaan jauh tersebut agar sesuatu pada lokasi di muka bumi yaitu koreksi geometrik. Menurut (Danoedoro 1996) koreksi geometrik adalah Suatu upaya untuk membenarkan aspek posisi dan bentuk citra, dilakukan dengan perubahan mentrasformasi geometri atau posisi piksel diikuti dengan perubahan informasi spektral. Dalam teknisnya terdapat dua metode untuk melakukan koreksi gemetrik yaitu image to map dan image to image. Kedua metode ini memerlukan GCP (Ground Control Point).Menurut Jensen (2005) GCP dapat diartikan suatu lokasi dipermukaan bumi yang teridentifikasikan pada citra dan dikenali posisinya pada peta. Selain menggunakan data lapangan juga dapat dilakukan dengan mengambil koordinat suatu tempat dengan menggunakan alat GPS. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan sumber GCP lain, seperti koordinat lapangan yang diambil secara langsung menggunakan GPS. Dari titik tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk mengikat piksel dan piksel yang akan dikoreksi. Dalam menentukan jumlah GCP itu sendiri terdapat sebuah kriteria, semakin variatif topografi daerah yang akan dikoreksi maka semakinbanyak jumlah GCP yang akan digunakan. Jumlah GCP itu sendiri berdasarkan orde yang akan digunakan. sederhana pada persamaan 1.2 : Dalam menentukan orde terdapat formulasi yang cukup GCP = (1 + n)^2,... (1.2) Keterangan : GCP = Jumlah Ground Control Point n = Orde wilayah 14

15 Klasifikasi Maximum Likelihood Metode ini merupakan salah satu metode klasifikasi supervised (terbimbing). Terbimbing disana dimasudkan adalah adanya campur tangan produser dalam menentukan sampel dalam sebagai input data untuk pemrosesan. Sebelum melakukan klasifikasi pengguna menentukan training area yang digunakan untuk melihat ciri-ciri statisitka masing-masing calon kelas (Richard 1993). Persamaan 1.3 menunjukan perhitungan probabilitas suatu kelas: P(i X) = P(X i)p(i)/p(x)... (1.3) Dimana : P(i X) = Probabilitas bersyarat dari kelas i. Probabilitas ini juga disebut likelihood P(X i) = Probabilitas bersyarat (Conditoal) dari vektor X P(i) = Probabilitas kelas i muncul dalam citra P(X) = Probabilitas dari vektor X Klasifikasi MLC mengevaluasi secara kuantitatif variance dan co-variance pola tanggapan spektral ketika mengklasifikasikan piksel yang tidak dikenal (Liliesand and Kiefer 1994). Hal tersebut perlu dibuat asumsi bahawa distribusinya normal Menurut Kumar 2007, Metode Klasifikasi berbasis piksel yang paling kuat adalah metode klasifikasi maximum likelihood. Metode klasifikasi ini berdasar pada rata-rata statistik, variance dan co-variance. Fungsi dari Bayesian probability dihitung dari masukan dari tiap kelas yang dibuat dari sampel. Setiap piksel nantinya akan menentukan kelas dimana kemungkinan tertinggi masuk. Metode klasifikasi maximum likelihood memiliki keuntungan dari sudut pandang teori kemungkinannya, akan tetapi juga perlu diperhatikan beberapa hal yaitu : 1. Data lapangan yang cukup untuk digunakan sebagai sampel untuk dapat mengestimasi nilai rata-rata dan variance-covariance matrix population. 15

16 2. Matrix invers dari variance-covariance menjadi tidak stabil dalam kasus ini dimana adanya hubungan yang tinggi antara dua band atau data lapangan sangat homogen. Dalam kasus tersebut, jumlah band harus dikurangi dengan menggunakan principal component analysis 3. Ketika distribusi populasi sampel tidak normal maka klasifikasi maximum likelihood tidak dapat diterapkan Illustrasi konsep pengkelasan dari klasfikasi maximum-likelihood dapat dilihat pada gambar 2.5 Gambar 2.5. Konsep metode maximum likelihood Segmentasi Segmentasi adalah suatu metode dari klasifikasi berbasis obyek yang mengelompokkan obyek (fenomena) kedalam region-region yang ditentukan oleh suatu ukuran yang sama. Segmentasi sendiri menggunakan tiga aspek utama yaitu Toleransi kesamaan (similarity tolerance), rata-rata (mean) dan variasi (variance). Aspek toleransi kesamaan sendiri adalah sebuah nilai yang tidak nyata yang menentukan batas sautu nilai piksel dapat dikelaskan menjadi suatu objek berdasarkan nila batas terluar ( threshold) antar piksel dengan piksel sebelahnya 16

17 yang berdasarkan kondisi spasialnya. Metode yang digunakan dalam pemrosesan ini adalah watershed. Aspek rata-rata berkaitan dengan nilai rata-rata pantulan dari suatu obyek, misal pada band inramerah dekat obyek vegetasi sehat memiliki nilai rata-rata pantulan yang tinggi sedangkan obyek air memiliki nilai rata-rata yang rendah. Semakin tinggi bobot rata-rata yang digunakan maka dalam pemrosesannya akan lebih mempertimbangkan nilai tengah rata-rata daripada variasi didalamnya. Variance mempertimbangkan range / cakupan nilai pantulan spektralnya hal ini berhubungan dengan tekstur. Semakin besar variannya maka variasi obyek yang dihasilkan akan semakin beragam. Sehingga aspek rata-rata dan aspek variasi merupakan aspek yang menyeimbangkan satu sama lain. Jika aspek rata-rata memiliki nilai yang besar maka aspek variasi memiliki nilai yang kecil dan sebaliknya. Konsep dasar dari similarity tolerance merupakan multiresolusi dimanaa informas yang akan disadap dibuat dalam berbagai macam kedetailan resolusi. Konsep multiresolusi dapat dilihat pada gambar 2.6 Gambar 2.6 : Konsep segmentasi dalam klasifikasi berbasis objek (Sumber: Definiens Developer 7, User Guide, p. 26) Pada klasifikasi berbasis objek, semua objek pada citra merupakan bagian dari hirarki objek, yang mana memiliki perbedaan level tetapi tetap tetap pada hirarkinya. Setiap level objek merupakan cerminan dari gambar yang memiliki informasi tertentu pada citra. Gambar di atas menjelaskan hirarkii dari objek yang terjadi dalam klasifikasi berbasis objek. Superobjects merupakanan level tertinggi 17

18 (skalanya paling general) hingga sub-objects yang levelnya paling bawah (skala paling detail). Semakin tinggi levelnya objek maka akan semakin rumit klasifikasi yang dilakukan. Sehingga dari gambar tersebut dapat kita lihat terdapat dua hal yang penting yaitu hubungan untuk level objek yang sama ( neighbor) dan level objek yang berbeda (super or sub object). Pemrosesan segmentasi juga tergantung pada pembobotan saluran yang akan digunakan. Setiap saluran akan memiliki nilai yang berbeda-beda untuk tiap obyek, sehingga untuk menentukan bobot dari tiap saluran perlu diketahui objek yang akan dikaji. 18

19 1.8. Penelitian Sebelumnya Kamagata dkk (2005) dalam penelitian Comparison of piksel-based and object-based classifications of high resolution satellite data in urban fringe areas menjelaskan bahwa penggunaan lahan/penutup lahan dapat diklasifikasikan menggunakan dua metode yaitu OOC dan MLC pada citra satelit resolusi tinggi.kamagata dkk mencoba untuk mengklasifikasikan penutup lahan/penggunaan lahan gabungan. Dalam menerapkan metode klasifikasi berbasis piksel, Kamagata menggunakan metode maximum likelihood sebagai klasifikasi terselia dan Isodata sebagai klasifikasi tak terselia. Dari kedua metode klasisifikasi tersebut terjadi kesalah klasifikasi pada daerah bayangan. Selain itu kesalahan klasifikasi terjadi pada daerah yang vegetasi dan parameter yang lain tercampur menjadi satu dan membentuk pola yang lebih complex. Secara general, klasifikasi yang dihasilkan oleh Kamagata dkk ini menunjukan bahwa metode klasfikasi berbasis obyek memiliki potensi yang tinggi untuk analisis pola penutup lahan bahkan pada daerah yang heterogen dan daerah pinggiran kota. Rusdi (2005) dalam penelitian Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object Oriented Pada Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan (Studi Kasus Kabupaten Gayo Lues, NAD HTI PT Wirakarya Sakti Jambi dan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah) memanfaatkan citra penginderaan jauh menerapkan multiresolusi yaitu resolusi menengah yaitu citra Landsat ETM+ dan resolusi tinggi yaitu citra IKONOS. Citra IKONOS tersebut digunakan sebagai bantuan untuk melakukan koreksi geometrik. Kelas penutup lahan yang digunakan merupakan variasi antara kelas penggunaan dari FAO dan menurut BPN, Kelas yang dihasilkanpun tidak semua ada hanya beberapa kelas hutan alam, hutan rakyat, pemukiman, tanah terbuka, sungai, sawah. Menurut Rusdi (2005) metode OOC (Object Oriented Classification) dapat menghasilkan pemetaan penggunaan atau penutup lahan pada hirarki sistem klasifikasi yang lebih tinggi, tidak menghasilkan efek salt and pepper serta menyajikan ketelitian hasil klasifikasi yang lebih tinggi daripada metode MLC (Maximum Likelihood Classification). 19

20 Gao Yan dkk (2005) dalam penelitian Comparison of pixel-based and object-oriented image classification approaches - a case study in a coal fire area, Wuda, Inner Mongolia, China menggunakan citra ASTER sebagai input data dalam melakukan klasfikasi digital. Pada klasifikasi berbasis piksel, metode yang digunakan adalah MLC, sedangkan untuk klasifikasi berbasis objek metode yang digunakan adala segmentation dan pendekatan ketetanggaan (Nearest neighbor). Menurut Gao Yan dkk, permukaan daerah batu bara didefinisikan sebagai area yang tertutup tumpukan batu bata dan debu batu bata. Pada klasifikasi berbasis objek, overall accuracy yang dihasilkan lebih tinggi daripada overall accuracy yang dihasilkan oleh klasifikasi berbasis piksel yaitu sebesar 36,77%. Perbedaaan akurasi memiliki arti bahwa pemetaan tematik menggunakan klasifikasi berbasis objek memiliki akurasi yang lebih tinggi dari pada menggunakan klasifikasi berbasis piksel. Total piksel hasil klasifikasi yang terkoreksi sesuai dengan keadaan dilapangan oleh kedua metode tersebut adalah 3871 piksel sedangkan 937 piksel tidak sesuai. Hal tersebut diakibatkan oleh banyak hal salah satunya adalah gangguan atmosfer. Efek atmosfer tersebut menyebabkan penutuplahan yang sama akan memiliki nilai spektral yang berbeda sehingga nantinya dapat dikelaskan dalam kelas yang berbeda. Menurut Kagama dkk, klasifikasi berbasis obyek memiliki kelebihan daripada klasifikasi berbasis spektral.hal tersebut karena klasifikasi berbasis obyek memiliki kesempatan untuk menggabungkan informasi spasial dan spektral dalam proses klasifikasi untuk menambah akurasi. Pada penelitian yang peneliti lakukan, kajian yang digunakan sedikit berbeda,kajian yang digunakan adalah pemetaan komposisi floristik. Setiap vegetasi memiliki struktur tajuk, kerapatan, klorofil yang berbeda-beda sehingga informasi spektral yang dihasilkan juga berbeda. Metode yang digunakan untuk klasifikasi berbasis piksel adalah MLC. Klasifikasi visual digunakan untuk menentukan sampel data, sedangkan MLC digunakan setelah melakukan sampel data. Untuk klasifikasi berbasis objek metode yang digunakan adalah segementasi yaitu membagi obyek mejadi segmen-segmen tertentu dengan syarat dan kriteria dari aspek yang telah ditentukan 20

21 1.9. Kerangka Pemikiran Penutup lahan di bumi secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kelompok besar yaitu vegetasi, tanah, air dan lahan terbangun. Keempat obyek tersebut secara alami memiliki karakteristik kenampakan yang berbeda-beda. Pada penginderaan jauh,nilai pantulan spektrum tersebut yang membedakan antara tiap kenampakan tersebut. Untuk vegetasi spektrum yang peka berada pada spektrum hijau, inframerah dekat dan jauh. Untuk tanah berada pada spektrum merah dan inframerah tengah sedangkan untuk air pada spektrumbiru. Karakteristik ini yang menjadi dasar dalam pengenalan obyek tersebut Penginderaan jauh merupakan salah satu sarana dalam menyelesaikan suatu permasalah secara spasial. Berbagai macam kelebihan dari data penginderaan jauh seperti dapat menjangkau akses yang sulit dan waktu lebih cepat daripada lapangan dan cakupan yang lebih luas membuat penginderaan jauh sekarang mulai diminati, salah satunya dalam monitoring vegetasi. Berbagai macam kegiatan monitoring banyak sekali diperlukan oleh berbagai macam instansi seperti departemen kehutanan pertanian maupun perkebunan. Monitoring tersebut dapat berupa luasan, kesehatan atau volume. Penginderaan jauh untuk komposisi floristik sendiri cukup banyak dilakukan. Baik vegetasi yang homogen maupun vegetasi yang heterogen. Tingkat kesulitan tentunya lebih pada vegetasi yang heterogen hal ini karena kenampakan vegetasi heterogen. Hal ini yang menjadi tantangan dalam pemetaan komposisi floristik ini. Selain itu jenis spektral akan mempengaruhi informasi yang akan didapatkan. Untuk multi dan hyper informasi yang didapatkan adalah kenampakan vegetasi teratas sedangkan untuk radar vegetasi yang terekam dapat hingga vegetasi bawah.selain itu perlu diperhatikan efek kelerangan dan bayangan karena dapat menghasilkan kenampakan komposisi floristik yang berbeda yang notabenya sama. Pemetaan vegetasi sangat dipengaruhi oleh nilai spektral yang dihasilkan oleh tiap komposisi floristik. Untuk dapat memetakan komposisi floristik terlebih dahulu harus memahami karakteristik dari tiap komposisi floristik itu sendiri seperti pohon pinus dia memiliki tajuk berbentuk jarum sehingga pantulan 21

22 spektrum inframerah akan lebih rendah daripada pohon yang memiliki tajuk berbentuk menjari. Selain itu vegetasi yang memiliki kandungan air tinggi juga akan berbeda dengan vegetasi yang lebih sedikit kandungan air hal ini terlihat pada pantulan spektrum inframerah jauh karena inframerah jauh peka terhadap vegetasi yang mana peka ini dimaksud adalah tidak memantulkan air. Sehingga vegetasi atau pohon yang memiliki banyak kandungan air akan terlihat lebih gelap Pemetaan komposisi floristik terutama pada daerah yang heterogen diperlukan citra yang memiliki resolusi cukup detail hal ini agar kenampakan tiap pohon dapat terlihat dan dapat teridentifikasi menjadi komposisi floristik yang spesifik. Selain itu hasil klasifikasi komposisi floristik juga dipengaruhi oleh banyaknya band yang dimiliki oleh suatu citra. Semakin banyak band yang dimiliki citra tersebut semakin detail informasi yang dapat di ambil terhadap obyek tersebut dari berbagai macam spektrum. Citra Worldview-2 dirasa menjadi pilihan yang baik untuk digunakan sebagai data pemrosesannya. Hal ini karena resolusi spasial yang dimiliki citra worldview-2 sekitar 1,84 meter untuk multispektralnya dan 0,46 untuk pankromatiknya. Selain itu citra Worldview-2 memiliki 8 band didalamnya yaitu 4 band standar (blue, green, red, near IR-1) dan 4 band baru ( yellow, coastal, red edge, near IR-2). Citra ini tidak tersedia secara gratis yang mana harus dibeli. Untuk pemesannya sendiri minimal 20 km 2 untuk arsip yang sudah ada sedangkan untuk perekaman baru sekitar 95 km 2 Dalam pemetaan komposisi floristik menggunakan resolusi spasial tinggi yang diperlukan adalah metode yang tepat. Disini terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi komposisi floristik. Metode klasifikasi yang berdasarkan oleh obyek yaitu Obyek based dan metode klasifikasi yang berdasarkan nilai pikselnya yaitu pixsel based. Metode klasifikasi berbasis piksel membaca nilai spektral tiap piksel sehingga efek bayangan sinar matahari sangat mempengaruhi pengkelasaan objek. Metode berbasis piksel ini memiliki kriteria yang berbeda dalam pemrosesannya. Untuk klasifikasi berbasis piksel yang digunakan adalah maximum-likelihood hal ini dikarenakan klasifikasi ini merupakan klasifikasi terbaik untuk klasifikasi supervised atau klasifikasi terselia. Klasifikasi ini menentukan training area yang digunakan untuk melihat ciri-ciri 22

23 statistika masing-masing calon kelas tidak hanya menghitung jarak rata-rata, jarak terdekat atau nilai maksimum-minimum suatu kelas (Richard 1993). Suatu piksel pada klasifikisi ini dapat ditentukan masuk kelas apa, dengan memperkirakan densitas probabilitas untuk setiap penutup lahan. Metode berbasis objek yang digunakan untuk klasifikasi vegetasi adalah segmentasi. Segmentasi ini merupakan metode pengelompokan objek kedalam region-region yang ditentukan oleh suatu ukuran kehomogean. Segmentasi yang akan digunakan melihat dari tiga aspek yaitu skala ( scale), warna ( color) dan bentuk ( form). Klasifikasi berbasis objek ini menggunakan kluster piksel yaitu mengklusterkan nilai dari tiap informasi piksel berdasarkan aspek-aspek tertentu baru nantinya di klasifikasikan Berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh metode klasifikasi berbasis objek tersebut nantinya akan menambah atau malah mengurangi akurasi terhadap metode berbasis piksel. Akurasi yang dihasilkan nantinya akan dibandingkan terhadap tingkat kesulitan dan lama waktu yang diperlukan untuk melihat seberapa efisienkah metode tersebut. Adapun lebih lengkap mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat dalam diagram kerangka pemikiran di bawah ini: 23

24 Pemetaan Vegetasi Kategori Struktur Komposisi Heterogen Ekstraksi Penginderaan Jauh Resolusi Spektral Resolusi Spasial Multispektral Tinggi Sedang Rendah Digital Klasifikasi Berbasis Piksel Metode Klasifikasi Digital Klasifikasi Berbasis Objek Karakteristik - Pixel (Satu pixel satu informasi) - Membaca nilai spektral - Segmen (kluster piksel) Karakteristik - Membaca Spektral, Tekstur, Bentuk, Scale Efek Efek - Munculnya salt and pepper (Bintik acak) - Beban pemrosesan bertambah - Efek Bayangan menjadi kelas tersendiri - Pengetahuan lebih terhadap semua Akurasi Menurun 24 Pemetaan Alternatif? Akurasi? Gambar 2.8.Diagram alir Kerangka Pikiran

25 1.10. Batasan Istilah Penginderaan jauh : Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994) Citra resolusi spasial tinggi : Gambaran muka bumi dalam dua dimensi yang memiliki informasi kenampakan spasial yang sangat detail Raster : Satuan analisis yang terdiri dari beberapa sel, yang setiap sel memiliki nilai /atribut Klasifikasi multispektral : Suatu alogoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi dengan pengkelasan fenomena (obyek) berdasarkan kriteria tertentu (Danoedoro, 1996) Klasifikasi berbasis objek : Suatu alogoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi dengan pengkelasan fenomena (obyek) yang tidak hanya memperhatikan nilai piksel tetapi juga memperhatikan aspek lain seperti, skala kedetailan, warna, tekstur dan pola Klasfikasi berbasis piksel : Suatu alogoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi dengan pengkelasan fenomena (obyek) yang hanya memperhatikan nilai piksel pada suatu citra Maximum likelihood : Salah satu metode klasifikasi piksel terselia yang menentukan distribusi kelas berdasarkan nilai statistik dengan menghitung kemungkinan terbesar nilai piksel tersebut termasuk kelas tertentu (ENVI) Isodata : Salah satu metode klasifikasi piksel tak terselia yang mengkalkulasi kelas obyek berdasarkan distribusi daripada kluster, teknik pendekatan yang digunakan adalah jarak terdekat suatu nilai ixel tersebut terhadap pengelompokan kelas. Segmentasi : Suatu metode untuk pengelompokan objek ke dalam regionregion yang ditentukan oleh suatu ukuran homogenitas Komposisi floristik : Susunan vegetasi yang berada pada suatu lokasi yang dibedakan sebatas genus baik tutupan atas maupun tutupan bawahnya. 25

26 Tegakan atas : Vegetasi yang berada diatas vegetasi lain yang dapat terlihat pada citra penginderaan jauh Efek bayangan : Kondisi suatu objek (fenomena) yang berada di bawah (terhalang) obyek lain sehingga terlihat lebih gelap dari kondisi aslinya Piksel/ Grid : Unit terkecil dari data raster Efektivitas metode : Tepat guna suatu metode diterapkan pada suatu fenomena berdasarkan tingkat akurasi, waktu dan kesulitan Genus vegetasi : Tingkatan takson vegetasi yang lebih rendah daripada famili yang mana termasuk kategori dalam klasifikasi biologi yang terdiri dari satu atau lebih spesies filogenetis terkait. Salt and pepper : Bintik acak yang tidak diinginkan dalam hasil pemrosesan klasifikasi Hutan : Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 26

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1

DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1 DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1 Muhammad Ardiansyah, Dr.-Ing 2) dan Muhammad Rusdi, SP. 3) 2.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan yang menjadi dasar dari Perbandingan Penggunaan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi Geometrik Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta. Koreksi ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* PENENTUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN INDEX VEGETASI NDVI BERBASIS CITRA ALOS AVNIR -2 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Segmentasi Dari beberapa kombinasi scale parameter yang digunakan untuk mendapatkan segmentasi terbaik, untuk mengklasifikasikan citra pada penelitian ini hanya mengambil

Lebih terperinci

EVALUASI KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK UNTUK PEMETAAN LIPUTAN HUTAN DAN LAHAN

EVALUASI KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK UNTUK PEMETAAN LIPUTAN HUTAN DAN LAHAN EVALUASI KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK UNTUK PEMETAAN LIPUTAN HUTAN DAN LAHAN Muhammad Ardiansyah 1, Muhammad Rusdi 2 dan Abu Bakar Karim 2 1 Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, Evaluasi Tutupan Lahan Terhadap Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) Surabaya Pada Citra Resolusi Tinggi Dengan EVALUASI TUTUPAN LAHAN PERMUKIMAN TERHADAP RENCANA DETIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) SURABAYA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG Vembri Satya Nugraha vembrisatyanugraha@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstract This study

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan 09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital by: Ahmad Syauqi Ahsan Remote Sensing (Penginderaan Jauh) is the measurement or acquisition of information of some property of an object or phenomena

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD)

EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD) EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD) Dosen Pembimbing: Dr.Ing.Ir. Teguh Hariyanto, MSc Oleh: Bayu Nasa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung

Lebih terperinci

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan (studi kasus : Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo) Arwan Putra Wijaya 1*, Teguh Haryanto 1*, Catharina N.S. 1* Program

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal Data kedalaman merupakan salah satu data dari survei hidrografi yang biasa digunakan untuk memetakan dasar lautan, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2

Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tunjung S. Wibowo tjswibowo@gmail.com R. Suharyadi suharyadir@ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

JENIS CITRA

JENIS CITRA JENIS CITRA PJ SENSOR Tenaga yang dipantulkan dari obyek di permukaan bumi akan diterima dan direkam oleh SENSOR. Tiap sensor memiliki kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Kepekaannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI Arif Supendi, M.Si MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI STANDAR KOMPETENSI Memahami pemanfaatan citra penginderaan jauh ( PJ ) dan Sistem Informasi Geografi KOMPETENSI DASAR Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

Metode Klasifikasi Digital untuk Citra Satelit Beresolusi Tinggi WorldView-2 pada Unit Pengembangan Kertajaya dan Dharmahusada Surabaya

Metode Klasifikasi Digital untuk Citra Satelit Beresolusi Tinggi WorldView-2 pada Unit Pengembangan Kertajaya dan Dharmahusada Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Metode Klasifikasi Digital untuk Citra Satelit Beresolusi Tinggi WorldView-2 pada Unit Pengembangan Kertajaya dan Dharmahusada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek

Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek 1 Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek Hepi Hapsari Handayani, Maria Regina Caeli Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo) KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo) Oleh: IB Ketut Wedastra Sr. Officer Conservation Spatial Planning WWF Indonesia PENGINDERAAN JAUH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

Citra Satelit IKONOS

Citra Satelit IKONOS Citra Satelit IKONOS Satelit IKONOS adalah satelit inderaja komersiil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

bdtbt.esdm.go.id Benefits of Remote Sensing and Land Cover

bdtbt.esdm.go.id Benefits of Remote Sensing and Land Cover Benefits of Remote Sensing and Land Cover Irwan Munandar Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah irwan@esdm.go.id 1. Latar Belakang Teknologi pemanfaatan penginderaan terus berkembang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peta merupakan representasi dari permukaan bumi baik sebagian atau keseluruhannya yang divisualisasikan pada bidang proyeksi tertentu dengan menggunakan skala tertentu.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN: 2301-9271 1 Kajian Updating Peta Menggunakan Data Dasar Citra Satelit Worldview-2 dan Kota Surabaya Skala 1:5000 (Studi Kasus: dan Anyar) Cherie Bhekti

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) ANALISA RELASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN SUHU PERMUKAAN TANAH DI KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL TAHUN 1994 2012 Dionysius Bryan S, Bangun Mulyo Sukotjo, Udiana Wahyu D Jurusan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan vegetasi yang beraneka ragam dan melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Setiap saat perubahan lahan vegetasi seperti hutan, pertanian, perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional BAB II TEORI DASAR 2.1 Ketahanan Pangan Nasional Program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, namun belum terlihat indikasi penurunan konsumsi beras penduduk Indonesia. Indikasi ini bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi MATA KULIAH : SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PERIKANAN KODE MK : M10A.125 SKS : 2 (11) DOSEN : SYAWALUDIN ALISYAHBANA HRP, S.Pi, MSc. SUB POKOK BAHASAN DEFINIS DAN PENGERTIAN TENAGA UNTUK PENGINDERAAN

Lebih terperinci