dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1. Peta DAS penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

Paramukti Murwibowo Totok Gunawan

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH

NASKAH SEMINAR ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN ASTER GDEM Versi 2.0 DI SUNGAI OPAK_OYO 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh Untuk Mengkaji Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak Di Sub DAS Garang ( Kreo Basin ) Semarang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

III. BAHAN DAN METODE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Gambar 7. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGENALAN ASPEK-ASPEK MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERANG

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

METODE. Waktu dan Tempat

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung terbagi menjadi 3 Wilayah Sungai (WS), yaitu : (1) WS

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

ANALISIS KARAKTERISTIK DAS TAPAKIS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DEBIT ALIRAN PERMUKAAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGGUNAAN CITRA LANDSAT 8 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ESTIMASI DEBIT PUNCAK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI UNDA PROVINSI BALI

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS. 1. keberadaan dan ketersediaan data 2. data dasar 3. hasil 4. rancangan IDS untuk identifikasi daerah rawan banjir

DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai aktivitas manusia memungkinkan terjadinya perubahan kondisi serta menurunnya kualitas serta daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan rumah berbagai ekosistem dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi dinamis dan terdapat keseimbangan dari material dan energi. Hal itu memunculkan masalah hidrologi berupa banjir dan kekeringan. Pada kondisi tersebut DAS dikategorikan sebagai DAS kritis. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.Sk.328/Menhut- II/2009 tentang Penetapan DAS Prioritas, menetapkan DAS Serang di wiliyah adiministrasi Kabupaten Kulonprogo sebagai salah satu DAS kategori kritis. DAS Serang merupakan DAS prioritas. Dalam pengelolaan DAS agar dapat mengembalikan fungsi DAS, mutlak diperlukan perencanaan yang dilatar belakangi hasil studi yang komperhensif. Salah satu usur penting dalam perencanaan pengelolaan DAS Serang adalah penentuan sub DAS prioritas terkait dengan kejadian banjir dan tanah longsor. Soeyono (2013) menguraikan bahwa kejadian banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor hujan atau meteorologi, faktor lahan dan faktor morfometri DAS yang terkait kesempatan air hujan yang jatuh menjadi aliran permukaan dan mencapai alur sungai, serta mempengaruhi perjalanan air hujan yang jatuh pada permukaan DAS menuju outlet. Pada DAS luas, faktor (tutupan dan penggunaan) lahan, memberikan pengaruh signifikan pada kondisi hidrologi DAS. Sedangkan pada DAS atau watershed dengan luasan relatif kecil (atau pada sub DAS), faktor yang lebih dominan dalam mengontrol kondisi hidrologi adalah faktor morfometri DAS. DAS Serang dengan sub DAS nya tergolong DAS kecil, sehingga perlu dilakukan kajian morfometri DAS dalam kaitannya dengan kondisi hidrologi DAS dan sub DAS nya. Penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) yang termasuk dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang 1

sangat bermanfaat dan terbukti sangat bagus dalam rangka analisis morfometri. Bentuk transformasi citra pengideraan jauh yang relevan untuk analisis morfometri DAS adalah dengan menggunakan bentuk data digital elevation model (DEM). Pemanfaatan DEM dalam analisis morfometri DAS terbukti memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode konservatif, karena cepat, murah, lebih obyektif dan mampu menghasilkan produk data turunan lainnya yang sangat berguna dalam kajian hidrologi DAS (Tribe, 1992). Ekstraksi DEM dapat dilakukan dari data penginderaan jauh sistem aktif (radar) dengan menggunakan gelombang elektromagnetik buatan (radar) yang dapat mengatasi tutupan awan. Citra TerraSAR-X yang memiliki resolusi spasial tinggi menjadi alternatif dalam menghasilkan DEM ketelitian tinggi. Pemanfaatan DEM dari TerraSAR-X diharapkan akan menghasilkan batas DAS dan data morfometri DAS yang lebih akurat. Citra radar yang diekstraksi menjadi data DEM lain data DEM adalah SRTM 1 arc (30 meter) dan GDEM Aster. Masing-masing data DEM tersebut mampu diekstraksi untuk menghasilkan informasi batas DAS dan parameter morfometri DAS. Untuk itu menjadi menarik untuk dianalisis kualitas ketiga data DEM tersebut serta akurasi masing-masing dalam ekstraksi batas DAS. Apabila batas DAS dan jaringan sungai telah dapat diekstraksi maka data morfometri DAS dapat dihitung dan digunakan dalam analisis tingkat kerentanan DAS terhadap debit puncak aliran. Karakteristik morfometri DAS ini menggambarkan kondisi DAS atau sub DAS dalam kaitannya dengan waktu konsentrasi aliran (Tc) dan pengaruhnya terhadap debit puncak aliran (Qp). Untuk memperoleh gambaran karakteristik sub DAS terhadap besar kecilnya kesempatan terbentuknya limpasan permukaan, ditentukan dengan analisis koefisien limpasan (C) yang direpresentasikan dari aspek penggunaan lahannya. Informasi penggunaan lahan pada DAS Serang diekstraksi dari hasil interpretasi citra multispektral SPOT-6. Citra ini memiliki kelengkapan band (red,greem, blue) dan resolusi spasial yang sangat mendukung untuk dilakukan interpretasi secara visual. Citra SPOT-6 mampu mendukung interpretasi hingga 2

pada skala 1 : 10.000 sama seperti yang mampu dilakukan citra TerraSAR-X. Hasil interpretasi penggunaan lahan digunakan dalam perhitungan nilai koefisien limpasan (C) untuk memperoleh gambaran besar air hujan yang berubah menjadi limpasan permukaan pada setiap jenis penggunaan lahan. Hasil analisis koefisien limpasan ini bersama dengan hasil analisis aspek morfometri DAS akan menjadi masukan dalam analsis dan penetapan sub DAS Prioritas pada DAS Serang. 1.2. Rumusan Masalah Pengelolaan DAS terpadu meliputi keterpaduan dalam proses perencanaan, program pelaksanaan, program kegiatan antar pemerintah pusat, daerah serta stakeholder lain, keterpaduan pelaksanaan program atau monitoring, dan pengendalian penanggulangan bencana tanah longsor dan banjir pada DAS. Dalam rangka pengelolaan DAS, baik untuk pencegahan maupun penanggulangan banjir, perlu memperhatikan karakteristik DAS dengan komponen morfometri DAS. Data morfometri DAS dapat diperoleh secara konvensional dengan menggunakan pengukuran lapangan yang tidak efektif dan berbiaya tinggi. Data morfometri DAS juga dapat diperoleh dari ektraksi model elevasi digital atau digital elevation model (DEM) yang dibangun dari foto udara, peta topografi atau dari citra satelit aktif maupun pasif. Citra penginderaan jauh sistem aktif TerraSAR-X memiliki fasilitas untuk memberikan rekaman dengan resolusi tinggi sehingga diharapkan mampu menghasilkan DEM lebih baik dibandingkan dari citra radar lainnya (SRTM dan GDEM Aster). Semakin tinggi resolusi spasial DEM yang dihasilkan diharapkan akan dapat menghasilkan data morfometri DAS yang lebih akurat dan tepat sehingga memberikan hasil yang tepat untuk analisis hidrologi selanjutnya. Analisis morfometri DAS diperlukan untuk menggambarkan karakteristik respon DAS terhadap input berupa hujan, serta memberikan deskripsi kuantitatif dari sistem jaringan sungai yang merupakan aspek penting dalam memahami 3

karakteristik suatu DAS. Unit analisis yang digunakan adalah sub DAS, sehingga dapat ditetapkan sub DAS prioritas dengan tingkat kerentanan morfometri terhadap debit puncak tertinggi. Untuk memperoleh gambaran mengenai limpasan permukaan yang terjadi pada masing-masing sub DAS maka dilakukan perhitungan dan analisis koefisien limpasan permukaan (C). Koefisien limpasan permukan salah satunya dipengaruhi oleh faktor penggunaan lahan dalam DAS yang diperoleh dari hasil interpretasi citra SPOT-6 multispektral. Dengan menggunakan perhitungan nilai koefisien rerata tertimbang masing-masing sub DAS, maka dapat diperoleh informasi mengenai potensi terbentuknya limpasan permukaan pada masing-masing sub DAS pada DAS Serang tersebut. Sub DAS Prioritas pengelolaan ditentukan dari hasil perhitungan dan analisis dengan menggabungkan hasil perhitungan aspek morfometri DAS serta aspek penggunaan lahan. Dengan mengggunakan skoring dan klasifikasi maka dapat ditetapkan urutan sub DAS Prioritas pengelolaan hidrologi atau tata air pada DAS Serang. 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah kualitas data Digital Elevation Model (DEM) dari citra TerraSAR-X, SRTM 30 dan GDEM Aster Versi 2 untuk dimanfaatkan dalam kajian morfometri DAS? 2. Bagaimanakah ekstraksi data morfometri DAS dari data DEM menggunakan tekonologi sistem informasi geogafi (SIG)? 3. Bagaimana ektraksi data penggunaan lahan untuk analisis koefisien limpasan dengan menggunakan citra multispektral SPOT-6? 4. Berdasar aspek karateristik morfomometri DAS serta penggunaan lahan, ditentukan sub-das manakah yang prioritas untuk ditangani serta apa arahan atau alternatif pengelolaan DAS? 4

1.4. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji kualitas data Digital Elevation Models (DEM) dari citra penginderaan jauh sistem TerraSAR-X, SRTM 30 meter dan GDEM Aster. 2. Mengekstraksi informasi karakteristik morfometri DAS dari data DEM dengan mengunakan SIG serta menetapkan tingkat kerentanan morfometri DAS terhadap debit puncak masig-masing sub DAS. 3. Mengekstraksi informasi penggunaan lahan dari citra SPOT 6 untuk mengetahui potensi limpasan permukaan masing-masing sub DAS 4. Menetapkan sub DAS prioritas pengelolaan pada DAS Serang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Menyediakan dan menambah literatur mengenai kajian hidrologi DAS dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan SIG 2) Memberikan informasi dan dokumen ilmiah sebagai gambaran tentang karakteristik morfometri DAS dalam pertimbangan tata guna lahan dan prioritas sub DAS dalam pengelolaan DAS Serang secara terpadu. 1.6. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ditunjukkan dengan menampilkan hasil-hasil penelitan terdahulu yang telah dilakukan dan dipublikasikan, dengan perbedaan peneliitian yang dilakukan penulis (Tabel 1.1). Ahmed et al (2010) dan Purwanto (2013) mengaji pemanfaatan serta kualitas DEM dari citra ASTER GDEM dan SRTM untuk ektraksi data morfometri DAS. Kedua penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan DEM dari ASTER GDEM dan SRTM terbukti memberikan hasil yang lebih baik dibanding dari sumber data konvensional (peta kontur). Hasil tersebut masih dapat ditingkatkan lebih efisien jika menggunakan data DEM dengan ukuran sel lebih kecil atau menggunakan resolusi citra yang lebih tinggi. 5

Yamane et al (2008) mengkaji akurasi DEM yang dibangun menggunakan citra TerraSAR-X untuk wilayah pegunungan Himalaya. Penelitian tersebut bertujuan untuk membangun DEM dari TerraSAR-X dan mengevaluasi kualitas akurasinya dibandingkan DEM dari SRTM. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa DEM hasil dari TerraSAR-X lebih detil dalam kenampakan alur proses glasiasi. Penelitian terserbut menyebutkan bahwa DEM dari TerraSAR-X, akan lebih optimal hasil citra SRTM, terutama untuk monitoring atau analisis banjir. Ektraksi DEM untuk mengkaji morfometri DAS selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam menggambarkan respon morfometri DAS terhadap input hujan yang menjadi aliran permukaan. Sehingga dapat digunakan dalam evaluasi kondisi hidrologi DAS serta penetapan sub DAS prioritas yang harus dikelola. Thakkar et al.(2007) dalam penelitiannya menganalisis morfometri DAS dan menetapkan prioritas DAS Mohr, Gujarat, dengan integrasi penggunaan penginderaan jauh (citra IRS-P6) dan teknologi GIS. Sedangkan Sreedevi et al. (2013) mengekstraksi morfometri DAS menggunakan SRTM dan GIS dengan membandingkan terhadap delinisi dari peta kontur wilayah DAS di Peddavanka, India Selatan. Sedangkan Kedua penelitian tersebut secara garis besar menyimpulkan bahwa penggunaan data penginderaan jauh menjadi sangat efisien dibanding cara konvensional. Pemanfaatan tekonologi SIG dalam analisa morfometri dan penilaian DAS prioritas terbukti sangat usefulness (Thakkar et al., 2007) serta memberikan nilai lebih yang signifikan dalam memahami karakteristik hidrologi untuk perencanaan manajemen DAS (Sreedevi et al., 2013). Dalam penelitian ini, analisa serta penetapan Sub DAS prioritas didasarkan dengan parameter morfometri DAS dalam konteks tingkat kerentanan morfometri terhadap debit puncak aliran. Analisis dilakukan ke dalam beberapa sub DAS dengan menggunakan SIG, sehingga dapat ditetapkan sub DAS dengan tingkat kerentanan morfometri paling tinggi yang mempengaruhi debit puncak aliran di DAS Serang. 6

Tabel 1.1 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti / Tahun 1. Ahmed, et al (2010) 2. Purwanto, T.H (2013) 3. Yamane, N. et al (2008) 4. Sreedevi et al ( 2013) 5. Thakkar et al (2007) Judul dan Lokasi Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisa/ Metode Hasil Penelitian Evaluation Morphometric Parameters Derived From ASTER & SRTM DEM, Study of Bandihole Sub - watershed Basin in Karnataka Ekstraksi Morfometri Daerah Aliran Sungai Dari Data Digital Surface Model (Studi Kasus DAS Opak) Accuracy Evaluation of DEM Derived By TerraSAR-X Data in Himalayan Region Drainage Morfometry and Its Influence on Hydrology in an Semi Arid Region : Using SRTM Data and GIS Morphometric Analysis and Prioritization on Miniwatershed in Mohr Watershed, Gujarat Using Remote Sensing and GIS Techniques 1. Ekstraksi morfometri DAS dari DSM dari SRTM dan ASTER 1. Ekstraksi morfometri DAS dari DSM DAS Opak 2. Membandingkan morfometri DAS hasil ekstraksi DSM, DEM, dan dari data BPDAS SOP. 1. Membuat DEM dari TerraSAR-X memanfaatkan InSAR. 2. Mengevaluasi akurasinya dibandingkan data dari SRTM. 1. Membuat batas sub DAS. 2. Mengektraksi parameter morfometri setiap sub DAS dalam 3 aspek (linear, relief, parameter) 3. Menetapkan sub DAS prioritas dengan dasar karakter morfometri DAS 1. Mengektraksi parameter morfometri setiap sub DAS. 2. Menetapkan sub DAS prioritas berdasar karakteristik respon morfometri DAS terhada runoff GDEM ASTER, SRTM, peta kontur 1: 50.000 GDEM ASTER, SRTM, Peta RBI Citra TerraSAR- X mode Spotlight (HS) dan StripMap (SM), citra SRTM SRTM dan peta kontur IRS-P6 (ResourceSat-1) LISS IV, LISS III dan AWIFS. Peta topografi Pembentukan DEM dari citra, ekstraksi parameter morfometri DAS, dan perbandingan hasil ekstraksi Pembentukan DEM dari citra. ekstraksi parameter morfometri DAS. Membandingkan hasil ekstraksi Pembentukan DEM dari kedua jenis citra. Membandingkan kualitas kedua DEM. Pembentukan DEM dari citra. ekstraksi parameter morfometri DAS. analisis sub DAS prioritas dengan SIG Interpretasi batas DAS dan parameter morfometri DAS lainya dengan SIG - Analisis sistematis terhadap morfometri DAS dengan memanfaatkan PJ dan SIG memberikan nilai lebih dibanding metode konvensional. 1. Terdapat perbedaan batas DAS dari tiap sumber data. 2. Data DSM ASTER GDEM dan SRTM lebih baik dalam membuat batas DAS dari RBI 1. Citra TerraSAR-X dapat dibangun DEM tanpa kendala. 2. Kualita akurasi DEM lebih bagus dibanding SRTM. 1. Penggunaan DEM SRTM untuk ekstraksi data morfometri DAS terbukti lebih efektif dan akurat. 2. Analisis morfometri dengan SIG memberi nilai lebih dalam perencanaan manajemen DAS 1. Teknologi SIG sangat efektif untuk digunakan dalam analisis morfometri DAS 2. SIG sangat cocok untuk pembuatan peta aliran dengan biaya dan waktu lebih sedikit 7

No Peneliti / Tahun 6. Wijanarko, N. (2016) Judul dan Lokasi Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisa/ Metode Hasil Penelitian Kajian Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Analisis Morfometri DAS Dan Penggunaan Lahan Dalam Penetapan Prioritas Pengelolaan DAS Serang Di Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Mengkaji kualitas data Digital Elevation Models (DEM) dari citra penginderaan jauh sistem TerraSAR-X, SRTM 30 meter dan GDEM Aster. 2. Mengekstraksi informasi karakteristik morfometri DAS dari data DEM dengan mengunakan SIG serta menetapkan tingkat kerentanan morfometri DAS terhadap debit puncak masigmasing sub DAS. 3. Mengekstraksi informasi penggunaan lahan dari citra SPOT 6 untuk mengetahui potensi limpasan permukaan masing-masing sub DAS 4. Menetapkan sub DAS prioritas pengelolaan pada DAS Serang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. - Data DEM TerraSAR-X wilayah DAS Serang - SPOT 6 Multispektral - SRTM 30 - Peta RBI skala 1:50.000 - Data sekunder lainnya - Mengkaji kualitas data DEM yang disusun dari citra radar TerraSAR-X - Menghitung dan menganalisis parameterparameter morfometri sub-das dengan SIG - Menilai tingkat kerentanan morfometri terhadap debit puncak tiap Sub DAS. - Membuat peta penggunaan lahan hasil interpretasi citra SPOT - Menghitung dan menganalisis nilai koefisien aliran pada setiap sub-das berdasarkan penggunaan lahan Menetapkan sub DAS Prioritas serta alternatif arahan pengelolaannya. 1. Diharapkan akan dapat diperoleh data DEM dengan kualitas baik untuk kajian morfometri DAS 2. Diharapkan dapat diekstraksi data morfometri DAS dan hasil analisis tingkat kerentanan morfometri terhadap debit puncak pada masing-masing sub DAS. 3. Diharapakan diperoleh data penggunaan lahan untuk menganalisis tinkat koefisien aliran per sub DAS 4. Dapat dianalisis dan ditetapkan sub DAS prioritas, serta alternatif arahan pengelolaannya. 8