HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMULASI PRODUK DAN PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp.aizawai DARI LIMBAH INDUSTRI TAHU SKRIPSI

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

KAJIAN PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp israelensis PADA MEDIA TAPIOKA ABSTRACT

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kupersernbahkan karya kecil ini mtuk : Ayahanda, Ibunda dan Aa Dadi

Kupersernbahkan karya kecil ini mtuk : Ayahanda, Ibunda dan Aa Dadi

Pengeringan Untuk Pengawetan

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TAHU SEBAGAI SUBSTRAT. Oleh :

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang

KAJIAN RASIO C/N TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA

PROSES FERMENTASI. Iman Rusmana. Departemen Biologi FMIPA IPB

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. acar, asinan, salad, dan lalap (Sumpena, 2008). Data produksi mentimun nasional

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

Pengawetan pangan dengan pengeringan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bawang daun adalah salah satu sayuran yang diminati

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

Proses Pembuatan Madu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang khusus dari masyarakat dilingkungan sekitar. dapat dimanfaatkan salah satunya limbah ampas tahu.

KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. Beras adalah salah satu bagian paling penting di dunia untuk konsumsi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan dan Pengawetan Ikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

Tingkat Kelangsungan Hidup

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prinsip Dasar Pengolahan Pangan. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Kajian Keamanan Pangan (Center for Study on Food Safety) Universitas Udayana

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

KAJIAN MIKROENKAPSULASI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis INDRA BAYU NAFARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

Matakuliah Bioproses JASAD PEMROSES DAN PENGEMBANGAN GALUR PEMROSES. By: KUSNADI,MSI.

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. JUMLAH SPORA HIDUP (VSC) Viable Spore Count (VSC) digunakan untuk menganalisa jumlah spora hidup yang terkandung di dalam campuran spora kristal. Pembentukan spora tergantung pada kondisi lingkungan kultur. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971), bahwa pembentukan spora akan tumbuh pada lingkungan kultur yang tidak sesuai bagi sel. Hasil pengamatan jumlah spora hidup (VSC) sebelum dilakukan penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah spora hidup (VSC) setelah difermentasi dan di freeze drying Perlakuan VSC (spora/mg) Setelah Fermentasi 3.25 x 10 9 Setelah Tanpa Laktosa 9.25 x 10 7 Freeze drying Dengan Laktosa 1.45 x 10 8 Tabel 5. menunjukkan bahwa jumlah spora hidup (VSC) setelah pengeringan beku (freeze drying) mengalami penurunan, disebabkan oleh suhu yang rendah pada proses pengeringan beku dan terjadinya proses sublimasi. Tujuan pengeringan beku pada penelitian ini adalah preservasi mikroorganisme, agar produk bionsektisida Bta dapat disimpan lebih lama. Akan tetapi dalam prosesnya memang ada penurunan sejumlah mikroorganisme karena proses pembekuan. Dari hasil penelitian (Tabel 5) dapat dikatakan bahwa sebelum di freeze drying (pengeringan beku) VSC yang dihasilkan adalah 3.25 x 10 9 spora/mg, VSC yang dihasilkan setelah di freeze drying tanpa pelindung adalah 9.25 x 10 7 spora/mg, sedangkan VSC yang dihasilkan setelah di freeze drying dengan penambahan laktosa adalah 1.45 x 10 8 spora/mg. Oleh karena itu fungsi laktosa adalah sebagai pelindung. Karena ketika proses kering beku (freeze drying), sel-sel (kristal protein) tidak terganggu oleh kristal es yang terbentuk pada saat proses pembekuan. Pada pengeringan beku, produk tidak pernah bersentuhan dengan suhu tinggi dan struktur selularnya utuh karena dalam prosesnya air yang ada di dalam produk dibekukan terlebih dahulu dan dikeluarkan dengan proses sublimasi sehingga produk yang dihasilkan masih mempunyai volume, warna, dan aroma produk asli serta mempunyai rasio rehidrasi yang tinggi (Eshtiaghi et al., 1994). B. UJI TOKSISITAS BIOINSEKTISIDA Bta Tingkat mortalitas larva Croccidolomia binotalis (instar II) sebelum dilakukan penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai LC 50 terkecil didapat pada perlakuan setelah fermentasi, yaitu 0.22 mg/l. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai LC 50 dari Bta yang difermentasi pula pada media ampas tahu dan limbah cair tahu, yaitu sebesar 1.34 mg/l (Sarfat, 2010). Dari Tabel 6 dapat dihitung rasio LC 50 perlakuan contoh uji dengan Bactospeine sebagai standar, dengan menggunakan rumus : Rasio aktivitas bioinsektisida :

Tabel 6. Perbandingan tingkat mortalitas larva Croccidolomia binotalis (instar II), LC 50 dan potensi produk setelah di freeze drying untuk masing-masing perlakuan serta produk komersial. Setelah Freeze drying Perlakuan Mortalitas (%) 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 LC 50 (mg/l) Setelah Fermentasi 90 80 60 60 20 0.22 Tanpa Laktosa 100 85 70 45 10 0.25 Dengan Laktosa 100 85 70 45 10 0.25 Bactospeine 100 90 40 40 40 0.05 Produk bioinsektisida yang paling efektif adalah bioinsektisida dengan nilai LC 50 yang paling kecil, dengan rasio LC 50 yang paling besar. Nilai rasio LC 50 terbesar diberikan oleh perlakuan setelah fermentasi tanpa pengeringan beku, yaitu sebesar 0,227 kali (22,7 %) dari produk Bactospeine. Kecilnya rasio/persentase ini disebabkan karena Bactospeine dan contoh uji tidak diketahui tingkat kekentalannya. Hal ini disebabkan karena produk Bactospeine yang digunakan sebagai standar adalah produk komersial yang telah mengalami pemurnian, sehingga konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji. Selain itu, produk standar tersebut memiliki peluang adanya zat-zat impurities (pengotor), sehingga kemurniannya lebih tinggi daripada cairan kultur contoh uji. Walaupun tidak dilakukan pengujian dalam penelitian ini, namun hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Salamah (2002). Dari tabel 5 dan 6 dapat disimpulkan bahwa nilai LC 50, potensi produk dan tingkat toksisitas produk bioinsektisida tidak berkorelasi positif terhadap nilai jumlah spora hidup (VSC) bioinsektisida yang dihasilkan. Tidak selamanya bioinsektisida yang memiliki banyak jumlah kristal protein seiring dengan banyaknya spora yang dikandungnya. Hal ini disebabkan oleh adanya zat-zat impurities yang terbawa selama proses fermentasi karena produk bioinsektisida mempunyai tingkat impurities yang tinggi. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2005) pada Bt subsp. kurstaki, Rahayuningsih (2003) pada Bt subsp.israelensis, dan Morris et al. (1996) pada Bt subsp. aizawai. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971) toksisitas spora Bt terhadap serangga target dipengaruhi oleh strain bakteri dan keadaan serangga target. Pada penelitian ini strain yang digunakan adalah Bt subsp. aizawai (Bta) sedangkan strain pada Bactospeine yang digunakan sebagai standar adalah Bt subsp. kurstaki (Btk). Struktur kristal yang berbeda untuk setiap strain Bt berpengaruh pada toksisitas spora yang dihasilkan oleh sel Bt. Salah satu strain mungkin mempunyai ikatan yang mudah dipecah oleh enzim yang dihasilkan oleh serangga (Burgerjon dan Martouret 1971). Selain itu, ukuran molekul protein yang menyusun kristal (Burgerjon dan Martouret 1971) serta susunan molekul asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal protein (Tyrell et al. 1981) juga mempengaruhi toksisitas bioinsektisida. C. PENURUNAN MUTU PADA BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp. aizawai (Bta) Selama penyimpanan di berbagai suhu, produk mengalami perubahan mutu seperti tekstur, bentuk, dan warna. Parameter perubahan mutu yang diamati pada penelitian ini antara

lain VSC (jumlah spora hidup), penurunan toksisitas, dan potensi produk. Pengemasan juga memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Fungsi utama dari pengemasan antara lain menjaga produk akibat kontaminasi dari pengaruh lingkungan, melindungi produk terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan cahaya, mempunyai fungsi yang baik, efisien, dan ekonomis serta mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup serta memudahkan dalam tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi. 1. VSC (Jumlah Spora Hidup) VSC pada bioinsektisida Bta mengalami perubahan selama penyimpanan. Gambar 9 dan 10 menunjukkan perubahan VSC (jumlah spora hidup) pada bioinsektisida Bta yang dikemas dengan plastik metalized pada suhu 5 o C, 25 o C, dan 35 o C selama 1 bulan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 9. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC untuk produk freeze tanpa penambahan laktosa. Gambar 10. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC untuk produk freeze dengan penambahan laktosa. Dari Gambar 9 dan 10 dapat diketahui bahwa dari waktu kultivasi 36 jam, untuk perlakuan freeze drying baik dengan penambahan laktosa maupun tidak, log VSC tertinggi adalah yang disimpan pada suhu 5 o C berturut-turut yaitu 7.65 spora/mg dan 7.47 spora/mg. Hal ini disebabkan semakin rendah suhu pada pengeringan beku maka akan semakin tinggi

air yang disublimasi sehingga peluang spora hidup yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan produk yang disimpan pada suhu 25 o C, dan 35 o C. Semakin rendah suhu pengeringan beku, maka tekanan udara makin hampa sehingga air yang disublimasi lebih banyak. Bioinsektisida Bta dengan perlakuan pengeringan suhu paling rendah (5 o C) dan waktu pengeringan lebih lama akan mengeluarkan air lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya (25 o C, dan 35 o C), sehingga kemampuan menyerap air pada proses rehidrasi lebih besar pula. Hal diperkuat oleh pendapat Astuti (2009) yang menyatakan bahwa semakin besar nilai rasio rehidrasi, kemampuan produk kering menyerap air makin besar, tingkat elastisitas dinding sel makin baik dan sebaliknya. Karena efisiensi rehidrasi yang besar sangat diharapkan pada produk kering. Gambar 11. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC pada suhu 5 o C. Gambar 12. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC pada suhu 25 o C.

Gambar 13. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC pada suhu 35 o C. Gambar 11, 12, dan 13 menunjukkan bahwa laju penurunan log VSC (jumlah spora hidup) pada produk bioinsekstisida Bta dengan perlakuan freeze tanpa penambaha laktosa mengalami laju penurunan log VSC yang lebih tinggi dibandingkan pada produk freeze dengan penambahan laktosa. Hal ini membuktikan dengan adanya penambahan laktosa maka jumlah spora yang hidup semakin meningkat sehingga semakin tingginya potensi produk bioinsektisida Bta yang dihasilkan. 2. Pengaruh Suhu terhadap Potensi Produk Bta dan Penurunan Toksisitas Nilai LC 50 dan potensi produk pada bioinsektisida Bta mengalami perubahan selama penyimpanan. Pada Gambar 14, 15, 16, dan 17 dapat dilihat perubahan Nilai LC 50 dan potensi produk pada bioinsektisida Bta yang dikemas dengan plastik metalized pada suhu 5 o C, 25 o C, dan 35 o C selama 1 bulan. Data selengkapanya dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 14. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC 50 pada produk freeze tanpa penambahan laktosa.

Gambar 15. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC 50 untuk produk freeze dengan penambahan laktosa. Gambar 16. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada produk freeze tanpa penambahan laktosa. Gambar 17. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk freeze dengan penambahan laktosa. Gambar 14, 15, 16 dan 17 menujukkan bahwa suhu penyimpanan sangat mempengaruhi laju peningkatan LC 50 dan penurunan potensi produk bioinsektisida Bta yang dihasilkan. Semakin rendah suhu pada pengeringan beku maka akan semakin rendah air yang disublimasi sehingga peluang spora pada produk yang dimpan pada suhu 5 o C hidup yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan produk yang disimpan pada suhu 25 o C, dan 35 o C. Hal ini didukung pula oleh Vandekar dan Dulmage (1982) yang menyatakan

bahwa semakin kecil nilai LC 50 maka semakin tinggi tingkat toksisitasnya dan akan semakin tinggi mutu produk bioinsektisida yang dihasilkan. 3. Pengaruh Filler (Laktosa) terhadap Penurunan Toksisitas dan Potensi Produk Bta Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan LC 50 (mg/l) pada masingmasing suhu penyimpanan untuk produk freeze tanpa penambahan laktosa dan freze dengan penambahan laktosa dapat dilihat pada Gambar 18, 19, dan 20. Sedangkan grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan potensi produk (IU/mg) pada masingmasing suhu penyimpanan untuk produk freeze tanpa penambahan laktosa dan freze laktosa dapat dilihat pada Gambar 21, 22, dan 23. Gambar 18. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC 50 pada suhu 5 o C. Gambar 19. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC 50 pada suhu 25 o C.

Gambar 20. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC 50 pada suhu 35 o C. Gambar 21. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada suhu 5 o C. Gambar 22. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada suhu 25 o C.

Gambar 23. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada suhu 35 o C. Gambar 18, 19, dan 20 menunjukkan bahwa laju peningkatan LC 50 produk bioinsekstisida Bta dengan perlakuan freeze tanpa penambahan laktosa mengalami laju peningkatan LC 50 yang lebih tinggi dibandingkan pada produk freeze dengan penambahan laktosa. Demikian pula terjadi pada penurunan potensi produk pada gambar 21, 22, dan 23, produk bioinsekstisida Bt subsp. aizawai dengan perlakuan freeze tanpa penambahan laktosa mengalami laju penurunan potensi produk yang lebih tinggi dibandingkan pada produk freeze dengan penambahan laktosa. Hal ini membuktikan dengan adanya penambahan laktosa maka spora yang mati lebih sedikit. Karena laktosa merupakan karbohidrat yang memiliki fungsi enkapsulasi yang sangat baik, bahan aktif (δ-endotoksin) mampu teraktifasi cepat dalam saluran pencernaan serangga sasaran (Lakkis, 2007). Oleh karena itu dengan adanya penambahan laktosa maka akan terjadi peningkatan toksisitas dan potensi produk bioinsektisida Bta yang dihasilkan. Dengan meningkatnya potensi produk bioinsektisia Bta, maka produk bioinsekstisida Bta untuk perlakuan freeze dengan penambahan laktosa akan lebih tahan lama dibandingkan produk bioinsekstisida Bta dengan perlakuan freeze tanpa penambahan laktosa.