BAB II DESKRIPSI MUSEUM SEJARAH JAKARTA 2.1 Museum Sejarah Jakarta Museum Sejarah Jakarta terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat. Areal museum luasnya lebih dari 13.000 meter persegi. Bangunannya bergaya arsitektur kuno abad ke-17. Dulunya gedung ini bernama Stadhuis atau Balai Kota. Museum Sejarah Jakarta berdiri pada 30 Maret 1974. Berbagai obyek yang dapat disaksikan di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-18, keramik, gerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksinya terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Fatahillah, Ruang Jayakarta, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Ada juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini diperkaya dengan patung Dewa Hermes yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dipandang mempunyai kekuatan magis. Di Museum Sejarah Jakarta juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulunya sangat menakutkan. Museum Sejarah Jakarta, sejauh pengamatan penulis selama mengunjunginya dan melakukan penelitian disana, memberikan kesan gedung yang sangat kental dengan nuansa bangunan tua abad pertengahan. Arsitekturnya yang kuno khas Belanda, menambah kesan artistik bangunan ini. 17
18 Menurut pandangan penulis, bangunan Museum Sejarah Jakarta sangat menggambarkan sebuah saksi bisu perjalanan panjang sejarah Jakarta, yang memang merupakan kota post-kolonial, karena kota ini memang pernah disinggahi alam penjajahan. Arsitektur bangunan yang bila dilihat dari luar dan dalam tetap memberikan kesan sebuah bangunan yang sangat tua dan bahkan angker karena kokoh-nya, dan telah menjadi saksi sejarah dari pergulatan sosial, politik, budaya, serta ekonomi yang telah menjadi bagian dari sebuah kota yang telah berumur hampir 500 tahun seperti Jakarta. Kesan mistis memang selalu menghampiri image bangunan atau gedung tua, tak terkecuali Museum Sejarah Jakarta, memang di museum ini koleksikoleksi yang ada pun merupakan hasil kebudayaan material masyarakat yang pernah mendiami kota Jakarta dari masa ke masa. Nuansa bangunan dan perpaduan dari koleksi-koleksi-nya yang antik dan bernilai seni yang sangat tinggi, menyebabkan Museum ini sedikit banyak dapat memberikan gambaran sejarah dan sosial-budaya dari orang-orang yang menetap atau pernah mendiami Jakarta. Selain kesan mistis karena memang banyak sekali mitos-mitos yang diragukan kebenarannya soal keangkeran Museum Sejarah Jakarta, museum ini juga memang kurang penerangan, dan bahkan disiang hari pun, di ruang-ruang tertentu sering terasa gelap. Kekurangan penerangan juga kadang diperburuk oleh cuaca yang sangat panas dikarenakan museum ini terletak di bagian Jakarta yang tidak terlalu jauh dari pantai, dan museum ini tidak dilengkapi oleh pendingin ruangan, sehingga membuat pengunjung sering kepanasan. Pendingin udara hanya terdapat di kantor pengelola museum saja. Kebisingan yang sering terasa di
19 museum sering membuat acara tur keliling museum bagi pengunjung oleh pemandu menjadi terganggu, karena Museum Sejarah Jakarta memang terletak di pusat kota yang padat lalu lintas yang sering membuat kemacetan karena dekat dengan Stasiun Kota yang sangat ramai. Banyak para pedagang yang berjualan makanan, minuman, dan pakaian bagi para turis di depan pelataran Taman Fatahillah yang terletak di depan museum. Museum Sejarah Jakarta ini sering dikunjungi oleh turis-turis awam terutama di akhir pekan, saat mereka libur seperti hari sabtu atau minggu. Anakanak sekolah yang berkunjung bersama guru-guru dan kepala sekolah mereka, umumnya datang di hari kerja museum dari Selasa sampai hari Minggu. Museum tutup di hari Senin setiap minggu-nya dengan tujuan untuk inventaris museum, pengelolaan koleksi dan pengarsipan. Gambar 2.1. Museum Sejarah Jakarta Sumber: Sinarharapan (2012)
20 2.2 Sejarah Museum Sejarah Jakarta Aktivitas perdagangan yang terus meningkat terutama permintaan rempahrempah yang cukup tinggi di daratan Eropa, kian memantapkan VOC menjadikan Sunda Kelapa sebagai basis perdagangan VOC terbesar di Asia Timur. J.P Coen mulai mewujudkan ambisinya dengan menbangun struktur sebuah kota di Sunda Kelapa. Ia menamakan kota yang baru dibangunnya itu Batavia, sebagai penghormatannya kepada suku nenek moyang bangsa Belanda, Batavir. Selama menjadi Gubernur Jenderal VOC (1617-1623) dan (1627-1629), Coen banyak mendirikan bangunan di Batavia, misalnya Stadhuis yang sekarang dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta, pada tahun 1620, kemudian Coen menjadikan Stadhuis sebagai pusat pemerintahan sekaligus kantornya. Pada tahun 1627, Stadhuis mulai diperluas dan pembangunannya selesai pada tahun 1707, serta diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham Van Riebeck pada 10 Juli 1710. Pada tahun-tahun berikutnya, Stadhuis kian diperluas dan dipermegah hingga bentuknya seperti sekarang ini. Gedung ini dibangun berlantai dua dengan pondasi dan struktur yang kokoh, lengkap dengan penjara bawah tanahnya, dimana bangunan ini masih sama seperti di masa lalu, tanpa merubah arsitektur dan warna cat-nya. Persiapannya dirancang sangat rinci dan dikerjakan langsung oleh salah satu arsitek seniman terbaik VOC, yaitu W.J Van Der Velde dan pelaksanaan pembangunannya dipimpin oleh J. Kemmer. Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai dibangun pada tahun 1620 oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sebagai gedung balaikota ke dua pada
21 tahun 1626 (balai kota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dibangun kemudian hari. Tahun 1648 kondisi gedung sangat buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung menyebabkan bangunan ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi lantai dinaikkan sekitar 2 kaki, yaitu 56 cm. Menurut suatu laporan, lima buah sel yang berada di bawah gedung dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung utama diperlebar dengan menambah masing-masing satu ruangan di bagian Barat dan Timur. Setelah itu beberapa perbaikan dan perubahan di gedung Stadhuis dan penjara-penjaranya terus dilakukan hingga bentuk yang kita lihat sekarang ini. Gedung ini selain digunakan sebagai stadhuis juga digunakan sebagai Raad van Justitie (dewan pengadilan) yang kemudian pada tahun 1925-1942 gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 markas Komando Militer Kota (KMK) I, yang kemudian menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968 diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974. Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan 'Stadhuisplein Menurut sebuah lukisan uang dibuat oleh pegawai VOC Johannes Rach yang berasal dari Denmark, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi
22 masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju Stadhuisplein. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu Taman Fatahillah untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jakarta. Tokoh-tokoh yang pernah dipenjarakan disini antara lain Untung Suropati dan Pieter Elberveld karena tuduhan pemberontakan. Sebelum dibuang ke Manado dan Makasar, Pangeran Diponegoro juga pernah ditahan di gedung ini, namun konon tidak dipenjarakan. Penjara-penjara di dalam Stadhuis hingga abad 19 sering disesaki para budak yang dihukum oleh tuannya karena berbagai alasan. Para penjahat kelas berat dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah yang lembab, dengan langit-langit rendah dan sering digenangi resapan air laut ketika air pasang. Penjara bawah tanah pernah disesaki dan menjadi saksi banyak kematian orang-orang cina (etnis Tionghoa) pada tahun 1740. Pada 10 Oktober tahun 1740, terjadi pembataian massal terhadap warga etnis Tionghoa oleh VOC, yang dinamakan Tragedi Berdarah Angke, dimana ratusan ribu etnis Tionghoa dibantai, dan mayat-mayatnya dibuang di Kali Angke, Kali Besar dan sekitarnya yang membuat air kali tersebut menjadi merah (Hembing, 2005: 91-114).
23 Sebelum pecahnya kerusuhan, VOC kerap memenjarakan warga etnis Tionghoa maupun warga bumiputra (asli Indonesia) yang dianggap sebagai perusuh di penjara bawah tanah. Penjara bawah tanah ini terletak di bagian belakang Stadhuis atau balai kota VOC, yang saat ini menjadi Museum Sejarah Jakarta. Sangat mengenaskan jika membayangkan kondisi penjara saat itu, karena hampir tidak ada ventilasi di dalam ruang-ruang di bawah tanah, sehingga ruangan penjara menjadi sangat pengap. Di dalam penjara juga terdapat kanal kecil dengan komunitas hewan air yang beragam, seperti lipan, kalajengking, ular, dan katak. Seringkali kaki tawanan dalam keadaan terikat sebuah rantai yang dibanduli bolabola besi yang besar-besar. Penjara ini merupakan penjara paling mengerikan bagi mereka yang berani menentang VOC (Sagimun, 1988: 109 dalam Hembing, 2005: 110-111). 2.3 Lingkup Bidang Usaha Gedung Stadhuis terus-menerus dimanfaatkan sampai sekarang walaupun fungsinya berubah-ubah. Dari yang tadinya balai kota, pernah juga menjadi markas besar Militer KODIM Jakarta Barat setelah masa kemerdekaan. Pada tahun 1974 diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta, masyarakat lebih mengenalnya sebagai Museum Fatahillah. Museum ini dan taman alun-alun didepannya (taman Fatahillah) oleh Pemda DKI Jakarta dijadikan sebagai situs Cagar Budaya yang dilestarikan, dan dimanfaatkan menjadi arena pembelajaran
24 sejarah budaya Jakarta dalam Jakarta Old Town (Kota Tua). Museum Sejarah Jakarta yang didirikan pada tahun 1974 memiliki beberapa visi dan misi museum yang sejalan dengan visi dan misi institusi museum internasional yaitu ICOM (International Council of Museums). VISI MUSEUM: Pusat Informasi Sejarah Kota Jakarta MISI MUSEUM: Menghimpun, Meneliti, Memelihara dan Memamerkan Benda Koleksi. Museum Sejarah Jakarta juga memiliki beberapa tugas pokok dalam menjalankan profesionalitasnya. Tugas pokok Museum Sejarah Jakarta mempunyai tugas melaksanakan konservasi, melayani masyarakat dan pengunjung. Museum Sejarah Jakarta mempunyai tugas mengadakan, menyimpan, merawat, mengamankan, meneliti koleksi, memperagakan dan mengembangkan untuk kepentingan pendidikan, sejarah, kebudayaan, rekreasi, sosial dan ekonomi baik langsung maupun tak langsung. 2.4 Sumber Daya Manusia Museum Sejarah Jakarta yang dikoordinasikan dibawah Dinas Permuseuman juga memiliki struktur organisasi yang berdiri di bawah Pemerintah DKI Jakarta.
25 Gambar 2.2 Struktur Organisasi Museum Sejarah Jakarta. Sumber: Kasubag Tata Usaha Museum Sejarah Jakarta, Keputusan Gubernur No.208 Tahun 2010 2.5 Tantangan Bisnis Seperti pembahasan diatas maka diketahui bahwa Museum Sejarah Jakarta memiliki tantangan bisnis di dalam industri pariwisata. Tantangan bisnis yang terbesar adalah bagaimana menyiasati agar museum tetaap menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi. Bagaimana museum menghadapi tantangan dalam era globalilasi agar tetap bertahan dan tentu saja bisa meningkatkan geliat sektor pariwisata di tempat ia berada. Museum yang memiliki daya saing dan marketing yang baik, akan senantiasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang haus akan hiburan tanpa mengesampingkan fungsi edukatifnya. Untuk menghadapi tantangan bisnis ini kita dapat melihat analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats).
26 Berikut bila dijabarkan analisa SWOT berikut: - Strength (Kekuatan): Museum memiliki kelebihan di dalam fungsi edukatif, entertainment, dan tourism. Faktor-faktor ini menjadi kekuatan untuk bersaing dengan tempat-tempat lain di sekitarnya. - Weakness (Kelemahan): hal ini terkait dengan metode museum itu sendiri menarik minat wisatawan. Terkadang museum sangat membosankan sehingga menimbulkan kebosanan bagi wisatawan yang berkunjung. - Opportunity (Kesempatan): Museum yang memiliki sisi edukatif dan entertainment dapat dimaksimalkan dengan adanya event-event yang menarik bagi masyarakat. - Threats (Ancaman): Adanya tempat-tempat yang menarik dikunjungi seperti Mall, dll. 2.6 Kegiatan Fungsi Bisnis Terkait dengan tantangan tantangan bisnis yang dihadapi, adapun kegiatan fungsi bisnis yang dilakukan oleh Museum Sejarah Jakarta di sektor pariwisata adalah mempublikasikan Museum kepada masyarakat lewat peninggalan sejarah, berupa museum dan koleksinya. Juga mensosialisasikan kepada masyarakat melalui event-event hiburan yang sekaligus edukatif.