22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan adalah bagian tanaman yang memiliki sel yang aktif membelah, sebagai contoh bagian tanaman yang masih muda. Daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji atau tunas dapat digunakan sebagai bahan tanam in vitro. Upaya perbanyakan tebu secara in vitro telah banyak dilakukan melalui eksplorasi bahan tanam (eksplan) dan media tanam yang sesuai. Hal yang sama juga dilakukan pada in vitro terubuk. Eksplorasi sumber eskplan in vitro terubuk mengacu pada kultur in vitro tebu. Eksplan yang digunakan antara lain janggle bunga terubuk, tunas dari setek tanaman terubuk, daun muda yang masih menggulung dalam tunas, daun tua dan akar. Penggunaan eksplan tunas dari setek tanaman terubuk dan daun muda yang masih menggulung dalam tunas mempunyai tingkat kontaminasi yang tinggi. Kontaminasi bakteri terjadi setelah beberapa minggu eksplan ditanam dalam media prekondisi. Telah dilakukan tindakan pencegahan kontaminasi, dengan modifikasi proses sterilisasi yang lebih kompleks. Akan tetapi, kontaminasi tetap terjadi. Eksplorasi sumber eksplan in vitro tanaman terubuk diperluas. Penggunaan daun tua, akar, dan bunga terubuk digunakan sebagai sumber eksplan. Kontaminasi terjadi pada eksplan daun tua dan akar. Tingkat kontaminasi berkurang pada penggunaan bunga terubuk sebagai sumber eksplan. Hal ini disebabkan karena bunga terubuk dilindungi oleh pelepah/kelobot yang berlapis-lapis. Bagian bunga terubuk yang digunakan sebagai sumber eksplan adalah janggle bunga. Tabel 2 menunjukkan kemampuan bagian-bagian tanaman terubuk yang digunakan sebagai eksplan in vitro.
23 Tabel 2 Eksplorasi bahan tanam kultur in vitro terubuk Bagian tanaman % keberhasilan sterilisasi % kemampuan membentuk kalus % kemampuan membentuk tunas Bunga 90 90 90 Daun muda 10 0 0 Daun tua 10 0 0 Tunas 60 0 0 Akar 0 0 0 Keterangan: % dihitung dari jumlah total bahan tanam yang digunakan dibandingkan dengan jumlah total bahan tanam yang berhasil disterilkan, mampu untuk membentuk kalus dan tunas Tabel 2 menunjukkan bahwa bagian bunga tanaman terubuk ternyata mampu menghasilkan kalus dan tunas dengan tingkat kontaminasi terkecil (10 %). Bagian bunga terubuk yang dijadikan eskplan adalah janggle bunga yang berukuran 3-5 cm dari pangkal bunga. Eksplan bunga terubuk memiliki tingkat keberhasilan sterilisasi (90 %) dan tingkat kontaminasi terendah disebabkan karena bunga terubuk memiliki lapisan-lapisan atau kelobot yang melindungi janggle dari kontaminan luar. Proses sterilisasi yang beragam telah dilakukan guna mendapatkan bahan tanam yang steril. Penggunaan sterilan alkohol 96 % dengan menyemprotkan ke bunga terubuk dan membakarnya merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan bahan tanam yang steril. Induksi Kalus Janggle bunga terubuk digunakan sebagai eksplan dalam induksi kalus. Perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) 2,4-diclorophenoxy acetic acid (2,4-D) berpengaruh sangat nyata terhadap peubah waktu muncul kalus (MST), persentase terbentuknya kalus (%), dan bobot basah kalus (g), yaitu antara eksplan yang ditanam pada media yang mengandung 2,4-D dengan media tanpa 2,4-D (kontrol). Perbedaan konsentrasi 2,4-D tidak berpengaruh nyata terhadap peubah waktu muncul kalus. Penambahan 0,1 mg l -1 kinetin tidak memberikan perbedaan nyata terhadap peubah waktu muncul kalus (Tabel 3).
24 Tabel 3 Rataan waktu muncul kalus, persentase terbentuknya kalus dan bobot kalus (set pertama) Media perlakuan Waktu muncul kalus (MST) Persentase membentuk kalus (%) Bobot basah kalus (g) MS - - - MS+1 mg l -1 2,4-D 3,3 a 37,14 d 0,67 b MS+3 mg l -1 2,4-D 3,0 ab 67,85 bc 0,93 ab MS+5 mg l -1 2,4-D 3,1 a 49,29 cd 0,75 ab MS+1 mg l -1 2,4-D+ 0,1 mg l -1 kinetin 2,6 bc 71,43 ab 1,29 ab MS+3 mg l -1 2,4-D+ 0,1 mg l -1 kinetin 2,1 c 88,57 a 1,38 a MS+5 mg l -1 2,4-D+ 0,1 mg l -1 kinetin 2,4 c 54,28 bcd 0,64 b Keterangan: MST = minggu setelah tanam. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT dengan α=5%. Perlakuan induksi kalus terubuk dilakukan dalam dua set percobaan yang bertujuan untuk mengetahui konsistensi hasil yang didapat. Tabel 3 menunjukkan ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap persentase eksplan membentuk kalus. Eksplan dengan penambahan 0,1 mg l -1 kinetin memberikan persentase membentuk kalus lebih tinggi dibandingkan dengan eksplan dalam media tanpa penambahan kinetin. Semakin tinggi penambahan konsentrasi 2,4-D, memberikan pengaruh negatif terhadap peubah persentase eksplan membentuk kalus. Media yang mampu menginduksi pertumbuhan kalus tertinggi (88,57%), waktu tercepat dalam pembentukan kalus yaitu 2 MST dan bobot kalus tertinggi (1,38 g) adalah media MS dengan penambahan ZPT 3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 kinetin (Gambar 7A). Kombinasi kedua ZPT ini memberikan hasil terbaik pada ketiga peubah yang diamati. Tabel 4 Rataan waktu muncul kalus, persentase terbentuknya kalus dan bobot kalus (set kedua) Media perlakuan Waktu muncul kalus (MST) Persentase membentuk kalus (%) Bobot basah kalus (g) MS - - - MS+1 mg l -1 2,4-D 3,4 a 33,57 d 0,58 c MS+3 mg l -1 2,4-D 3,1 ab 64,29 bc 0,90 bc MS+5 mg l -1 2,4-D 3,4 a 51,43 cd 0,76 bc MS+1 mg l -1 2,4-D+ 0,1 mg l -1 kinetin 2,7 bc 75,00 ab 1,29 ab MS+3 mg l -1 2,4-D+ 0,1 mg l -1 kinetin 2,3 c 92,86 a 1,50 a MS+5 mg l -1 2,4-D+ 0,1 mg l -1 kinetin 2,7 bc 59,29 bc 0,65 c Keterangan: MST = minggu setelah tanam. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT dengan α=5%.
25 Tabel 4 menunjukkan konsistensi hasil yang sama dengan Tabel 3. Pada perlakuan media MS dengan penambahan ZPT 3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 kinetin mampu menginduksi persentase terbentuknya kalus tertinggi (92,86%). Media yang sama juga memberikan waktu terbentuknya kalus tercepat (2 MST) dan bobot kalus tertinggi (1,50 g). Kalus yang terbentuk berwarna putih kekuningan dan bertekstur remah (Gambar 7B). A B Gambar 7 Penampakan kalus dalam media MS + 3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 : A. set pertama; B. set kedua Beberapa penelitian melaporkan bahwa ZPT yang efektif digunakan untuk menginduksi kalus tanaman tebu adalah auksin (2,4-D) (Ananda 2004; Nurhasanah 2007; Behera & Sahoo 2009). Induksi kalus pada tanaman tebu dengan menggunakan media MS ditambah ZPT 3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 kinetin mampu menghasilkan bobot kalus dan persentase terbentuknya kalus tertinggi. Hasil penelitian Susiyanti (2008) menunjukkan bahwa media MS yang ditambah ZPT 3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 kinetin mampu menghasilkan diameter kalus yang terbentuk dan persentase eksplan membentuk kalus tertinggi yaitu 100 % pada 6 MST. Hal yang sama terjadi pada tanaman terubuk yang menggunakan media MS dengan penambahan ZPT 3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 kinetin mampu menghasilkan bobot kalus tertinggi. Kalus yang dihasilkan pada tahap induksi kalus ini kemudian diberi perlakuan induksi tunas dengan menggunakan media MS dengan penambahan ZPT 1; 3; 5; 10 mg l -1 kinetin. Setelah beberapa waktu, hanya terdapat 1 botol
26 perlakuan kalus yang mampu membentuk tunas (Gambar 8A), akan tetapi setelah disubkultur, tunas tersebut mati. Kalus lainnya tidak dapat membentuk tunas, karena pada saat disubkultur ke media induksi tunas, kalus membentuk akar (Gambar 8B). Hal ini terjadi pada kedua tahapan di atas, sehingga diperlukan adanya modifikasi perlakuan induksi tunas terubuk. A B Gambar 7 Perlakuan induksi tunas dari kalus terubuk; A. kalus membentuk tunas; B. kalus membentuk akar Induksi Tunas Perlakuan dilanjutkan dengan menginduksi tunas menggunakan media induksi tunas. Induksi tunas melalui kalus (organogenesis secara tidak langsung) ternyata tidak mampu menghasilkan tunas yang diharapkan, kalus langsung membentuk akar. Setelah dilakukan beberapa kali pengulangan, hanya akar yang terbentuk pada induksi tunas melalui kalus terubuk. Modifikasi perlakuan induksi tunas terubuk antara lain perlakuan lama waktu tanam dalam media kalus terbaik dan subkultur ke dalam media induksi tunas. Eksplan yang digunakan adalah janggle bunga terubuk yang baru, bukan kalus yang terbentuk dari percobaan 1. Eksplan ditanam pada media MS + 3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 kinetin selama 0 minggu (kontrol), 1, 2, 3, dan 4 minggu. Pada perlakuan kontrol, eksplan langsung ditanam ke media induksi tunas (organogenesis secara langsung) atau tanpa melalui media induksi kalus, sedangkan pada perlakuan lama waktu dalam media kalus 1, 2, 3, dan 4 minggu, eksplan membentuk kalus.
27 Perlakuan kedua yaitu perlakuan media induksi tunas, mampu menghasilkan tunas dari eksplan yang langsung ditanam dalam media induksi tunas. Eksplan yang telah membentuk kalus hasil perlakuan lama waktu tanam dalam media kalus 1, 2, 3, dan 4 minggu kemudian disubkultur ke media induksi tunas. Eksplan berkalus (Gambar 9A) dalam media induksi tunas (± 2 MST) ternyata tidak mampu membentuk tunas, yang terbentuk adalah akar pada keempat perlakuan (Gambar 9B). A B Gambar 9 Eksplan dalam perlakuan induksi tunas: A. eksplan berkalus pada perlakuan 3 MST dalam media kalus; B. kalus membentuk akar dalam media induksi tunas setelah 2 minggu kultur Eksplan terubuk yang ditanam dalam media kalus terlebih dahulu (1, 2, 3, dan 4 minggu) membentuk kalus, setelah disubkultur ke media induksi tunas ternyata tidak mampu membentuk tunas dan yang terbentuk adalah akar (Tabel 5). Hal ini berbeda dengan perlakuan in vitro tebu yang mampu menghasilkan tunas dari kalus. Percobaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan di dalam eksplan bunga terubuk, sudah banyak mengandung hormon auksin endogen, walaupun kalus diinduksi tunas, kalus tetap membentuk akar (Amien et al. 2007).
28 Tabel 5 Jumlah tunas yang terbentuk pada media induksi tunas Media* 1 mg l -1 BAP 30-40 Lama perlakuan dalam media kal (3 mg l -1 2,4-D + 0,1 mg l -1 kinetin) (MST) 0 1 2 3 4 + + + + 3 mg l -1 BAP 0 + + + + 5 mg l -1 BAP 0 + + + + 0,5 mg l -1 kinetin 0 + + + + 1 mg l -1 kinetin 0 + + + + 1,5 mg l -1 kinetin 20-30 + + + + 0,25 mg l -1 TDZ 50-80 + + + + 0,5 mg l -1 TDZ 0 + + + + 1 mg l -1 TDZ 0 + + + + Keterangan: (+) = eksplan berkalus dan berakar (*) = media yang digunakan adalah media MS telah ditambahkan 0,1 mg l -1 NAA dan 0,25 mg l -1 GA 3 Eksplan janggle terubuk yang langsung ditanam ke dalam media induksi tunas (perlakuan kontrol 0 minggu dalam media kalus) ternyata mampu membentuk tunas dalam waktu yang bersamaan (2 MST). Jumlah tunas terbanyak didapat pada perlakuan media MS + 0,25 mg l -1 TDZ (50-80 tunas) (Gambar 10). Gambar 10 Tunas yang terbentuk pada perlakuan MS + 0,25 mg l -1 TDZ
29 Hal ini disebabkan karena TDZ mempunyai aktivitas sitokinin yang kuat, dimana dalam konsentrasi rendah mampu menginduksi tunas dan merangsang pembelahan sel (Shan et al. 2000; Sugito et al. 2006). Hal yang sama juga dijelaskan oleh Karam & Al-Majathoub 2000, 75 % eksplan bagian bunga mampu untuk membentuk tunas dengan penambahan 0,22 mg l -1 TDZ. Interaksi TDZ dengan ZPT auksin NAA serta dengan penambahan GA 3 mampu menghasilkan induksi tunas tertinggi, dimana fungsi GA 3 antara lain untuk pertumbuhan batang dan pemanjangan sel. Hasil penelitian tentang kultur jaringan tebu telah banyak dilaporkan. Penelitian Ananda (2004), Nurhasanah (2007), Khan & Abdullah (2008) menunjukkan bahwa media MS dengan penambahan ZPT yang berupa auksin (0,1-2 mg l -1 NAA), sitokinin (0,5-2 mg l -1 BAP dan 0,1-1 mg l -1 kinetin), dan GA 3 (0,2-0,5 mg l -1 ) mampu menghasilkan jumlah tunas serta jumlah daun tertinggi sekitar 10-15 tunas dengan jumlah 7-11 daun pada umur 3-4 MST. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa 75% spesies tanaman membentuk tunas jika menggunakan kinetin atau BAP dengan konsentrasi antara 0,1-4,5 mg l -1 (Hendaryono & Wijayani 1994). Penggunaan eksplan tunas kotiledon tanaman kacang mampu menghasilkan 12 tunas per eksplan dengan penambahan 0,5 mg l -1 thidiazuron dalam media selama 14 hari kultur (Das et al. 1998). Menurut Sari (2005) BAP dengan kisaran konsentrasi antara 0,5-2,0 mg l -1 berperan dalam penggandaan jumlah tunas daripada pertambahan jumlah daun. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada terubuk, menunjukkan bahwa penambahan 1 mg l -1 BAP dalam media mampu menginduksi tunas sebanyak 30-40 tunas (Gambar 11A). Jumlah tunas yang didapat dari hasil penelitian Hiregoudar et al. 2003 adalah 20-32 tunas selama 5 bulan kultur dari eksplan buku (1 cm) dan potongan daun (5 x 5 mm) dengan penambahan 0,23 mg l -1. Penggunaan eksplan tunas dari rhizom Alpinia galanga dengan penambahan 3 mg l -1 kinetin pada media MS mampu untuk menginduksi tunas dengan tingkat keberhasilan 80 % (Borthakur et al. 1999). Hal yang sama juga dilakukan pada in vitro terubuk, penambahan 1,5 mg l -1 kinetin mampu menginduksi tunas sebanyak 20-30 tunas (Gambar 11B).
30 A B Gambar 11 Tunas yang terbentuk pada perlakuan: A. MS + 0,1 mg l -1 BAP ; B. MS + 1,5 mg l -1 kinetin Elongasi dan Induksi Akar Tunas terubuk (Gambar 12A) yang terbentuk dikelompokkan menjadi dua ukuran yaitu ukuran besar (1-3 cm) (Gambar 12B) dan ukuran kecil (0,5-1 cm) (Gambar 12C). Tunas yang berukuran kecil paling banyak terbentuk, namun tidak dapat bertahan hidup. Tunas tersebut akan berwarna kecoklatan dan mati pada umur 1 bulan atau setelah subkultur kedua. A B C Gambar 12 Ukuran tunas terubuk: A. tunas utuh; B. tunas berukuran 1-3 cm; C. tunas berukuran 0,5-1 cm
31 Tunas yang berukuran besar saja yang mampu bertahan hidup sampai menjadi planlet (tunas yang telah berakar) (Tabel 6). Tunas yang berukuran besar kemudian disubkultur ke media MS (kontrol) sebagai media pemanjangan tunas dan induksi perakaran sehingga akan terbentuk planlet, seperti disebutkan pada penelitian Sari (2005) agar tunas dapat tumbuh besar dan mampu membentuk planlet, perlu disubkultur ke media tanpa ZPT. Tabel 6 Rataan jumlah planlet yang terbentuk pada media MS (kontrol) Asal media * Jumlah planlet Set pertama Set kedua Tunas Planlet Tunas Planlet MS+ 1 mg l -1 BAP 5 3 5 4 MS+ 3 mg l -1 BAP 0 0 0 0 MS+ 5 mg l -1 BAP 0 0 0 0 MS+ 0,5 mg l -1 Kinetin 0 0 0 0 MS+ 1 mg l -1 Kinetin 0 0 0 0 MS+ 1,5 mg l -1 Kinetin 6 3 4 2 MS+ 0,25 mg l -1 TDZ 9 6 6 6 MS+ 0,5 mg l -1 TDZ 0 0 0 0 MS+ 1 mg l -1 TDZ 0 0 0 0 Keterangan: (*) = Media telah ditambahkan 0 1 mg l -1 NAA dan 0,25 mg l -1 GA 3 Tabel 7 Rekapitulasi jumlah planlet yang terbentuk pada media MS (kontrol) Media asal tunas* tunas yang planlet yang Persentase membentuk Panjang planlet(cm) diakarkan terbentuk planlet (%) 1 mg l -1 BAP 10 7 70 6,7±1,4 1,5 mg l -1 kinetin 10 5 50 7,5±1,9 0,25 mg l -1 TDZ 15 12 80 7,6±1,7 Keterangan: (*) = media yang digunakan adalah media MS telah ditambahkan 0,1 mg l -1 NAA dan 0,25 mg l -1 GA 3 Tabel 7 menunjukkan bahwa tunas terubuk berukuran besar (1-3 cm) yang disubkultur ke media MS (kontrol) dapat membentuk akar pada 4 minggu setelah subkultur. Jumlah tunas yang berukuran besar sangat terbatas dalam setiap perlakuan media. Hal ini disebabkan karena jumlah tunas yang berukuran kecil sangat banyak, sehingga tunas yang dapat diregenerasikan menjadi planlet sangat terbatas. Tunas yang telah membentuk akar disebut planlet (Gambar 13), siap untuk diaklimatisasi. Jumlah planlet terbanyak (12 planlet) dihasilkan media asal
32 tunas MS + 0,25 mg l -1 TDZ, dengan persentase menghasilkan planlet tertinggi yaitu 80 %. Gambar 13 Planlet terubuk dalam botol kultur Aklimatisasi Planlet yang terbentuk setelah 4 minggu dalam media MS kontrol, akar baru mulai terbentuk. Planlet dipindahkan dari media agar ke media aklimatisasi untuk mengetahui respon planlet setelah dipindahkan ke media tanah. A B C Gambar 14 Planlet terubuk: A. sebelum diaklimatisasi; B. setelah diaklimatisasi; C. planlet mati setelah berumur 2 minggu
33 Menurut Khan et.al (2008) planlet tebu yang dapat diaklimatisasi berukuran 8-10 cm. Planlet terubuk yang telah mencapai ukuran 8-10 cm (Gambar 14A) dapat dipindahkan ke media aklimatiasi (Gambar 14B). Respon planlet setelah setelah berumur 2 minggu dalam media tanah menunjukkan gejala kematian. Daun mulai menguning, pucat dan akhirnya mati (Gambar 14C). Hal ini dapat disebabkan karena kondisi planlet yang belum optimal untuk diaklimatisasi. Faktor asal media planlet tidak mempengaruhi tingkat keberhasilan hidup planlet dalam media aklimatisasi. Kondisi planlet yang belum optimal diduga karena jumlah dan panjang akar yang belum maksimal. Jumlah dan panjang akar planlet terubuk antara 3-6 akar dengan panjang antara 2-4 cm. Berdasarkan penelitian Nurhasanah (2007) penambahan 0,2 mg l -1 NAA + 0,25 mg l -1 IBA dalam media MS planlet tebu mampu menghasilkan jumlah akar 8-12 akar dan panjang akar 2-7cm. Jumlah akar planlet terubuk masih lebih kecil dibandingkan dengan planlet tebu diduga berpengaruh pada rendahnya tingkat keberhasilan hidup planlet dalam media aklimatisasi.