PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang ditanggung negara ini cukup berat, dengan kata lain rakyat dan pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) PELATIHAN DASAR BAGI KONSULTAN REPLIKASI PROGRAM REPLIKASI P2KP KHUSUS BALI Di Kab. Jembrana & Kab.

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonominya. Definisi pembangunan ekonomi semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (PNPM-MPd) adalah program penanggulangan kemiskinan dengan. pendekatan pembangunan partisipatoris (pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan top-down dengan sistem sentralistis, tidak berhasil di bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara memiliki tingkat penghidupan yang cukup dan mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu. dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan.

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jawab Permasalahan Ekonomi, GNI Gelar Training Riset Potensi Sumberdaya Usaha

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PENGUATAN SUBSTANSI P2KP DAN REPLIKASI PROGRAM P2KP

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

KERANGKA ACUAN PELATIHAN DASAR P2KP BAGI KONSULTAN PELAKSANA DAERAH DAN FASILITATOR REPLIKASI PROGRAM P2KP

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

Dinamika Sosial Dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Strategi sanitasi kabupaten bintan Tahun anggaran Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi. penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui Program Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, karena

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDHAULUAN. dari masyarakat penerima program maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA

BAB I PENDAHULUAN. Konseppartisipasiataupun partnership dan participationini pertama kali

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN. Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara. Karo, 02 Juni 2007

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil menghadirkan kesejahteraan bagi publik dalam arti yang sesungguhnya. Implementasi pendekatan dan sistem pembangunan tersebut mengakibatkan keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, bukan dalam pengertian partisipasi yang sebenarnya, tetapi lebih pada dimobilisasi. Karena itu, kegiatan pembangunan makin menjadikan masyarakat sangat bergantung terhadap input-input dari pemerintah. Hal ini menjadikan masyarakat menjadi kurang percaya diri, tidak kreatif dan tidak inovatif. Pendekatan top-down dan sentralistis juga mengakibatkan hak-hak masyarakat terserap ke dalam kepentingan pemerintah, dan menjadikannya tidak berdaya baik pada aspek politik, sosial dan ekonomi. Pada aspek ekonomi misalnya, terlihat bahwa upaya penanganan kemiskinan untuk menyejahterakan rakyat tidak benar-benar berhasil secara nyata. Penanganan kemiskinan sesunguhnya sejak lama telah diupayakan. Sejak PELITA I (era pemerintahan Suharto ) upaya penanganan kemiskinan yang dilakukan pemerintah telah menjangkau berbagai pelosok tanah air. Out-putnya, secara kuantitatif menunjukkan hasil yang cukup significant. Hal ini terlihat pada data statistik yang menunjukkan, ketika dimulainya pembangunan lima tahunan (PELITA) pada akhir 1960-an, kurang lebih 60 persen penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan, dan kemudian pada 1996-an menjadi sekitar 12 persen dari total penduduk Indonesia (BPS 1997). Tetapi, ketika terjadi krisis ekonomi pada 1997-an telah mengecilkan pencapaian prestasi pembangunan pada umumnya dan penurunan angka kemiskinan pada khususnya. Krisis tersebut menyebabkan melonjaknya angka kemiskinan mencapai 40 persen dari total penduduk Indonesia. Terdapat pelajaran berharga dan (mungkin) sebagai penyadaran bagi para penyelenggara negara, bahwa kebijakan dalam melakukan pembangunan yang menempatkan warga miskin sebagai obyek pembangunan perlu dikoreksi. Respons terhadap pendekatan pembangunan tersebut, berkembanglah diskusi tentang civil society di kalangan perguruan tinggi maupun organisasi non pemerintah. Diskursus tentang civil society ini menyadarkan para penyelenggara negara untuk menemukan pendekatan baru dalam kebijakan pembangunan yang

2 berpihak pada rakyat dengan mengedepankan demokratisasi dan hak asasi manusia (HAM). Terkait dengan wacana civil society ini berkembang pula pemikiran, bahwa untuk mewujudkan bangsa yang demokratis, harus dimulai dari masyarakat akar rumput (grass root). Pemberdayaan (empowerment) dipandang sebagai jawaban atas pengalaman pelaksanaan pembangunan yang didasari oleh kebijakan yang terpusat sejak tahun 1970-an sampai 1990-an tersebut. Kealpaan pemerintah untuk memberikan ruang partisipasi lebih luas kepada rakyat sebagai end user kebijakan publik pada masa itu ternyata telah menyebabkan matinya inovasi dan kreasi rakyat untuk memahami kebutuhannya sendiri serta cara-cara merealisasikan kebutuhannya itu melalui proses pembangunan. Proses pembangunan terpusat yang tidak partisipatif dan cenderung melupakan kebutuhan rakyat pada level akar rumput (grass root) itu telah menyadarkan para pemikir kebijakan publik untuk akhirnya berani mengadopsi konsep pemberdayaan yang dipercayai mampu menjembatani partisipasi rakyat dalam proses pembangunan. Dalam konteks ini pemberdayaan ditantang untuk dapat menumbuhkan kembali inovasi dan kreatifitas rakyat (Wrihatnolo 2007) Salah satu program pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan (empowerment) yang diusung oleh pemerintah saat ini adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). PNPM-M diharapkan dapat mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri yang mampu mengatasi berbagai persoalan kemiskinan, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam menerapkan model pembangunan partisipatif yang berbasis kelembagaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan capaian manfaat program kepada kelompok sasaran yang ditandai dengan adanya peningkatan IPM Milenium Development Goals (MDGs). Sejak tahun 2007, PNPM Mandiri dilaksanakan dengan memperluas cakupan wilayah sasaran pelaksanaan P2KP dan PPK. Selanjutnya pada tahun 2008 mulai diterapkan PNPM Mandiri Perkotaan (pengembangan dari P2KP) dan PNPM Mandiri Perdesaan (pengembangan dari PPK). Proses pemberdayaan masyarakat dititikberatkan pada fasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat di tingkat basis kelurahan/desa, fasilitasi pengintegrasian program jangka menengah penanggulangan kemiskinan tingkat kelurahan/desa sesuai kebutuhan masyarakat dengan perencanaan pemerintah. Program ini diharapkan dapat menurunkan tingkat kemiskinan menjadi sebesar delapan persen dan

3 tingkat pengangguran menjadi sebesar lima persen sampai dengan tahun 2009 (Pedum PNPM Mandiri 2007/2008) Pertanyaan mendasarnya adalah apakah PNPM Mandiri yang merupakan kelanjutan dari program-program pemberdayaan sebelumnya (PPK dan P2KP) benar-benar mampu memberdayakan keluarga miskin? Dalam penelitiannya, Solihin (2005) menyebutkan bahwa pada aspek ekonomi terjadi peningkatan modal dan pendapatan bagi masyarakat miskin sebesar 60 persen sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Pada aspek sosial juga terjadi peningkatan interaksi sosial antar anggota KSM dengan fasilitatornya dan terjadi peningkatan partisipasi warga masyarakat. Selanjutnya juga terjadi peningkatan pada aspek pembangunan sarana dan prasarana fisik di lokasi kegiatan. Hal yang kontras justru terjadi pada penelitian Zainuri (2005) yang memfokuskan penelitiannya pada proses partisipasi, transfer kekuasaan dan perbaikan kualitas hidup menurut perspektif pekerjaan sosial. Ia menyatakan bahwa Program Pengembangan Kecamatan/PPK (sekarang PNPM Mandiri Perdesaan) ternyata belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. Berikutnya penelitian Muchtar (2007) juga membuktikan bahwa tidak terjadi proses pemberdayaan dalam implementasi P2KP (sekarang PNPM perkotaan). Keberhasilan sebuah kegiatan pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat akan ditentukan oleh komunikasi yang partisipatif. Adanya komunikasi yang partisipatif memungkinkan anggota komunitas penerima program (partisipan) memiliki rasa tanggung jawab untuk keberlanjutan memberdayakan diri dan masyarakatnya serta dapat menggali potensi dan kreativitas masyarakat. (Suparjan et al. 2003). Dengan komunikasi partisipatif, diharapkan partisipasi, potensi dan kreativitas masyarakat dapat lebih tergali. Pendeknya, dengan pendekatan partisipatif diharapkan dapat berkembangnya aktifitas yang berorientasi pada kompetensi dan tanggung jawab sosial sebagai anggota komunitas itu sendiri. Dengan melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses, maka keterampilan analisis dan perencanaan menjadi teralihkan kepada mereka atau partisipan. Proses-proses komunikasi dalam PNPM MPd dapat teramati dalam berbagai event komunikasi di lokasi kegiatan. Dalam proses ini peran seorang fasilitator sangat menentukan apakah komunikasi berjalan secara partisipatif atau sebaliknya. Hal ini dapat dipahami karena fasilitator merupakan ujung tombak dalam aktivitas PNPM MPd. Ia adalah sosok yang selalu bersentuhan langsung

4 dengan partisipan atau penerima program di lapangan. Dalam konteks ini faktor kredibilitas yang melekat pada diri seorang fasilitator juga sangat menentukan keberhasilan dalam menjalankan peran-peran pendampingan bervisi pemberdayaan. Sebagai sebuah model pembangunan berdimensi pemberdayaan perspektif pemerintah yang relatif baru, penelitian tentang PNPM MPd dengan topik analisis komunikasi partisipatif dalam program pemberdayaan masyarakat yang ditunjukkan oleh peran seorang fasilitator dan kredibilitas yang melekat pada dirinya menjadi menarik dan penting untuk dikaji dengan disiplin ilmu komunikasi pembangunan. Kajian dengan paradigma kualitatif yang peneliti lakukan ini diharapkan dapat melengkapi dan mempertajam hasil-hasil penelitian sebelumnya dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang komunikasi pembangunan. Perumusan Masalah Merujuk pada latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang diungkap oleh peneliti adalah bagaimana peran fasilitator dalam melakukan pendampingan, bagaimana partisipan dan pelaku PNPM MPd memaknai kredibilitas seorang fasilitator dalam melakukan pendampingan untuk memberdayakan masyarakat serta bagaimana proses komunikasi berlangsung antara fasilitator dan partisipan dalam aktivitas PNPM MPd di lokasi penelitian? Tujuan Penelitian Untuk menjawab rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan peran fasilitator dalam melakukan pendampingan pada aktivitas PNPM MPd. 2. Mengungkapkan makna kredibilitas fasilitator dalam melakukan pendampingan menurut perspektif partisipan dan pelaku PNPM MPd 3. Menganalisis komunikasi partisipatif yang berlangsung antara fasilitator dan partisipan pada aktivitas PNPM MPd dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

5 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan strategis yang efektif dan efisien kepada pemegang kebijakan program PNPM MPd 2. Memberikan sumbangan hasil diskusi bersama partisipan kepada pelaku PNPM Mandiri Perdesaan dan komponen masyarakat yang peduli terhadap isu-isu pemberdayaan.