HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

TINJAUAN PUSTAKA. Padi Gogo (Oryza Sativa L.)

Tipe perkecambahan epigeal

PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA TUMBUH BENIH 3 VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Buru hotong

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

TINJAUAN PUSTAKA Potensi dan Manfaat Komoditas Pepaya

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

PENENTUAN PERIODE AFTER-RIPENING

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN DAN BERBAGAI VARIETAS BAWANG MERAH LOKAL SULAWESI TENGAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH IF ALL 1 DAN IDRIS 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

Viabilitas Benih Koro (Canavalia ensiformis (L.) DC.) yang Disimpan pada Beberapa Jenis Kemasan dan Periode Simpan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

Pengaruh Konsentrasi Dan Lama Perendaman Asam Sulfat Terhadap Perkecambahan Biji Aren ( Arenga pinnata Merr. )

Lampiran 2.Rataan persentasi perkecambahan (%)

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin Brassica chinensis L.)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. multiguna karena hampir seluruh bagian pohonnya dapat dimanfaatkan.

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

PENGUJIAN BENIH DORMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan panjang benih 1,7 mm dan lebar 1,5 mm. (Gambar 5). Hasil ini sesuai dengan Dassanayake (1994) yang menyatakan bahwa biji buru hotong memilki ukuran panjang 1.7 mm, lebar 1.3 mm, dan ketebalan 1.1 mm. Gambar 5. Biji Buru Hotong dengan Perbesaran Mikroskop 2 x 10 Kadar Air Kadar air (KA) merupakan salah satu faktor penting dalam kelangsungan hidup benih. Benih golongan Gramineae merupakan benih ortodoks yang memerlukan KA rendah sebelum disimpan (Ellis et al., 1985). Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemunduran benih selama penyimpanan. Pada penelitian ini KA benih sebelum penyimpanan (9 MSP) sekitar 10,73%. Kadar air benih hotong mengalami fluktuasi selama periode afterripening dari 9 19 MSP, yaitu meningkat pada periode afterripening 10 MSP dan menurun secara drastis pada periode afterripening 11 MSP, namun selanjutnya konstan pada kisaran 11% sampai dengan 19 MSP (Gambar 6). Benih ortodoks yaitu benih yang mengalami desikasi secara alami pada pohon induknya, dengan kriteria benih masak secara fisiologis. Benih ortodoks

21 tahan terhadap pengeringan hingga mencapai kadar air 5%. Kelompok benih ortodoks umumnya dijumpai pada spesies- spesies tanaman setahun, dua tahunan dan benih- benih tanaman kehutanan yang dibudidayakan dengan ukuran benih yang kecil. 12.00% 11.50% Kadar Air (%) 11.00% 10.50% 10.00% 9.50% 9.00% 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Periode Afterripening (MSP) Gambar 6. Kadar Air Benih Buru Hotong selama Afterripening 9 19 MSP Benih hotong termasuk benih ortodoks karena ukuran benih kecil, tahan terhadap pengeringan hingga kadar air 10,86% pada suhu 103±2ºC selama 17±1 jam, kemudian Ellis et al. (1985) juga menyatakan bahwa benih golongan Gramineae merupakan benih ortodoks, yang termasuk di dalamnya adalah benih buru hotong. Secara alami benih tetap melakukan respirasi yang merupakan satusatunya proses fisiologis yang masih berjalan walaupun dalam keadaan disimpan dalam suatu wadah. Menurut Sutopo (2004) respirasi dalam benih sangat dipengaruhi oleh kadar air benih, pada kadar air yang masih tinggi (>8%), respirasi berjalan cepat dan juga memperbesar peluang terjadinya cendawan. Hal ini tidak menguntungkan bagi benih karena dapat menurunkan daya berkecambah benih. Biasanya respirasi yang terjadi pada benih merupakan fungsi dari suhu dan kadar air benih. Peningkatan respirasi akan menyebabkan penurunan cadangan karbohidrat sehingga kemampuan perkecambahan benih cepat menurun. Respirasi menyebabkan terbentuknya air dan CO 2 yang menyebabkan kelembaban di sekitar

22 benih meningkat dan suhu bertambah sehingga memacu pertumbuhan jamur dan cendawan. Kadar air benih hotong yang diuji mengalami fluktuasi selama periode afterripening dari 0 10 minggu, yaitu meningkat pada periode afterripening 1 minggu dan menurun secara drastis pada periode afterripening 2 minggu, namun benih hotong tersebut tidak mengalami penurunan kadar air yang nyata setelah benih mengalami periode afterripening 10 minggu. Diduga hal tersebut terjadi karena pertama, benih merupakan benda higroskopis yang dapat menyerap dan melepaskan kelembaban (air) dari dan ke lingkungan sehingga terjadi suatu keseimbangan antara kadar air benih dengan kadar air keseimbangan (Mugnisjah dan Setiawan, 1990). Kedua, kadar air benih merupakan suatu fungsi dari kelembaban nisbi udara sekitarnya. Kelembaban nisbi merupakan suatu pernyataan mengenai jumlah uap air sesungguhnya yang ada di udara yang dihubungkan dengan jumlah seluruh uap air yang dapat dipegang oleh udara. Apabila temperatur meningkat, udara dapat memegang lebih banyak uap air, sehingga apabila udara panas tanpa mengubah kadar airnya maka persentase kelembaban nisbi akan menurun. Kadar air suatu benih tertentu bergantung pada kelembaban nisbi, sedangkan suhu memberikan pengaruh yang kecil. Apabila kelembaban nisbi udara sekeliling benih meningkat, maka kadar air benih akan meningkat (Byrd dalam Lensari 2009). Hasil sidik ragam pengaruh periode afterripening dan metode pematahan dormansi dapat dilihat pada Lampiran 1 4 dan rekapitulasinya pada Tabel 2. Berdasarkan hasil sidik ragam, faktor tunggal periode afterripening (P) dan faktor metode pematahan dormansi (D) menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yaitu PTM, DB, K CT dan IV sedangkan interaksi antara periode afterripening dengan metode pematahan dormansi (PxD) berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur K CT dan IV.

23 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Periode Afterripening (P), Metode Pematahan Dormansi (D) dan Interaksinya (PxD) terhadap Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, Kecepatan Tumbuh dan Indeks Vigor pada Buru Hotong Tolok Ukur Perlakuan KK(%) P D PxD (P) (D) Daya Berkecambah ** ** tn 10 9.3 Potensi Tumbuh Maksimum ** ** tn 8.9 7.9 Kecepatan Tumbuh ** ** ** 8.5 9.8 Indeks Vigor ** ** ** 11.4 10.7 Keterangan: ** = sangat nyata pada α 1%, * = nyata pada α 5%, tn = tidak berpengaruh nyata Pengaruh Periode Afterripening terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, Kecepatan Tumbuh, dan Indeks Vigor pada Benih Buru Hotong Daya berkecambah merupakan persentase benih yang tumbuh menjadi kecambah normal. Benih yang diuji memiliki DB awal 56,67%, namun dengan semakin bertambahnya waktu periode afterripening terlihat semakin meningkatnya nilai DB yang mengindikasikan bahwa benih tersebut mengalami dormansi. Menurut Nugraha dan Soejadi (2001) benih dorman dari spesies tertentu seperti pada padi dinyatakan patah dormansinya apabila daya berkecambahnya 80 % atau lebih. Tanaman buru hotong merupakan satu famili dengan tanaman padi sehingga kriteria patah dormansi buru hotong jika telah mencapai DB 80%. Buru hotong patah dormansi pada periode afterripening antara 12 13 MSP karena daya berkecambah benih pada periode tersebut telah mencapai 80% (Tabel 3).

24 Tabel 3. Pengaruh Periode Afterripening terhadap Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, Kecepatan Tumbuh dan Indeks Vigor pada Buru Hotong Periode Afterripening (MSP) 9 56.7d 65.1e 17.4fg 47.1c 10 58.9d 68.2e 16.6g 50.2c 11 72.9c 77.1d 19.3ef 59.6b 12 79.3abc 84.7bc 21.7bcd 72.2a 13 81.8ab 84.7bc 21.4cd 76.0a 14 80.9ab 81.8cd 20.4de 73.8a 15 74.4bc 80.0cd 20.5de 68.2a 16 79.1abc 82.0cd 23.1ab 70.0a 17 79.8abc 81.1cd 23.6ab 73.8a 18 84.0a 94.4a 21.1cde 74.2a 19 86.2a 89.3ab 23.9a 74.2a Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) merupakan jumlah persentase kecambah normal ditambah dengan jumlah persentase kecambah abnormal. Berdasarkan Tabel 3, nilai PTM meningkat setelah benih mengalami periode afterripening. Peningkatan PTM berbanding lurus dengan lamanya periode afterripening dan pada benih ini PTM meningkat secara nyata mulai periode afterripening 11 MSP hingga periode afterripening 18 MSP. Tabel 3 juga menunjukkan nilai K CT dan IV meningkat secara nyata dengan semakin lamanya periode afterripening dimana peningkatan nilai K CT dan IV mulai terlihat pada periode afterripening 12 MSP. DB (%) PTM (%) K CT (%KN/etmal) IV (%) Periode afterripening yaitu lamanya penyimpanan kering sampai benih dapat memecahkan dormansinya secara alami. Semakin lama periode afterripening, tolok ukur Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, Kecepatan Tumbuh dan Indeks Vigor pada benih hotong semakin meningkat. Dalam hal ini periode afterripening yang dibutuhkan untuk mematahkan dormansinya adalah 3 bulan yang dihitung dari saat panen. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Copeland dan Mc Donald (2001) yang menyatakan bahwa selama periode afterripening, benih mengalami perubahan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh dan inhibitor di dalam benih sehingga mengakibatkan peningkatan viabilitas benih serta Copeland (1976) menambahkan bahwa

25 afterripening merupakan dampak dari perubahan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh dan inhibitor didalam benih. Perubahan itu dapat berupa peningkatan zat pengatur tumbuh atau hilangnya inhibitor benih. Mugnisjah (2007) juga menambahkan bahwa keperluan benih akan penyimpanan kering disebabkan oleh dormansi endogenus fisiologis, dimana dormansi tersebut berkaitan dengan konsentrasi ABA dan IAA yang tinggi, sementara Giberelin dan Sitokinin yang rendah. Ketidakseimbangan hormonhormon ini berperan dalam timbulnya dormansi benih karena embrionya mendapat halangan pasokan oksigen atau perlu penyimpanan kering, cahaya dan suhu dingin. Desai et al. (1997) menyatakan penghalang perkecambahan akan hilang secara lambat dari benih selama afterripening, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rosmawati (2003) menunjukkan bahwa tingkat dormansi benih genotipe padi yang diamati semakin berkurang dengan semakin lamanya penyimpanan. Menurut Saenong et al. (1989) pada benih padi periode afterripening beragam dari 0-11 minggu. Semakin lama periode afterripening yang dibutuhkan, maka akan semakin lama benih siap untuk ditanam sehingga diperlukan cara - cara untuk mematahkan dormansi benih sekurang- kurangnya dapat mempersingkat masa dormansi tersebut. Pengaruh Metode Pematahan Dormansi terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, Kecepatan Tumbuh, dan Indeks Vigor pada Benih Buru Hotong Berdasarkan tolok ukur DB, PTM dan IV pematahan dormansi yang paling baik adalah dengan perlakuan suhu 50 0 C selama 48 jam karena perlakuan tersebut nyata meningkatkan nilai DB, PTM dan IV. Pada tolok ukur K CT pematahan dormansi yang paling baik adalah dengan perendaman KNO 3 0,2% selama 24 jam dengan nilai K CT 22,1%KN/etmal (Tabel 4).

26 Tabel 4. Pengaruh Metode Pematahan Dormansi terhadap Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, Kecepatan Tumbuh, dan Indeks Vigor pada Buru Hotong Metode Pematahan DB(%) PTM(%) K Dormansi CT (%KN/ etmal) IV(%) Kontrol 78.5a 82.7b 19.7b 66.0b KNO 3 0,2% 24 jam 67.8b 71.1c 22.1a 63.9b Suhu 50 0 C 48 jam 81.2a 88.5a 20.6b 71.8a Keterangan : Angka- angka yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Daya berkecambah dan nilai perkecambahan benih merupakan parameter yang dapat menggambarkan status kemampuan perkecambahan benih, benih yang masih mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alami tidak optimum atau suboptimum disebut benih yang memilki vigor yang baik (Sadjad et al., 1999). Dalam hal ini pengaruh metode pematahan dormansi antara kontrol dan perlakuan suhu 50 C 48 jam terhadap DB tidak berbeda nyata, namun nilai DB tertinggi dihasilkan oleh perlakuan suhu 50 C 48 jam. Hal ini sesuai dengan fungsi suhu yang dapat mengatur perkecambahan melalui 3 cara yaitu (1) menentukan kapasitas dan kecepatan perkecambahan, (2) mematahkan dormansi primer maupun sekunder dan (3) menginduksi dormansi sekunder (Widajati et al., 2008). Potensi Tumbuh Maksimum merupakan tolok ukur dari Viabilitas total benih, dimana nilai PTM yang dihasilkan oleh perlakuan suhu 50 C lebih tinggi daripada kontrolnya. Indeks Vigor (IV) diukur berdasarkan jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan ke- 1 (Copeland and Mc Donald, 2001). Indeks Vigor benih dapat memberikan indeks mutu benih yang lebih peka daripada pengujian daya berkecambah serta dapat mengetahui informasi tingkatan yang konsisten tentang potensi mutu fisiologis dan fisik dari lot benih. Cara pematahan dormansi secara fisiologis yaitu perlakuan dengan suhu tinggi 50 C berpengaruh terhadap tolok ukur DB, PTM dan IV. Hal ini diduga karena perlakuan suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya keseimbangan hormonal yaitu antara inhibitor (ABA), promotor (Giberelin) serta pengizin (Sitokinin). Kondisi keseimbangan hormonal menentukan benih dapat berkecambah atau tetap dorman. Muchtar dalam Rosmawati (2003)

27 menambahkan bahwa afterripening pada padi sawah varietas Srikuning dan Bahbutong cukup efektif dengan memberikan suhu tinggi (39-41 0 C) dengan kelembaban relatif sedang (65-85 %), dan suhu tinggi dengan kelembaban relatif rendah (52-60%) dapat mempercepat afterripeningnya dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Kecepatan tumbuh merupakan cerminan jumlah benih normal yang berkecambah setiap hari dan merupakan gambaran vigor benih. Benih yang memilki kecepatan tumbuh yang tinggi menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki vigor atau kekuatan tumbuh yang tinggi pula. Sadjad et al. (1975) menyatakan bahwa benih yang lebih cepat tumbuh menjadi kecambah normal mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Pematahan dormansi dengan perendaman larutan KNO 3 0,2% selama 24 jam, merupakan perlakuan yang berhasil dalam mematahkan dormansi untuk tolok ukur ini yang menghasilkan kecepatan tumbuh sebesar 22,1%KN/etmal. Hal tersebut diduga karena senyawa KNO 3 merupakan pengganti fungsi cahaya dan suhu serta mempercepat penerimaan benih akan O 2 yang sesuai dengan pernyataan Copeland dan Mc Donald (2001) bahwa KNO 3 merupakan senyawa kimia yang mampu menstimulir perkecambahan khususnya pada benih- benih yang peka terhadap cahaya. Menurut Adkin et al. dalam Copeland dan Mc Donald (2001) menyatakan bahwa kinerja KNO 3 mempengaruhi sistem respirasi secara langsung. Pada beberapa spesies rumput, KNO 3 dapat berinteraksi dengan suhu untuk perkecambahan. Perlakuan perendaman benih pada larutan KNO 3 0,2% selama 24 jam memberikan respon terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh. Hasil yang sama ditunjukkan oleh penelitian Nur amin (2008), bahwa penggunaan KNO 3 0,2% pada benih padi selama 24 jam dapat menghasilkan K CT benih yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrolnya.

28 Pengaruh Interaksi antara Periode Afterripening dan Metode Pematahan Dormansi terhadap Kecepatan Tumbuh dan Indeks Vigor pada Benih Buru Hotong Interaksi antara periode afterripening dan metode pematahan dormansi berpengaruh nyata terhadap tolok ukur K CT dan IV dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Berdasarkan Tabel 5, perlakuan pematahan dormansi dengan perlakuan KNO 3 0,2% selama 24 jam menghasilkan K CT yang tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol (21,9% KN/etmal) yang tercapai pada periode afterripening 10 MSP. Tabel 5. Interaksi Antara Periode Afterripening dan Metode Pematahan Dormansi terhadap Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal) pada Buru Hotong Metode Pematahan Dormansi Periode Afterripening Kontrol(tanpa KNO3 0,2% Suhu 50 (MSP) C perlakuan) 24 jam 48 jam 9 13.8j 17.3hi 21.1bcdefgh 10 14.5ij 21.9bcdef 13.5j 11 17.5ghi 19.2fgh 21.2bcdefg 12 20.6cdefgh 24.3abc 20.1efgh 13 19.6efgh 22.2bcdef 22.5abcdef 14 20.6cdefgh 20.1efgh 20.4defgh 15 19.8efgh 21.9bcdef 19.7efgh 16 21.9bcdef 24.7ab 22.5abcdef 17 21.4bcdef 26.1a 23.2abcde 18 22.4bcdef 21.7bcdef 19.3efgh 19 24.7ab 24.1abcd 22.8abcdef Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Pada perlakuan suhu 50ºC selama 48 jam dengan nilai K CT 21,1% KN/etmal tercapai pada periode afterripening 9 MSP sedangkan pada benih tanpa perlakuan (kontrol), peningkatan K CT secara nyata terjadi pada 12 MSP. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang efektif dalam mematahkan dormansi adalah perlakuan suhu 50 C selama 48 jam pada 9 MSP. Perlakuan kontrol pada periode afterripening 12 MSP mulai menunjukkan hasil yang baik dengan nilai K CT 20,6 % KN/etmal dan semakin meningkat hingga nilai K CT mencapai 24,7%KN/etmal. Perlakuan perendaman KNO 3 0,2% selama 24 jam pada periode afterripening 10 MSP sudah menunjukkan hasil yang baik dengan nilai K CT 21,9% KN/etmal dan semakin meningkat hingga nilai K CT

29 mencapai 26,1%KN/etmal. Perlakuan suhu 50ºC selama 48 jam pada periode afterripening 9 MSP menunjukkan respon yang lebih baik dengan nilai K CT 21,1%KN/etmal dan semakin meningkat hingga nilai K CT mencapai 22,8%KN/etmal. Dalam tolok ukur K CT ini, interaksi dengan perlakuan suhu 50ºC selama 48 jam pada periode afterripening 9 MSP yaitu 21,1% KN/etmal secara nyata efektif untuk mematahkan dormansi (Tabel 5). Parameter kekuatan tumbuh benih di lapang disebut Vigor Kekuatan Tumbuh (V KT ). Vigor kekuatan tumbuh yaitu kemampuan benih untuk menghasilkan perkecambahan normal dan berproduksi secara normal pada keadaan lingkungan yang suboptimum. Pertanaman yang normal tersebut menampakkan kinerja pertumbuhan yang serempak, homogen serta pertumbuhannya cepat. Vigor Kekuatan Tumbuh (V KT ) memilki beberapa tolok ukur diantaranya Kecepatan Tumbuh (K CT ). Benih vigor akan menunjukkan kecepatan yang tinggi dalam proses pertumbuhannya apabila kondisi di sekeliling untuk tumbuh optimum dan proses metabolismenya tidak terhambat (Sadjad et al., 1999). Indeks Vigor (IV) benih dapat memberikan indeks mutu benih yang lebih peka daripada pengujian daya berkecambah. Berdasarkan Tabel 6, semua perlakuan dapat meningkatkan nilai IV benih secara nyata. Peningkatan IV untuk semua tolok ukur terjadi pada periode afterripening 12 MSP, namun nilai IV tertinggi yang dihasilkan perlakuan suhu 50 C tercapai pada periode afterripening 13 MSP yaitu 88% sedangkan pada kontrol nilai IV tertinggi tercapai pada periode afterripening 18 MSP yaitu 80%. Perlakuan kontrol pada periode afterripening 12 MSP sudah menunjukkan respon yang baik dengan nilai IV sebesar 67,3% dan semakin meningkat hingga nilai IV mencapai 80 %. Perlakuan perendaman KNO 3 0,2% selama 24 jam pada periode afterripening 12 MSP menunjukkan respon yang baik dengan nilai IV sebesar 70,7% dan semakin meningkat hingga nilai IV mencapai 72,7%. Perlakuan suhu 50ºC selama 48 jam pada periode afterripening 12 MSP menunjukkan respon yang baik dengan nilai IV 78,7% dan semakin meningkat hingga nilai IV 88%.

30 Tabel 6. Interaksi Antara Periode Afterripening dan Metode Pematahan Dormansi terhadap Indeks Vigor (%) pada Buru Hotong Metode Pematahan Dormansi Periode Afterripening Kontrol (tanpa KNO3 0,2% Suhu 50 (MSP) C perlakuan) 24 jam 48 jam 9 44.7h 45.3h 51.3gh 10 54.7fgh 52.0gh 44.0h 11 59.3efg 58.7efg 60.7efg 12 67.3cdef 70.7cde 78.7abc 13 70.7cde 69.3cde 88.0a 14 70.7cde 62.7defg 88.0a 15 67.3cdef 62.0defg 75.3abcd 16 62.7defg 70.0cde 77.3abc 17 68.7cdef 66.7cdef 86.0ab 18 80.0abc 72.7bcde 70.0cde 19 80.0abc 72.7bcde 70.0cde Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Dalam tolok ukur indeks vigor ini, interaksi dengan perlakuan suhu 50ºC selama 48 jam pada periode afterripening 13 MSP secara nyata dapat menghasilkan nilai vigor tertinggi dibandingkan kontrol (Tabel 6).