BAB IV ANALISA 4.1 Pelayanan holistik di Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen

dokumen-dokumen yang mirip
UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja?

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan Agama Kristen Protestan

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Banyak data dan informasi tentang tingkat perilaku delinkuen remaja yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN UKDW

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAGIAN III PENERAPAN YAYASAN PANTI ASUHAN YAKOBUS TERHADAP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL BAGI REMAJA KRISTEN DAN NON KRISTEN.

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh Perilaku Konsumtif terhadap Identitas Diri Remaja UKDW

Diunduh dari Bab Dampak Modernisasi Bagi Keluargaku Bahan Alkitab: 1 Samuel 1: 1-16, Efesus 5: A.

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA. A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

TAHUN AYIN ALEPH. Minggu I. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya, warga jemaat GKJ (Gereja-Gereja Kristen Jawa) sesuai dengan tradisi

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB II LANDASAN TEORI PELAYANAN HOLISTIK GEREJA TERHADAP ANAK AUTIS. Gereja, pelayanan holistik dan anak autis. Penulis juga menguraikan beberapa

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB 4. Refleksi Teologis. dan kehidupan rohani setiap anggota jemaatnya tidak terkecuali anak-anak yang adalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era modern merupakan era yang ditandai dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB 6 PENUTUP. konsep pola asuh anak, efektivitas, serta kualitas hidup sebagai landasan konsep

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

Transkripsi:

BAB IV ANALISA Pada Bab IV ini, penulis akan menganalisis bagaimana pelayanan holistik yang dilakukan oleh gereja terhadap anak autis dengan menggunakan teori yang ada bab II serta model yang ditemukan dalam hasil penelitian. Realitas Pelayanan yang dilakukan oleh Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia, Yayasan Sosial Harapan Bawen adalah pelayanan yang sudah holistik karena telah banyak melakukan pelayanan dalam berbagai bidang sekuler. Tetapi yang menjadi kendala utama yaitu dalam penerapannya masih belum maksimal khususnya pelayanan kepada anak autis. 4.1 Pelayanan holistik di Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen Pada bab sebelumnya telah dipaparkan perihal profil Gereja Pentakosta Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen beserta dengan pelayanannya kepada anak autis. Gereja sekaligus Panti asuhan Pondok Diakonia merupakan panti asuhan yang didirikan oleh Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen. Visi dan Misi pelayanan yang dilakukan yaitu untuk membentuk manusia secara utuh di dalam Kristus. Oleh karena itu pelayanan yang dilakukan bersifat holistik. 67

Sesuai dengan visi dan misi untuk membentuk manusia secara utuh, maka panti asuhan sekaligus gereja melakukan pelayanan kepada anak-anak yatim-piatu, anak jalanan dan para lansia selain itu juga kepada anak autis. Membimbing dan melayani anak autis, bukan tugas yang gampang, butuh kesabaran dan ketelitian serta hati yang tulus sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas dan mandiri. Pelayanan yang dilakukan di Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Harapan sudah merupakan usaha yang sangat baik. Karena telah banyak membantu anak-anak autis untuk dapat belajar dan berkomunikasi serta menjadi anak yang mandiri. Meskipun, dalam pengajaran dan bimbingan belum efektif. Anak-anak autis perlu dibimbing dalam ruangan khusus sehingga mereka dapat lebih menerima stimulus yang diberikan oleh pengasuh. Sedangkan untuk membantu mereka berinteraksi sudah sangat baik karena telah menggabungkan anak-anak autis dengan teman-teman sebaya secara otomatis sudah sangat membantu dalam mengembangkan interaksi mereka. Melayani anak-anak autis merupakan sebuah pelayanan yang luar biasa. Apalagi pelayanan yang dilakukan itu berasal dari gereja sebagai motor penggerak di panti asuhan Pondok Diakonia. Gereja hadir bukan hanya untuk dirinya sendiri, untuk itu pelayanan yang dilakukan harus menjangkau kehidupan masyarakat sekuler dengan berbagai permasalahan, penolakan dan isolasi yang terjadi pada setiap pribadi yang tidak diperhatikan kerena 68

keterbelakangan mental yang terjadi sehingga menjadikan mereka sebagai pribadi yang marginal dalam kehidupan masayarakat maupun gereja. Pandangan diatas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Hendrik Kreamer bahwa pelayanan atau diakonia adalah roh, dan pola yang benar dari gereja yang berakar dalam wujud dan pekerjaan Kristus, Tuhan gereja. Gereja adalah diakonia, yang harus dinyatakan dalam semua bidang kehidupan sekuler. 1 Demikian juga yang dinyatakan oleh Eugene Bianchi, bahwa diakonia merupakan tugas fundamental gereja untuk mewujudkan perdamaian atau pemulihan kembali mengatasi pelbagi alienasi yang menindas umat manusia zaman ini. 2 Berdasarkan pandang-pandangan yang telah diungkapkan oleh Hendrik dan Eugene, maka dapat dapat dikatakan bahwa pelayanan gereja harus menjangkau segala bidang kehidupan manusia. Salah satu contoh yaitu pelayanan yang nyata sudah dilakukan oleh Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok diakonia terhadap anak-anak autis. Kehadiran anak-anak autis di panti asuhan menjadi sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan dengan sepenuh hati, oleh karena itu pelayanan yang dilakukan harus dipenuhi dengan ketulusan dan keterpanggilan hati untuk melayani mereka. Menolong mereka menjadi anak-anak yang terpenuhi dalam segala aspek kehidupan, bertumbuh menjadi anak yang mandiri dan berguna bagi masyarakat, gereja dan bangsa. 1 Norman E. Thomas, teks-teks klasik tentang misi dan kekristenan sedunia: melengkapi Adikarya David Bosch Transformasi misi Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 360. 2 Avery Dulles, Model-model gereja (Flores: Nusa Indah, 1990), 90. 69

Anak-anak autis merupakan anak-anak yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari mereka sangat sulit berinteraksi dan lambat dalam berkomunikasi. Oleh karena itu anak-anak ini perlu mendapat perhatian penuh dan kasih sayang serta kesempatan untuk terus berkembang menjadi anak-anak yang berguna. Hooijdonk kemudian mengatakan bahwa pelayanan yang dilakukan dapat mewujudkan nilai-nilai kerajaan Allah seperti cinta kasih, perdamaian dan keadilan 3. Dasar dari ketiga nilai ini menjadi landasan yang kuat jika diterapkan dalam pelayanan sehingga anak-anak akan merasa dicintai dengan tulus, merasakan keadilan yang selama ini hilang kerena segala macam pandangan yang menjadikan mereka sebagai pribadi yang tidak berguna, serta mereka bisa merasakan kedamaian dengan alam dan manusia bahkan relasi mereka, dengan Tuhan yang diimani. Hendrik Kremer, juga melalui penjelasannya tentang konteks diakonia menekankan upaya pengetasan ketidakberdayaan umat yang terpinggirkan menuju standar hidup yang berkualitas dan sejajar atau bahkan lebih dengan umat yang lain. Diakonia itu sendiri menjadi ciri khas pelayanan gereja yang langsung menyentuh umat dan membumi. Diakonia agung Tuhan Yesus sebagai perwujudan kasih bagi umatnya melalui penyalibannya. 4 3 Martin Chen, Teologi Gustavo Gutierrez: Refleksi dari praksis kaum miskin (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 36. 4 Thomas Norman, Teks-teks Klasik Tentang Misi dan Kekristenan Sedunia: Melengkapi Adikarya David, J.Bosch Transformasi Misi Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 359. 70

Oleh karenanya Panti Asuhan Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen dalam pelayanannya telah menerapkan pelayanan yang membumi, dimana pelayanan yang dilakukan telah menjangkau anak-anak autis yang selama ini tidak sepenuhnya diperhatikan oleh gereja. Dalam pelayanan yang dilakukan Panti Asuhan Pondok Diakonia mereka telah berusaha menampilkan rasa empati yang tinggi terhadap permasalahn yang terjadi pada anak-anak autis. Landasan berpikir yang utama dari Pelayanan di panti asuhan Pondok Diakonia berlandasakan pada pandangan teologis berkenaan dengan pelayanan Yesus yang holistik yang menjadi inspirasi bagi setiap pelayanan yang dilakukan. Motivasi pelayanan yang dilakukan adalah pelayanan Kristus sendiri. Artinya sebelum pelayanan dilakukan kerena keinginan untuk melayani Kristus, atau lebih tepat lagi melayani Kristus melalui sesama. Oleh karena Kristus telah lebih dahulu melayani umat-nya. Jadi, berdasarkan pandangan teologis tersebut, proses pelayanan yang dilakukan terpola pada contoh dan teladan peranan Yesus. Namun, arah dari model dan strategi pelayanan tersebut mengacu kepada pelayanan holistik kepada semua penghuni panti termasuk di dalamnya yaitu anak autis. Berdasarkan temuan di lapangan, penulis mendapati bahwa pemeliharaan aspek spiritual bagi anak autis sudah terakomodir dengan baik. Pada saat ibadah Minggu dan doa berantai anak-anak sudah dibimbing dengan baik. Ini dibuktikan dengan bagaimana anak-anak bisa berdoa 71

meskipun sedikit demi sedikit di bantu oleh pengasuh ketika mengucapkan doa. Pelayanan spiritual yang telah dikembangkan oleh gereja melalui berbagai program kegiatan yang ditujukan kepada tiap-tiap jenjang usia. Bagi anak-anak autis, pelayanan spiritual diadakan melalui kegiatan PPA. Bagi kaum dewasa muda juga diadakan ibadah khusus bagi dewasa muda. Ibadah umum diadakan sebagai ajang berkumpulnya seluruh jemaat dari berbagai lapisan usia. Di samping pelayanan dalam aspek spiritual, aspek sosial juga menjadi perhatian bagi para pengasuh di GPdI Pondok Diakonia. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, didapati bahwa gereja memperhatikan kehidupan sosial dari anak-anak autis. Perhatian dalam aspek sosial yang diberikan kepada anak autis yaitu meggabungkan dan memperkenalkan anakanak autis dengan teman-teman sebaya yang ada di panti. Meskipun tidak sepenuhnya membuat anak-anak autis dapat berinteraksi dan berkomunikasi bahkan menjalin hubungan yang normal. Tetapi setidaknya dapat membantu mereka dalam proses berinteraksi. Adanya perhatian gereja di bidang sosial, anak-anak autis merasakan shalom dalam kehidupannya. 4.2 Model Pelayanan yang Holistik di Panti Asuhan Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen. Untuk mengimplikasikan pelayanan dan pendampingan holistik maka diperlukan perhatian ekstra kepada setiap anak autis yang dilayani. Anak 72

autis merupakan anak yang memiliki kemampuan terbatas sehingga diperlukan kesabaran dan ketelitian serta kesugguhan hati untuk dapat melayani mereka dengan efektif. Sehingga mereka dapat bertumbuh menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Gereja Pentakosta Pondok Diakonia Harapan berusaha mengakomodasi kebutuhan dalam bidang pendidikan khusus dan memberikan pelayanan terapi khusus kepada anak autis melalui para dokter dan psikolog. Kegiatan terapi biasanya dilakukan untuk membantu anak-anak autis dapat mengeksplor minat dan bakat serta melihat sejauh mana kemampuan anak dalam berinteraksi dan kemampuan kognitif yang dimiliki. Dengan melihat aspek-aspek tadi maka terapi yang dilakukan diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan anak autis. Biasanya dalam proses terapi, anak-anak autis akan diberi bintang sebagai penghargaan atas prestasi yang dicapai. Tetapi apabila tidak berhasil maka anak-anak autis akan terus dibimbing dengan memberi contoh dan perilaku-perilaku baru yang tidak dimiliki oleh anak autis sehingga membantu dalam proses pengembangan diri dan menambah wawasan dalam proses pembentukan diri menuju kepada kemandirian. Didalam realitas kehidupan, manusia dipandang memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri, dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat 73

mempengaruhi perilaku orang lain. 5 Begitu juga yang terjadi pada anak autis, dimana mereka sangat sulit dalam berperilaku yang sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dari situ dibutuhkan sebuah tindakan baru yang diterapkan untuk membantu anak autis dapat merubah tingkah lakunya yang dinilai buruk atau tidak normal. Pendekatan tingkah laku atau behavioral menekankan pada dimensi kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang berorientasi pada tindakan (action-oriented) untuk membantu mengambil langkah yang jelas dalam mengubah tingkah laku. 6 Dalam menyikapi problem tingkah laku. ABA adalah sebuah teknik yang digunakan sebagai treatment untuk penderita autis. Terapi Applied Behavior Analysis atau ABA sering digunakan untuk penanganan anak autistik. Terapi ini sangat representative bagi penanggulangan anak spesial dengan gejala autisme. Sebab prinsip yang terukur, terarah dan sistematis; juga variasi yang diajarkan luas; sehingga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan motorik halus dan kasar. 7 Terapi yang dilakukan di panti telah membantu anak autis. Tetapi terapi yang dilakukan belum terarah dengan baik sehingga dalam tulisan ini penulis memberikan gambaran mengenai terapi Applied Behavior Analysis 5 Grantina Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling. (Jakarta: PT Indeks, 2011) hlm.153. 6 Ibid.,141 7 https://sittaresmiyanti.wordpress.com/2009/04/03/terapi-aba-anak-autistik/ Diunduh 15-05-2015 74

(ABA) langkah-langkah yang dapat digunakan bagi gereja (Gereja Pentakosta Pondok Diakonia Harapan) untuk membantu anak-anak autis dalam menata ulang perilaku-perilaku yang salah sehingga dapat membantu anak-anak autis berkembang menjadi anak-anak yang cerdas. Berdasarkan Model pelayanan yang dilakukan di panti asuhan Pondok Diakonia maka dapat dikatakan bahwa di panti ini telah menerapkan model pelayanan secara holistik. Dimana pelayanan yang dilakukan telah membantu anak-anak autis dalam aspek psikologis dan spiritual. Berupa terapi yang dilakukan untuk membantu mengembangkan minat, bakat dan keahlian khusus serta relasi sosial anak autis dengan lingkungan dimana mereka berada. Selain itu juga dilakukan terapi dalam aspek spiritual (pelayanan pastoral) dimana anak-anak autis belajar bagaimana berempati, mendengarkan, dan berdoa,berdasarkan tekniknya masing-masing. 1. Aspek Psikologis Pada aspek psikologis anak-anak autis mendapatkan terapi untuk mengembangkan minat, bakat, keahlian khusus dan relasi sosial. Tujuan aspek ini yaitu untuk membantu anak autis mengembangkan kemampuan yang dimiliki serta meningkatkan prestasinya dalam berinteraksi. Dengan demikian akan membantu mereka dalam proses pematangan intelektual serta kemampuan yang terus ditingkatkan secara holistik. Menurut Abraham Maslow organisme selalu bertingkah sebagai kesatuan yang utuh, bukan 75

sebagai rangkaian bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian yang terpenting adalah: 1) Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integritas, konsistensi, dan koherensi. Organisasi adalah keadaan normal dan dosorganisasi adalah keadaan petologis (sakit). 2) Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi. 3). Organisme memiliki dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri. 4). Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi ornaisme jika bisa terkuak di lingkungan yang akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral. Bagi maslow, manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya. Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung. 8 Konsep yang diungkapkan oleh Maslow ini, selaras dengan apa yang dikembangkan oleh panti asuhan pondok diakonia. Bisa dilihat dalam pelayanan yang dilakukan kepada anak autis. Pada poin kedua yang mengatakan organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari secara isolsi. Pandangan ini sejalan dengan apa yang dilakukan di panti, dimana anak-anak autis meskipun memiliki perbedaan dengan anak-anak normal tetapi mereka tidak dibedakan ketika mengikuti ibadah, PPA dan kegiatan yang dilakukan dipanti selalu menghadirkan anak autis atau menggabungkan anak-anak autis dengan 8 Kunjojo, Pendidikan Bimbingan dan Konseling, (Kediri: Universitas Nusantara PGRI, 2009), 37-38 76

yang lainnya. Selain itu poin yang ke tiga juga diterapkan dalam minat, bakat dan keahlian khusus yang dimiliki oleh anak autis. Hal ini bertujuan untuk mengaktualisasikan kemampuan dan diri anak-anak autis. Tujuannya agar bakat dan minat yang terpendam bisa dieksplor dengan baik, dan yang terpenting dari apa yang ditekankan Maslow adalah manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya. Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerimaan, perhatian dan pelayanan yang tulus akan membangun dan membentuk anak-anak autis menjadi pribadi yang luar biasa. Pendekatan yang dilakukan merupakan bagian dari terapi ABA 9 sehingga Panti asuhan Pondok diakonia dapat mendidik dan membimbing anak-anak autis. Kendala utama hanya diperlukan training dan pelatihan lagi untuk para pengasuh sehingga dapat melatih dan membimbing anak-anak autis dengan baik atau secara holistik agar kebutuhan anak-anak autis dapat terpenuhi secara psikologis seperti terapi-terapi yang sederhana dan bertujuan untuk memacu dan mengurangi tingkat kesulitan anak autis dalam berinteraksi. 2. Aspek spiritual (Pelayanan pastor) 77

Konsep Clinebell yang mengembangkan aspek spiritual dalam mencapai pertumbuhan menuju keutuhan manusia selaras dengan apa yang berkembang di panti asuhan Pondok diakonia. Aspek spiritual menjadi fokus pelayanannya. Pandangan teologis dari panti asuhan inilah yang menjadi landasan dan perhatian panti terhadap aspek spiritual. Hampir seluruh kegiatan yang diadakan oleh panti bermuatan spiritual. Hal ini disebabkan oleh peranan Roh kudus dan Yesus yang diyakini sebagai penggerak di dalam panti, sehingga kehidupan spiritual dijadikan sebagai pondasi dari kehidupan panti dan pelayanannya. Para pelayan di Panti asuhan berpandangan bahwa kehidupan spiritual merupakan titik tolak kehidupan yang sebenarnya. Bila mempunyai aspek spiritual yang baik, maka masalah-masalah hidup dapat diatasi dengan baik pula. Dimensi spiritual menjadi dasar untuk mengembangkan aspek yang lain di dalam kehidupan. Paradigma inilah yang dikembangkan di dalam kehidupan panti asuhan Pondok Diakonia. Oleh sebab itu, pelayanan lebih menitik beratkan pada bidang spiritual. Namun, teori dari Clinebell tidak sepenuhnya dikembangkan dalam pelayanan di panti asuhan Pondok Diakonia. Alasannya, Clinebell lebih menitik beratkan pada pendampingan spiritual tiap-tiap individu, sedangkan yang dikembangkan oleh panti asuhan Pondok Diakonia merupakan pendampingan spiritual yang dilakukan secara kooperat atau menyeluruh ke seluruh penghuni panti termasuk di dalamnya yaitu anak-anak autis dan anakanak normal, sehingga konteksnya menjadi penting untuk diperhatikan. 78

Lebih lanjut, berbeda dengan Clinebell, Wiryasaputra memberikan perspektif yang berbeda berkaitan pendampingan pastoral holistik. 10 Wiryasaputra mencoba memformulasikan keberagaman aspek hidup manusia ke dalam empat hal, yaitu aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial. Keempat aspek tersebut diatas saling berkaitan satu dengan yang lain, serta saling mempengaruhi secara sistematik dan sinergik membentuk eksistensi manusia sebagai keutuhan dan bertumbuh kepada aktualisasi dirinya. Oleh sebab itu, empat aspek dalam diri manusia tersebut harus mendapatkan penanganan secara proposional, guna menciptakan keutuhan dengan memperhatikan tiap kebutuhan anak autis dan konteks dimana anak-anak autis berada. Konteks menjadi penting karena proses interaksinya langsung digabungkan antara anak autis dan normal sehingga penekanannya lebih kepada dua aspek yang dikemukakan oleh Wiryasaputra, namun juga terfokus pada individu yang mengalami autis. Adapun aspek-aspek tersebut dapat dikomprasikan pada pelayanan yang dilakukan oleh panti asuhan pondok diakonia dalam pelayanan holistik yang mencakup terutama anak-anak autis dan kepada non autis berdasarkan konteks pelayanannya. Berdasarkan kerangka pikir yang dkembangkan oleh Wiryasaputra, aspek spiritual meliputi doa, kontemplasi, rasa menunggal bersekutu dengan Sang Maha Kuasa, pengharapan akan masa depan, visi hidup, rasa bersykur, identifikasi komunitas, relasi dengan komunitas percaya, nilai-nilai mulia, 10 Fibry Jati Nugroho, Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch, (Tesis: Fakultas Teologi 2010), 29. 79

dan kesalehan. Aspek ini merupakan bagian dari diri manusia dalam hubungan dengan supreme being. Bagian ini tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Maka dari itu, pelayanan yang baik tetap memperhatikan aspek ini sebagai bagian dari proses menuju keutuhan kehidupan manusia. Aspek spiritual menjadi perhatian utama dalam pelayanan di panti asuhan kepada anak autis yaitu mengembangkan dan membimbing anak autis untuk mengenal Tuhan seperti berdoa baik secara individu seperti yang ditekankan Clinebel namun hal ini juga dilakukan dalam kelompok doa. Bagian lain yang menjadi sorotan Wiryasaputra dalam melakukan pelayanan holistik adalah aspek sosial. Aspek sosial merupakan sebuah langkah penting dalam pelayanan yang dilakukan. Adapun aspek sosial meliputi: kondisi ekonomi yang memungkinkan seseorang hidup layak, kemampuan keuangan dan pekerjaan, kualitas pendidikan untuk menopang kehidupan, kondisi perpolitikan yang memungkinkan seseorang bertumbuh guna mengekspresikan diri, identifikasi kultural, kondisi adat istiadat, hubungan dengan anggota keluarga, berhubungan dengan teman, hubungan dengan lingkungan sosial, serta keterlibatan dalam aktivitas lingkungan. Dalam aspek ini anak-anak autis dilatih untuk dapat berempati, dan berkomunikasi dengan teman sebayanya. Berlandaskan dua aspek tersebut maka dapat dikatakan bahwa titik temu dari kedua aspek ini secara holistik adalah terjadinya hubungan yang vertikal dan horizontal antara individu dengan Tuhan, dan dengan sesama yang 80

dilakukan oleh anak autis. Hasilnya yang kemudian bisa dicapai dari pengembangan lebih dalam dari model pelayanan yang dilakukan adalah dapat sesuai dengan konteks pelayanan yang dibutuhkan. Karena output atau wujud konkritnya bertujuan untuk membentuk anak-anak autis menjadi anak-anak yang utuh dalam Yesus Kristus seperti menjadi pribadi yang mandiri dan bisa berelasi dengan baik di lingkungannya atau dengan orangorang sekitarnya. Sebab dalam relasi tersebut terjadi penerimaan terhadap diri sendiri maupun dari lingkungan mereka berada melalui peran dan tanggung jawab (bakat, keahlian) yang mereka miliki. 81