I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan. Penurunan kualitas lingkungan hidup akan berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat, yang diakibatkan karena keseimbangan lingkungan telah terganggu akibat proses pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan pola hidup masyarakat itu sendiri. Faktor penting dalam permasalahan lingkungan hidup adalah besarnya populasi manusia (Soemarwoto, 2001). Pertumbuhan populasi manusia yang meningkat berimplikasi pula terhadap kebutuhan pangan, bahan bakar dan tempat tinggal sehingga limbah domestik yang dihasilkan meningkat pula. Makin besar tingkat konsumsi manusia, makin banyak sumberdaya yang diperlukan untuk menopang pola hidup itu dan semakin besar pula limbah yang terbentuk. Pembangunan dan pengembangan suatu kota bergantung pada faktor kualitas dan kuantitas penduduk serta daya dukung lahannya (Soemarwoto, 2001). Pembangunan, pengembangan dan pemekaran daerah untuk memenuhi tuntutan dan pelayanan terhadap penduduk terus meningkat dan sekaligus mengarah pada maksimalisasi struktur wilayah sehingga ruang terbuka menjadi berkurang dan menghilangkan wajah alamiah kota. Kota Kuningan merupakan ibu kota Kabupaten Kuningan dengan luas wilayah 28,78 Km² (2.878 Ha) yang berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Cirebon dengan wilayah Priangan Timur bagian selatan, serta merupakan jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan Bandung - Kuningan dengan Jawa Tengah bagian tengah. Dalam konteks pembangunan Jawa Barat, Kuningan termasuk wilayah pembangunan Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) dengan pusat pertumbuhan di Cirebon. Secara perencanaan regional, fungsi dan peranan Kota Kuningan adalah sebagai penyangga dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Cirebon, dalam hal suplai
2 komoditas pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam. Mengingat fungsi dan perannya tersebut, Kota Kuningan sudah seharusnya menjaga dan melestarikan sumberdaya alam yang dimilikinya. Jumlah penduduk Kota Kuningan pada tahun 2007 mencapai 98.751 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, yaitu 2,11 % (BPS Kab, Kuningan, 2008). Sesuai asumsi yang tertuang pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan Tahun 2003-2013 bahwa 1 KK (kepala keluarga) terdiri dari 5 jiwa, standar kebutuhan lahan untuk setiap tipe rumah (tipe besar : 500 m 2, tipe sedang : 300 m 2, tipe kecil : 100 m 2 ), serta perbandingan tipe rumah besar : rumah sedang : rumah sederhana adalah 1 : 3 : 6 (Bapeda Kab. Kuningan, 2003). Berdasarkan data dan asumsi tersebut diatas, kebutuhan perumahan di Kota Kuningan pada tahun 2007 mencapai 19.750 unit dengan kebutuhan lahan seluas 395 ha. Luas lahan yang dibutuhkan untuk pemukiman ini akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Berangkat dari permasalahan diatas, maka diperlukan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang lebih berwawasan lingkungan dalam melaksanakan pembangunan dan pengembangan wilayah kota. Salah satu konsep yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan diatas, yaitu dengan penerapan konsep hutan kota dalam perencanaan tata ruang kota. Penerapan konsep hutan kota dalam perencanaan tata kota merupakan cara yang efektif dan efisien untuk mengatasi masalah menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan. Komponen hutan kota yang berupa jalur hijau, tanaman pekarangan, struktur vegetasi dan taman-taman kota akan mampu meningkatkan kandungan oksigen di udara dan air di dalam tanah. Selain itu juga, komponen hutan kota akan mampu mengurangi polusi udara, menurunkan suhu udara, meningkatkan kelembaban udara dan meningkatkan estetika (Dahlan, 1992). Menurut Dahlan (2004), penentuan luasan hutan kota dapat dilakukan dengan pendekatan parsial dan pendekatan global. Pendekatan parsial adalah perhitungan berdasarkan prosentase luas wilayah, luasan per kapita dan perhitungan berdasarkan issu penting yang muncul di wilayah tersebut, seperti berdasarkan kebutuhan air atau kebutuhan oksigen. Sementara itu, yang dimaksud
3 dengan pendekatan global bahwa seluruh wilayah kota dapat difungsikan sebagai hutan kota. Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan parsial, yaitu berdasarkan metode penentuan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen. Metode ini dipilih karena luas hutan kota yang akan dihitung dengan perhitungan sederhana dan hasil yang relevan. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memprediksi kebutuhan hutan kota dengan pendekatan kebutuhan Oksigen di Kawasan Perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. 1.3. Kerangka Pemikiran Peningkatan jumlah penduduk akan berimbang pula terhadap peningkatan kebutuhan pangan, bahan bakar dan tempat tinggal serta semua fasilitas yang akan menunjang aktvitasnya (perekonomian, pemerintahan, pendidikan dan lain-lain). Ini berarti akan terjadi alih fungsi kawasan terbuka hijau yang bervegetasi, menjadi kawasan terbangun untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota tersebut. Proses pengembangan dan pembangunan wilayah kota dengan tidak menerapkan strategi pengelolaan lingkungan hidup pada akhirnya akan berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan pengelolan lingkungan hidup untuk menunjang kehidupan manusia. Konsep hutan kota merupakan salah satu alternatif pengelolaan lingkungan hidup. Hutan kota akan berfungsi optimal apabila mempunyai luas yang komprehensif sesuai dengan tujuan pembangunannya.
4 Kota sebagai berbagai pusat aktivitas (ekonomi, pendidikan, pemerintahan dll) Sarana dan Parasarana Kota Peningkatan Jumlah Penduduk Pembangunan & Pengembangan Wilayah Kota Alih Fungsi Lahan Kawasan Bervegetasi Berkurang Kawasan Terbangun Meningkat Penurunan Kualitas Lingkungan Hidup Pengelolaan Lingkungan Hidup Hutan Kota Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Oksigen Penduduk Oksigen Hewan Ternak Oksigen Kendaraan Bermotor Analisis Spasial Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Analisis Spasial Ketersedian Ruang Terbuka Hijau Kota Hutan Kota Gambar 1. Kerangka Pemikiran
5 1.4. Perumusan Masalah Proses pembangunan Kota Kuningan akibat dari pertambahan jumlah penduduk berlangsung sangat cepat, dan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Alih fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan penduduk, telah menggusur ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun. Proses pembangunan ini telah mengarah kepada maksimalisasi struktur ruang kota. Kedepan, keadaan ini akan berdampak pada terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Konsep hutan kota merupakan solusi alternatif bagi pengelolaan lingkungan hidup Kota Kuningan. Komponen hutan kota yang berupa taman kota, jalur hijau, taman pekarangan, kebun dan bentuk-bentuk vegetasi lainnya akan memberikan fungsi dan manfaat yang positif bagi lingkungan hidup. Sehingga permasalahan yang timbul akibat berkurangnya ruang terbuka hijau dapat ditanggulangi. Hutan kota akan berperan maksimal apabila mempunyai luas dan sebaran yang optimal. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah apakah hutan kota yang telah ada di Kota Kuningan, berdasarkan luas dan sebarannya telah berfungsi optimal. Serta apakah hutan kota tersebut telah dan akan terus mencukupi kebutuhan hutan kota di Kota Kuningan. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan bermanfaat sebagai data penunjang dalam perencanaan dan pengembangan Kota Kuningan. Terutama sebagai landasan pengelolaan lingkungan hidup.