BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGATURAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK MENURUT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2011.

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

makalah etika profesi hukum

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah berdirinya Negara Indonesia, para Foundingfathers (para pendiri

PROBLEMATIKA AKTA JAMINAN FIDUSIA (Suatu studi tentang Akta Jaminan Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online )

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA

Transkripsi:

28 BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS A. Karakter Akta Notaris 1. Pengertian Akta Notaris Menurut S. J. Fachema Andreae, kata Akta berasal dari bahasa latin acta yang berarti geschrift atau surat. 58 Sedangkan menurut R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, kata Akta berasal dari kata acta yang merupakan bentuk jamak dari kata actum, yang berasal dari bahasa latin yang berarti peraturan-peraturan. 39 Jika disimpulkan, maka terdapat beberapa pendapat yang mendefinisikan Akta, antara lain : 1. Menurut A. Pitlo, seorang ahli hukum, mengemukakan bahwa Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 2. Menurut Sudikno Mertokusumo, Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 40 3. Menurut Prof. R. Subekti SH, Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan 39 Suharjono, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123 (Desember 1995) : hal. 128 40 Mertokusumo, op.cit. hal 116 28

29 sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 41 Dari beberapa pengertian mengenai Akta yang diatas, jelaslah bahwa tidak semua surat dapat disebut suatu Akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi beberapa syarat tertentu saja yang dapat disebut Akta. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu surat disebut Akta adalah: 42 1. Surat itu harus ditanda tangani. Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut Akta ditentukan dalam pasal 1869 jo.1874 KUHPerdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani itu untuk memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah Akta yang satu dengan Akta yang lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda-tangannya itu seseorang dianggap menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam Akta tersebut. 2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan. Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. 2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa 41 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Cet. 16, (Jakarta; PT.Pradnya Paramita, 2007), hal.25 42 Ibid

30 yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguhsungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya. 43 Otentik tidaknya suatu Akta (otensitas) tidaklah cukup jika Akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan Pejabat (Notaris) saja, namun cara membuat Akta otentik tersebut haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 44 Walaupun ada atau tidaknya hal lain yang tidak dibolehkan oleh Undang-Undang menurut Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, perlu dibuktikan terlebih dahulu secara hukum pidana. Jadi dapat disimpulkan bahwa pasal 1868 KUHPerdata menyatakan Akta yang dibuat oleh atau dihadapan menunjukan adanya 2 (dua) golongan Bentuk Akta Notaris yaitu: 1. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke akten). Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke Akten) : merupakan suatu Akta yang memuat relaas atau menguraikan secara 43 Paragraf V Penjelasan UUJN. 44 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal. 142.

31 otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh pembuat Akta itu, yakni Notaris sendiri didalam menjalankan jabatannya untuk dituangkan dalam Akta Notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan Akta yang dibuat oleh (door) Notaris (sebagai Pejabat umum). 2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris atau yang dinamakan Akta partij (partij-akten) atau disebut juga Akta para pihak. Akta partai atau Akta pihak (Partij Akten) merupakan berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang dihadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu dihadapan Notaris agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris didalam suatu Akta otentik. Akta seperti itu dinamakan Akta yang dibuat dihadapan Notaris (ten overstaan) atau Akta partai/akta para pihak. 45 Sedangkan pengertian Akta otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh C.A. Kraan di dalam disertasinya, De Authentieke Akte mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 45 Dr. Herlien Budiono, S.H, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang KeNotarisatan, Cet.1, (PT. CITRA ADITYA BAKTI: Bandung, 2007), hal 51-52

32 1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan didalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh Pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut sebagai suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari Pejabat yang berwenang. 2. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata-cara pembuatannya yaitu sekurang-kurangnya memuat ketentuanketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya Akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/jabatan Pejabat yang membuatnya c.q. data di mana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut. 3. Seorang Pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak (onpartijdigimpartial) dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata jo. Pasal 15 ayat 1 UUJN. 4. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh Pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat. 46 Akta yang dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat umum dinamakan Akta otentik. Sebagaimana Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa, Akta otentik dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di mana Akta dibuatnya. Suatu Akta dikatakan sebagai Akta otentik jika terpenuhi syarat-syarat sesuai dengan pendapat Philipus M. Hadjon yaitu: 47 46 C.A.Kraan, De Authentieke Akte, (Gouda Quint BV, Arnhem 1984) hal 143 dan 201. 47 Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya Post

33 1. Bentuk Akta dan tata cara membuat Akta ditentukan oleh Undang-Undang. 2. Akta tersebut di buat di tempat di mana Pejabat yang berwenang itu membuat Akta. 3. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah Pembuktian dengan tulisan dapat dilakukan dengan Akta otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan. 48 Akta otentik mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, kesempurnaan Akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu dinilai atau ditafsir lain selain yang tertulis dalam Akta tersebut, sedangkan Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari pihak lain, 49 jika para pihak mengakuinya maka Akta dibawah tangan mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai Akta otentik. 50 jika salah satu pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal Akta tersebut dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebutdiserahkan kepada hakim. 51 Baik alat bukti otentik maupun Akta dibawah tangan keduanya harus memenuhi rumusan sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat para pihak yang membutanya (Pasal 1338 KUHPerdata), sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak (Pacta sunt servanda) Januari 2001 hal 3 dalam Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia ( Tafsir Tematik Terhadap UU No 30 Tentang Jabatan Notaris), hal. 126. 48 Pasal 1867 KUHPerdata 49 M.Ali Budiarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, (Jakarta: Swa Justitia, 2004), hal 145 50 Pasal 1875 KUHPerdata 51 M. Ali Budiarto, Opcit, hal 136

34 Pada Akta otentik berlaku ketentuan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat diatas tandatangan mereka. Namun terdapat kekecualian atau pengingkaran atas kekuatan pembuktian formal ini. Pertama, pihak penyangkal dapat langsung tidak mengakui bahwa tanda tangan yang dibubuhkan dalam Akta tersebut adalah tandatangan nya. Pihak penyangkal dapat mengatakan bahwa tandatangan yang dilihatnya sebagai yang dibubuhkan olehnya ternyata dibubuhkan oleh orang lain dan karenanya dalam hal ini terjadi apa yang dikenal sebagai pemalsuan tandatangan. Kedua, pihak menyangkal dapat menyatakan bahwa Notaris dalam membuat Akta melakukan suatu kesalahan atau kehilafan (ten onrechte) namun tidak menyangkal tanda tangan yang ada di dalam Akta tersebut. Artinya pihak menyangkal tidak mempersoalkan formalitas Akta namun mempersoalkan substansi Akta. Dengan demikian yang dipersoalkan adalah keterangan dari Notaris yang tidak benar. Pihak penyangkal tidak menuduh terdapat pemalsuan namun menuduhkan suatu kehilafan yang mungkin tidak disengaja sehingga tuduhan tersebut bukan pada kekuatan pembuktian formal melainkan kekuatan pembuktian material dari keterangan Notaris tersebut. Dalam membuktikan hal ini menurut hukum dapat digunakan sebagai hal yang berada dalam koridor hukum formil pembuktian. 52 Dengan demikian karakter yuridis Akta Notaris, yaitu : 1. Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undangundang (UUJN). 52 Wawancara dengan Risna Rahmi, Ketua Pengurus Wilayah Kota Medan, Pada Tanggal 1 Juli 2014

35 2. Akta Notaris dibuat karena ada permintaan para pihak, dan bukan keinginan Notaris. 3. Meskipun dalam Akta Notaris tercantum nama Notaris, tapi dalam hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam Akta. 4. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapa pun terikat dengan Akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam Akta tersebut. 5. Pembatalan daya ikat Akta Notaris hanya dapat dilakukan atas kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam Akta. Jika ada yang tidak setuju, maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke pengadilan umum agar Akta yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan alasan- alasan tertentu yang dapat dibuktikan. Akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya material yang dipakai untuk menerapkan tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya : 53 1. Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan. Hal ini berkaitan dengan (diantaranya) kewajiban bagi Notaris untuk membuat minuta Akta dan menyimpan minuta Akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notariswet di Nederland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu untuk 53 Herlien Budiono, Akte Notaris Melalui Media Elektronik,(Bandung : Ugrading- refresing course ikatan Notaris, 2003), hal 5-6

36 pembuatan Akta yang dipergunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat material untuk daya tahan penyimpanan arsip. 2. Ketahanan terhadap pemalsuan. Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan diat:as kertas dapat diketahui dengan kasat mata atau dengan menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hukum di antara mereka telah dilakukan dengan Akta yang menggunakan jenis kertas tertentu. 3. Originalitas. Untuk minuta Akta hanya ada satu Akta aslinya, kecuali untuk Akta yang dibuat in originali dibuat dalam beberapa rangkap yang semunya asli. 4. Publisitas. Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat Akta asli atau minta salinan daripadanya. Pengambilan atau permohonan permintaan tersebut berdasarkan ketentuan yang ada. 5. Dapat segera atau mudah dilihat (waarneembaarheid). Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya. 6. Mudah dipindahkan. Kertas dan sejenisnya dapat dengan mudah dipindahkan B. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris 1. Kewenangan Notaris Kewenangan Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) revisi

37 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan wewenang utama Notaris adalah membuat Akta otentik dan wewenang lainnya. Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris, ditentukan: 1. Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 2. Notaris berwenang pula: a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat Akta risalah lelang.

38 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang- Undangan. Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengatur jabatan yang bersangkutan. 54 Oleh karena wewenang yang ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka Notaris memperoleh wewenangnya secara atribusi karena diperintahkan atau dilahirkan oleh wewenang baru dalam Undang-Undang yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris. Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, maka kewenangan Notaris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: kewenangan umum Notaris, kewenangan khusus, dan kewenangan yang ditentukan kemudian. Kewenangan umum Notaris adalah membuat Akta otentik. 55 Wewenang utama Notaris adalah membuat Akta otentik, tetapi tidak semua pembuatan Akta otentik menjadi wewenang Notaris. Akta yang dibuat oleh Pejabat lain bukan menjadi wewenang Notaris, seperti Akta kelahiran, pernikahan, dan perceraian dibuat oleh Pejabat selain Notaris. Akta otentik yang berwenang dibuat oleh Notaris antara lain: membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, 54 Habib Adjie, Hukum Notaris Op. Cit, hal. 77-78. Wewenang dapat diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat. Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Wewenang delegasi adalah pemindahan atau pengalihan wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Wewenang mandat adalah menggantikan wewenang karena seseorang yang berkompeten berhalangan. 55 Zilpiero, Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Notaris Dalam UUJN, http: //zulpiero.wordpress.com/2010/04/26/kewenangan-kewajiban-dan-larangan-notaris-dalam-uujn/, diakses Tanggal 1 Juli 2013.

39 perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik. Sedangkan kewenangan khusus Notaris dalam Pasal 15 ayat (2) Undang- Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, antara lain: 1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; 6. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. Membuat Akta risalah lelang. Terdapat pula kewenangan khusus Notaris lainnya yaitu membuat Akta dalam bentuk in originali, yaitu Akta-Akta: 56 1. Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun. 2. Penawaran pembayaran tunai. 3. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga. 4. Akta kuasa. 5. Keterangan kepemilikan. 6. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewenangan membuat Akta in originali tersebut di atas tidak dimasukkan dalam wewenang khusus dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, tetapi wewenang ini dimasukkan menjadi kewajiban Notaris sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris. Menurut Habib Adjie, dilihat secara substansi Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan 56 Ibid, hal. 82.

40 Notaris harus dimasukkan menjadi kewenangan khusus Notaris ke dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, sebab tindakan hukum yang dilakukan oleh Notaris dipastikan membuat Akta tertentu dalam bentuk in originali. Selain wewenang khusus tersebut, Notaris juga memiliki kewenangan khusus lainnya seperti yang ditentukan dalam Pasal 51 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, yaitu Notaris berwenang membetulkan kesalahan tulis - dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani dengan cara membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan Nomor Akta berita acara pembetulan, serta membuat salinan Akta berita acara pembetulan tersebut wajib disampaikan kepada para pihak. Pelanggaran terhadap ketentuan diatas mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat pada Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, mengandung prinsip ditentukan kemudian (ius constituendum) berdasarkan ketentuan perundang- Undangan. Wewenang jenis ini akan muncul di tentukan di kemudian hari. Tentunya kewenangan itu bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh legislatif maupun eksekutif atau keputusan badan atau Pejabat tata usaha negara di tingkat

41 pusat dan daerah mengikat secara umum. 57 Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan tertentu harus ada aturan hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Jika seorang Notaris melakukan tindakan di luar wewenangnya yang telah ditentukan, maka dapat dikategorikan bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan melanggar hukum. 58 Sebagaimana di atas bahwa wewenang utama Notaris adalah membuat Akta dan Akta yang dibuatnya merupakan Akta otentik. Selain wewenang Notaris yang ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, ada lagi wewenang lainnya yang terdapat di luar atau Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, yaitu Notaris berwenang membuat: 1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW). 2. Akta berita acara tentang kelalaian Pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW). 3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan 1406 BW). 4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 WvK). 5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah). C. Asas-Asas Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris Asas-asas yang terkandung di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris antara lain adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas kepercayaan, asas kehatihatian, dan asas profesionalitas yaitu : 57 Ibid, hal. 83. 58 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 23.

42 1. Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hukum terdapat pada bagian konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan bahwa: Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. 59 Selanjutnya, Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. 60 Dan asas ini menyebutkan bahwa Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. 61 Dalam pengaturan Undang-Undang Jabatan Notaris juga ditentukan asas ini dan berulang-ulang pada bagian penjelasan umum Undang-Undang Jabatan Notaris. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 menentukan: Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta-Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 59 Konsideran huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). 60 Ibid., konsideran huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris. 61 Ibid., konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris.

43 Kepastian hukum sebagai jaminan akan perlindungan hukum bagi para pihak. 62 Pelaksanaan jabatan Notaris sebagai Pejabat publik yang berwenang membuat Akta otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Jasa Notaris dalam proses pembangunan dan proses hukum di pengadilan merupakan kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak, karena Akta otentik yang dibuat Notaris adalah bukti sempurna di sidang pengadilan. 63 Tujuan pelaksanaan tanggung jawab Notaris adalah untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, mengatakan keadilan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari hukum sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan (kepastian). 64 Pandangan ini mendasarkan keadilan sebagai tujuan yang hendak dicapai dari kepastian hukum, dengan perkataan lain kepastian hukum akan berimplikasi pada keadilan. berikut: 65 Implementasi asas kepastian hukum menuntut terpenuhinya hal-hal sebagai a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, berarti tindakan pemerintah dan pejabatnya 62 A. Kohar, Op. Cit., hal. 64. 63 Wawancara dengan Agustinus, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Pada Tanggal 16 September 2014 64 Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 52-53. 65 Putri A.R., Op. cit., hal. 22.

44 bertumpu pada PerUndang-Undangan dalam kerangka konstitusi. b. Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan. c. Syarat PerUndang-Undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut (non retroaktif). d. Peradilan bebas, terjaminnya objektifitas, imparsialitas, adil, dan manusiawi. Persoalan kepastian hukum bukan lagi semata-mata menjadi tanggung jawab.dalam diktum konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris ditentukan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Legalitas kewenangan kepada Notaris sebagai Pejabat publik dalam membuat Akta otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik. Notaris merupakan Pejabat publik yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang oleh Undang-Undang Jabatan Notaris diletakkan dasar hukum perlindungan bagi Notaris dan masyarakat yang membutuhkan Akta otentik

45 dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. 66 Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi kehidupan, di luar peranan negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi maupun yudikasi. Setiap orang tidak diperkenankan bertindak semena-mena. Sehubungan dengan hal tersebut, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam Akta otektik yang dibuatnya. 67 2. Asas Persamaan Asas persamaan mengharuskan adanya perlakuan yang sama terhadap semua pihak yang terlibat di dalam pembuatan Akta otentik khususnya kepada para pihak, Notaris tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya. Asas persamaan di hadapan hukum tidak disebutkan secara tegas di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, akan tetapi dapat dipahami bahwa setiap pelayanan hukum yang diberikan oleh Pejabat umum tidak dibenarkan membeda-bedakan (tidak berpihak) pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan. 68 Larangan tidak berpihak terdapat di dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai sumpah pada aliena ke-2, Pasal 16 ayat (1) huruf a revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang 66 Wawancara dengan Sherliwati, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Pada Tanggal 20 September 2014 67 Putri A.R., Op. cit, hal, 23. 68 Wawancara dengan Risna Rahmi, ketua Pengurus Wilayah INI Medan, pada Tanggal 1 Juli 2014

46 Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf e revisi Undang-Undang Jabatan Notaris. Sedangkan larangan tidak berpihak terdapat di dalam Kode Etik Notaris yaitu pada Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris. Sikap tidak berpihak ini mengandung aspek asas persamaan wajib dilaksanakan oleh setiap Notaris. Oleh karena itu, mengingat profesi Notaris merupakan jabatan publik, maka asas persamaan di hadapan hukum wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Bahkan dalam norma dasar yaitu dalam Undang- Undang Dasar 1945 69, asas persamaan diakui dalam konstitusi. Pengakuan asas persamaan di hadapan hukum demikian menunjukkan bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat). Negara Indonesia sebagai negara hukum menjamin segala hak warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan. Pelaksanaan tugas dan kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan berdasar pada hukum atau peraturan perundang-undangan. 70 Pada situasi yang sama setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum, dan pada situasi yang berbeda diperlukan pula perlakuan yang berbeda. Ketika terjadi perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya perlakuan itu merupakan ketidak-adilan yang serius. 71 Sumpah jabatan Notaris pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan, bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan menjalankan 69 Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (amandemen kedua). 70 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 29. 71 Wawancara dengan Agustinus, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Pada Tanggal 16 September 2014

47 jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya para penghadap, harus menerapkan Undang-Undang Jabatan Notaris secara sama pada situasi yang sama saat pelaksanaan pembuatan Akta otentik, tanpa membeda-bedakan mana si kaya dan si miskin, golongan minoritas maupun mayoritas, warna kulit, laki-laki maupun perempuan. 72 Asas persamaan di hadapan hukum disebutkan secara tegas dalam Pasal 3 ayat (16) Kode Etik Profesi Notaris, ditentukan, Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib: memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang dikecualikan, Notaris boleh menolak memberikan pelayanan jasa dalam membuat Akta otentik, antara lain: 73 a. Jika Notaris sakit sehingga, dipastikan tidak dapat memberikan jasanya. b. Jika Notaris cuti karena sebab yang sah. c. Jika Notaris karena kesibukannya sehingga tidak dapat meyalani yang lain. d. Jika surat-surat yang diperlukan untuk membuat Akta tidak diserahkan kepada Notaris. e. Jika penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya. 72 Wawancara dengan Sherliwati, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Pada Tanggal 20 September 2014 73 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: refika Aditama, 2008), hal. 87.

48 f. Jika yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan. g. Jika karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum. h. Jika pihak-pihak menghendaki Notaris membuat Akta dalam bahasa yang tidak disukainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga Notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh penghadap. Berdasarkan hal-hal yang mendasar dasar penolakan di atas, pengecualian asas persamaan dapat dipahami karena hal tersebut dibenarkan oleh hukum. Filosofinya adalah tidak semua hak akan dibenarkan oleh hukum tetapi hukum di dalam negara hukum harus pula membatasi hak-hak manusia dengan tujuan menciptakan suatu ketertiban dan keteraturan. 74 Konsekuensinya adalah jika Notaris akan menolak memberikan jasanya kepada yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus merupakan penolakan hukum atau dibenarkan oleh hukum, harus ada alasan atau argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangga pihak yang bersangkutan dapat memahaminya. 75 Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membedakan satu sama lain berdasarkan ekonomi, status sosial, dan lain-lain. Bahkan Notaris diwajibkan memberikan jasa hukum secara cuma-cuma, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris wajib memberikan 74 Wawancara dengan Sherliwati, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Pada Tanggal 20 September 2014 75 Ibid, hal. 87.

49 jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu dan Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dapat dikenai sanksi berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak hormat. Menurut Habib Adji, hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa Notaris tidak dapat memberikan jasa hukum kepada para penghadap. 76 3. Asas Kepercayaan 77 Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan kewajiban menjalankan tugas jabatan Notaris dan posisi Notaris itu sendiri sebagai orang yang dapat dipercaya. Pentingnya profesionalisme Notaris karena posisi Notaris dalam hal ini sebagai pemegang amanah (trustee), maka harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Teori yang melandasi ini dikenal dengan fiduciary duty theory adalah suatu teori tentang penerapan kewajiban yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang bagi seseorang yang memanfaatkan orang lain berkenaan dengan kepentingan pribadi orang lain yang diurus oleh pribadi lainnya untuk sesaat. 78 Posisi trustee mempunyai kewajiban melaksanakan amanah berdasarkan suatu standar kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan tugas dan 76 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 32. 78 Bismar Nasution, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank, Makalah yang Disampaikan pada Seminar Sehari: Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang Perbankan Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Perbankan, diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, Surabaya, tanggal 21 Februari 2008, hal. 4.

50 kewenangan yang dinyatakan oleh hukum. Seseorang pemegang kepercayaan (trustee) harus didasarkan pada kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Hubungan dalam fiduciary seperti pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian), termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya. 79 Jelas berdasarkan teori ini posisi Notaris adalah sebagai pemegang kepercayaan (rustee). Kedudukan Notaris diangkat berdasarkan Undang-Undang, melaksanakan tugas dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang, dan diberhentikan juga didasarkan pada Undang-Undang. 80 Kewajiban Notaris sebagai trustee jelas ditentukan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf f Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib menyimpan rahasia mengenai Akta otentik yang dibuatnya, merahasiakan keterangan atau pernyataan-pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan Akta otentik tersebut, kecuali Undang- Undang memerintahkannya untuk membuka rahasia tersebut dan memberikannya keterangan atau penjelasan kepada pihak berwajib yang memintanya. 81 79 Ibid, hal. 5. 80 Wawancara dengan Budiman Ginting, Majelis Pengawas Daerah Medan, Pada Tanggal 2 Juli 2014 81 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia..Op. cit., hal. 89.

51 4. Asas Kehati-hatian Asas kehati-hatian merupakan asas terpenting yang wajib diterapkan dalam kegiatan usahanya berdasarkan kepercayaan, lazimnya diterapkan pada dunia usaha perbankan yang disebut sebagai prudential banking, tujuannya untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, maka asas kehatihatian ini sebagai cara memberikan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. 82 Penerapan asas kehati-hatian sebagai upaya pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan. 83 Asas kehati-hatian dapat disandingkan dengan asas kepercayaan, sebab asas kehati-hatian dilaksanakan sehubungan dengan adanya orang percaya kepada orang lain. Sehingga asas kehati-hatian ini menghendaki seseorang dalam melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenang yang dinyatakan oleh hukum berdasarkan ketelitian dan mewajibkan bertindak seksama. 84 Ternyata dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris, ditemukan asas ini sebagai penafsiran dari bertindak seksama. Selengkapnya ditentukan dalam pasal tersebut, adalah: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Bertindak seksama 82 Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 144. 83 Ibid., hal. 146. 84 Wawancara dengan Budiman Ginting, Majelis Pengawas Daerah Medan, Pada Tanggal 2 Juli 2014

52 menjadi tumpuan asas kehati-hatian yang dimaksudkan di sini bersinonim dengan kecermatan. Pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan ini merupakan asas yang wajib dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Asas kecermatan bagi Notaris dalam pembuatan Akta, diwajibkan: 85 a. Mengenali para penghadap berdasarkan identitas yang diperlihatkan kepada Notaris. b. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para penghadap. c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para penghadap. d. Memberikan saran dan membuat kerangka Akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para penghadap. e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan Akta Notaris, seperti: pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta. f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Dalam pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan, Notaris wajib mempertimbangkan, melihat, memeriksa, semua dokumen yang diperlihatkan para penghadap kepadanya sebelum membuat Akta otentik yang diperlukan para penghadap. Termasuk meneliti semua bukti yang ada, mendengarkan keterangan, dan pernyataan para penghadap. Keputusan yang diberikan Notaris harus didasarkan pada argumentasi yuridis ketika menjelaskan prosedural kepada para penghadap, termasuk menjelaskan masalah-masalah hukum yang timbul di kemudian hari. 86 Pelaksanaan asas kehati-hatian selain kewajiban Notaris merupakan satu di 85 Habib Adjie, Sanksi Perdata, Op. Cit, hal. 86. 86 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia..Op. cit., hal. 188.

53 antara cara pemberian perlindungan tidak langsung diberikan oleh Notaris kepada para pihak atau para penghadap untuk mengantisipasi timbulnya risiko di kemudian hari baik risiko bagi para pihak maupun bagi Notaris itu sendiri, baik risiko kerugian materil maupun risiko immateril dan risiko hukum. 5. Asas Profesionalitas Pengertian profesi adalah bidang pekerjaan dengan keahlian khusus dan dilandasai pendidikan keahlian, keterampilan, dan kejujuran. 87 Notaris merupakan jabatan yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat khususnya dalam pembuatan Akta otentik. 88 Berdasarkan Undang- Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, maka Notaris merupakan satu di antara profesi hukum yang lain. 89 Seseorang dikatakan telah profesional, dipersyaratkan: 90 b. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. c. Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang memadai dan memiliki kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka dalam membaca siituasi, cepat dan cermat dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. 87 Supriadi, Op. Cit., hal. 16. 88 Diktum Dalam Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris. 89 Supriadi, Op. Cit., hal. 19. 90 Putri A.R., Op. cit., hal. 30.

54 d. Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang terbentang dihadapannya. e. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain, cermat dalam memiliki hal terbaik bagi perkembangan pribadinya. Liliana Tedjasaputro, mengatakan bahwa, sebagai perilaku profesi memiliki unsur-unsur sebagai antara lain: 91 a. Memiliki integeritas moral yang tinggi; b. Harus jujur terhadap klien maupun terhadap diri sendiri; c. Sadar akan batas-batas kewenangannya; dan d. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang. Profesionalisme menghendaki bagi Notaris harus peka, tanggap, mempunyai ketajaman berfikir, dan mampu memberikan analisis yang tepat terhadap setiap peristiwa hukum dan sosial yang muncul sehingga dengan begitu akan menumbuhkan sikap keberanian dalam mengambil tindakan yang tepat. 92 Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan perbuatan hukum yang benar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di samping itu Notaris dapat menolak dengan tegas pembuatan Akta yang bertentangan dengan hukum, moral, etika, dan kepentingan umum. 93 Asas profesionalitas dalam profesi Notaris mengutamakan keahlian 91 Liliana Tedjasaputro, Op. Cit., hal. 86. 92 Wawan Setiawan, Op. Cit., hal. 25. 93 Ibid, hal. 26.

55 (keilmuan) Notaris untuk menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris harus dilengkapi dengan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang diintegrasikan dalam pelaksanaan jabatannya. Profesional menghendaki seorang Notaris tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau melakukan tindakan yang bukan merupakan tugas dan wewenangnya. 94 D. Usaha yang Dapat Dilakukan Notaris Dalam Mencegah Terjadinya Pengingkaran Oleh Para Pihak Dalam Akta Notaris. a. Membacakan isi Akta Notaris Dalam kebiasaan berpraktek di lapangan, Notaris wajib membacakan Akta di hadapan para penghadap karena jika tidak dibacakan di hadapan para penghadap, maka Akta tersebut dapat dianggap sebagai Akta di bawah tangan, artinya Akta tersebut tidak dibuat oleh Pejabat yang berwenang (bukan Akta otentik). 95 Menurut Ira Koesoemawati dan Yunirman Rizan mengatakan: 96 Seorang Notaris wajib membacakan Akta di hadapan pihak yang meminta pembuatan Akta (klien) dan saksi-saksi. Setelah semua memahami dan menyetujui isi Akta lalu diikuti dengan penandatanganan Akta oleh semua yang hadir (Notaris, para pihak, dan saksi-saksi). Pembacaan Akta ini merupakan salah satu poin penting karena jika tidak dibacakan maka Akta yang anda buat dianggap sebagai Akta di bawah tangan. Notaris yang bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan memberikan kepastian kepada para pihak yang menghadap kepada Notaris. Akta 94 Wawancara dengan Agustinus, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Pada Tanggal 16 September 2014 95 Wawancara dengan Haiva Elisa, Notaris Medan, Pada Tanggal 20 Juni 2014 96 Ira Koesoemawati dan Yunirman Rizan, Op. cit., hal. 43.

56 otentik yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, maka Akta otentik dapat dijadikan sebagai pedoman bagi Notaris dan para pihak. 97 Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadapan para pihak dan juga para saksi merupakan Legalitas kewenangan Notaris sebagai Pejabat publik dalam membuat Akta otentik yang wajib dilakukan karena merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik dan merupakan perlindungan bagi Notaris akan tuntutan di suatu hari nanti. Jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 98 Mengenai pembacaan Akta memiliki arti dan tujuan pembacaan Akta di hadapan para penghadap, menurut Nuzuarlita Permata Sari Harahap: 99 Pembacaan Akta Notaris, merupakan kewajiban di mana pembacaan Akta dilakukan di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang. Pembacaan ini tidak diwajibkan kepada Notaris, apabila penghadap telah membaca sendiri dan mendapat penjelasan dari Notaris serta mengetahui isi dari Akta tersebut, dengan persyaratan khusus bahwa pada setiap halaman menita Akta itu wajib dibubuhkan paraf para penghadap dan saksi-saksi serta Notaris. Pembacaan yang dilakukan oleh Notaris maupun dibaca sendiri oleh para penghadap, bertujuan agar para penghadap yang menandatangani Akta mengerti aka isi dari Akta tersebut sehingga Akta Notaris benar-benar membuat kehendak atau 97 Putri A.R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, (Jakarta: Sofmedia, 2011), hal. 23. 98 Pasal 16 ayat 7 Undang-Undang jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 99 Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Op. cit., hal. 86.

57 sesuai dengan kehendak mereka yang menandatangani. Kewajiban Notaris membacakan Akta atau tidak dibacakan harus dicantumkan pada bagian akhir Akta. Tujuannya agar masing-masing pihak mengetahui apakah pada waktu pembuatan Akta tersebut dibacakan atau tidak. Hal ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim yang memeriksa Akta tersebut dalam pembuktian. Oleh karena sudah dibacakan, maka masing-masing para penghadap dianggap sudah tahu isi Akta tersebut. 100 b. Melaksanakan Seluruh Kewajiban Notaris. Sesuai dengan apa yang disumpahkan/dijanjikan Notaris pada saat pengambilan sumpah/janjinya, maka kewajiban Notaris yang akan dijalankannya itu sesuai yang ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, Kewajiban Notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, sumpah jabatan dengan bekerja secara jujur, mandiri, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab. 101 Secara khusus kewajiban Notaris diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris sesuai dengan sifat munculnya kewenangan Notaris dilahirkan karena Undang-Undang (kewenangan atribusi). 100 Wawancara dengan Risna Rahmi, Ketua Pengurus Wilayah Kota Medan Ketua Pada Tanggal 1 Juli 2014 101 Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Op. cit., hal. 86-87.

58 Dalam pembuatan Akta otentik maka Notaris wajib memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu dengan memperhatikan syarat subjektif dan objektif dari suatu perjanjian. karena jika syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan sepanjang ada permintaan dari orang-orang tertentu yang berkepentingan, dalam hal ini untuk mencegah pengingkaran oleh para pihak maka Notaris harus meminta penegasan dari para pihak yang berkepentingan bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Sedangkan jika syarat objektif yang tidak terpenuhi maka perjanjian dapat batal demi hukum (nietig) tanpa perlu permintaan para pihak dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada (inexistence) dan mengikat para pihak. Oleh karenanya Notaris harus teliti, cermat, dan tepat dalam menerapkan aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris yang berdasarkan UUJN, dan juga Notaris harus cermat dalam menerapkan aturan hukum yang berkaitan dengan isi Akta. 102 Kecermatan Notaris dalam menerapkan aturan hukum dalam isi Aktanya harus dapat membuktikan bahwa Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut yiatu secara lahiriah Akta tersebut memiliki kemampuan untuk membuktikan keabsahan sebagai Akta otentik dan parameternya adalah bahwa Akta tersebut dapat membuktikan bahwa tanda tangan para pihak baik yang ada pada minuta maupun salinan adalah benar-benar para pihak yang membuat perjanjian, dan jika ada pihak yang mengingkarinya maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan pada syarta-syarat 102 Habib Adjie, Menjalin Pemikiran Pendapat Tentang Kenotariatan, (Surabaya: IKAPI, 2013), hal 116-117

59 Akta Notaris sebagai Akta otentik bahwa secara lahiriah Akta yang menjadi objek gugatan bukan Akta Notaris. 103 Secara formal Akta yang dibuat oleh Notaris harus membrikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut benar dilakukan oleh Notaris dan diterangkan oleh para pihak yang menghadap pada saat tercantum dalam Akta sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam pembuatan Akta, yaitu secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian hari, tanggal, para pihak yang menghadap, saksi dan Notaris, membuktikan apa yang diihat, didengar, oleh Notaris. 104 Secara materill Akta yang dibuat Notaris harus dapat mebuktikan bahwa apa yang tercantum dalam Akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat Akta atau mereka yang mendapat hak dengan menuangkan segala kebenaran para pihak dan kebenaran keterangan para pihak. Jika ada pihak yang mengikari aspek materil dari Akta maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan dan menyatakan yang sebenarnya dalam Akta, untuk itulah selain menuangkan kebenaran yang diterangkan para pihak dalam Akta maka kewajiban Notaris dalam membacakan Akta adalah salah satu usaha menghadapi pihak yang mengingkari Akta tersebut. 105 Jika seluruh kewajiban Notaris telah dilakukan dengan baik yaitu sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris maka Notaris telah membentengin dirinya secara langsung terhadap pengingkaran para pihak suatu 103 Ibid, hal 125 104 Ibid, hal 126 105 Ibid, hal 127

60 waktu kelak. 106 c. Melekatkan Surat dan Dokumen Serta Sidik Jari Penghadap Pada Minuta Akta. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta merupakan hal yang harus dilakukan Notaris untuk melindungin dirinya terhadap pengingkaran para pihak suatu hari nanti dan hal ini sesuai dengan asas kehati-hatian dapat disandingkan dengan asas kepercayaan, sebab asas kehati-hatian dilaksanakan sehubungan dengan adanya orang percaya kepada orang lain. Sehingga asas kehatihatian ini menghendaki seseorang dalam melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenang yang dinyatakan oleh hukum berdasarkan ketelitian dan mewajibkan bertindak seksama. 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa persetujuan adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, dari pasal dapat dijadikan dasar bahwa dengan adanya sidik jari penghadap pada Minuta Akta, adalah sebagai bukti bahwa para pengahadap telah mengetahui dan setuju atas perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris. Seseorang mungkin dapat mengingkari ucapannya, identitasnya bahkan dapat terjadi pemalsuan tanda tangan, tetapi dengan adanya sidik jari maka tidak dapat memungkiri segala yang telah diperjanjikan. 108 106 Wawancara dengan Budiman Ginting, Majelis Pengawas Daerah Medan, pada tanggal 16 September 2014 107 Wawancara dengan Syarifah Fatimah, Notaris di Medan, Pada Tanggal 20 Juni 2014 108 Wawancara dengan Risna Rahmi, Ketua Pengurus Wilayah INI Medan, Pada Tanggal 1 Juli 2014