SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Fenyta Rizky Rahmadhani fenyta25@gmail.com Jurusan Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perancangan dan Pengembangan kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Islam datang ke Indonesia setelah penyebaran agama Hindu dan Budha. Pembawaan Oleh dasar itu banyak unsur islam di Indonesia yang dipengaruhi oleh unsur agama Hindu-Budha. Termasuk dalam arsitektural islam yang banyak membawa unsur-unsur lokal dan unsur Hindu-Budha. Masjid Agung Mataram Yogyakarta merupakan salah masjid peninggalan kerajaan Mataram islam. Dimana Mataram islam merupakan kerajaan yang diperkirakan terbentuk atas proses alkuturasi antar budaya islam, Hindu, dan Budha. Sehingga, banyak ditemukan unsur arsitektural masjid yang bukan merupakan budaya arsitektural islam pada umumnya. Hal tersebut diperkirakan dapat timbul karena adanya bentuk toleransi ataupun penyesuaian budaya islam terhadap budaya Hindu-Budha yang dominan pada kala itu. Sehingga terbentuklah arsitektural masjid yang membawa bentuk alkuturasi antar budaya Islam, Hindu dan Budha.Artikel ini berrtujuan membahas mengenai unsur arsitektural masjid yang merupakan bentuk alkuturasi budaya Islam,Hindu,dan Budha pada masjid Gedhe Mataram. Kata-kunci : alkulturasi,masjid,unsur arsitektural Pendahuluan kerajaan Mataram islam diperkirakan terbangun atas bentuk dari pencampuran budaya Hindu dan Budha yang dominan pada kala itu, dan budaya islam yang baru datang ke Nusantara. Kotagedhe yang diperkirakan sebagai kota yang didirikan pertama kali oleh kerajaan islam Mataram difungsikan sebagai ibukota kerajaan pada kala itu, yang dapat ditandai dengan banyaknya peninggaln kuno baik itu secara arsitektural maupun non-arsitektural Masjid Gedhe mataram merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan islam Mataram. Berlokasikan pada pada bagian selatan pasar Kotagede terpatnya pada kelurahan Jagalan, kecamatan Banguntapan Bantul,Yogyakarta. Masjid ini diperkirakan berdiri pada 1587-1601 oleh Panembahan Senopati Sutowijaya. Dasar pendirian masjid Gedhe Mataram adalah keinginan Ki Ageng Pemanahan untuk menyiarkan islam pada wilayah jawa bagian selatan yang masih banyak memeluk agama Hindu-Budha. Sehingga dibuatlah langgar sederhana di Alas Mentaok. Perjuangannya tersebut dilanjutkan kepada putranya Panembahan Senopati wijaya. Berdasrkan prasasti yang ada,diktakan bahwa pembangunan Masjid Gedhe Mataram dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan pada masa kedudukan Panembahan Sultan agung dan pada tahap kedua dibangun oleh Raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan antara kedua pembangunan tersebut adalah, pada tahap pertama pembangunan masjid hanya berupa bangunan kecil yang dapat disebut sebagai langgar. Pada tahap kedua dilakukan perluasan dan pembesaran masjid. Selain itu dilakukan perubahan pada tiang menyongkong masjid. Pada tahap Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 C 047
Alkulturasi Budaya Hindu-Budha Pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram pertama digunakan material kayu sebagai tiang penyongkong bangunan. Sedangkan pada tahap kedua digunakan material besi sebagai tiang penyongkong bangunan. Sebagai bentuk toleransi terhadapa masyarakat beragama Hindu-Budha yang masih merupakan agama dominan pada masa itu. Maka Sultan Agung membangun mesjid ini dengan konsep peleburan antar budaya Islam dan budaya Hindu-Budha. Selain itu hal tersebut dilakukan sebagai rasa terimakasi Sultan Agung terhadap masyarakat Hindu yang menerima keberadaan penyebaran islam dengan damai. Pada proses pembangunan masjid ini pun melibatkan masyarakat sekitar yang beragama Hindu dan Budha. Atas dasar tersebut banyak ditemui unsur masjid yang bukan merupakan unsur islam. Akan tetapi merupakan unsur budaya Hindu-Budha yang dilakukan peleburan dengan budaya islam Unsur Alkuturasi Aristektural masjid Kompleks Masjid Gedhe Mataram terdiri atas bangunan masjid, kompleks makam raja dan halaman. Kompleks masjid ini dibuat dengan halaman yang luas yang difungsikan sebagai tempat berkumpul warga pada zaman dahulu. Selain itu masjin dibagi menjadi bangunan inti dan serambi yang mengelilingi bangunan inti masjid. Bangunan inti masjid menggunakan atap tajug lambag gantung 1. Pada bagian serambi menggunakan atap limas. Gambar 1.Kompleks Masjid Gedhe mataram Sumber:https://muslimahjogja.wordpress.com/category/jelajah-masjid-jogja/ C 048 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
1. Gapura Paduraksa Fenyta Rizky Rahmadhani Gapura Paduraksa merupakan unsur budaya non-islam yang paling mencolok pada arsitektur masjid ini. Gapura Paduraksa ini merupakan gerbang dari pagar dinding bata yang mengelilingi masjid. Pada Gapura Paduraksa dapat kita temukan hiasan Kala yang banyak ditemukan pada bangunan Hindu-Budha. Kala pada Budaya Hindu-Budha merupakan sosok dewa yang menyerupai raksasa. Penggunaan Kala yang menyerupai bentuk makhluk hidup, tidak ada pada arsitektur islama ataupun dilarang penggunaannya pada masjid pada umumnya. Akan tetapi pada masa itu penggunaan Gapura Paduraksa ini, digambarkan sebagai bentuk toleransi terhadap agam hindubudha, dan juga merupakan respon akan arsitektural masjid pada masa itu terhadap arsitektural lokal pada masa itu yang masih didominasi dengan unsur Hidhu-Budha pada bangunan sekitar. Pada bagian kanan dan kiri Gapura dihubungkan dengan pagar setinggi 2.5 meter yang mengeliling kompleks masjid dan pemakaman. Di bagian barat dari pintu gerbang terdapat aling-aling yang menyerupai dengan pintu gerbang bali yang dihiasi dengan elemen buju sangkar. Gambar 2. Gapura Paduraksa Sumber : https://yajogja.wordpress.com/2014/10/01/makam-raja-raja-mataram-kotagede/ Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 C 049
Alkulturasi Budaya Hindu-Budha Pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram 2. Atap Gambar 3. Atap Masjid Gedhe Sumber:http://www.kompasiana.com/ariflukman/masjid-gedhekauman-yang-tetap-menawan_559a3414579773af0bf680aa Atap yang digunakan pada Masjid Gedhe Mataram adalah atam bertumpuk 3. Atap bertumpuk pada dasarnya merupakan atap yang banyak digunakan pada bangunan bangunan Hindu. Penggunaan Atap bertumpuk pada Masjid Gedhe Mataram merupakan salah satu bentuk pencampuran budaya arsitektural hindu pada kala itu. Dimana kita banyak menjumpai bangunan hindu budha yang memiliki atap menumuk dan mengerucut ke atas seperti dapat ditemukan pada candi pada umumnya. 3. Elemen Air Pada Masjid Gedhe Mataram kita dapat menemukan sebuah kolam yang dipergunakan sebagai tempat mandi pada kala itu. Masjid pada dasarnya memiliki elemen air yang difungsikan sebagai tempat wudhu. Akan tetapi pada masjid Gedhe Mataram elemen air yang berupa kolam menjadi unsur elem yang besar pada bangunan. Penambahan kolam didasari atas ajaran Hindu-Budha yang menggambarkan bahwa penempatan bangunan suci haruslah berdektana dengan sumber air seperti sungai,laut ataupu danau, jika tidak maka haruslah dibuat kolam buatan. Oleh karena itu kita banyak menjumpai unsur air pada pura-pura hindu budha. Pembahasan 1. Teori Alkulturasi Alkulturasi muncul karena adanya kecenderungan manusia untuk mengikuti suatu budaya lain yang kemudian terjadinya peleburan 2 budaya tanpa menghilangkan budaya asli. Menurut Suyono(Rumondor,1995:208), alkulturasi adalah pengambilan atau penerimaan unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atu lebih unsur kebudayaan yang saling berhubungan atau saling bertemu. Bertemunya budaya tersebut tentunya mempunyai akibat pada bidang arsitektur yang sering digunakan adalah istilah akulturasi arsitektur. Pada alkuturasi arsitektur pencampuran budaya merupakan bentuk dari respon arsitektur terhadap budaya lokal sekitar. Akan tetapi pencampuran budaya tersebut tanpa menghilangkan identitas arsitektur budaya lokal dengan dengan budaya pendatang. C 050 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
2. Gaya Arsitektur Hindu Fenyta Rizky Rahmadhani Gaya arsitektural hindu pada dasarnya dapat kita lihat melalui bangunan yang dianggap suci seperti candi. Menurut Seokmono(20005) candi berasal dari kata candika yang merupakan bangunan kuil pemujaan dan apabila dikaitkan dengn pemakaman candi dapat diartikan sebagai tempat memuliakan raja. Berikut ini merupakan tipomorfologi bentuk candi Dengan melihat tipomorfologi candi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa candi pada umumnya memiliki ciri 1)bentuk yang bertumpuk-tumpuk, 2)kaki yang didominasi lebar karna berfungsi sebgai landasan 3) badan memperlihatkan skala yang mengecil 4) kepala yang mengecil pada satu titik.selain itu pada candi dapat dilihat adanya ukiran-ukiran makhluk hidup yang menunjukan suatu cerita yang terjadi pada masa itu. Pada masjid Gedhe Mataram hal ini diperkirakan diterapkan pada atap masjid. Kesimpulan Arsitektur tidaklah lepas dari pengaruh budaya sekitar. Dimana Arsitektur dari suatu budaya atau agama akan menyesuaikan dengan budaya lokal yang ada disekitar. Arsitektur islam pada nusantara akan berbeda dengan arsitektur islam yang ada pada negara arab.masjid Gedhe Mataram didirikan ketika budaya Hindu-Budha masih sangat kental pada masyarakat. Sehingga banyak elemen Hindu Budha yang terdapat pada Masjid ini. Masjid Gedhe Mataram merupakan arsitektur islam kuno islam nusantara yang sulit dipisahkan oleh kebudayaan pada masa itu. Sehingga terjadi peleburan antar budaya yaitu islam dan hindu. Islam dapat berupa adanya mihrab,mimbar dan tempat wudhu. Sedang unsur hindu yang ada dapat ditemukan pada Gapura, hiasan berupa hewan dan makhluk hidup, bentuk atap yang menumpuk, serta penambahan unsur kolam pada bangunan masjid. Acknowladgment Gambar 2. Tipormofologi bentuk candi Sumber : Laporan Penelitian Dinamika Alkulturasi Arsitektur Pada Masjid Sulthoni Plosokuning di Slema,Yogyakarta penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak bambang setia budi selaku pengampu mata kuliah arsitektur kolonial/islam, program studi arsitektur, SAPPK, ITB atas informasi, diskusi, dan sarannya dalam penulisan artikel ini Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 C 051
Alkulturasi Budaya Hindu-Budha Pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Daftar Pustaka Albiladiyah I. & Suratmin. (1997). Kotagede Pesona dan Dinamika Sejarahnya.Yogyakarta:Lembaga Studi Jawa Fauzy,Ir.Bachtiar. & Amira, A. (2015). Dinamika Alkulturasi Arsitektur Pada Masjid Sulthoni Plosokuning di Sleman,Yogyakarta.Bandung:Universitas Pahrayangan Apriyanto. (2015).Alkuturasi Budaya Dalam Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Kotagede.Skripsi. Jogjakarta.Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Arsitektur Islam,Universitas Negri Kasunan KaliJaga. Larasati,Theresiana Ani.Komplek Masjid dan Makam Kotagede Jogjakarta. https://id.wikipedia.org/wiki/masjid_gedhe_mataram.diakses pada 6 Maret 2017, Pukul 21.00 WIB. http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/ngayogyakarta-hadiningrat/mataram-islam/333. Diakses pada 6 Maret 2017,pukul 21.00 WIB. http://eprints.ung.ac.id/5638/7/2013-1-87201-231409082-bab2-29072013044709.pdf. Diakses pada 26 maret pukul 21.54 C 052 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017