PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS KAWASAN HUTAN DAN KAWASAN LINDUNG DALAM RANGKA ARAHAN PENATAAN RUANG DI KABUPATEN DELI SERDANG EKO NURWIJAYANTO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

this file is downloaded from

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 Perencanaan Kinerja

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Profil Wilayah Heart Of Borneo

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 KETENTUAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 12 Tahun 1998 TENTANG REVISI RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PEKANBARU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI Program PPSP 2015

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PASAMAN BARAT DINAS KEHUTANAN. Komplek Pertanian Sukomananti Padang Tujuah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat manusia. Dengan segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di bumi terutama bagi umat manusia. Nilai filosofi hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti dan hakekat yang terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu dan pengelolaan hutan lebih mengejar keuntungan ekonomi semata. Kawasan hutan secara fungsional mengandung arti sebagai suatu kesatuan lahan atau wilayah yang karena keadaan bio-fisiknya dan/atau fungsi ekonomisnya dan/atau fungsi sosialnya harus berwujud sebagai hutan (Suhendang, 2005). Karena sifatnya yang demikian itu, peruntukan lahan tersebut harus ditetapkan dan dipertahankan sebagai hutan untuk selamanya. Itulah sebabnya mengapa kawasan hutan secara yuridis diartikan sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah (pusat) untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Pasal 1 Butir 3 UU No. 41 Tahun 1999). Salah satu pemanfaatan ruang yang sangat penting adalah pemanfaatan ruang untuk sektor kehutanan. Data resmi terbaru yang diterbitkan Departemen Kehutanan menyatakan bahwa peruntukan secara hukum kawasan hutan adalah 120 juta hektar, atau sekitar 62% dari luas daratan Indonesia. Hal ini didasarkan pada proses harmonisasi dengan melibatkan Departemen Kehutanan dan Pemerintah Daerah dengan menggabungkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). Secara garis besar TGHK dimaksudkan sebagai kerangka acuan dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari untuk menentukan bentuk pengelolaan yang sesuai berdasarkan fungsi kawasannya. Pada

2 kenyataannya, penataan hutan menurut fungsinya dalam TGHK umumnya tidak sesuai dengan kondisi biofisik dan daya dukung wilayahnya. Hal ini disebabkan dalam perencanaan penatagunaan fungsi hutan tersebut tidak memperhatikan keragaman kondisi biofisik hutan disetiap wilayah, ukuran dan keakuratan data dan peta yang digunakan pada skala kecil, kurangnya lengkapnya data mengenai kondisi biofisik wilayah serta banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah yang dibuat hanya atas dasar kesepakatan berbagai pihak untuk kepentingan berbagai sektor di daerah. Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan Menilik dari sudut pandang penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ruang kehidupan yang nyaman mengandung pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan mengandung pengertian dimana kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga bagi generasi yang akan datang. Keseluruhan tujuan ini diarahkan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera; mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dalam konteks penataan ruang, sumberdaya hutan memiliki peran ganda yaitu peran untuk memperoleh manfaat ekonomi yang didefinisikan dalam

3 kawasan hutan produksi dan manfaat ekologi yang didelinasi sebagai kawasan hutan lindung dan hutan yang masuk dalam kawasan lindung lainnya seperti cagar alam, taman nasional, suaka margasatwa, dan lain-lain. Fungsi sumberdaya hutan yang sedemikian membawa konsekuensi pengelolaan hutan yang komprehensif dan melibatkan seluruh stakeholders, khususnya masyarakat yang berada di sekitar hutan itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, fungsi utama kawasan dalam penataan ruang dibedakan menjadi kawasan lindung dan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk budidaya atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam. Dalam kaitan inilah maka kegiatan evaluasi penataan ruang khususnya dibidang penatagunaan kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya memegang peranan penting dalam rangka mewujudkan ruang kehidupan yang menjamin tingkat produktifitas yang optimal dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan agar memberikan kenyamanan bagi masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability). Perumusan Masalah Seiring dengan berputarnya waktu dan dengan semakin variatif dan kompleksnya aktivitas kehidupan masyarakat, saat ini telah terjadi banyak perubahan meliputi perubahan pemanfaatan ruang bahkan sampai pada perubahan batas administrasi wilayah akibat pemekaran Kabupaten. Terkait dengan pemekaran wilayah ini, terhitung sejak tahun 2003, Kabupaten Deli Serdang telah mengalami perubahan wilayah seperti tercantum pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pemekaran Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Setelah Undang-undang tersebut dikeluarkan, secara administratif wilayah Kabupaten Deli Serdang berubah dari sebelumnya memiliki 33 Kecamatan menjadi 22 Kecamatan dengan luas wilayah keseluruhan 2.497,72 km 2 atau 249.772 ha.

4 Kabupaten Deli Serdang, yang secara administrasi terletak berdampingan langsung dengan Kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) secara fisik terus mengalami perubahan dalam penggunaan lahan baik langsung maupun tidak langsung dari perkembangan Kota Medan. Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan pantai timur Sumatera Utara yang memiliki topografi, kontur dan iklim yang bervariasi serta terdapat 5 (lima) daerah aliran sungai (DAS). Sebagai daerah hulu dan penyangga Kota Medan, tentu saja keberadaan ekologis, termasuk keberadaan hutan mempunyai arti yang sangat penting. Saat ini keberadaan hutan dan kawasn lindung lainnya di Kabupaten Deli Serdang telah mengalami kerusakan akibat meningkatnya aktivitas pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk, yang bila hal ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan permasalahan dimasa datang dan dapat menimbulkan akibat yang buruk di Kab. Deli Serdang, Kota Medan dan sekitarnya. Untuk itu upaya pelestarian fungsi ekologis dari hutan dan kawasan lindung lainnya harus terus dijaga demi keberlangsungan hidup kota medan dan sekitarnya. Upaya pemantapan kawasan hutan dan kawasan lindung merupakan prioritas utama yang harus segera dilakukan terutama bagi kawasan konservasi dan lindung, yang salah satunya adalah dengan melakukan analisis kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya di Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Dimanakah kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya yang secara kondisi biofisik harus tetap dipertahankan? 2. Bagaimana arahan pola penataan ruang kabupaten yang sesuai dengan kondisi biofisik wilayah dimaksud? 3. Apakah pengalokasian dan pemanfaatan ruang kawasan lindung di wilayah Kabupaten Deli Serdang yang tertuang dalam dokumen perencanaan tata ruang (RTRWP) Kabupaten dan Propinsi telah sesuai dengan kondisi fisiknya? 4. Apakah ada indikasi tekanan penduduk terhadap kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya di wilayah Kabupaten Deli Serdang?

5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya yang sesuai dengan kondisi biofisik dan harus tetap dipertahankan. 2. Menyusun arahan penataan ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan kondisi biofisik dimaksud. 3. Menganalisis adanya kemungkinan penyimpangan pemanfaatan fungsi kawasan lindung di wilayah Kabupaten Deli Serdang. 4. Mengetahui adanya indikasi tekanan penduduk terhadap keberadaan kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pemanfaatan ruang di Kabupaten Deli Serdang yang lebih menyelaraskan dengan kondisi biofisik wilayah.