BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H 2 O. Minuman isotonik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SNI , minuman sari buah (fruit juice) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H N. :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium. -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahan asam (BTA, Mikobakterium tuberkulosa) yang ditularkan melalui udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri uv & vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kortikosteroid dan antihistamin. Deksametason memiliki kemampuan dalam

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. tanpa bahan tambahanmakanan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional,

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari senyawa turunan β-laktam dan penghambat β-laktamase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Struktur Pseudoefedrin HCl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

PENENTUAN STRUKTUR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV- VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. 1 (5 September 2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

Penentuan struktur senyawa organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. mempunyai aroma serta rasa yang merangsang. Saus yang umum

ANALISIS INSTRUMEN SPEKTROSKOPI UV-VIS

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. basah dan mi kering. Mi kering merupakan mi yang berbentuk kering dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumus struktur. Gambar 2.1. Fenilbutazon (Ditjen POM., 2010). : 4-Butil-1,2-difenil-3,5-pirazolidinadion

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENT INDUSTRI PERALATAN ANALISIS (SPEKTROFOTOMETER)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular dan hanya sejumlah

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

DAFTAR ISI JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah klasifikasi ilmiah dari buah naga (Idawati, 2012):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian telur dari luka atau kerusakan (Anonim, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel diambil di tempat sampah yang berbeda, yaitu Megascolex sp. yang

Hukum Dasar dalam Spektrofotometri UV-Vis Instrumen Spektrofotometri Uv Vis

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

Spektrofotometer UV /VIS

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories.

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Energi Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang untuk memberikan konsumen energi. Minuman energi lebih populer dari sebelumnya dan tampaknya akan semakin besar setiap tahun. Minuman energi sering digunakan oleh para remaja, dewasa, dan populasi yang aktif secara fisik. Minuman ini dipasarkan sebagai alternatif alami yang meningkatkan kinerja fisik dan kognitif seperti konsentrasi, perhatian, dan kewaspadaan (Mubarak, 2012). Bahan utama dalam kebanyakan minuman energi adalah kafein, yang dilengkapi dengan berbagai macam asam amino, vitamin B, dan suplemen herbal (Babu, dkk., 2008). Pada dasarnya setiap orang memerlukan suplai energi yang cukup untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Energi ini dapat diperoleh dari makanan atau suplemen. Suplemen mempunyai batasan istilah yaitu produk yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan. Beberapa suplemen makanan berperan dalam menyuplai energi dan menjadi salah satu alternatif apabila dari konsumsi pangan tidak mencukupi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya orang yang lebih suka mengambil cara cepat untuk memperoleh energi dengan minuman energi (energy drink). Bahkan, banyak yang mengkonsumsi minuman energi setiap hari karena beranggapan minuman energi sebagai sumber tenaga tambahan yang siap untuk digunakan tubuh untuk melakukan aktivitas (Putriastuti, dkk., 2007).

2.2 Bahan Tambahan Pangan 2.2.1 Bahan pengawet Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (BSN, 1995). Pemakaian bahan pengawet menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya (Cahyadi, 2008). Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah larut. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering digunakan sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida (Cahyadi, 2008). Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO 2, garam Na atau K sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Selain digunakan pada produk daging, nitrat dan nitrit juga digunakan pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008).

2.3 Natrium Benzoat Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia natrium benzoat adalah sebgai berikut: Rumus struktur : Rumus Molekul : C 7 H 5 NaO 2 Berat Molekul : 144,11 Nama Kimia Kandungan : Natrium benzoat : Tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,50% C 7 H 5 NaO 2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; stabil di udara. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Aktivitas asam benzoat dan garamnya sebagai anti mikroorganisme tergantung pada ph, karena ph sangat menentukan jumlah asam yang terdisosiasi. Pada ph 2,19 asam yang tidak terdisosiasi adalah 99%, pada ph 4,2 asam yang tidak terdisosiasi adalah 50%. Natrium benzoat sebagai antimikroorganisme berperan dalam menganggu permeabilitas membran sel (Afrianti, 2010), yaitu dengan menganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk ke dalam sel dan menganggu keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari dalam sel akibatnya

kebutuhan sel tidak dapat terpenuhi dengan baik. Asam benzoat dan garamnya relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet pada ph lebih besar, tetapi kerjanya sebagai pengawet akan naik dengan turunnya ph sampai di bawah ph 5 (Cahyadi, 2008). 2.4 Kafein Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia kafein adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Rumus Molekul : C 8 H 10 N 4 O 2 Berat Molekul : 194,19 Nama Kimia Kandungan : 1,3,7-Trimetil xantin : Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 10 N 4 O 2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih; biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol; mudah larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter. Kafein merupakan perangsang sistem saraf pusat yang kuat. Orang yang minum kafein merasakan tidak begitu mengantuk, tidak begitu lelah, dan daya

pikirnya lebih cepat dan lebih jernih (Louisa dan Dewoto, 2009). Kafein merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin di otak. Telah diketahui bahwa adenosin jika terikat ke reseptor sel saraf akan menurunkan aktivitas sel saraf. Akibat kemiripan struktur molekul kafein dengan struktur adenosin maka kafein dapat terikat pada reseptor tersebut tetapi tidak memberi efek penurunan aktivitas sel saraf justru sebaliknya, aktivitas sel saraf ditingkatkan. Jika kondisi ini terus berlangsung, akan terjadi beberapa efek, seperti denyut jantung, tekanan darah, dan aliran darah ke otot ningkat, sementara itu aliran darah kekulit dan organ dalaman akan menurun, tetapi pelepasan glukosa oleh hati meningkat (Dalimunthe, 2009). 2.5 Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometer ultraviolet adalah alat yang digunakan dalam pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004). Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan/ atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dan tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi tereksitasi lebih tinggi (Satiadarma, dkk., 2004). Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya disebut kromofor dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terutama jika ikatan rangkap tersebut terkonjugasi. Semakin panjang ikatan rangkap dua atau rangkap tiga terkonjugasi di dalam molekul, molekul tersebut akan lebih

mudah menyerap cahaya (Cairns, 2009). Pada molekul organik dikenal pula istilah auksokrom yang merupakan gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti: OH, O, NH 2 dan OCH 3, yang memberikan transisi n π *. Terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah atau pergeseran batokromik) disertai dengan peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (Gandjar dan Rohman, 2008). 2.5.1 Hukum Lambert-Beer Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Gandjar dan Rohman, 2008). Menurut Denney dan Sinclair (1991), dalam hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan, yaitu: 1. Larutan yang menyerap cahaya adalah campuran yang homogen 2. Menggunakan sinar monokromatis 3. Rendahnya konsentrasi dari senyawa yang menyerap cahaya. Menurt Gandjar dan Rohman (2008), hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan sebagai berikut: A = abc Dimana: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi Absorptivitas (a) merupakan satu konstanta yang tidak tergantung pada tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas

tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan b dan c. 2.5.2 Kegunaan spektrofotometri ultraviolet Menurut Dachriyanus (2004), pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa organik digunakan untuk: 1. Menjelaskan struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa 2. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004). Akan tetapi, jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah, resonansi magnet inti dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk identifikasi atau analisis kualitatif senyawa tersebut (Gandjar dan Rohman, 2008). Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, maka akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorbansi (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorbapsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang

mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet, penggunaannya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004). Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri ultraviolet dapat digolongkan menjadi analisis zat tunggal atau analisis satu komponen dan analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih (analisis multikomponen): 1. Analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen) Terdapat dua metode penggunaan pengukuran spektrofotometri dalam analisis senyawa, yaitu metode penetapan kadar absolut dan komparatif. Metode penetapan kadar komparatif lebih disukai. Pada jenis penetapan kadar ini, larutan standar obat yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar ditentukan pada kondisi yang sama (Cairns, 2009). Menurut Holme dan Peck (1983), konsentrasi sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut: As At = Cs Ct Keterangan: As = Absorbansi baku pembanding At = Absorbansi sampel Cs = Konsentrasi baku pembanding Ct = Konsentrasi sampel 2. Analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih (analisis multikomponen) Analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih bahkan kadang-kadang ditentukan secara simultan dalam sekali pengamatan tanpa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa absorbansi total dari campuran komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut (Day dan Underwood, 2002).

Menurut Day dan Underwood (2002), ada tiga kemungkinan analisis campuran dua komponen atau lebih, yaitu: a. Spektrum tanpa tumpang tindih Spektrum tidak saling tumpang tindih memungkinkan untuk menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak menyerap, serta panjang gelombang serapan maksimum dimana Y menerap dan X tidak menyerap. Komponen X dan Y masing-masing diukur pada λ1 dan λ2. Spektrum tanpa tumpang tindih dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. Gambar 1. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tidak terjadi tumpang tindih pada kedua panjang gelombang yang digunakan) b. Spektrum tumpang tindih satu arah Spektrum dari X dan Y tumpang tindih satu arah. Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1 tetapi X menyerap cukup banyak bersama-sama dengany pada λ2. Pemecahan masalah ini pada prinsipnya cukup sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari serapan larutan pada λ1. Kemudian serapan yang diberikan oleh konsentrasi X pada λ2 dihitung dari absorptivitas molar X pada λ2 yang telah diketahui sebelumnya. Serapan ini dikurangkan dari serapan terukur larutan pada λ2 sehingga akan diperoleh serapan yang disebabkan oleh Y. Kemudian konsentrasi Y dapat diukur dengan cara yang

biasa. Spektrum tumpang tindih satu arah dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Gambar 2. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tumpang tindih satu arah; X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung Y) c. Spektrum tumpang tindih dua arah Spektrum dari X dan Y saling tumpang tindih dua arah, pada keadaan ini tidak ada panjang gelombang serapan maksimum dimana X dan Y menyerap tanpa gangguan. Spektrum tumpang tindih dua arah dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tumpang tindih dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)

Maka perlu penyelesaian dua persamaan dengan dua variabel yang tidak diketahui. Hal ini karena serapan total dari campuran beberapa komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Sehingga, konsentrasi X dan Y yang belum diketahui dalam kedua persamaan dapat diukur dengan mudah. 2.6 Validasi Metode Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis (Gandjar dan Rohman, 2008). Validasi metode analisis dilakukan dengan uji labratorium, dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa karakteristik kinerjanya telah memenuhi persyaratan untuk diterapkan dalam analisis senyawa atau sediaan yang bersangkutan (Satiadarma, dkk., 2004). Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, spesifitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas dan rentang (Gandjar dan Rohman, 2008). Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi,

sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi tertentu, dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya (Harmita, 2004). Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: % perolehan kembali = C F C A C A 100 % Keterangan: C F = Kadar sampel setelah penambahan larutan baku C A = Kadar sampel sebelum penambahan larutan baku C * A = Kadar larutan baku yang ditambahkan Presisi adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif. Presisi dapat diartikan pula sebagai reprodusibilitas (reproducibility) atau keterulangan (repeatability) dari prosedur analisis pada kondisi kerja normal (Satiadarma, dkk., 2004). Parameter-parameter seperti standar deviasi, simpangan baku relatif dan derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi tertentu. Nilai simpangan baku relatif dinyatakan memenuhi persyaratan jika lebih kecil dari 10 20% (Ermer dan Miller, 2005).

Menurut Harmita (2004), simpangan baku relatif dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Simpangan baku relatif = SD X x 100% Batas deteksi adalah parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko (Harmita, 2004). Menurut Harmita (2004), batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Simpangan baku ( SSSS (Y Yi )2 XX ) = n 2 Batas deteksi = 3 SY X ssssssssss Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Menurut Harmita (2004), batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas kuantitasi = 10 SY X ssssssssss Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam rentang konsentrasi tertentu (Satiadarma, dkk., 2004). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh diproses untuk

selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2008).