BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari. setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. homeostassis dari hormon ini sangat penting bagi pengoptimalan dari fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

KARDIOMIOPATI TAKOTSUBO

CARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

0.1% kasus di rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan kegawatdarutan pediatrik dimana jantung tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 di Amerika Serikat. (data dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010).

Informed Consent Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. 2. di vena sehingga menimbulkan kenaikan tekanan vena. 3 Penyebab utama gagal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Gagal jantung kronik (GJK) merupakan penyakit yang sering muncul dan

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh sebab vaskular (WHO, 2004). Insiden stroke di Amerika Serikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Prevalensi stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV)

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 32 pasien stroke iskemik fase akut

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). Prevalensi gagal jantung di negara maju sebesar 1-2% dari populasi dewasa dimana pada usia lebih dari 70 tahun meningkat menjadi lebih dari 10% (McMurray et al., 2012). Prevalensi dan insidensi gagal jantung semakin tinggi selain karena angka harapan hidup yang semakin meningkat juga karena prevalensi faktor risiko gagal jantung seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, obesitas juga meningkat. Selain itu, angka harapan hidup penyakit yang berkaitan dengan kejadian gagal jantung seperti infark miokard, penyakit katup jantung, dan aritmia juga semakin tinggi (Mann dan Chakinala, 2012). Penyakit arteri koroner (PAK) adalah penyebab gagal jantung paling banyak di Amerika Serikat dan juga di negara-negara lain di dunia, sedangkan kardiomiopati dilatasi (KMD) menduduki urutan ketiga terbanyak (Guo et al., 2013; Wexler et al., 2009). Penyakit arteri koroner adalah penyakit aterosklerosis yang mengenai arteri koronaria yang manifestasinya dapat berupa infark miokard akut (IMA) (Beltrame et al., 2012). Velagaleti et al. menyebutkan bahwa 24% pasien yang menderita IMA akan mengalami gagal jantung (Velagaleti et al., 2008). Kardiomiopati dilatasi didefinisikan sebagai adanya dilatasi dan disfungsi 1

ventrikel kiri tanpa dijumpai penyakit hipertensi, katup jantung dan PAK (Elliott et al., 2008). Penyebab gagal jantung secara umum ditegakkan berdasarkan pemeriksaan baku emas berupa ekokardiografi (Talwar et al., 2000). Namun gambaran ekokardiografi pada gagal jantung akibat PAK dan KMD sering tidak dapat dibedakan. Gangguan kinetik segmental hanya memiliki sensitivitas 83%, spesifisitas 57%, dan positive predictive value (PPV) 66% dalam mendiagnosis PAK. Hipokinetik segmental yang merupakan tanda PAK ditemukan pada 38% pasien KMD (Medina et al., 1985). Sebaliknya 50% pasien gagal jantung dengan hipokinetik global menderita PAK. Kurang lebih seperempat pasien IMA berdasarkan studi Framingham (1979) bersifat asimptomatik. Oleh karena itu, pada pasien gagal jantung dengan gambaran ekokardiografi hipokinetik global, apabila tidak dijumpai adanya keluhan angina, maka masih mungkin diagnosis suatu PAK. Padahal kedua penyakit ini memiliki aspek prognosis, terapi farmakologis, maupun intervensi yang berbeda (Adams et al., 1996; McCrohon, 2003). Diagnosis baku emas untuk membuktikan adanya PAK yang membedakannya dengan KMD adalah dengan angiografi koroner (Montalescot et al., 2013; Figulla et al., 1992). Namun modalitas ini memerlukan biaya yang relatif mahal (Depkes, 2013) dan di Indonesia hanya dapat dilakukan di pusat kota-kota besar (Firdaus, 2011). Oleh karena itu, diperlukan modalitas diagnostik lain yang lebih murah dan aplikatif untuk membantu membedakan PAK dan KMD yang lebih mendekati nilai diagnostik angiografi koroner. 2

Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) adalah pemeriksaan yang mudah, murah, cepat, dan banyak digunakan untuk diagnosis gagal jantung (Sadaka et al., 2013). Pemeriksan EKG dapat mendeteksi disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan sensitivitas 100%, spesifisitas 70%, PPV 89,3%, dan negative predictive value (NPV) 100% (Basnet et al., 2009). Selain itu EKG juga dapat memperkirakan etiologi gagal jantung (McMurray et al., 2012). Namun penelitian tentang perbedaan nilai diagnostik EKG terutama pada depolarisasi ventrikel pada pasien gagal jantung yang disebabkan oleh PAK dan KMD masih sangat sedikit. Gagal jantung akibat PAK dan KMD memiliki patogenesis yang berbeda. Pada gagal jantung akibat PAK terjadi infark miokard yang akan menyebabkan fibrosis yang bersifat menyeluruh pada subendokard hingga transmural sesuai dengan cakupan vaskularisasi pembuluh darah koroner yang tersumbat. Proses patofisiologi pada KMD terutama melibatkan proses apoptosis hingga fibrosis yang bersifat patchy atau bercak-bercak tetapi merata di interstitial atau perivaskuler pada subepikardium atau midmiokardium (Leyva et al., 2012; Nozynski et al., 2009). Perbedaan pola fibrosis ini akan mempengaruhi proses depolarisasi ventrikel sehingga akan memberikan gambaran EKG yang berbeda. Selain itu vektor jantung pada gagal jantung akibat PAK dan KMD juga relatif berbeda. Pergeseran vektor QRS ke bidang transversal dan menjauhi bidang frontal pada KMD relatif lebih besar dibandingkan pada gagal jantung akibat PAK sehingga dapat mempengaruhi aksis depolarisasi ventrikel. Hal ini dapat memberikan gambaran EKG yang berbeda pula (Goldberger et al., 1985). Depolarisasi ventrikel digambarkan dengan kompleks gelombang QRS pada EKG. Gangguan depolarisasi dapat berupa perubahan morfologi maupun 3

voltase kompleks QRS seperti Q patologis, fragmented QRS, atau tinggi voltase gelombang R termasuk poor R wave progression, dan low voltage (Akgun, et al., 2014). Sejauh ini hanya ada dua studi yang meneliti perbedaan EKG pada gagal jantung akibat PAK dan KMD. Pertama, penelitian Aghasadeghi dan Aslani (2008) menyatakan bahwa gambaran EKG yang memiliki nilai diagnostik paling baik dalam menegakkan PAK yang membedakannya dengan KMD adalah gelombang Q patologis (di sandapan II, avf, V3 atau V4) dengan spesifisitas 100%, sensitivitas 40%, PPV 100%, dan NPV 31%, sementara gambaran EKG pada KMD adalah rasio gelombang R di sandapan V6/III 5 (spesifisitas 50%, sensitivitas 94%), dan tinggi gelombang R di V6 1,5 mm (spesifisitas 89%, sensitivitas 58%). Kedua, penelitian Momiyama et al. (1995) memperlihatkan bahwa pada PAK ditandai dengan rendahnya voltase gelombang R di sandapan V6 dan Q patologis di II, III, avf, atau V2-V4 dengan nilai spesifisitas 94%, sensitivitas 61%, PPV 96%, dan NPV 61%, sedangkan pada KMD ditandai dengan tingginya voltase gelombang R di V6 15 mm (PPV 86%), dan tingginya rasio gelombang R di V6/ tinggi maksimal gelombang R di sandapan I, II, atau III 3mm (PPV 100%, NPV 80%). Namun kedua studi ini tidak memasukkan hipertensi sebagai kriteria eksklusi KMD, sementara hipertensi merupakan salah satu kriteria eksklusi KMD menurut Taylor et al. (2006) dan diketahui dapat mempengaruhi voltase EKG (Momiyama et al., 1994; Seward et al., 2010). Pasien gagal jantung dengan hipertensi secara umum akan memiliki dinding septum maupun posterior yang lebih tebal dibandingkan tanpa hipertensi (Park et al., 2011). Hal ini akan dapat mempengaruhi voltase EKG dan menunjukkan tanda- 4

tanda hipertrofi ventrikel kiri atau left ventricular hyperthrophy (LVH) (Xie dan Wang, 2010). Fragmented QRS complex (fqrs) memiliki sensitivitas yang lebih baik (94,2% vs 85,6%) dibandingkan dengan Q patologis dalam mendeteksi ada tidaknya infark miokard sebelumya (Das et al., 2006). Namun studinya apakah berbeda angka kejadiannya dibandingkan dengan KMD belum didapatkan. Selain itu, pada KMD dapat dijumpai gambaran poor R wave progression (PRWP) dan low voltage pada sandapan ekstremitas, yaitu berturut-turut sebesar 32% dan 22% (McCrohon et al., 2003 dan Roberts et al., 1987), namun gambarannya pada gagal jantung akibat PAK dan apakah berbeda dengan KMD tidak didapatkan referensi dari penelitian-penelitian terdahulu. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk melihat kembali nilai diagnostik depolarisasi ventrikel yang dilihat dari EKG untuk membedakan gagal jantung akibat PAK dan KMD terutama apabila istilah kardiomiopati ini dikembalikan pada definisi dimana tidak boleh ada hipertensi. Dengan demikian diharapkan dapat menambah wawasan penelitian tentang nilai diagnostik perbedaan EKG dalam membedakan gagal jantung akibat PAK dan KMD sehingga dapat membantu keputusan klinis terkait diagnosis maupun terapi. B. Perumusan Masalah Mortalitas gagal jantung sangat tinggi yaitu sebesar 50% dalam 5 tahun setelah terdiagnosis (Pagley et al., 1997). Oleh karena itu, dengan semakin meningkatnya prevalensi gagal jantung maka diperlukan tatalaksana yang tepat dalam manajemen gagal jantung kronik. Adapun terapi gagal jantung tergantung dari etiologi gagal jantung itu sendiri. PAK dan KMD adalah penyebab terbanyak 5

gagal jantung yang keduanya memiliki pendekatan terapi dan prognosis yang berbeda namun pemeriksaan ekokardiografi dapat memiliki gambaran yang sama. Pemeriksaan baku emas untuk membedakan keduanya adalah dengan pemeriksaan angiografi koroner. Namun pemeriksaan ini bersifat invasif, memerlukan biaya yang mahal, dan ketersediannya sangat terbatas dimana hanya terdapat di rumah sakit besar pusat rujukan di Indonesia. Pemeriksaan EKG adalah pemeriksaan yang murah, cepat, dan banyak tersedia di pusat pelayanan kesehatan primer di daerah. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan EKG diharapkan dapat lebih berperan dalam membedakan etiologi gagal jantung. Penelitian tentang perbedaan depolarisasi ventrikel yang dilihat dari gambaran EKG pada pasien gagal jantung akibat PAK dan KMD masih sangat sedikit. Penelitian yang ada menyebutkan bahwa gelombang Q patologis dan tingginya voltase gelombang R di prekordial dan ekstremitas memiliki nilai diagnostik yang baik. Gelombang Q patologis dilaporkan memiliki PPV 96-100% dalam menegakkan PAK, sedangkan rasio gelombang R di V6/ inferior juga memiliki PPV hingga 100% untuk diagnosis KMD. Namun gambaran EKG lain seperti fqrs, PRWP, atau low voltage di ekstremitas belum ada yang secara langsung meneliti perbedaannya pada PAK dan KMD. Penelitian-penelitian sebelumnya juga tidak menyingkirkan hipertensi dalam diagnosis KMD, sehingga penulis bermaksud untuk meneliti hal tersebut. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka timbul pertanyaan penelitian yaitu apakah depolarisasi ventrikel yang dilihat dari gambaran EKG berupa Q patologis, fqrs, PRWP, low voltage di sandapan ekstremitas, dan tingginya 6

voltase di prekordial memiliki nilai diagnostik yang baik dalam membedakan pasien gagal jantung kronik akibat PAK dan KMD? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai diagnostik depolarisasi ventrikel dari gambaran EKG berupa gelombang Q patologis, fqrs, PRWP, low voltage di sandapan ekstremitas, dan tingginya voltase di prekordial dalam membedakan gagal jantung kronik akibat PAK dan KMD. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat terhadap Ilmu Pengetahuan Dengan mengetahui perbedaan gambaran EKG pada pasien gagal jantung kronik akibat PAK dan KMD, maka dapat memperkuat nilai diagnostik EKG dalam pelacakan etiologi gagal jantung. Hal ini penting terkait keputusan terapi atau tindakan yang akan dilakukan pada tatalaksana gagal jantung kronik. 2. Manfaat Klinis Dengan mengetahui perbedaan gambaran EKG pada pasien gagal jantung kronik akibat PAK dan KMD, maka dapat membantu klinisi dalam penegakan etiologi gagal jantung. Hal ini mengingat modalitas ekokardiografi dan angiografi koroner praktis sulit dilakukan di pelayanan kesehatan di daerah terutama yang jauh dari pusat rujukan. Dengan mengetahui etiologi gagal jantung, maka klinisi dalam menentukan jenis terapi gagal jantung secara lebih tepat, mengetahui prognosis, tindak lanjut, termasuk edukasi kepada pasien, serta kemungkinan jenis 7

tindakan yang direkomendasikan. Dengan demikian diharapkan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas gagal jantung kronik di Indonesia. F. Keaslian Penelitian Sejauh yang diketahui penulis, hanya ada dua penelitian yang membandingkan gambaran EKG pada gagal jantung akibat PAK dan KMD. Penelitian pertama adalah penelitian Aghasadeghi dan Aslani di Iran pada tahun 2008. Mereka meneliti perbedaan EKG pada 105 pasien dengan penurunan fraksi ejeksi (ejection fraction/ EF) <50% akibat PAK dan KMD. Hasilnya adalah gelombang Q patologis pada sandapan II, avf, V3 atau V4 paling spesifik pada PAK dan memiliki positive predictive value (PPV) yang tinggi, sedangkan rasio gelombang R di sandapan V6 dan III 5 paling sensitif pada KMD. Namun pada studi ini, hipertensi tidak dieksklusi pada pasien KMD. Hipertensi terdapat pada kedua kelompok meskipun tidak berbeda jumlahnya secara signifikan, sementara hipertensi merupakan salah satu kriteria eksklusi KMD menurut Taylor et al. (2006) dan diketahui dapat mempengaruhi voltase EKG (Momiyama et al., 1994; Seward et al., 2010). Penelitian kedua adalah penelitian Momiyama et al. pada tahun 1995 yang meneliti perbedaan EKG pada pasien dengan disfungsi dan dilatasi ventrikel kiri (EF <40% dan Left ventricle end-diastolic internal dimension 55 mm) pada KMD idiopatik dan PAK. Mereka membandingkan EKG pada 23 pasien KMD, 36 pasien PAK, dan 63 orang normal. Hasilnya memperlihatkan bahwa pada PAK ditandai oleh gelombang R voltase rendah di sandapan V6 dan Q patologis di II, III, avf, atau V2-V4, sementara pada KMD ditandai dengan tingginya voltase gelombang R di V6, dan tingginya rasio gelombang R di V6 dibagi tinggi 8

gelombang R maksimal di I, II, atau III. Namun studi ini juga tidak memasukkan hipertensi sebagai kriteria eksklusi KMD. Keaslian penelitian ini berupa parameter EKG lain yang dinilai dari penelitian ini yaitu fqrs, PRWP, dan low voltage di ekstremitas. Selain itu penggunaan hipertensi sebagai kriteria eksklusi pada pasien KMD serta penelitian dengan populasi di Indonesia yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. 9