DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KEPITING BAKAU (Scylla spp.) MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam

Gambar 8. Lokasi penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

3 METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

KUANTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KARANG BERDASARKAN KUAT HAMBUR BALIK MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK SINGLE BEAM BAIGO HAMUNA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

Scientific Echosounders

RINGKASAN. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan satusatunya

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

3. METODE PENELITIAN

Setelah mengikuti praktikum mata kuliah ini mahasiswa akan mampu memahami komponenkomponen

DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KARANG MASSIVE MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80 MUHAMAD YUDHA ASMARA

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

3. METODOLOGI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi,

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN

III METODE PENELITIAN

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

Fattening of Soft Shell Crab With Different Food

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

3 METODOLOGI PENELITIAN

Pengujian Sifat Anechoic untuk Kelayakan Pengukuran Perambatan Bunyi Bawah Air pada Akuarium

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Aktivitas nelayan dan berbagai produk perikanan yang dihasilkan dari perairan ekosistem mangrove (Foto oleh Onrizal)

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN

PENDETEKSIAN SUARA IKAN BADUT (Amphiprion ocellaris) PADA PERIODE MAKAN SKALA LABORATORIUM

III BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendeteksian Suara Ikan Lepu Ayam (Pterois Volitans) Pada Periode Makan Dengan Skala Laboratorium

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

Pengukuran Sinyal Akustik untuk Mendeteksi Sumber Noise Menggunakan Metode Beamforming

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DELTA MAHAKAM

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut

RANCANG BANGUN ALGORITMA DAN APLIKASINYA PADA AKUSTIK SINGLE BEAM UNTUK PENDETEKSIAN BAWAH AIR

IDENTIFIKASI PROFIL DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR DENGAN METODE BEAM PATTERN DISCRETE-EQUI-SPACED UNSHADED LINE ARRAY

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan. Scientific Echosounder Simrad EY 60

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ilustrasi morfologi lamun yang membedakan tiap spesies. (Lanyon, 1986, diacu dalam McKenzie and Campbell, 2002)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN

Analisis Parameter Dinamika Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

SEBARAN VOLUME BACKSCATTERING STRENGTH SCHOOLING IKAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT SUNDA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

II BAHAN DAN METODE. II.1 Faktor yang Mengontrol Pergerakan Sedimen

DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat

ANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER C

2. TINJUAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai

Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 ISSN

Transkripsi:

DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KEPITING BAKAU (Scylla spp.) MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80 Muhammad Zainuddin Lubis 1, 2, Sri Pujiyati 2 Pratiwi Dwi Wulandari 2 1 Corresponding Author 2 Depertemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: lubiszainuddin@gmail.com ABSTRAK Metode hidroakustik telah digunakan di berbagai penelitian dibidang kelautan. Penggunaan metode hidroakustik merupakan merupakan metode yang dikembangkan untuk mendapatkan informasi mengenai kepiting bakau (Scylla spp.). Penelitian ini menganalisis nilai Targer Strength (TS), Power Spectral Density (PSD), dan Fast Fourier Transform (FFT) menggunakan instrumen hidroakustik. Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Akustik Kelautan dengan menggunakan instrumen CruzPro PCFF-80 yang dioperasikan dengan frekuensi 200 khz. Rata-rata nilai Target Strength (TS) yaitu 60 db. Nilai TS pada waktu 0-500 s memiliki nilai yang lebih besar yaitu dengan nilai -55 db, nilai TS pada waktu tersebut memiliki kesamaan dengan nilai TS pada waktu 2500-3000 s. Hasil deteksi target dengan melihat hasil dari nilai TS dapat dilihat nilai TS terkuat berada di kedalaman 0.6 meter dari transducer dengan estimasi hal ini merupakan hasil deteksi target. Nilai SV tidak berbeda dengan nilai TS diesbabkan menggunakan 1 target. Nilai Echo level terhadap waktu memiliki puncak tertinggi yaitu pada 115 db dengan range waktu yaitu pada selang 15-25 s, dengan nilai akhir echo yaitu berada pada waktu 70 s dengan nilai 132 db Nilai Power Spectral Density (PSD) sebenarnya berada pada waktu 2900 s. Kata Kunci :CruzPro, hambur balik, kepiting bakau, Target Strength (TS), Scattering Volume (SV) Abstract :Hydroacoustic method has been used in various field of marine research. Use hydroacoustic method is a method developed to obtain information about the mud crab (Scylla spp.). This study analyzes the value Target Strength (TS), Power Spectral Density (PSD), and Fast Fourier Transform (FFT) used the instrument hidroakustik. Data collection was performed at the Laboratory of Marine Acoustics using instruments CruzPro PCFF-80 operated with a frequency of 200 khz. The average value of Target Strength (TS) is - 60 db. TS value at the time of 0-500 s have a greater value is the value of -55 db, the value of TS at that time have in common with TS value at the time of 2500-3000 s. Results of detection of the target by looking at the value of TS TS strongest value can be seen at a depth of 0.6 meters from the transducer with estimations it is the result of target detection. SV value is no different than the value of TS is caused using 1 targets. Echo value level versus time has the highest peak in the range of 115 db with the lapse of time ie 15-25 s, with values that are at the end of the echo time of 70 s with a value of 132 db Rated Power Spectral Density (PSD) is actually located at 2900 s. Keywords :CruzPro, Bacscatter, Mangrove Crab, Target Strength (TS), Scattering Volume (SV) 1

PENDAHULUAN Kepiting bakau adalah salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan dan dikonsumsi karena memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama kepiting yang matang gonad atau sudah bertelur, dewasa dan gemuk (Kanna 2002). Keberadaan spesies ini sudah banyak dibudidayakan di tambak, dan benih kepiting diambil dari alam, seperti yang sudah dilakukan pembudidaya di Karawang, Jawa Barat. Secara garis besar, sistem budidaya kepiting bakau yang telah dikenal oleh dmasyarakat adalah pembesaran benih menjadi kepiting ukuran konsumsi, penggemukan, produksi kepiting cangkang lunak, dan produksi kepiting bertelur. Kepiting bakau ditangkap dari perairan estuaria dan saluran petak tambak. Kepiting bakau lebih suka hidup di perairan yang relatif dangkal dengan dasar berlumpur. Daerah yang cocok untuk lokasi budidaya kepiting ialah tambak yang dasarnya berlumpur dengan suhu 25-35 C, ph 7.0-9.0, DO lebih dari 5 ppm, dan kadar garam berkisar 10-30 ppt (FAO 2011). Kepiting bakau dikenal sebagai pemakan segala bangkai (omnivorous-scavenger) (Ariola 1940 dan Moosa et al. 1985 dalam Mulya 2000). Kepiting bakau umumnya memangsa gastropoda, bivalve dan berbagai hewan-hewan kecil yang dapat mereka tangkap, tetapi mereka juga pemakan bangkai yang giat (vigorous scavenger) (Hill 1976). Sebagai pemakan bangkai mereka mudah tertangkap dengan perangkap berumpan baik dalam penangkapan komersial maupun rekreasional (Hill 2007). Kepiting bakau adalah pemakan bangkai yang rakus (voracious scavenger), yang dapat mencari dan memangsa bangkai di perairan estuarin yang keruh dan berhutan bakau. (Sulistiono et al.1992) dalam (Mulya 2002) mengklasifikasikan kepiting bakau sebagai berikut; Filum: Arthropoda Sub Filum: Mandibulata Kelas: Crustacea Ordo: Decapoda Sub Ordo: Pleocyemata Famili: Portunidae Genus: Scylla Spesies: Scylla spp. A B Gambar 1. Kepiting Bakau Betina (A) dan Kepiting Bakau Jantan (B) Teknologi hidroakustik memanfaatkan pencarian bawah laut dengan suara yang kuat untuk mendeteksi, mengamati dan menghitung parameter fisik dan biologi. Teknologi hidroakustik merupakan metode yang populer digunakan selama bertahun-tahun dalam survei sumber daya perikanan. Penelitian di bidang hidroakustik terus mengalami perkembangan yang 2

signifikan. Berdasarkan teori dan formula hidroakustik, teknik ini sekarang sedang diadopsi untuk melakukan survei terumbu karang. Adanya kebutuhan yang terus meningkat untuk mengklasifikasi dan memetakan ekosistem laut di berbagai skala spasial dalam mendukung ilmu pengetahuan berbasis ekosistem untuk pengelolaan laut (Anderson et al. 2008). Teknologi hidroakustik telah banyak digunakan untuk memetakan dan mengklasifikasikan dasar perairan dan kandungan sumberdaya hewan bentik yang ada di dasar perairan, tipe substrat dan biota bentik. Perkembangan dalam mengklasifikasikan substrat dasar perairan dan vegetasi bawah air membuat hidroakustik sebagai alat yang efektif untuk memantau dan pemetaan parameter habitat di ekosistem air. Selain itu, dengan menggunakan teknologi hidroakustik dapat membedakan dan mengelompokkan berbagai tipe substrat dasar perairan. Perbedaan tipe dasar perairan dapat digambarkan melalui tingkat kekasaran (roughness) dan kekerasan (hardness) dasar perairan seperti batu, pasir, lumpur atau campurannya (Siwabessy 2001; Penrose et al. 2005). Gambar 2 Komponen utama dan prinsip dasar echosounder (Johannesson dan Mitson 1983) Gambar 3. Prinsip kerja Single Beam echosounder (MacLennan and Simmonds,2005) Transduser yang digunakan untuk perekaman data dapat ditempatkan pada sebuah rangka yang telah dimodifikasi untuk menghindari pengaruh gelombang. Pada penelitian ini akan digunakan satu frekuensi akustik. Hasil yang diperoleh dengan metode akustik dapat dikombinasikan dengan hasil observasi visual melalui pengambilan foto atau gambar. Penelitian 3

yang mengkaji mengenai kepiting bakau dengan menggunakan metode hidroakustik masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk dapat menganalisis keberadaan kepiting bakau secara akustik dengan menggunakan metode akustik single beam echosounder. Penelitian ini memberikan informasi kuantitatif mengenai nilai hambur balik dari kepiting bakau. Kepiting bakau juga merupakan kepiting yang bernilai ekonomis dan sangat banyak ditemui di sekitaran pesisir yang kaya akan hutan mangrove. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat nilai hambur balik kepiting bakau (Scylla spp.). berdasarkan energi Target Strength (TS), volume backscattering strength (SV), dan Fast Fourier Transform (FFT) dengan menggunakan instrumen echosounder single beam CruzPro PcFF80 frekuensi 200 khz. METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium yang dilakukan pada Watertank di Laboratorium Akustik Kelautan FPIK-IPB. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam metode penelitian dapat dilihat pada tabel 1., dan spesifikasi instrument yang diganakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian No Alat dan Bahan 1 Echosunder (Single beam, scientific Echosounder (Cruzpro PcFF80) 2 Laptop 3 1 Ekor Kepiting bakau jantan dewasa (dengan lebar karapas (90-100 mm) 4 Roll Kabel 6 Meteran dan benang pancing Tabel 2 Spesifikasi echosounder single beam CruzPro PcFF80 Spesifikasi Besaran Tipe transduser THDT-5 Long Stem Bronze Thru Hull Transducer Frekuensi transduser Dual frekuensi, 50 khz dan 200 khz Operating voltase 9.5 to 16.0 VDC, 0.05 amps nominal, 4.7 amps peak at max power Output power 2560 watts peak-to-peak (320W RMS) 24KW DSP processed power (3200 WRMS) Kedalaman 1000 feet atau lebih (200 khz) 1500 feet atau lebih (50 khz) 4

Temperatur 0 to 50 oc ( 32 to 122 of) Kotak interface 100 x 80 x 50 mm (4 x 3.2 x 2 inch). Powder Coated Aluminum Extrusion Interface RS-232, 115 KBaud, serial data and USB Source level 163 db (200 khz), 156 db (50 khz) Receiving sensitivity -185 db (200 khz), -173 db (50 khz) Beam width 11o (200 khz), 45o (50 khz) Diameter transduser 6 cm Metode Pengambilan Data Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan dengan dua cara, yaitu dengan observasi visual (pengamatan langsung) dan menggunakan metode akustik yang dilakukan pada kolam penelitian. Sketsa rancangan kolam penelitian dapat dilihat pada gambar 4. Perekaman Data Akustik Gambar 4. Sketsa Tank Penelitian Alat yang digunakan untuk perekaman data akustik adalah echosounder single beam CruzPro PcFF80 dengan tipe transduser THDT-5 Long Stem Bronze Thru Hull yang digunakan sebagai alat proses sounding dasar perairan untuk mengidentifikasi pantulan tiap tipe substrat dasar perairan (karang dan pasir). Sebelum melakukan proses sounding akustik, terlebih dahulu dilakukan proses setingan alat (Tabel 3). Transmitter power yang digunakan pada saat pengambilan data akustik adalah 320 5

watt. Diagram alir proses perekaman data akustik menggunakan Cruzpro PcFF80 dapat dilihat pada gambar 4, dan gambar 5 merupakan diagram alir pengambilan data menggunakan Cruzpro. Parameter Nilai Frekuensi yang 200 khz digunakan Transmitter power 320 (W) Near field (m) 0.47 Kecepatan suara 1516 (m/s) Durasi pulsa (ms) 0.4 Ping rate (s) 0.334 Surface gain 110 Change rate 240 Amplifier gain (db) -20.83 TS sphere (db) -42.43 Gambar 5. Diagram alir proses perekaman data akustik menggunakan Cruzpro PcFF80 Volume Backscattering Strength (SV) Selain nilai surface backscattering strength (SS), juga dapat dihasilkan nilai volume backscattering strength (SV) dapat diturunkan dari nilai surface backscattering strength (SS). Dalam proses membedakan echo dari beberapa kepiting dan substrat maka dilakukan dengan kuantifikasi sinyal gema untuk menghasilkan suatu data berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh. Nilai SV dari tipe karang di ekstrak dari pantulan pertama (E1) yang mengindikasikan tingkat kekasaran (roughness) dan pantulan kedua (E2) yang mengindikasikan tingkat kekerasan (hardness). Nilai SV diperoleh dengan menghubungkan nilai surface backscattering coefficient (Ss) dan bottom volume backscattering coefficient (Sv). 6

Target Strength (TS) adalah ukuran daya pantul dari target setelah dikenakan suara aktif dan merupakan fungsi dari frekuensi, aspek dan tipe target. Dapat diketahui melalui persamaan berikut : TS = 10 log (Ir/Ii) (1) Keterangan, TS : Target strength, Ir :intensitas suara yang dipantulkan. Ii : Intesitas suara yang datang. Near Field dan Far Field Pada saat perekaman data, transduser memancarkan suara maka akan terjadi perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh transduser ke suatu medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada medium tersebut. Proses hilangnya energi tersebut bergantung pada jarak Antara titik observasi terhadap transduser. Terdapat dua zona dimana terjadi perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut (Gambar 4) adalah Near field dan Far field. (Lurton, 2002) Power Spectral Density Frekuensi sebuah gelombang secara alami ditentukan oleh frekuensi sumber. Laju gelombang melalui sebuah medium ditentukan oleh sifat-sifat medium. Sekali frekuensi (f) dan laju suara (v) dari gelombang sudah tertentu, maka panjang gelombang ( ) sudah ditetapkan. Dengan hubungan f = 1/T maka dapat diperoleh persamaan (2). (2) f Karena pada penelitian laju suara yang digunakan pada medium zat cair, yaitu air laut. Maka laju suara di udara yang dilambangkan dengan (v) dapat dirubah dengan laju suara di air yang dilambangkan dengan (C), sehingga diperoleh persamaan (3) C (3) f Power Spectral Density (PSD) didefenisikan sebagai besarnya power per interval frekuensi, dalam bentuk mate,atik (Brook dan Wynne 1991): PSD =.( ) (4) 7

Studi Literatur Persiapan kolam penelitian pemilihan kepiting bakau pada kolam penelitian Aklimatisasi kepiting bakau pada kolam penelitian Echosounder single beam (Cruzpro) 200 khz Raw data : 200 khz Analisis nilai backscattering strength kepiting bakau dan dasar kolam Target Strength (TS) Scattering Volume (SV) Deteksi hambur balik Kepiting bakau Gambar 6 Diagram alir Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Saat dilakukan perekaman data, transduser memancarkan gelombang suara sehingga terjadi perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh transduser ke suatu medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada medium tersebut. Proses hilangnya energi tersebut bergantung pada jarak antara titik observasi terhadap transduser. Near field merupakan jarak dari permukaan transduser sampai jarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau tekanan (Maclennan and Simmonds 2005). Lurton (2002) juga memaparkan bahwa near field (zona fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik yang berbeda fase satu dengan lainnya pada saat transduser mentransmisikan suara. Gambar hasil hubungan Antara waktu dengan nilai target dapat dilihat pada gambar 7. 8

E1 E2 Gambar 7 Hubungan waktu terhadap dengan Target Strength (TS) Hasil yang terlihat pada gambar 7 dihasilkan hubungan Antara waktu terhadap nilai TS dengan kedalaman maksimal yaitu 2.5 meter, dan rata-rata nilai Target Strength (TS) yaitu 60 db. Nilai TS pada waktu 0-500 s memiliki nilai yang lebih besar yaitu dengan nilai -55 db, nilai TS pada waktu tersebut memiliki kesamaan dengan nilai TS pada waktu 2500-3000 s. Hasil deteksi target dengan melihat hasil dari nilai TS dapat dilihat nilai TS terkuat berada di kedalaman 0.6 meter dari transducer dengan estimasi hal ini merupakan hasil deteksi target yang dideteksi oleh Cruzpro. Nilai Echo level 1 (E1) dapat ditunjukkan pada kedalaman 1,5 meter dengan nilai -70 db, sedangkan nilai E2 yaitu berada pada kedalaman 2 meter dengan nilai -70 db sama dengan nilai TS dari E1 yang ditunjukkan dengan garis berwarna hitam. Hasil hubungan Antara SS dengan waktu dapat dilihat pada gambar 8. 9

E1 E2 Gambar 8 Hubungan waktu terhadap Scattering Volume (SV) Hasil yang terlihat pada gambar 7 dihasilkan hubungan Antara waktu terhadap nilai TS dengan kedalaman maksimal yaitu 2.5 meter, dan rata-rata nilai Scattering Volume (SV) yaitu 60 db. Nilai SV pada waktu 0-500 s memiliki nilai yang lebih besar yaitu dengan nilai -55 db, nilai TS pada waktu tersebut memiliki kesamaan dengan nilai SV pada waktu 2500-3000 s. Hasil deteksi target dengan melihat hasil dari nilai SV dapat dilihat nilai SV terkuat berada di kedalaman 0.6 meter dari transducer dengan estimasi hal ini merupakan hasil deteksi target yang dideteksi oleh Cruzpro. Nilai Echo level 1 (E1) dapat ditunjukkan pada kedalaman 1,5 meter dengan nilai -70 db, sedangkan nilai E2 yaitu berada pada kedalaman 2 meter dengan nilai -70 db sama dengan nilai SV dari E1 yang ditunjukkan dengan garis berwarna hitam, hasil Antara SV dan TS tidak memiliki perbedaan karena target yang digunakan yaitu hanya 1 kepiting bakau, sehingga target yang dihasilkan sama. Hasil Antara hubungan waktu dengan kedalaman dapat dilihat pada gambar 9. Gambar 9 Hubungan Antara Echo level terhadap waktu 10

Pada gambar 9 diatas diperoleh hubungan Antara Echo level terhadap waktu memiliki puncak tertinggi yaitu pada 115 db dengan range waktu yaitu pada selang 15-25 s, dengan nilai akhir echo yaitu berada pada waktu 70 s dengan nilai 132 db. Hasil Fast Fourier Transform dapat dilihat pada gambar 10. Gambar 10 Fast Fourier Transform Dari Cruzpro yang digunakan memiliki frekuensi yaitu 200 KHz sedangkan hasil yang ditampilkan oleh gambar 10 menunjukkan pengaruh perubahan Antara domain frekuensi dengan domain waktu akan membagi nilai frekuensi yaitu bagi 2. Dalam Frekuensi sample yang ditunjukkan yaitu memiliki 200 KHz. Hasil Power Spectral Density (PSD) dari kepiting bakau dapat dilihat pada gambar 11. Pada Gambar diatas menunjukkan nilai spectral tertinggi yaitu pada waktu 2900 s dengan ditunjukkan pada gambar diatas yaitu berwarna pink dan nilai terendah dari PSD yang dihasilkan kepiting yaitu pada range waktu 1000-2400s dan range waktu 3000-3500 s. hal ini membuktikan bahwa puncak frekuensi terhadap nilai Power Spectral Density (PSD) sebenarnya yaitu berada pada waktu 2900 s.. Kondisi lingkungan dan parameter (Salinitas dan suhu) akan sangat berpengaruh dengan nilai intensitas dan frekuensi yang dihasilkan dari target, semakin ekstrim suatu lingkungan akan menyebabkab rendahnya nilai intensitas dan frekuensi yang dihasilkan (Lubis dan Pujiyati 2015). 11

KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan menggunakan Echosunder (Single beam, scientific Echosounder (Cruzpro PcFF80) membuktikan tidak adanya perbedaan Antara nilai Target Strength (TS) dengan nilai Scattering Volume (SV) dengan menggunakan 1 target yaitu target kepiting bakau, dan kedalaman suatu kolam tidak berpengaruh kepada nilai hambur balik target. PUSTAKA Anderson JT, Holliday DV, Kloser R, Reid DG, Simard Y. 2008. Acoustic seabed classification: current practice and future directions. ICES Journal of Marine Science, 65: 1004-1011. [FAO]. Food and Agriculture Organization. 2011. The State of Word Fisheries and Aquaculture. Rome (IT) : FAO Haris K, Chakraborty B, Ingole B, Menezes A, Srivastava R. 2012. Seabed habitat mapping employing single and multi-beam backscatter data: A case study from the western continental shelf of India. Cont. Shelf Res., Vol. 48: 40-49. Hill BJ. 1976. Natural food, foregut clearance-rate and activity of the crab Scylla serrata [abstrak]. Marine Biology 34: 109 116. Hill F. 2007. Annual status report: Queensland mud crab fishery 2007, Queensland Department of Primary Industries and Fisheries, Brisbane. Johannesson KA, Mitson RB. 1983. Fisheries Acoustic A Practical Manual for Acoustic Biomass Estimation. Roma: FAO Fisheries Technical Paper. http://www.fao.org/docrep/x5818e/x5818e00.html [4 September 2015]. Kanna, A. 2002. Budidaya Kepiting Bakau : Pembenihan dan Pembesaran. Kanisius. Jakarta (ID). 80 hal. Lubis, M.Z and Pujiyati.Sri. Influence of Addition of Salt Levels Against Study of Bio-Acoustic Sound Stridulatory Movement Fish Guppy (Poecilia reticulata), pp. 01 07. The 1st International Conference on Maritime Development Proceeding. Tanjungpinang, September 4 6. Lurton, X. 2002. An Introduction to Underwater Acaoustic. Principles and Applications. Praxis Publishing Ltd. Chichester. UK. Mulya MB. 2000. Kelimpahan dan Distribusi Kepiting Bakau (Scylla sp) serta Keterkaitannya dengan Karakteristik Biofisik Hutan Mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Provinsi Sumatera Utara [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 96 hlm. Simmonds J. & MacLennan D. 2005. Fisheries Acoustics: Theory and Practice, second edition. Blackwell. Siwabessy PJW. 2001. An investigation of the relationship between seabed type and benthic and bentho-pelagic biota using acoustic techniques [dissertation]. Australia (AU). The Curtin University of Technology Urick, R.J. 1975. Principles of Underwater Sound. Kingsport Press, 384 pp. 12