BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman. Mycobacterium tuberculosis, kuman dengan ukuran 1-5 mikrometer

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kasus baru TB BTA positif dengan kematian Menurut. departemen kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN. normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau tubercel bacillus dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronik disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible


BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana. Oleh: SEFRIATIN NIM :

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Mycobacterium tuberculosis dan bagaimana infeksi tuberkulosis (TB)

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman dengan ukuran 1-5 mikrometer (Versitaria dan Kusnoputranto, 2011). World Health Oraganization (WHO) Tuberkulosis paru (TB Paru) marupakan masalah kesehatan dunia yang sulit dikendalikan terutama di negara berkembang. WHO memperkirakan sepertiga dari populasi dunia terinfeksi oleh TB dan menyebabkan kematian kurang lebih 2 juta pertahun (Hermayanti, 2003; dalam Susanti, 2013). Pada tahun 1991, delegasi WHO 1991 World Health Assembly menetapkan dua target program pengendalian TB nasional; untuk mendeteksi setidaknya 70% dari semua kasus baru sputum BTA positif yang timbul setiap tahun dan untuk menyembuhkan setidaknya 85% dari mereka (Dye, Hosseini, & Watt, 2007). WHO memperkenalkan saat program pengendalian TB DOTS (Directly Observed Treatment) sebagai alat untuk mengendalikan penyakit ini. Selama awal 1990-an metode penting untuk diagnosis dan pengobatan TB adalah diintegrasikan ke dalam strategi pengendalian TB WHO; DOTS, menjadi alat utama untuk mencapai target ini. Penghentian pengobatan dianggap salah satu tantangan utama dalam pengendalian TB. Untuk mencegah perkembangan lebih lanjut dari perlawanan terhadap obat 1

2 anti-tb (rifampacin khususnya), diputuskan untuk menekankan kontrol setiap pasien mengambil mereka sehari-hari dosis obat. Selanjutnya, WHO mengembangkan strategi luas yang berpusat pada terapi yang diawasi langsung (Lienhardt & Ogden, 2004; dalam Utomo, 2013). Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TB di dunia. Walaupun upaya pemberantasan TB paru telah dilakukan tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun (Djojodibroto, 2009). Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, proporsi pasien baru BTA positif di Indonesia di antara seluruh kasus belum mencapai target yang diharapkan meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target minimal (65%). Sebanyak 21 dari 33 provinsi (63,6%) telah mencapai target minimal 65% (Kemenkes RI, 2013). Angka penemuan kasus baru TB Paru di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 baru mencapai 58,48%. Angka kesembuhan (Cure Rate) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 82,90% dibawah target nasional (85%) dan lebih sedikit bila dibandingkan tahun 2011 (85,15%) (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis sejak tanggal 21-23 Januari 2015 di Ruang Cendana RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo selama tiga bulan terakhir yaitu bulan Oktober, November, Desember 2014 sebanyak 38 pasien dengan TB Paru (+) menjalani perawatan di Ruang Isolasi Sosial. Gangguan utama yang dirasakan oleh penderita kasus TB paru adalah pada gangguan oksigenasinya (Price dan Standridge, 2006). Pemenuhan

3 kebutuhan oksigenasi meliputi: pola nafas tidak efektif, bersihan jalan nafas, gangguan pertukaran gas. Bersihan jalan nafas, yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mampertahankan jalan nafas yang bersih, dengan batas karakteristik: dispnea, bunyi nafas tambahan, perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, kesulitan untuk bersuara, penurunan bunyi nafas, ortopnea, kegelisahan, sputum (Wilkson, 2006). Penelitian Beteman et al (2013), menyebutkan bahwa Fisioterapi tidak hanya batuk akan mempercepat pembersihan perifer paru (p <0 05). Hasil sputum lebih besar selama fisioterapi dari pada selama batuk (p <0-05). Temuan ini mengkonfirmasi nilai fisioterapi dada dan batuk pada pasien dengan sekresi trakeobronkial yang berlebihan dan gangguan bersihan jalan nafas. Penelitian lainya oleh Soemarno et al (2005), menyatakan bahwa pada intervensi inhalasi dan Chest Fisioterapi (Postural Drainage, huffing, caughing, tapping dan clapping) sangat signifikan terhadap peningkatan pengeluaran volume sputum dengan nilai p= 0.000 (P<0,05) yang berarti terjadi perubahan volume sputum yang sangat bermakna pula. Penelitian ini akan menerapkan kombinasi dari pemberian fisioterapi dada, terapi postural drainage, dan batuk efektif yang diharapkan dapat menurunkan frekuensi batuk dan pernafasan pada pasien TB paru. Penelitian Putri et al (2013) menyimpulkan bahwa terdapat penurunan frekuensi batuk yang signifikan antara pemberian nebulizer dan batuk efektif dengan pemberian nebulizer dan postural drainage dengan nilai p= 0,000 (p<0.05).

4 Penelitian lainnya penelitian Sabatani (2011; dalam Kurniasih, 2014) menyimpulkan bahwa terdapat efektifitas postural drainage terhadap pengeluaran sputum pasien tuberkulosis di Puskesmas Bringin Kabupaten Semarang dengan nilai (p =0.000). Penelitian Tampubolon (2012) menyimpulkan terdapat pengaruh postural drainage terhadap keefektifan bersihan jalan nafas dengan nilai 31 nilai (p =0.001). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan melakukan penelitian kombinasi fisioterapi dada, potural drainage, dan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi batuk dan frekuensi pernafasan pada pasien TB Paru di Ruang Cendana RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto. B. Rumusan Masalah Bersihan jalan nafas, yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mampertahankan jalan nafas yang bersih, dengan batas karakteristik: dispnea, bunyi nafas tambahan, perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, kesulitan untuk bersuara, penurunan bunyi nafas, ortopnea, kegelisahan, sputum (Wilkson, 2006). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut Bagaimana pengaruh kombinasi pemberian fisioterapi dada, terapi postural drainage dan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi batuk dan frekuensi pernafasan pada pasien TB paru?

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian fisioterapi dada, postural drainage dan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi batuk dan pernafasan pada pasien TB paru di Ruang Cendana RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk : a. Mengidentififkasi frekuensi batuk dan pernafasan sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dengan pemberian fisioterapi dada, postural drainage dan batuk efektif. b. Mengidentifikasi frekuensi batuk dan pernafasan sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol dengan batuk efektif saja. c. Menganalisis perbandingan perbedaan frekuensi batuk dan pernafasan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kesehatan Sebagai referensi untuk pengembangan dan perwujudan diri menerapkan implikasi tindakan mandiri keperawatan dan mengetahui sejauhmana efektifitas pemberian kombinasi fisioterapi dada, postural drainage, dan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi batuk dan pernafasan pada

6 pasien TB paru, yang dapat dijadikan sebagai pedoman SOP (Standard Operating Procedure) pada ruangan pelayanan untuk TB paru di RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto. 2. Bagi Responden Sebagai pengetahuan mengenai efektifitas pemberian kombinasi fisioterapi dada, postural drainage, dan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi batuk dan pernafasan pada pasien TB paru, sehingga pasien cepat/ waktu perawatan yang dilakukan lebih pendek. 3. Bagi Peneliti Sebagai langkah awal dalam mewujudkan tindakan mandiri keperawatan, pengalaman dalam memberikan pelayanan keperawatan secara komprehensif pada pasien terutama pada TB Paru. E. Penelitian Terkait Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu: 1. Penelitian Bateman et al (1981) dengan judul Is Cough as Effective as Chest Physiotherapy in the Removal ao Excessive Tracheobronchial Secretions menyimpulkan bahwa nilai relatif fisioterapi dada (termasuk batuk) dan batuk efektif saja untuk pengeluaran sekresi trakeobronkial yang berlebihan telah dinilai pada enam pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis. Setelah dengan partikel pelacak radioaktif inhalasi, pembersihan sekresi dari daerah paru-paru sentral dan perifer yang dipilih diikuti dengan kamera gamma dihubungkan ke komputer. Batuk sendiri

7 dan fisioterapi dada (termasuk batuk) sama-sama efektif dalam peningkatan kerja paru-paru sentral. Fisioterapi tapi tidak batuk saja pembersihan paru perifer dipercepat (p <0 05). Hasil sputum lebih besar selama fisioterapi daripada selama batuk (p <0-05). Temuan ini mengkonfirmasi nilai fisioterapi dada dan batuk pada pasien dengan sekresi trakeobronkial yang berlebihan dan gangguan bersihan jalan nafas. Persamaan : sama-sama meneliti tentang keefektifan batuk efektif dan fisioterapi dada Perbedaan : penelitian tersebut meneliti kepada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik sedangkan penelitan penulis meneliti kepada pasien TB paru dan postural drainage terhadap penurunan frekuensi batuk dan pernafasan. 2. Penelitian Cross dan Elender (2012) berjudul Findings From the MATREX Study: A Treatment Protocol for the Delivery of Manual Chest Therapy in Respiratory Care menyimpulkan bahwa Sehubungan dengan unsur esensial terapi dada manual, protokol pengobatan yang digunakan dalam percobaan MATREX menawarkan fleksibilitas yang cukup untuk terapis, sehingga cukup kuat untuk menjaga integritas uji klinis. Tingkat kepatuhan oleh terapis menunjukkan penerimaan profesional sehubungan dengan memberikan dan mengevaluasi terapi ini. Persamaan Perbedaan : sama-sama meneliti tentang fisioterapi dada : penelitian meneliti tentang fisioterapi dada dalam pelayanan pengobatan sedangkan penulis ingin meneliti tentang

8 fisioterapi dada, postural drainage, dan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi batuk dan pernafasan. 3. Penelitian Nugroho dan Kristiani (2011) berjudul Batuk Efektif dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien dengan Ketidakefektifan Jalan Nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri menyimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa hasilnya adalah nilai p = 0,003. karena nilai kelompok data adalah p <0,05, yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak, oleh karena itu, ada pengaruh sebelum dan setelah pemberian dari batuk yang efektif dengan nilai rata-rata dari 15 responden 0,8, sebagian besar 15 responden ada adalah perubahan sampai dengan 1 tingkat, dan beberapa dari 15 responden yang tidak terjadi beberapa perubahan dan responden lainnya menempatkan perubahan terbesar sampai 2 tingkat. Persamaan Perbedaan : sama-sama meneliti tentang batuk efektif : penelitian tersebut meneliti tentang pengeluaran dahak sedangkan penulis meneliti tentang penurunan frekuansi batuk dan pernafasan. 4. Penelitian Pranomo (2010) berjudul Efektifitas Batuk Efektif dalam Pengeluaran Sputum untuk Penemuan BTA pada Pasien TB Paru di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kududs menyimpulkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan adanya efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus yaitu dari spesimen 1 (sebelum batuk

9 efektif) dan spesimen 2 (sesudah batuk efektif) 21 responden (70%) mengalami peningkatan volume sputumnya.. Berdasarkan spesimen 1 (sebelum batuk efektif) dan spesimen 3 (setelah batuk efektif) 24 responden (80%) mengalami peningkatan volume sputumnya. Penemuan BTA pasien TB Paru mengalami peningkatan dari spesimen 1 (sebelum batuk efektif) sebanyak 6 responden, specimen 2 sebanyak 17 responden, dan spesimen 3 sebanyak 21 responden. Hasil analisis dengan uji Paired Sample t-test baik untuk spesimen 1 dan spesimen 2 maupun spesimen 1 dan specimen 3 menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Persamaan : sama-sama meneliti pada pasien TB Paru dan tentang Batuk Efektif Perbedaan : penelitian tersebut meneliti tentang volume sputum dalam penemuan BTA pasien sedangkan penulis ingin meneliti tentang penurunan frekuensi batuk dan pernafasan dengan fisioterapi dada, postural drainage, dan batuk efektif. 5. Penelitian Putri et al (2013) berjudul Perbedaan Postural Drainage dan Latihan Batuk Efektif pada Intervevsi Nabulizer terhadap Penurunan Frekuensi Batuk pada Asma Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun menyimpulkan bahwa tidak ada beda pengaruh yang signifikan antara pemberian nebulizer dan batuk efektif dengan pemberian nebulizer dan

10 postural drainage terhadap penurunan frekuensi batuk pada Asma Bronchiale. Persamaan : sama-sama meneliti tentang postural drainage dan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi batuk, peneliti mengadopsi lembar observasi postural drainage dan batuk efektif. Perbedaan : penelitian tersebut meneliti pada pasien asma sedangkan penulis ingin meneliti pada pasien TB paru. Penelitian yang akan dilakukan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal variabel penelitian yang diteliti yaitu Kombinasi Fisioterapi Dada, Postural Drainage, dan Batuk Efektif terhadap penurunan frekuensi batuk dan frekuensi pernafasan pada Pasien TB Paru.