SOP PENANGANAN DAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
PENGERTIAN DAN BENTUK PENGADUAN MASYARAKAT

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan whistleblower.kkp.go.id.

MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SINAR MAS AGRO RESOURCES & TECHNOLOGY Tbk.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lampiran 5 SK No /HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI POLEWALI MANDAR

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe

Alir Pengaduan Masyarakat

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Perusahaan atau Unit Syari

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO)

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

Panduan Membuka Dan Mengelola Pos Pengaduan Pelayanan Publik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 50

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BAB I

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PIAGAM KOMITE AUDIT. (Audit Committee Charter) PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) SK DIREKSI NO KEP/216/072014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT. Bahan Serahan. Modul Coaching PPM untuk Fasilitator 18

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 7/BC/2012 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PER - 47/PJ/2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

Transkripsi:

KEGIATAN BELAJAR 2 SOP PENANGANAN DAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu : 1. Menjelaskan SOP penanganan pengaduan masyarakat; 2. Menjelaskan tindak lanjut pengaduan masyarakat. 2.1 Uraian dan Contoh Pada kegiatan belajar kedua ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan SOP penanganan pengaduan masyarakat dan tindak lanjut pengaduan masyarakat. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah mengatur secara umum tentang pengelolaan pengaduan yang mana setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan institusi penyelenggara negara berkewajiban untuk menyediakan sarana pengaduan. Sarana pengaduan sebagaimana diwajibkan oleh undangundang tersebut telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diuraikan dalam Kegiatan Belajar Pertama. 18 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana diatur dalam Undangundang pelayanan publik salah satunya meliputi Identitas pengadu yang mana pengaduan disampaikan secara tertulis memuat : a. Nama dan alamat lengkap; b. Uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian materiil atau immateriil yang diderita; c. Permintaan penyelesaian yang diajukan; dan d. Tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan Pencantuman nama dan alamat lengkap dalam penyampaian aduan dapat menyebabkan kerahasiaan pengadu tidak terjaga sehingga keamanan pengadu dapat terancam. Untuk itu, sebagai paradigma baru dalam pengelolaan pengaduan masyarakat dan prinsip dalam pengelolaan pengaduan masyarakat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, identitas pengadu tidak wajib untuk dicantumkan. Hal ini sebagai wujud perlindungan bagi pengadu dan pelaksanaan prinsip kerahasiaan yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam pengelolaan pengaduan masyarakat. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lebih menekankan pada materi aduan yang secara materiil dapat memberikan perbaikan organisasi. A. SOP Penanganan Pengaduan Masyarakat Eksistensi pengaduan masyarakat memiliki peran penting bagi perkembangan organisasi menuju arah yang lebih baik. Namun apabila pengaduan masyarakat tidak dikelola/ditangani dengan baik, maka peran tersebut menjadi kurang maksimal. Fungsi pengelolaan masyarakat tersebut memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengelolaan organisasi. Fungsi tersebut antara lain monitoring dan evaluasi atas tindak lanjut pengaduan masyarakat. Monitoring atas tindak lanjut pengaduan masyarakat dimaksudkan untuk selalu mengetahui perkembangan atas kegiatan tindak lanjut pengaduan masyarakat, yaitu tingkat keberhasilan, efektifitas, dan efisiensi tindak lanjut pengaduan masyarakat tersebut. Sedangkan evaluasi dimaksudkan untuk melakukan kajian ulang atas hasil monitoring tindak lanjut pengaduan masyarakat yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah perbaikan secara menyeluruh. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 19

Guna mewujudkan dan memaksimalkan pengelolaan pengaduan masyarakat, perlu dibuat tata laksana penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa saluran pengaduan masyarakat adalah melalui surat, faksimili, SMS, kotak pengaduan, e-mail, telepon, meja pengaduan (helpdesk), dan web site atau aplikasi yang dibuat secara khusus untuk menampung aduan masyarakat secara online, yaitu SIPUMA (Sistem Aplikasi Pengaduan Masyarakat). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengakomodir SIPUMA dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-154/BC/2012 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tersebut dinyatakan bahwa unit yang bertugas menerima, mengelola dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat adalah unit Kepatuhan Internal. Pengertian SIPUMA sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai diaksud adalah suatu sistem aplikasi yang dipergunakan oleh unit Kepatuhan Internal dalam mengelola penanganan pengaduan masyarakat di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terintegrasi dengan Wiseblowing System (WISE) yang dipergunakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. WISE dalam Keputusan Direktur jenderal sebagaimana tersebut diatas diartikan sebagai aplikasi yang disediakan oleh Kemenerian Keuangan bagi peaat/pegawai maupun masyarakat luas yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelangaran dan/atau ketidakpuasan pelayanan yang diberikan yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tata cara penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-154/BC/2012 adalah sebagai berikut : A. PENERIMAAN PENGADUAN 1. Penerimaan Pengaduan Melalui Aplikasi a. Pengaduan masyarakat dapat disampaikan oleh pengadu melalui aplikasi secara langsung, yaitu dengan mengakses: 20 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 1) Situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan alamat www.beacukai.go.id; atau 2) Portal Pengguna Jasa. b. SIPUMA akan secara otomatis memberikan nomor tiket kepada pengadu, dan pengadu dapat mencetak data pengaduannya atau cukup mencatat/mengingat nomor tiket yang diberikan SIPUMA. c. nomor tiket hanya dapat diketahui oleh pengadu, dan pengadu secara mandiri dapat memantau tindak lanjut penanganan atas pengaduannya sesuai nomor tiket yang diberikan. d. Apabila pengadu mencantumkan alamat e-mail dan/atau nomor telepon genggam (handphone) yang valid, maka SIPUMA akan mengirim nomor tiket kepada pengadu melalui e-mail dan/atau SMS. 2. Penerimaan Pengaduan Secara Manual a. Pengaduan masyarakat dapat disampaikan oleh pengadu secara manual, yaitu melalui saluran pengaduan resmi yang berupa: 1) Petugas Penerima Pengaduan (helpdesk) untuk pengaduan yang disampaikan melalui Meja Pengaduan (datang langsung); 2) Telepon; 3) Surat; 4) Kotak Pengaduan; 5) Faksimili; 6) Layanan SMS Pengaduan; 7) Surat Elektronik (e-mail); atau 8) Saluran pengaduan resmi lainnya. b. Penerima pengaduan wajib merekam data pengaduan yang disampaikan secara manual ke dalam SIPUMA. c. SIPUMA akan secara otomatis memberikan nomor register kepada penerima pengaduan setelah data pengaduan masyarakat dimasukkan ke dalam SIPUMA. d. Penerima pengaduan wajib memberitahukan nomor register kepada pengadu sepanjang terdapat jalur komunikasi dengan pengadu. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 21

e. Nomor register akan menjadi identitas pengaduan masyarakat pada saat petugas unit Kepatuhan Internal berkomunikasi dengan penerima pengaduan, khususnya dalam hal pengadu ingin mengetahui perkembangan tindak lanjut penanganan pengaduannya. f. Dalam hal pengadu ingin melakukan pemantauan atas tindak lanjut penanganan pengaduannya secara mandiri, pengadu harus memberikan alamat e-mail atau nomor telepon genggam (handphone) yang valid kepada petugas penerima pengaduan untuk dimasukkan ke dalam SIPUMA dan SIPUMA akan mengirimkan nomor tiket kepada pengadu. g. Nomor tiket hanya dapat diketahui oleh pengadu dan pengadu secara mandiri dapat memantau tindak lanjut penanganan atas pengaduannya sesuai nomor tiket yang diberikan. h. Pejabat dan/atau pegawai pada UKI wajib menjaga kerahasiaan identitas pengadu kecuali pengadu menginginkan sebaliknya atau dalam keadaan tertentu untuk mempermudah penyelidikan. B. VERIFIKASI 1. Setiap pengaduan masyarakat yang masuk melalui SIPUMA akan dilakukan verifikasi oleh verifikator. 2. Verifikator melakukan telaah terhadap materi aduan yang meliputi: a. Apa materi aduannya (what); b. Siapa nama pejabat dan/atau pegawai yang diadukan (who); c. Kapan materi aduan tersebut terjadi (when); d. Di mana materi aduan tersebut terjadi (where); dan e. Bagaimana materi aduan tersebut terjadi (how). 3. Apabila materi pengaduan masyarakat terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai maka pengaduan masyarakat tersebut diteruskan kepada Pejabat yang Berwenang (PYB). 22 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 4. Apabila materi pengaduan masyarakat tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai maka pengaduan masyarakat tersebut diteruskan ke pengkaji pada unit terkait. 5. Verifikator dapat meminta data tambahan kepada pengadu dalam hal materi pengaduan yang diterima dianggap kurang jelas atau kurang memadai untuk ditindaklanjuti. 6. Apabila materi pengaduan tidak jelas dan tidak dapat diperjelas dan/atau data tambahan atau hasil konfirmasi yang disampaikan pengadu kepada verifikator dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak permintaan data tambahan oleh verifikator dan/atau pejabat dan/atau pegawai yang diadukan tidak jelas, telah pensiun atau telah meninggal dunia, maka pengaduan masyarakat tersebut diputuskan sebagai pengaduan yang tidak dapat ditindaklanjuti. C. DISTRIBUSI 1. Pejabat Yang Berwenang melakukan disposisi terhadap pengaduan masyarakat yang diterima dari verifikator kepada pengkaji pada Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai, pengkaji pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2. Pejabat Yang Berwenang meneruskan pengaduan masyarakat yang diterima dari verifikator kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melalui aplikasi WISE apabila pengaduan masyarakat tersebut tidak terkait dengan tugas dan fungsi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 3. Berdasarkan pertimbangan tertentu, Pejabat Yang Berwenang dapat memutuskan suatu pengaduan masyarakat yang telah selesai diverifikasi tidak dapat ditindaklanjuti. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 23

D. PENGKAJIAN 1. Pada Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai dan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai a. Pengkaji menerima pengaduan masyarakat yang berasal dari: 1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan 2) distribusi dari Pejabat Yang Berwenang. b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan yang dilakukan. c. Setelah proses entry data selesai, pengkaji melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut untuk membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada Pejabat Yang Berwenang. 2. Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai a. Pengkaji pada menerima pengaduan masyarakat yang berasal dari: 1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan 2) distribusi dari Pejabat Yang Berwenang. b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima. c. Apabila materi pengaduan masyarakat tersebut dipandang dapat diselesaikan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, atau Balai Pengujian dan Identifikasi Barang yang berada di bawah wilayah kerjanya, maka pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjuk pengkaji pada Kantor Pengawasan dan 24 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat Pelayanan Bea dan Cukai/Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai/Balai Pengujian dan Identifikasi Barang untuk melakukan tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat tersebut. d. Apabila materi pengaduan masyarakat dipandang lebih tepat jika ditindak lanjuti secara langsung oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pengkaji menentukan langkahlangkah untuk menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat. e. Setelah proses entry data selesai, maka pengkaji melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut untuk membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada Pejabat Yang Berwenang. f. Untuk pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, atau Balai Pengujian dan Identifikasi Barang, pengkaji melakukan penilaian atas laporan penanganan pengaduan masyarakat dari pengkaji di bawahnya dan memutuskan: 1) Meneruskan kepada Pejabat Yang Berwenang apabila setuju dengan laporan penanganan pengaduan masyarakat yang disampaikan; 2) Mengembalikan kepada pengkaji sebelumnya apabila laporan penanganan pengaduan masyarakat belum memadai dan perlu dilengkapi; 3) Memberikan disposisi kepada pengentry data apabila pengaduan masyarakat tersebut akan diambilalih oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan 4) Memberikan disposisi kepada pengkaji lainnya pada kantor yang masih di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang sama apabila pengaduan masyarakat tersebut masih perlu untuk ditindaklanjuti oleh kantor lainnya. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 25

3. Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, serta Balai Pengujian dan Identifikasi Barang a. Pengkaji menerima pengaduan yang berasal dari: 1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan 2) distribusi pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di atasnya. b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat yang dilakukan. c. Setelah proses entry data selesai, pengkaji untuk melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut dan membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada pengkaji Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. E. ENTRY DATA 1. Pengentry data melakukan entry data terkait proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat. 2. Pengentry data melakukan entry data sesuai dengan bukti, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diperoleh, serta dokumendokumen yang dibuat/diterbitkan dalam rangka tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat. F. PENYELESAIAN Terhadap pengaduan masyarakat yang sudah selesai diproses oleh pengkaji, Pejabat Yang Berwenang melakukan proses sebagai berikut: 26 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 1. Jika proses pengaduan masyarakat sudah memiliki dasar yang memadai untuk dinyatakan selesai, maka pengaduan diputuskan selesai ditindak lanjuti; 2. Jika proses pengaduan masyarakat belum dapat dinyatakan selesai, maka pengaduan masyarakat dapat diserahkan kembali kepada pengkaji sebelumnya atau pengkaji pada unit Kepatuhan Internal lainnya untuk diproses lebih lanjut; dan 3. Jika berdasarkan hasil pengkajian yang disampaikan ternyata pengaduan masyarakat tersebut tidak terkait dengan tugas dan fungsi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pengaduan tersebut diteruskan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melalui aplikasi WISE. Dari uraian atas SOP penanganan pengaduan masyarakat sebagaimana tersebut di atas, terdapat istilah verifikator, pejabat yang berwenang (PYB), dan pengkaji. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-154/BC/2012 telah memberikan pengertian istilah dimaksud sebagai berikut : 1. Verifikator adalah pejabat di lingkungan Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang ditugaskan untuk melakukan verifikasi atas pengaduan masyarakat yang diterima. 2. Pejabat Yang Berwenang (PYB) adalah pejabat di Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang berwenang untuk memberikan disposisi atas pengaduan masyarakat yang terkait pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai dan menyatakan bahwa suatu pengaduan masyarakat selesai ditindaklanjuti. 3. Pengkaji adalah pejabat dan/atau pegawai di lingkungan unit Kepatuhan Internal yang bertugas untuk melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang didisposisi kepadanya dan membuat laporan hasil penanganan pengaduan masyarakat. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 27

Terdapat prinsip-prinsip yang harus dilakukan secara konsisten guna menjaga profesionalitas dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat, yaitu : 1. Rahasia, yaitu setiap pengaduan masyarakat yang diterima hanya diketahui oleh pejabat yang berwenang dan/atau pegawai yang menangani pengaduan; 2. Segera, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus memperoleh respon secara cepat; 3. Fair, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus disikapi secara positif dan ditangani secara optimal; 4. Proporsional, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus ditangani sesuai dengan cakupan/ruang lingkup masalah yang diadukan; 5. Obyektif, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus ditangani dengan semestinya tanpa dipengaruhi faktor-faktor yang dapat menyebabkan proses penanganan menjadi tidak semestinya (misalnya, jenjang jabatan, pertemanan, kepentingan dan/atau keberpihakan pribadi/golongan, dan lain-lain); 6. Selektif, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus dianalisa guna menentukan untuk dilakukannya proses investigasi atau tidak; 7. Kerahasiaan bagi pengadu, yaitu kerahasiaan identitas pengadu harus dijamin untuk rasa keamanan yang bersangkutan; 8. Keterbukaan/transparansi, yaitu setiap pihak yang ingin mendapatkan penyelesaian masalah harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya secara transparan. Proses dan hasil penyelesaian pengaduan harus disampaikan kepada pihak terkait/yang berkepentingan. B. Tindak Lanjut Penanganan Pengaduan Masyarakat Salah satu proses penting dalam pengaduan masyarakat adalah tindak lanjut atas pengaduan masyarakat tersebut. Istilah lain yang dipergunakan dalam tindak lanjut pengaduan masarakat adalah investigasi. Istilah investigasi lebih lazim dikenal dalam terminologi jurnalistik, namun dalam perkembangannya istilah investigasi lebih diperluas pengertiannya. Dalam hal ini investigasi diartikan sebagai upaya penelitian, penyelidikan, 28 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat pengusutan, pecarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan simpulan atau rangkaian temuan dan susunan kejadian. Dalam konteks pelanggaran disiplin pegawai, investigasi merupakan upaya tindak lanjut yang dilakukan dalam rangka mengungkap fakta yang berkaitan erat dengan indikasi adanya pelanggaran. Investigasi dapat juga diartikan sebagai upaya pengecekan terhadap petunjuk atau informasi awal yang telah diperoleh. Untuk itu tujuan investigasi adalah menemukan unsur-unsur atau faktor-faktor atau bukti-bukti adanya pelanggaran. Tahapan dalam pra-investigasi sebagai berikut : 1. Penelaahan Sebagai tahapan awal sebelum dilakukannya investigasi, perlu dilakukan penelaahan atas petunjuk atau informasi awal yang diperoleh. Penelahaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan pra investigasi untuk menyaring, mengelompokkan, menganalisis, dan melakukan evaluasi data awal tentang dugaan terjadinya pelanggaran guna menentukan layak tidaknya dilakukan investigasi serta merumuskan hipotesis (dugaan) tentang konstruksi pelanggaran/penyimpangan. Secara umum penelaahan dilakukan dengan metode yang disebut dengan pisau analisa. Pisau analisa yang digunakan terdiri dari 5W + 1H (+ 1H), yaitu : a. What : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya apa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan bentuk pelanggaran/penyimpangan yang teradi; b. Who : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya siapa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan pelaku pelanggaran/penyimpangan dan pihak-pihak yang terlibat serta pihakpihak yang mengetahui atau dapat diminta keterangannya; c. Where : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya dimana, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan tempat terjadinya pelanggaran/penyimpangan; Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 29

d. When : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya kapan, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan waktu terjadinya pelanggaran/penyimpangan; e. Why : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya mengapa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan motif atau latar belakang dilakukannya pelanggaran/penyimpangan; f. How : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya bagaimana, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan cara atau proses terjadinyaatau modus pelanggaran/penyimpangan; g. How Much : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya berapa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan jumlah biaya/uang yang timbul dalam pelanggaran/penyimpangan Dari 7 bentuk kata tanya di atas, hanya terdapat 3 bentuk kata tanya yang harus diidentifikasi pada saat melakukan penelaahan, yaitu what (apa), where (dimana), dan when (kapan). Apabila salah satu dari 3 bentuk kata tanya di atas tidak terjawab, tindak lanjut pengaduan masyarakat akan sulit untuk dilakukan investigasi. Pisau analisa sebagaimana tersebut di atas merupakan sarana untuk membentuk hipotesa atau dugaan dari investigator yang berfungsi sebagai bekal atau bahan untuk dilakukan pengecekan kebenaran. Dugaan tersebut sangat diperlukan agar ruang lingkup investigasi terarah atau fokus. Kefokusan terhadap ruang lingkup pelanggaran/penyimpangan sangat penting agar penanganan masalah atas pelanggaran/penyimpangan tidak bias atau kabur atau beralih, yang dapat mengakibatkan penanganan atau penyelesaian atas masalah inti kurang maksimal. 2. Identifikasi Tahap kedua setelah dilakukan analisa atas informasi atau bukti awal tentang dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap : a. Bentuk pelanggaran : identifikasi bentuk pelanggaran diperlukan untuk membatasi ruang lingkup masalah dan bahan yang diperlukan 30 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat serta strategi yang digunakan dalam melakukan investigasi. Bahan yang diperlukan bergantung dari temuan investigator pada saat melakukan investigasi atau dalam hal permintaan data; b. Sumber informasi : pengidentifikasian sumber informasi sangat penting. Tujuan pengidentifikasian sumber informasi adalah agar investigasi yang dilakukan tepat sasaran, yaitu dalam rangka memperoleh informasi tambahan atau kesaksian terkait dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan. Selain itu, hal tesebut juga mempengaruhi efektifitas dan efisiensi dalam melakukan investigasi; c. Bukti yang dapat diperoleh : pengidentifikasian terhadap bukti yang diperoleh diperlukan dalam investigasi. Tidak semua bukti yang dapat diperoleh memiliki keterkaitan dengan pelanggaran/penyimpangan yang terjadi dan tidak semua bukti memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam memperolehnya. Pengidentifikasian bukti menentukan strategi dalam memperoleh bukti tersebut, yaitu bagaimana cara memperoleh setiap bukti yang diperlukan; d. Bukti yang ada : bukti yang ada perlu diidentifikasi untuk melakukan telaah atau analisa awal atas dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan dan untuk menemukan keterkaitan antar bukti dan bukti yang diperlukan selanjutnya; e. Tempat kejadian : identifikasi tempat kejadian bertujuan untuk mempersiapkan pemetaan terhadap tingkat kesulitan geografis dan tempat lingkungan sosial serta biaya dimana akan dilakukan investigasi; f. Langkah yang dapat ditempuh : indentifikasi terhadap langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai bahan awal dalam rangka kegiatan investigasi terkait dengan strategi pelaksanaan investigasi dan terkait dengan perencanaan agar investigasi efektif, efisien, berdaya guna, dan berhasil guna. Selain itu, hal tersebut juga dapat meminimalkan risiko atau mencegah risiko yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan investigasi; g. Risiko yang mungkin timbul : identifikasi atas risiko yang mungkin timbul sangat penting. Salah satu ukuran keberhasilan investigator adalah dapat melakukan pengkondisian agar risiko dapat diminimalisir Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 31

atau bahkan tidak terjadi sehingga investigasi yang dilakukan tidak menimbulkan kekacauan baru yang berakibat pada timbulnya masalah baru yang sebenarnya tidak perlu terjadi dan dapat mengganggu proses pelaksanaan investigasi dan bahkan hasil dari investigasi tersebut tidak optimal. Apabila risiko sudah teridentifikasi, maka investigator dapat melakukan tindakan-tindakan pengkondisian sebelumnya untuk mencegah risiko dan melakukan perencanaan langkah-langkah investigasi lebih lanjut. 3. Sumber Informasi Sumber informasi dapat diperoleh dari eksternal maupun internal, yang mana sumber informasi dapat berasal dari orang maupun dokumen. Sumber informasi eksternal dapat berasal dari : a. Pemerintahan; b. Publik; c. Swasta; d. Orang perorangan/pribadi; dan e. Dokumen. Sumber informasi dari internal dapat berasal dari : a. Atasan langsung/pimpinan unit; b. Rekan sejawat; dan c. Dokumen. Terhadap 2 bentuk sumber informasi di atas, hal yang peru diperhatikan adalah sumber informasi orang. Sumber informasi orang perlu diperhatikan secara seksama karena orang sebagai sumber informasi dapat memberikan informasi yang berbeda atau bias dari yang investigator harapkan. Hal ini mewajibkan investigator untuk waspada terhadap sumber informasi orang. Orang dapat memberikan informasi yang tidak dapat kita kendalikan, begantung dari laar belakang orang tersebut. Untuk itu, Hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap sumber informasi orang adalah : 32 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat a. Motivasi : investigator harus melakukan analisa terkait dengan motivasi atas orang yang memberikan informasi. Hal ini diperlukan agar investigator tidak diperalat oleh sumber informasi tersebut. Contoh motivasi sumber informasi adalah uang, balas dendam, melindungi, dan lain-lain; b. Tingkat kepercayaan : hal ini merupakan keyakinan investigator dalam mempercayai sumber informasi terkait dengan informasi yang diberikan. Untuk itu investigator harus mengidentifikasi keterkaitan sumber informasi dengan pelaku pelanggaran/penyimpangan dan kedudukan/keberadaan sumber informasi pada saat terjadinya pelanggaran/penyimpangan; c. Kestabilan jiwa : karaker dasar dan tingkat emosional sumber informasi harus diidentifikasi pula. Hal ini mempengaruhi informasi yang diberikan, yaitu apakah informasi diberikan apa adanya sesuai dengan fakta atau dilebih-lebihkan dan/atau dikurangi. Terkait dengan sumber informasi yang berasal dari orang, investigator harus secara obyektif dan selektif menerima informasi tersebut. Investigator yang mengendalikan sumber informasi, bukan sebaliknya, sumber informasi yang mengendalikan investigator. Untuk itu investigator harus seseorang yang berkepribadian kuat. 4. Hipotesis Hipotesis berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Hypotithenai, yang berarti menduga/menyangka/mengira. Secara umum hipotesis dapat diartikan sebagai penjelasan yang bersifat menduga-duga terhadap fenomena/keadaan atau dugaan yang layak terhadap korelasi antar sejumlah fenomena. Tujuan hipotesis adalah untuk memberikan batasan dan mempersempit ruang lingkup investigasi. Selain itu hipotesis juga bertujuan untuk menyiagakan investigator terhadap semua fakta dan hubungan antar fakta yang teridentifikasi. Selain itu hipotesis juga berfungsi sebagai alat dalam membangun fakta-fakta yang tercerai-berai tanpa terkoordinasi ke dalam satu kesatuan dan menyeluruh. Hipotesis dapat dipergunakan sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian fakta dan antar fakta. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 33

Dalam pelaksanaan investigasi, investigator harus memiliki prinsip. Prinsip tersebut diperlukan agar investigasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan investigasi itu sendiri. Prinsip investigasi tersebut adalah : a. Pengujian mendalam untuk mencari kebenaran; b. Memanfaatkan bukti untuk mendukung fakta; c. Semakin cepat merespon semakin besar kemungkinan terungkap; d. Keyakinan yang kuat bahwa pelanggaran telah terjadi; e. Mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa hingga bukti-bukti memberikan simpulan sendiri; f. Bukti fisik merupakan bukti yang nyata, sampai kapanpun mengungkapkan hal yang sama; g. Tenaga ahli bukan pengganti dari kegiatan investigasi; h. Informasi wawancara sangat dipengaruhi kelemahan manusia. Investigator harus mengkonfirmasi pertanyaan yang cukup sehingga mendapat jawaban yang sebenarnya. Setelah melakukan telaah dan indentifikasi atas informasi dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan, tahap selanjutnya adalah melakukan perencanaan investigasi. Perencanaan investigasi diperlukan agar investigasi yang dilakukan efektif, efisien, berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu metode dalam perencanaan investigasi adalah dengan mempergunakan metode The SMEAC System, yang merupakan singkatan dari situation, mission, execution, administration dan logistic, dan communication. a. Situation (situasi), yaitu merupakan gambaran tentang keadaan yang terjadi yang dilakukan dengan cara pengungkapan fakta-fakta yang ada. Dalam hal ini investigator tidak diperbolehkan menambahkan asumsi apapun dalam gambaran keadaan tersebut. Gambaran keadaan/situasi tersebut diperoleh dari hasil telaahan; b. Mission (misi), yaitu harapan yang hendak dicapai. Setiap individu yang terlibat dalam investigasi harus memahami misi yang hendak dicapai dan mengetahui peran masing-masing. Misi diambil dari hipotesis yang telah disusun/ditelaah; 34 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat c. Execution (eksekusi), yaitu rencana tentang bagaimana misi dapat dicapai. Dalam hal ini setiap individu berperan dan bertanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Eksekusi merupakan langkah-langkah yang direncanakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis; d. Administration & Logistics (administrasi & logistik), yaitu identitas terinci yang tertuang dalam surat perintah atau surat tugas atas investigator yang terlibat dalam investigasi. Surat perintah atau surat tugas harus menguraikan secara jelas tugas dan tujuan serta waktu yang tersedia dalam melakukan investigasi. Selain itu perlu dipersiapkan peralatan investigasi guna menunjang kelancaran pelaksanaan investigasi. Administrasi dan logistik juga diperlukan untuk mencegah timbulnya permasalahan yang dapat diidentifikasi akan muncul; e. Communication (komunikasi), yaitu menyampaikan secara rinci hasil investigasi. Dalam hal ini harus ditetapkan pimpinan investigasi yang menerima laporan dari anggota investigator. Dalam penyampaian laporan, harus ditentukan secara jelas kepada siapa informasi dan atau hasil investigasi dilaporkan dan kepada siapa laporan harus diserahkan. Hal tersebut guna mencegah tersebarnya informasi sebagai hasil investigasi. Di sisi lain pimpinan investigasi dapat melihat secara utuh dan menyeluruh hasil investigasi yang untuk kemudian dapat diambil simpulan atau keputusan lebih lanjut. Hal prinsip lain yang harus ada pada seorang investigator adalah bahwa investigator harus memiliki sudut pandang dan wawasan yang luas. Untuk itu investigator harus memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Dalam menangani masalah, investigator dapat mempergunakan metode helicopter view dalam melihat masalah. Investigator tidak hanya mempertimbangkan atau melihat secara sempit pada masalah yang ditanganinya saja, namun investigator harus melihat secara menyeluruh atas masalah yang ditangani. Dengan demikian investigator dapat dengan cepat dan bijak dalam mengambil keputusan. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 35

2.2 Latihan Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, Saudara diminta untuk me-review kembali pemahaman Saudara dengan cara menjawab dan mensimulasikan soalsoal latihan berikut. 1. Apa produk hukum DJBC dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat? 2. Jelaskan secara singkat SOP penanganan pengaduan masyarakat melalui SIPUMA! 3. Jelaskan secara singkat SOP penanganan pengaduan masyarakat secara manual! 4. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat! 5. Jelaskan tahapan pada pra-investigasi internal! 6. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip investigasi! 7. Jelaskan metode yang dipergunakan dalam perencanaan investigasi! 2.3 Rangkuman Sebagai summary dari kegiatan belajar, penulis akan memberikan rangkuman mengenai poin-poin penting yang semestinya mendapat perhatian Saudara. a. Penerimaan pengaduan terdiri dari penerimaan pengaduan melalui aplikasi dan secara manual. b. Prinsip-prinsip dalam penanganan/pengelolaan pengaduan adalah rahasia, segera, fair, proporsional, obyektif, selektif, kerahasiaan bagi pengadu, keterbukaan/transparansi. c. Tahapan dalam pra-investigasi adalah penelaahan, identifikasi, sumber informasi, hipotesis. d. Agar investigasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan investigasi, investigator harus mematuhi prinsip-prinsip investigasi. e. Metode dalam perencanaan investigasi adalah The SMEAC System. f. Investigator harus mempergunakan sudut pandang helicopter view dalam menelaah suatu permasalahan. 36 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 2.4 Tes Formatif Pilihlah salah satu jawaban atau pernyataan yang paling tepat! 1. Tujuan dilakukan monitoring atas tindak lanjut pengaduan masyarakat adalah a. Efektifitas b. Efisiensi c. Kajian ulang d. Tingkat keberhasilan 2. Produk hukum Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan DBC adalah a. KEP-154/BC/2012 b. KEP-154/BC/2011 c. PER-154/BC/2012 d. PER-154/BC/2011 3. Tahapan dalam proses investigasi, kecuali a. Identifikasi b. Hipotesis c. Penelaahan d. Perencanaan investigasi 4. Berikut ini adalah bukan merupakan prinsip-prinsip investigasi, kecuali a. Keyakinan yang kuat bahwa pelanggaran telah terjadi b. Kelengkapan administrasi dan logistik c. Sumber informasi d. Pelaksanaan investigasi yang baik sehingga misi dapat tercapai 5. Berikut ini adalah bukan prinsip-prinsip dalam menjaga profesionalitas dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat, kecuali a. Fair b. Selektif c. Efektif d. obyektif Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 37

2.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut Untuk mengukur pemahaman Saudara terhadap kegiatan belajar 1, disarankan agar Saudara mencocokkan jawaban tes formatif yang Saudara buat dengan kunci jawaban yang kami sediakan. Hitunglah persentase tingkat pemahaman (TP) Saudara, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TP Jumlah Jawaban Yang Benar Jumlah Keseluruhan Soal x 100% Apabila Saudara hanya dapat menjawab pertanyaan tersebut kurang atau sama dengan 80 %, maka sebaiknya Saudara mengulang kembali materi kegiatan belajar 1 ini. Selanjutnya, apabila jawaban Saudara telah memenuhi standar kualifikasi yang diminta (lebih dari 80%) maka Saudara dapat melanjutkan pada kegiatan belajar 2. Skala pengukuran tingkat pemahaman belajar sesuai dengan tabel berikut : Tingkat Pemahaman Skala Nilai 90 < TP 100% Amat Baik 80 < TP 90% Baik 70 < TP 80% Cukup 60 TP 70% Kurang TP < 60 Kurang Sekali 38 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 39