PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat manusia. Dengan segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di bumi terutama bagi umat manusia. Nilai filosofi hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti dan hakekat yang terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu dan pengelolaan hutan lebih mengejar keuntungan ekonomi semata. Kawasan hutan secara fungsional mengandung arti sebagai suatu kesatuan lahan atau wilayah yang karena keadaan bio-fisiknya dan/atau fungsi ekonomisnya dan/atau fungsi sosialnya harus berwujud sebagai hutan (Suhendang, 2005). Karena sifatnya yang demikian itu, peruntukan lahan tersebut harus ditetapkan dan dipertahankan sebagai hutan untuk selamanya. Itulah sebabnya mengapa kawasan hutan secara yuridis diartikan sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah (pusat) untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Pasal 1 Butir 3 UU No. 41 Tahun 1999). Salah satu pemanfaatan ruang yang sangat penting adalah pemanfaatan ruang untuk sektor kehutanan. Data resmi terbaru yang diterbitkan Departemen Kehutanan menyatakan bahwa peruntukan secara hukum kawasan hutan adalah 120 juta hektar, atau sekitar 62% dari luas daratan Indonesia. Hal ini didasarkan pada proses harmonisasi dengan melibatkan Departemen Kehutanan dan Pemerintah Daerah dengan menggabungkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). Secara garis besar TGHK dimaksudkan sebagai kerangka acuan dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari untuk menentukan bentuk pengelolaan yang sesuai berdasarkan fungsi kawasannya. Pada
2 kenyataannya, penataan hutan menurut fungsinya dalam TGHK umumnya tidak sesuai dengan kondisi biofisik dan daya dukung wilayahnya. Hal ini disebabkan dalam perencanaan penatagunaan fungsi hutan tersebut tidak memperhatikan keragaman kondisi biofisik hutan disetiap wilayah, ukuran dan keakuratan data dan peta yang digunakan pada skala kecil, kurangnya lengkapnya data mengenai kondisi biofisik wilayah serta banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah yang dibuat hanya atas dasar kesepakatan berbagai pihak untuk kepentingan berbagai sektor di daerah. Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan Menilik dari sudut pandang penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ruang kehidupan yang nyaman mengandung pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan mengandung pengertian dimana kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga bagi generasi yang akan datang. Keseluruhan tujuan ini diarahkan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera; mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dalam konteks penataan ruang, sumberdaya hutan memiliki peran ganda yaitu peran untuk memperoleh manfaat ekonomi yang didefinisikan dalam
3 kawasan hutan produksi dan manfaat ekologi yang didelinasi sebagai kawasan hutan lindung dan hutan yang masuk dalam kawasan lindung lainnya seperti cagar alam, taman nasional, suaka margasatwa, dan lain-lain. Fungsi sumberdaya hutan yang sedemikian membawa konsekuensi pengelolaan hutan yang komprehensif dan melibatkan seluruh stakeholders, khususnya masyarakat yang berada di sekitar hutan itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, fungsi utama kawasan dalam penataan ruang dibedakan menjadi kawasan lindung dan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk budidaya atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam. Dalam kaitan inilah maka kegiatan evaluasi penataan ruang khususnya dibidang penatagunaan kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya memegang peranan penting dalam rangka mewujudkan ruang kehidupan yang menjamin tingkat produktifitas yang optimal dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan agar memberikan kenyamanan bagi masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability). Perumusan Masalah Seiring dengan berputarnya waktu dan dengan semakin variatif dan kompleksnya aktivitas kehidupan masyarakat, saat ini telah terjadi banyak perubahan meliputi perubahan pemanfaatan ruang bahkan sampai pada perubahan batas administrasi wilayah akibat pemekaran Kabupaten. Terkait dengan pemekaran wilayah ini, terhitung sejak tahun 2003, Kabupaten Deli Serdang telah mengalami perubahan wilayah seperti tercantum pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pemekaran Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Setelah Undang-undang tersebut dikeluarkan, secara administratif wilayah Kabupaten Deli Serdang berubah dari sebelumnya memiliki 33 Kecamatan menjadi 22 Kecamatan dengan luas wilayah keseluruhan 2.497,72 km 2 atau 249.772 ha.
4 Kabupaten Deli Serdang, yang secara administrasi terletak berdampingan langsung dengan Kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) secara fisik terus mengalami perubahan dalam penggunaan lahan baik langsung maupun tidak langsung dari perkembangan Kota Medan. Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan pantai timur Sumatera Utara yang memiliki topografi, kontur dan iklim yang bervariasi serta terdapat 5 (lima) daerah aliran sungai (DAS). Sebagai daerah hulu dan penyangga Kota Medan, tentu saja keberadaan ekologis, termasuk keberadaan hutan mempunyai arti yang sangat penting. Saat ini keberadaan hutan dan kawasn lindung lainnya di Kabupaten Deli Serdang telah mengalami kerusakan akibat meningkatnya aktivitas pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk, yang bila hal ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan permasalahan dimasa datang dan dapat menimbulkan akibat yang buruk di Kab. Deli Serdang, Kota Medan dan sekitarnya. Untuk itu upaya pelestarian fungsi ekologis dari hutan dan kawasan lindung lainnya harus terus dijaga demi keberlangsungan hidup kota medan dan sekitarnya. Upaya pemantapan kawasan hutan dan kawasan lindung merupakan prioritas utama yang harus segera dilakukan terutama bagi kawasan konservasi dan lindung, yang salah satunya adalah dengan melakukan analisis kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya di Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Dimanakah kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya yang secara kondisi biofisik harus tetap dipertahankan? 2. Bagaimana arahan pola penataan ruang kabupaten yang sesuai dengan kondisi biofisik wilayah dimaksud? 3. Apakah pengalokasian dan pemanfaatan ruang kawasan lindung di wilayah Kabupaten Deli Serdang yang tertuang dalam dokumen perencanaan tata ruang (RTRWP) Kabupaten dan Propinsi telah sesuai dengan kondisi fisiknya? 4. Apakah ada indikasi tekanan penduduk terhadap kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya di wilayah Kabupaten Deli Serdang?
5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya yang sesuai dengan kondisi biofisik dan harus tetap dipertahankan. 2. Menyusun arahan penataan ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan kondisi biofisik dimaksud. 3. Menganalisis adanya kemungkinan penyimpangan pemanfaatan fungsi kawasan lindung di wilayah Kabupaten Deli Serdang. 4. Mengetahui adanya indikasi tekanan penduduk terhadap keberadaan kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pemanfaatan ruang di Kabupaten Deli Serdang yang lebih menyelaraskan dengan kondisi biofisik wilayah.