BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang terdapat di Indonesia. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki jumlah penutur yang cukup besar, bahkan dapat dikatakan paling besar di antara penutur-penutur bahasa daerah yang lain, yakni lebih dari 60 juta orang. Selain itu, daerah pakai bahasa Jawa juga cukup luas, yaitu meliputi daerah-daerah di provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan provinsi Jawa Timur kecuali Madura. Bahasa Jawa juga dipakai di daerahdaerah lain, seperti Banten sebelah utara, Lampung di dekat Medan, dan di daerah-daerah transmigrasi di beberapa pulau di Indonesia seperti Sumatera Selatan, Jambi, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Tenggara (Soepomo, dalam Soedjito, dkk. 1986: 1-2). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa bahasa Jawa telah tersebar hampir di seluruh Indonesia. Bahkan di New Calidonia dan Suriname terdapat beberapa kelompok penutur bahasa Jawa Bahasa Jawa mempunyai empat buah dialek, dan tiga belas subdialek. Dialek-dialek itu ialah dialek Banyumas, Pesisir, Surakarta, dan Jawa Timur. Subdialek-subdialek itu ialah Purwokerto, Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Pekalongan, Semarang, Rembang, Surakarta, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, dan Banyuwangi (Uhlenbeck, dalam Baribin, dkk. 1987: 2). Masing-masing dialek itu mempunyai ciri-ciri tersendiri. Menurut Guiraud (dalam Zualaeha, 2010: 31) ada lima macam ciri pembeda dialek, yaitu perbedaan fonetis, perbedaan semantis, perbedaan onomasiologis, perbedaan semasiologis, dan perbedaan morfologis.
Dialek Banyumas, dipergunakan masyarakat daerah se-eks Karesidenan Banyumas yang meliputi empat kabupaten, yaitu: Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap. Subdialek dari dialek Banyumas adalah subdialek Purwokerto dan Kebumen. Kabupaten Purbalingga yang letaknya berbatasan langsung dengan subdialek Purwokerto menjadi sub-subdialek Purwokerto. Begitu pula dengan Banjarnegara, juga merupakan subsubdialek Purwokerto karena bahasa yang digunakan dalam sub-subdialek Banjarnegara mirip dengan bahasa yang digunakan dalam subdialek Purwokerto. Namun bagi masyarakat Banjarnegara bagian timur, cara berbicara mereka mirip dengan dialek Wonosobo. Wonosobo merupakan daerah yang berdiri di bawah Kesultanan Yogyakarta. Oleh karena itulah dialek yang digunakan pun serupa dengan subdialek Yogyakarta. Jadi dialek Wonosobo dapat disebut juga sebagai sub-subdialek Yogyakarta. Namun, untuk daerah Wonosobo bagian Barat dialeknya mirip dengan dialek Banjarnegara. Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24 Mei 2011, ditemukan bahwa dialek yang digunakan di Kabupaten Wonosobo ternyata merupakan bentuk dialek yang digunakan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Di Kabupaten Wonosobo terdapat Kecamatan Kejajar yang merupakan salah satu daerah yang berdasarkan geografisnya berbatasan langsung dengan Kecamatan Batur di Kabupaten Banjarnegara. Kedua wilayah yang berbatasan itu hanya berbatasan dengan tugu pembatas daerah dan perkebunan. Selain itu, mata pencaharian sehari-hari penduduk kedua daerah tersebut sama yaitu sebagai petani. Hal tersebut memungkinkan masyarakat kedua kabupaten yang berbatasan itu untuk saling bergaul dan berkomunikasi. Di Daerah perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dengan Kabupaten Wonosobo terdapat objek wisata yang sama-sama dikelola oleh dua kabupaten tersebut. Objek wisata yang biasa disebut dengan Pegunungan Dieng (Dieng Plateau) cukup terkenal di Jawa Tengah. Di tempat wisata itu terdapat banyak penjual dari mulai penjual souvenir sampai
penjaja makanan atau oleh-oleh. Bahkan karena objek wisata yang terdapat di daerah Dieng merupakan peninggalan budaya dan alam, maka di setiap tempat wisata ada juru kunci. Berdasarkan kenyataan bahwa objek wisata Dieng terdapat di daerah perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, maka juru kunci, penjual souvenir, dan penjaja makanan yang terdapat di tempat itu juga berasal dari kedua daerah tersebut. Dialek yang digunakan pun berbeda-beda. Juru kunci, penjual souvenir, dan penjaja makanan yang berasal dari daerah Banjarnegara menggunakan dialek Banyumas sedangkan yang berasal dari daerah Wonosobo menggunakan dialek Wonosobo yang termasuk dalam subdialek Yogyakarta. Namun karena bentuk pergaulan dan keseringan berkomunikasi, maka dialek Banjarnegara banyak terpengaruh dengan dialek Wonosobo, begitu juga sebaliknya. Selain itu, para penjual juga mempunyai ciri khas masing-masing dalam mengucapkan atau menawarkan dagangannya sesuai dengan dialek daerah asal mereka. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti register wisata di daerah perbatasan dialek Banjarnegara dan Wonosobo. Penelitian ini tidak meneliti kosakata dasar Swadesh dari masing-masing dialek tetapi meneliti kosakata register wisata yang digunakan / dituturkan oleh juru kunci, penjual souvenir, dan penjaja makanan di objek wisata Dieng. Selain itu, peneliti juga bertempat tinggal di Banjarnegara merasa tertarik melihat kehidupan masyarakat Dieng yang mampu bersosialisasi dengan baik meskipun menggunakan dua dialek yang berbeda. Di samping itu, dengan adanya penggunaan dua dialek yang berbeda di objek wisata Dieng yang mempunyai kosakata khusus daerah wisata, menjadikan peneliti berupaya untuk menggabungkan dua penelitian yaitu penelitian register dan penelitian dialek. Penggabungan ini dilakukan dengan cara kosakata register wisata dikaji secara dialek. Hal ini dilakukan dengan cara mencari perbedaan kosakata register wisata Dieng yang dituturkan dengan dialek Banjarnegara dengan yang dituturkan dengan dialek
Wonosobo. Perbedaan yang dicari di sini adalah berupa perbedaan fonetis dan perbedaan semantis. B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah perbedaan fonetis dan semantis kosakata register wisata Dieng di daerah perbatasan dialek Banjarnegara dan dialek Wonosobo berdasarkan kajian dialektologi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perbedaan fonetis dan semantis kosakata register wisata Dieng di daerah perbatasan dialek Banjarnegara dan dialek Wonosobo berdasarkan kajian dialektologi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Penelitian ini memberikan acuan tambahan dalam meningkatkan analisis dialek suatu bahasa dengan permasalahan register. b. Penelitian ini memberikan gambaran akan perbedaan fonetis dan semantis kosakata register wisata Dieng di daerah perbatasan dialek Banjarnegara dan dialek Wonosobo. c. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan bagi dialektologi yakni sebagai usaha untuk melestarikan keberadaan bahasa daerah.
2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk dapat membedakan dan menggunakan kosakata-kosakata dialek Banjarnegara dan dialek Wonosobo apabila berbaur dengan kedua pemakai dialek tempat asal. b. Penelitian ini dapat dijadikan pijakan untuk penelitian selanjutnya.