BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama dalam melaksanakan otonomi daerah pada

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis menjadi suatu fenomena global termasuk Indonesia. Tuntutan ini mengharuskan setiap aspek dalam pemerintahan lebih transparan dan memiliki akuntabilitas yang baik. Kedua aspek tersebut menjadi hal penting dalam menjalankan pemerintahan termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan pengungkapan seluruh aktivitas dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Realitas menunjukan tidak semua daerah bisa mandiri atau terpisah dari pemerintah pusat, hal ini dikarenakan bahwa kebijakan pelaksanaan pemerintahan masih berada didalam pengelolaan pemerintah pusat, meskipun pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri atau yang disebut otonomi daerah. Salah satu hubungan yang dimiliki antara pemerintah daerah dan pusat yaitu adanya hubungan sektor keuangan antara pusat dan daerah. Kemampuan pembiayaan merupakan salah satu kriteria penting untuk menilai secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri, karena tanpa adanya pembiayaan yang cukup suatu daerah 1

2 tidak mungkin secara optimal mampu menyelenggarakan tugas dan kewajiban serta segala kewenangan yang melekat dengannya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kemampuan pembiayaan merupakan variabel penting dalam menilai kemampuan otonomi, dimana kondisi kemampuan pembiayaan yang sangat lemah dapat menyebabkan ketergantungan antara daerah terhadap pemerintah pusat (Miftah, 2010). Dewasa ini pemerintah daerah semakin bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari pada mengupayakan peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penerimaan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan menunjukkan jumlah yang terus meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan penerimaan yang berasal dari PAD berfluktuasi dari tahun ke tahun bahkan cenderung menurun. Pemerintah daerah cenderung memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan pemerintah pusat dan menganggarkan peningkatan belanja yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan PAD (jabarprov.go.id). Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang dikukuhkan dengan Undang-Undang (UU) telah membawa konsekuensi tersendiri bagi daerah untuk bisa melaksanakan pembangunan di segala bidang dengan harapan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah. Kebijakan tersebut dirancang oleh pemerintah melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004. Kemudian UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah yang direvisi dengan UU Nomor

3 33 Tahun 2004. Sedangkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Pasal 4 No. 105 Tahun 2000 yang menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperlihatkan atas keadilan dan kepatuhan. Apabila pengelolaan keuangan daerah dilakukan dengan baik sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, maka tentunya akan meningkatkan kinerja pemerintah daerah itu sendiri. Kebijakan tersebut bisa dilihat dari dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah tantangan, sedangkan sudut pandang yang kedua adalah peluang bagi Pemerintah Daerah (Pemda). Hal tersebut dikarenakan dalam UU tersebut diamanatkan disegala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik (publik service). Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah, baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta pembiayaannya. Daerah diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Tujuan kewenangan tersebut adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah agar mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk

4 memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan suatu daerah, menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu, semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin kecil pula ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat. Sumber keuangan yang berasal dari PAD lebih penting dibandingkan dengan sumber yang berasal dari luar PAD. Hal ini karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah daerah demi kelancaran penyelenggara urusan daerahnya. Selain PAD, Dana Perimbangan juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap struktur APBD. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah. PAD dan Dana Perimbangan memiliki peranan yang sangat besar sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan pada akhirnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Penurunan kegiatan ekonomi di berbagai daerah juga menurunkan PAD daerah sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah daerah secara otonom. Begitu juga sebaliknya, peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai daerah akan meningkatkan PAD daerah sehingga pelaksanaan kegiatan

5 pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah tidak terhambat. Manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut. Kemampuan daerah untuk mencapai tujuan tersebut disebut sebagai kinerja pemerintah daerah. Sehubungan dengan efektifnya otonomi daerah maka kinerja pemerintah daerah dalam keuangan daerah sangat dituntut untuk membiayai aktivitas daerah melalui kekayaan asli daerah. UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 10 menyatakan bahwa yang menjadi sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah (capital investment) antara lain berasal dari PAD dan Dana Perimbangan yang diterima oleh daerahdaerah dari Pemerintah Pusat. Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mejalankan roda pemerintahan secara efisien dan efektif mampu mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masingmasing daerah. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah dari kemampuan

6 dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Menurut (Halim, 2001) bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar penerimaan asli daerah dapat menjadi bagian sumber keuangan daerah terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Menurut (Wong, 2004) dan (Adi, 2006) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap pajak daerah. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Cherrya, 2012) di Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan namun, secara parsial hanya lainlain PAD yang sah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh (Nasution, 2010) di Provinsi Sumatera Utara mengenai Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah menunjukkan hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan pengukuran kinerja yang digunakan adalah rasio upaya fiskal yaitu total Pendapatan Asli Daerah di bagi total Anggaran Pendapatan Asli Daerah yang

7 mengindikasikan daerah-daerah tersebut terkadang tidak bisa mencapai Anggaran Pendapatan Asli Daerah yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penelitian yang telah dilakukan di antaranya Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh (Ebit, Darwanis, dan Jalaluddin, 2012). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyajikan penelitian dengan judul: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2008-2012

8 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, penulis mengidentifikasi masalah yang akan menjadi pokok pemikiran dan pembahasan adalah sebagai berikut: 1. Apakah PAD berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 2. Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 3. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari, mengumpulkan dan mendapatkan data yang memberikan informasi mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, kemudian juga merupakan salah satu syarat untuk membuat skripsi dalam menyelesaikan pendidikan sarjana Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

9 2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabuapten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 3. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah di Provinsi Jawa Barat. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta penulis dapat memahami tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. 2. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penulis berharap agar pemerintah daerah dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan tujuan agar dapat membiayai belanja daerahnya sendiri sehingga mengurangi beban Dana Perimbangan dari pemerintah pusat sebagai wujud kemandirian daerah dalam membiayai belanjanya. Kemampuan untuk memenuhi belanja daerah membuktikan bahwa pemerintah daerah telah melakukan efisiensi terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.

10 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada masyarakat mulai dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan menambah daerah sampel penelitian dan rentang waktu penelitian sehingga hasil penelitian lebih dapat digeneralisir. Variabel yang digunakan dalam penelitian mendatang diharapkan lebih lengkap dan bervariasi, dengan menambah variabel independen yang lain baik ukuranukuran atau jenis-jenis penerimaan pemerintah kabupaten/kota di provinsi lainnya, maupun variabel non-keuangan seperti kebijakan pemerintah atau kondisi makro ekonomi. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2013 sampai Januari 2014.