Saat Kau Jauh Ris, bersihkan kamarmu! Teriak ibuku dari dapur saat aku menutup pintu kamar. Aku baru saja pulang sekolah sore itu. Kamarku memang sangat berantakan. Kertas-kertas yang tidak aku gunakan serta buku yang aku pakai belajar kemarin malam masih berserakan di lantai, tempat tidurku berantakan, seprainya sudah tidak rapi lagi hasil dari kemalasanku beberapa hari ini. Aku sedang sibuk. Les-les untuk persiapan Ujian Akhir Nasional-ku sangat menyita perhatian. Aku mendengus kesal, apakah ibu tidak tahu kalau aku lagi capek banget? Dia yang selalu minta biar aku rajin belajar dan bisa lulus ujian dengan baik. Aku tak sempat mengerjakan itu semua. Malah dia yang menyuruh-nyuruhku! Huh. Meski enggan aku tetap memunguti kertas-kertas lecek dan membuangnya ke tempat sampah. Buku-buku aku kumpulkan dan ku tumpuk di atas meja belajar sehingga membuat meja belajarku jadi penuh sesak, tak ada lagi space untuk bisa menulis disana. Jadi mungkin sebentar lagi, buku-buku itu akan berserakan di lantai seperti sebelumnya saat aku mengerjakan tugas sekolah yang seabrek. Tempat sampah di kamarku sudah penuh, jadi aku keluar menuju dapur untuk membuang isinya ke kantong sampah yang sudah disiapkan ibu di sana. Setiap pukul 8 malam, petugas kebersihan akan mengambilnya di depan rumah. Kamarnya udah bersih kan? Tanya ibu sambil membalikkan tempe yang sedang dia goreng, aku hanya mengangguk pelan. Kamu mesti rajin bersihin kamar. Kamar cewek kok berantakan begitu, kayak kapal pecah aja!
Ibu mulai komentar panjang lebar lagi, aku buru-buru menghindar dengan kembali ke kamarku. Kalau aku tetap di dapur bisa-bisa omelan ibu menyerempet ke mana-mana. Ibuku kok cerewet banget sih, nggak capek apa ngomel-ngomel terus? Pikirku. Sabtu sore yang cerah itu aku duduk santai di teras rumah sambil membaca novel. Aku jarang punya waktu seperti ini, mumpung hari Sabtu, les libur dan besok adalah hari Minggu jadi aku bisa menyelesaikan novel yang sudah ku baca sejak seminggu yang lalu tapi belum kelar-kelar juga. Kalau ini bukan weekend ibu nggak akan ngebiarin aku kayak gini, dia pasti akan ngomel lagi. Adikku yang berumur 5 tahun bermain di halaman, aku tak tahu dia sedang sibuk apa, aku melihatnya bolak-balik ke keran air, tapi aku tak peduli. Ya ampun, Chira.. Ibu tiba-tiba muncul dari dalam dan berseru keras, membuatku kaget setengah mati. Chira yang sibuk bermain ikut terpaku, mainannya yang telah terisi air terlepas dari genggaman tangan kecilnya. Pakaiannya bagian depan basah. Aduh, kenapa main air? Chira jadi basah kan? Kata ibu lalu berpaling padaku yang tertawa kecil. Kakak juga nggak tahu jagain adik. Kenapa dibiarin aja Chira main air begitu. Kalau adikmu masuk angin gimana? Loh, kok? Kenapa jadi aku yang salah sih. Aku kan cuma berada di tempat dan waktu yang salah! Bukan salahku dong kalau Chira main air. Aku disini cuma kebetulan duduk dan baca novel, ibu nggak bilang tuh kalau aku harus jagain Chira main. Aku menggerutu dalam hati. Tawaku berganti cemberut. Chira sini.. Panggil ibu, Chira mendekati ibu takut-takut. Saat dia menginjak lantai, kakinya yang kotor terkena air bercampur tanah malah ikut mengotori lantai. Ibu lalu menggendongnya. Rissa bersihin lantainya! Kata ibu berlalu, aku merengut kesal. ***
Sambil menghentak-hentakkan kaki kesal aku mengepel lantai dengan sangat tidak ikhlas. Bukan aku yang mengotori lantai tapi aku yang harus membersihkannya. Menjengkelkan sekali. Aku ingin segera kuliah dan sebisa mungkin untuk sewa kamar kost saja di dekat kampus. Aku capek terus-terusan mendengar omelan ibu tentang apa saja. Mengatur-aturku padahal aku sudah 17 tahun dan sebentar lagi akan kuliah. Harusnya yang paling mengerti aku kan ibu, tapi nyatanya malah seperti ini. Enak kali yah kalau Ibu nggak ada dirumah? Keinginanku terkabul. Malam harinya, ibu mendapat kabar dari Tante Kuni kakaknya ibu bahwa mertua Tante meninggal. Ibu dan Ayah langsung berangkat dan akan kembali esok hari. Chira tidak ikut karena takutnya Chira malah masuk angin kalau melakukan perjalanan malam hari. Maka adikku itu dititipkan padaku. Aku akan menguasai rumah hari ini, tidak perlu melakukan apapun yang biasa ibu omelkan, aku bebas. Meski cuma semalam aku tetap senang. Tak apa ada Chira, tinggal di tidurkan saja, beres! Setelah ibu dan ayah berangkat aku mengunci semua pintu dan jendela. Ini hari pertamaku menginap di rumah sendirian dan aku bahkan tak merasa takut sama sekali, melainkan excited. Aku membawa Chira ke kamarnya, membacakan dongeng sampai dia tertidur. Setelah itu aku menonton DVD di ruang tengah. Aku punya DVD yang ku pinjam dari Vita minggu lalu tapi belum pernah sempat aku tonton, inilah saat yang tepat. *** Setelah bosan menonton, aku mematikan TV dan kembali ke kamarku. Sepi sekali rasanya. Aku jadi tidak bersemangat. Aku melirik jam di dinding pukul 22.45. Kalau jam segini lampu kamarku belum padam, ibu pasti akan nyap-nyap lagi dan menyuruhku segera tidur. Aku menunggu ibu memarahiku tapi aku tidak mendengar suaranya.
Hanya hening. Ibu tidak ada di rumah. Aku mendadak kangen ibu. Aku kangen saat dia memarahiku, ocehannya tentang banyak hal, anak gadis tidak bisa seperti ini, anak gadis tak boleh seperti itu. menyebalkan memang tapi ngangenin ternyata. Kenapa waktu berputar lama sekali? Aku ingin segera esok hari dan ibu pulang lalu mengomel lagi. Kali ini aku akan mendengarkannya dan menurut. Karena tak bisa tidur aku keluar kamar menuju dapur untuk membuat segelas susu hangat. Mungkin dengan begitu aku akan cepat terlelap nantinya. Sebelumnya aku mengambil ponselku yang sedang aku charger di dekat TV tadi, baru beberapa langkah menuju dapur aku kembali berbalik lalu mencabut chargeran ponselku dari stop kontak. Ibu selalu memarahiku karena hal itu. Kalau habis charger ponsel, chargerannya di cabut dong biar hemat listrik. Bukan karena tagihan listrik mahal tapi karena pasokan listrik terbatas. Kalau pasokan listrik habis, uang yang mau dibakar biar TVnya nyala? saat itu aku sangat-sangat kesal. Tapi hari ini, saat mengenang kembali kata-kata Ibu, aku sedih karena digerogoti rasa kangen yang membuncah. Setelah mematikan lampu dapur, aku masuk ke dalam kamar. Kamar Ibu. Aku bisa mencium aroma Ibu melingkupi kamar itu dengan pekat. Sedikit bisa mengobati rasa kangenku. Aku merebahkan tubuhku ke tempat tidur. Ini ranjang yang tiap hari ibu tiduri. Hangat sekali. Kakak.. Aku berbalik mendengar suara Chira di belakangku. Kok bangun? Tanyaku, dia merangkak naik ke tempat tidur lalu bergelung disampingku. Ibu kapan pulang? Kenapa lama sekali? Aku terdiam mendengar kata-katanya. Dia juga sama tidak tenangnya denganku. Dia juga kangen Ibu. Aku mendekapnya dan mengelus pelan rambutnya.
Ibu pasti pulang kok, tungguin aja! Chira tidur yah, udah malam Kataku menenangkan. Aku kangen Ibu, Kak! Suaranya parau, membuat air mataku tiba-tiba ingin menitik tapi berusaha aku tahan. Ibu pasti juga kangen kita, Ibu akan segera pulang. Ayo pejamkan matanya. Ibu marah loh kalau Chira tidurnya telat. Dia menutup matanya rapat. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua lalu mendekapnya makin erat. Aku juga memejamkan mata berharap pagi segera menyapa. Ibu, cepat pulang yah!*** By Karina Sacharissa