BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wellek dan Austin Warren (1989:3,11) berpendapat bahwa yang dikatakan sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sastra merupakan segala sesuatu yang tertulis dan tercetak. Selain itu, sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi. Pengertian sastra pada zaman Romantik (akhir abad ke-18 sampai pertengahan abad ke-19) mempunyai beberapa ciri, antara lain sastra dikatakan menyajikan sebuah sintesa antara hal-hal yang bertentangan. Pertentanganpertentangan tersebut bermacam-macam, ada pertentangan yang disadari dan ada yang tidak disadari, antara pria dan wanita, antara roh dan benda, dan seterusnya. Sastra juga dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak terungkapkan (terasakan, tetapi tidak terkatakan). Dalam sebuah teks sastra dapat dijumpai sederetan arti yang dalam bahasa sehari-hari tak dapat terungkapkan (Sangidu, 2004:33-34). Karya sastra menurut Sangidu (2004:41) merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya. Di dalam sastra berisi pengalaman-pengalaman subjektif pengarangnya, pengalaman subjektif seseorang (fakta individual atau libidinal), dan pengalaman sekelompok masyarakat (fakta sosial). Salah satu dari banyak genre sastra adalah sastra anak. Untuk mendefinisikan sastra anak tidak dapat dilakukan secara tunggal. Pakar sastra 1
2 anak pun mendefinisikannya menurut perspektif yang berbeda. Akan tetapi, apabila semua definisi dirangkum, maka dapat dikatakan bahwa sastra anak adalah sastra yang ditulis dan diciptakan secara khusus untuk dibaca oleh pembaca anak (Oittinen, Hunt, Mitchell, Lukens, via Udasmoro dkk, 2012:22). Cerita anak merupakan salah satu genre dalam sastra anak. Sastra anak juga disebutkan memiliki bermacam bentuk, di antaranya adalah komik, novel grafis, buku cerita berilustrasi, buku cerita bergambar, dongeng, fabel, cerita fiksi, cerita fantasi, dan lainnya. Empat genre yang disebut pertama bercerita dengan menggunakan unsur teks verbal dan teks visual (Udasmoro, dkk, 2012:22,32). Sebuah buku dapat dipandang sebagai sastra anak jika citraan dan metafora kehidupan yang dikisahkan, baik dalam hal isi maupun bentuk dapat dijangkau dan dipahami oleh anak sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya. Anak yang dimaksudkan dalam sastra anak itu adalah orang yang berusia 0 tahun sampai sekitar 12 atau 13 tahun, atau anak yang sudah masuk dalam masa remaja awal (Nurgiyantoro 2013a:6,12). Karya sastra anak mempunyai struktur yang berupa unsur-unsur instrinsik yang menyusun cerita tersebut seperti halnya dengan karya sastra lainnya. Akan tetapi, struktur karya sastra anak berbeda dengan karya sastra dewasa. Sastra anak terbatas dari sisi isi dan bentuk. Hal itu disebabkan oleh pengalaman yang masih sedikit pada anak-anak sehingga hal-hal yang dapat dipahami oleh anak pun terbatas. Sastra anak juga terbatas dalam hal bahasa dan teknik penceritaannya. Dengan kata lain, karakteristik sastra anak adalah sederhana. Sederhana dalam bahasa, struktur kalimat, kosakata, dan pengungkapan dalam teknik
3 penceritaannya. Dari sisi alur, tokoh, dan hubungan antarunsurnya merupakan suatu hal yang sederhana, mudah dipahami, dan diimajinasikan oleh anak-anak (Nurgiyantoro, 2013:9). Cerita al-ami>ratu was -S u ba>nu Seorang Putri dan Seekor Ular merupakan salah satu cerita anak bergenre fiksi berupa dongeng yang ceritanya sesuai dengan imajinasi anak-anak. Cerita yang dikemas dalam empat puluh enam halaman ini memuat pesan-pesan moral disertai gambar untuk memudahkan anak menvisualisasikan alur ceritanya. Sebagai sebuah struktur, cerita al-ami>ratu was - S u ba>nu mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan dalam membangun makna. Oleh karena itu, untuk mengetahui unsur-unsur dan keterkaitannya, cerita ini akan dianalisis dengan menggunakan teori struktural. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah unsur-unsur instrinsik yang membangun cerita anak al-ami>ratu was - S u ba>nu dan keterkaitan antarunsur instrinsik dalam cerita tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui unsur-unsur instrinsik yang membangun cerita anak al-ami>ratu was -S u ba>nu dan keterkaitan antarunsur instrinsik dalam cerita tersebut. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai sastra anak sudah beberapa kali dilakukan. Terdapat penelitian mengenai cerita anak berupa disertasi yang ditulis oleh Bunanta (1998) berjudul Problematika Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak di Indonesia.
4 Penelitian tersebut meneliti dua puluh dua versi dongeng Bawang Merah Bawang Putih, sebuah dongeng yang bertipe Cinderella. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dari cerita rakyat dalam batas kemampuan anak, banyak dapat dipelajari inti masalah umat manusia dan dapat mengembangkan pandangan yang komprehensif tentang kehidupan. Elemen penyajian yang berpotensi memberi pengaruh pada makna cerita adalah unsur fantasi yang berkaitan dengan alur dan latar tempat, penokohan yang berkaitan dengan pengolahan tema dan gaya bahasa, serta moral cerita yang berkaitan dengan isi. Keberhasilan suatu penulisan kembali cerita rakyat untuk sebuah bacaan tergantung pada tiga aspek, yang pertama, yaitu mendayagunakan kreasi sehingga kreasi tidak hanya ditujukan pada alur yang dipusatkan pada kisah yang berkaitan dengan tema pokok. Kedua, ketrampilan mempertahankan sifat fantasi cerita rakyat sehingga kejadian yang ditampilkan berasal dari kehidupan yang dikenal pembaca, tetapi bukan dari kehidupan yang sebenarnya. Ketiga, penafsiran makna tidak dilihat dari lambang atau simbol yang terkandung. Dengan demikian, penulisan kembali cerita rakyat untuk bacaan anak tidak menjadikannya bersifat kreatif destruktif, melainkan kreatif inovatif sehingga menciptakan citra tokoh yang lebih positif. Adapun penelitian mengenai sastra anak di jurusan Sastra Asia Barat sudah ditemukan setidaknya empat, yang pertama adalah Mustamin (2007) dalam skripsinya yang meneliti karya Muh{ammad At}iyyah Al-Ibra>syi> yang berjudul Al- Bintu wa Al-Asad. Skripsi tersebut menyimpulkan bahwa unsur-unsur instrinsik dalam cerita itu terdiri atas tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut pandang. Tema yang ditemukan adalah bahwa cinta sejati memerlukan
5 pengorbanan yang besar. Tokoh utamanya adalah seorang putri dengan beberapa tokoh tambahan lainnya. Cerita tersebut mempunyai alur yang mampu menunjukkan jati diri tokoh-tokohnya. Latar tempat yang digunakan adalah di sekitar Laut Merah. Latar waktunya secara umum adalah pada musim dingin. Adapun sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga serba tahu. Hubungan antar unsurnya saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain. Penelitian kedua dilakukan oleh Putri (2012) dalam skripsinya yang berjudul Unsur-unsur Instrinsik Cerita Anak Al-Ara>nib wa Bi'ru Al-Ma>' Karya Syiha>b Sult}a>n: Analisis Struktural. Skripsi tersebut menyimpulkan bahwa unsurunsur instrinsik dalam cerita itu terdiri atas tema dan moral, tokoh dan penokohan, alur, latar, stile dan nada, judul, ilustrasi, dan sudut pandang. Tema yang ditemukan adalah persaudaraan akan membuahkan rasa kepedulian untuk menolong saudaranya yang mengalami kesulitan tanpa memperdulikan perlakuan buruk di masa lalu. Tokoh utamanya adalah kelinci putih dengan beberapa tokoh tambahan lainnya. Cerita tersebut mempunyai alur yang mampu menunjukkan jati diri tokoh-tokohnya. Latar tempat dan waktu yang digunakan hanya berfungsi sebagai latar belakang saja karena penyebutannya yang secara umum dan tidak mendetail. Adapun sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga serba tahu. Hubungan antarunsurnya saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain. Penelitian ketiga dilakukan oleh Sari (2013) dalam skripsinya yang berjudul Unsur-Unsur Instrinsik Cerita Anak ar-ra> i> asy-syuja> Karya Muh{ammad At{iyyah al-ibra>syi>: Analisis Struktural. Skripsi tersebut menyimpulkan bahwa unsur-unsur instrinsik dalam cerita itu terdiri atas tokoh dan penokohan, alur,
6 latar, tema dan moral, sudut pandang, serta stile dan nada. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ada beberapa tokoh dalam cerita tersebut, yaitu tokoh utama protagonis, tokoh tambahan protagonis, dan tokoh tambahan antagonis. Tokoh utamanya adalah penggembala dengan beberapa tokoh tambahan lainnya. Cerita tersebut menggunakan pola alur progresif (linearkronologis). Latar pada cerita tersebut menggunakan latar netral, dengan latar tempat pada suatu negara yang dipimpin oleh seorang raja. Adapun moral dan tema yang terkandung adalah bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga mahatahu. Stile dan nada yang digunakan adalah stile sederhana dengan nada parodial yang pada umumnya memang digunakan dalam karya sastra anak. Hubungan antarunsurnya sangat erat dan saling mendukung. Penelitian keempat dilakukan oleh Vauzi (2014) dalam skripsinya yang berjudul Unsur-Unsur Instrinsik Cerita Anak At}fa>l al-ga>bah Karya Muh}ammad At}iyyah al-ibra>syi>: Analisis Struktural Robert Stanton. Skripsi tersebut menyimpulkan bahwa unsur-unsur instrinsik dalam cerita itu terdiri atas tokoh dan penokohan, alur cerita, latar, tema dan moral, sudut pandang, stile dan nada. Dalam cerita tersebut ada beberpa tokoh, yaitu tokoh utama protagonis, tokoh tambahan protagonis, dan tokoh tambahan antagonis. Alur yang digunakan dalam cerita tersebut adalah alur progresif (linear-kronologis) sehingga lebih mudah dipahami oleh anak-anak. Latar pada cerita ini menggunakan latar netral. Moral dan tema yang terdapat pada cerita anak ini adalah saling menyayangi dalam keluarga akan mengantarkan pada kebahagiaan bersama. Sudut pandang
7 pada cerita anak ini menggunakan sudut pandang orang ketiga mahatahu. Stile dan nada yang digunakan adalah stile yang sederhana dengan nada parodial yang pada umumnya memang digunakan dalam sastra anak. Hubungan antarunsurnya sangat erat dan saling mendukung. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut maka penelitian mengenai unsurunsur instrinsik dalam cerita anak al-ami>ratu was -S u ba>nu karya Muh{ammad At}iyyah al-ibra>syi> layak untuk dilakukan sebagai penambah khazanah penelitian dalam bidang sastra anak. 1.5 Landasan Teori Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori struktural menurut Teeuw (1984:135) adalah teori yang memusatkan perhatiannya pada karya sastra yang merupakan struktur yang unsur-unsurnya dapat dipaparkan secermat dan semendalam mungkin sehingga dapat dicari keterjalinan unsurunsurnya dan didapatkan makna yang menyeluruh. Menurut Stanton (2012:7-11) struktur dalam karya sastra meliputi tiga unsur, yaitu tema, fakta cerita yang terdiri atas karakter, alur, dan latar, serta sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, gaya dan tone, serta ironi. Makna penting dalam sebuah cerita dinamakan tema atau gagasan utama (Stanton, 2012:7). Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia atau suatu yang menjadikan pengalaman diangkat (Stanton, 2012:36). Tema mempunyai kekhususan dalam cerita anak, yaitu tema berhubungan dengan moral (Nurgiyantoro, 2013a:266). Adapun Nurgiyantoro (2013a:265) mengatakan bahwa moral dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin
8 disampaikan kepada pembaca. Sesuatu yang dominan dalam pembahasan sastra anak adalah unsur dan fungsi pendidikan yang disampaikan tanpa harus menghilangkan hal yang menyenangkan untuk anak. Itulah yang menjadi gagasan utama dari sastra anak, dan itu adalah moral. Sebuah cerita yang berakhir dengan menangnya tokoh putih itu berarti kemenangan moral. Fakta cerita menurut Stanton (2012:22) adalah hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Fakta dalam sebuah cerita meliputi karakter, alur, dan latar. Ketiga hal tersebut berfungsi sebagai catatan kegiatan imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua hal tersebut dinamakan struktur faktual atau tingkatan cerita. Stanton (2012:33) mengemukakan bahwa karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama yaitu, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua adalah karakter yang merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu. Adapun Nurgiyantoro (2013a:222) berpendapat bahwa tokoh cerita adalah pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur, baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang di ceritakan. Alur adalah rangkaian dalam sebuah cerita. Alur memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Dua elemen mendasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Alur membuat segala sesuatu yang dikisahkan bergerak dan terjadi. (Stanton, 2012:26,28,31). Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton,
9 2012:35). Nurgiyantoro (2013a:225,249) berpendapat bahwa latar merupakan sebuah landasan tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam sebuah cerita anak. Terdapat tiga unsur dalam latar yang meliputi tempat, waktu, dan lingkungan sosial budaya. Kehadiran latar yang bersifat fungsional akan berkaitan dengan berbagai unsur fiksi yang lainnya. Selain tema dan fakta cerita, dalam karya sastra juga terdapat sarana cerita. Stanton (2012:10) mengungkapkan bahwa sarana sastra dapat diartikan sebagai metode pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola yang bermakna. Sarana sastra meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, gaya dan tone, serta ironi. Judul itu selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga dapat menjadi satu kesatuan (Stanton, 2012:51). Menurut Nurgiyantoro (2013a:90) dalam karya sastra anak judul menjadi suatu yang penting karena dari judul anakanak dapat tertarik untuk membaca cerita tersebut. Sudut pandang menurut Stanton (2012:53) adalah posisi tokoh dalam cerita. Abrams (1999:231) berpendapat bahwa sudut pandang merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Gaya dalam sastra merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa, sedangan tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita (Stanton, 2012:61,63). Adapun Nurgiyantoro (2013a:273) menyebutnya sebagai stile dan nada. Stile berkaitan dengan masalah pilihan berbagai aspek kebahasaan
10 yang digunakan dalam sebuah teks kesastraan. Nada adalah sesuatu yang terbangkitkan oleh pemilihan bentuk stile. Simbolisme adalah simbol atau tanda yang digunakan untuk melukiskan atau mengungkapkan sesuatu dalam cerita (Stanton, 2012:64). Ironi adalah cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga (Stanton, 2012:71). Unsur lain yang khas dari sastra anak adalah ilustrasi. Ilustrasi merupakan gambar-gambar yang menyertai cerita dalam buku sastra anak. Terdapat keterkaitan logika yang erat dan keterjalinan cerita yang saling mengisi dan melengkapi untuk makna secara keseluruhan. Oleh karena itu, ilustrasi dalam buku anak bersifat fungsional (Nurgiyantoro, 2013a:90-91). Setiap unsur-unsur tersebut akan mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain yang dikandung di dalamnya. Hasil dari teori ini adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Nurgiyantoro, 2005:37). Teori tersebut kemudian diterapkan pada penilaian terhadap karya sastra anak. Penilaian yang dimaksud adalah penilaian yang dipahami dalam kaitannya dengan tujuan pemilihan bacaan anak sesuai perkembangan kediriannya (Nurgiyantoro, 2013a:67).. 1.6 Metode Penelitian Berdasarkan landasan teori yang telah disebutkan, untuk mengetahui unsurunsur instrinsik cerita tersebut digunakan teori struktural maka metode yang digunakan adalah metode struktural. Menurut Teeuw (1984:135) metode analisis
11 struktural pada sebuah karya sastra bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsurnya. Penelitian ini akan melalui beberapa langkah. Langkah pertama adalah mengungkap dan mengidentifikasi unsur-unsur instrinsik yang menyusun cerita anak al-ami>ratu was -S u ba>nu. Selanjutnya adalah pendeskripsian terhadap setiap unsurnya. Adapun dalam penelitian ini, yang menjadi komponen penelitian adalah karakter, alur, latar, tema, sudut pandang, gaya dan tone, judul, serta ilustrasi. Langkah berikutnya adalah mencari keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Terakhir adalah penyajian hasil penelitian secara informal yaitu, penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kalimat biasa atau kalimat yang apabila dibaca dapat langsung dipahami. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari empat bab meliputi bab pertama yang berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan transliterasi Arab-Indonesia. Bab kedua mencangkup pembahasan sastra anak dan sinopsis cerita al-ami>ratu was - S u ba>nu. Adapun bab ketiga berisi analisis struktural terkait cerita anak al- Ami>ratu was -S u ba>nu, dan bab keempat adalah kesimpulan. 1.8 Transliterasi Arab-Latin Transliterasi huruf Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku pedoman transliterasi Arab-Latin yang diterbitkan berdasarkan
12 keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no: 158 Th. 1987 dan no: 0543b/U/1987. 1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf Latin Huruf Arab Nama Huruf Latin ا Alif Tidak dilambangkan ب Ba>` B ت Ta>` T ث S a>` S ج Jim J ح H{a>` H{ خ Kha>` Kh د Da>l D ذ Z a>l Z ر Ra>` R ز Zai Z س Si>n S ش Syi>n Sy ص S{a>d S{ ض D{a>d D{ ط Ta>` T{ ظ Z{a>` Z{ ع Ain غ Gain G ف Fa>` F ق Qa>f Q ك Ka>f K ل La>m L م Mi>m M ن Nu>n N و Wau W ه Ha>` H ء Hamzah ` ي Ya>` Y
13 2. Vokal Di dalam bahasa Arab, dikenal dengan tiga vokal, yaitu vokal tunggal, rangkap, dan panjang. Penulisan ketiga vokal sebagai berikut. ي- Vokal tunggal Vokal rangkap Vokal panjang Tanda Huruf latin Tanda dan huruf Gabungan huruf Harakat dan huruf Huruf dan tanda - - a - Ai - ا - a> - - i و- - Au i> ي- - - - u u> و- - Contoh: ك ت ب ك ي ف ق ال kataba kaifa qa>la 3. Ta> ` Marbu>t}ah Ta> ` marbu>t}ah hidup atau mendapat harakat fath{ah, kasrah, atau d}ammah transliterasinya adalah /t/, sedangkan ta> ` marbu>t}ah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/. Contoh: al-madīnah al-munawwarah ال مد ين ة املنو ر ة al-madīnatul Munawwaratu 4. Syaddah (Tasydi>d) Syaddah atau tasydi>d dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah atau tasydi>d. Dalam transliterasinya, tanda syaddah itu
14 dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh: ر بن ا rabbana> 5. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al. Kata sandang tersebut dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti oleh h}uru>f syamsiyyah dan h}uru>f qamariyyah. Kata sandang yang diikuti h}uru>f syamsiyyah adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut, sedangkan kata sandang yang diikuti h}uru>f qamariyyah adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda hubung (-). Contoh: الر ج ل الق ل م ar-rajulu al-qalamu 6. Hamzah Hamzah yang ditransliterasikan dengan apostrof hanya berlaku untuk hamzah yang terletak di tengah dan belakang. Hamzah yang terletak di depan tidak dilambangkan dengan apostrof karena dalam tulisan Arab berupa ali>f.
15 Contoh: syai `un ش ي ء 7. Penulisan kata Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya, contoh: و إ ن اهلل ل و خ ري الر از ق ي Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>n atau dengan Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>n 8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Diantaranya adalah huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: : و م ا م م د إ ال ر س و ل Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau h{arakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.
16 Contoh: Nas}run minalla>hi wa fath{un qari>b ن صر م ن اهلل و فتح ق ر يب